Anda di halaman 1dari 12

A.

Subjek
Pria berusia 55 tahun, BB 90kg, TB 170cm, dan RR 28×/menit
Hipertensi stage 1 (TD 160/95 mmHg)
1. Riwayat Penyakit (3 bulan lalu)
 Infark miokard
 Diabetes melitus
 Hipertensi
2. Riwayat obat
 metformin 3x 500 mg
 Lisinopril 1x 5 mg
 ASA 1 x 80 mg
B. Objek
Data Laboratorium (Puasa)
Parameter MRS KRS NILAI KETERANGAN KESIMPULAN
NORMAL
LDL (mg/dl) 170 130 <100 LDL tinggi DISLIPIDEMIA
HDL (mg/dl) 40 30 > 60 HDL rendah
TG (mg/dl) 500 170 <150 TG tinggi
KOLESTEROL 240 150 <200 Kolestrol tinggi
TOTAL (mg/dl)
KALIUM 3,7 4.4±0.5 Kalium rendah KESEIMBANGAN
(mg/dl) namun tidak CAIRAN
mencapai critical ELEKTROLIT
value NORMAL
NATRIUM 136 135-145 Normal
(mg/dl) mEq/L
KREATININ 1 0,6 – 1,3 Normal
(mg/dl)
BUN (mg/dl) 30mg/dl 10-20 Tinggi namun tidak GANGGUAN
Critical valuemencapai critical GINJAL
>100 value
GDA (mg/dl) 250 220 <200 Tinggi DM
GDP (mg/dl) 160 130 70-110 Tinggi
SGOT (UI) 49 0 – 35 Tinggi GANGGUAN HATI
SGPT (UI) 55 4 – 36 Tinggi

C. Assassment
Pasien mempunyai riwayat penyakit infark miokard, diabetes melitus, dan
hipertensi. Metformin 3x500 mg digunakan untuk terapi diabetes pasien.
Lisinopril 1x 5 mg digunakan untuk terapi hipertensi pasien. Berdasarkan data
diatas, kolesterol total, LDL, dan trigliserida pasien tinggi sementara kadar HDL
dibawah normal. Kolesterol total normal < 200 mg/dL, trigliserida normal < 150
mg/dL, dan HDL > 60 mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien menderita
dislipidemia. Diabetes melitus yang diderita pasien merupakan salah satu
penyebab terjadinya dislipidemia sekunder karena kondisi tersebut dapat
menyebabkan meningkatnya level VLDL dan menurunkan HDL (Rader & Hobbs,
2012).
Tujuan terapi yang ingin dicapai dalam pengobatan adalah penurunan kadar
kolesterol total, LDL, dan trigliserida, meningkatkan kadar HDL, menormalkan
kadar gula darah dan tekanan darah tinggi serta mengurangi resiko pertama atau
berulang dari infark miokardiak, angina, gagal jantung, stroke iskemia, dan
kejadian lain pada penyakit arterial (karotid stenosis atau aortik abdominal).
DOSIS INDIKASI – ESO –
OBAT PEMBERIAN YANG DOSIS D& ATURAN INTERAKSI
DITERIMA PAKAI
ATORVA-STATIN MASUK & 1 X 20 MG Mekanisme: menghamba Amlodipin :
(Terapi KELUAR RS t secara kompetitif meningkatkan
dislipidemi) koenzim 3-hidroksi-3- jumlah
metilglutaril (HMG CoA) atorvastatin
reduktase, yakni enzim
yang berperan pada Fenofibrat :
sintesis meningkatkan
(Terapi KRS kolesterol, terutama dalam atau menurunkan
diberikan hati. (pionas) Diharapkan AUC dari
(PIONAS; AHFS dengan dosis dapat menurunkan kadar atorvastatin
2011) tetap karena LDL pasien.
kadar LDL Monitoring : tercapainya
setelah target tujuan LDL-
diberikan kolesterol dan
terapi masih dipertahankan pada <100
tinggi yaitu mg/dL (atau: <70 mg/dL)
untuk pasien dengan
risiko maupun sudah
terkena CHD; <130
mg/dL (atau: <100
mg/dL) untuk pasien
dengan ≥2 faktor risiko
dan 10tahun berisiko
130 mg/dL )
CHD 10-20%; <130
mg/dL untuk pasien
dengan ≥2 faktor risiko
dan 10tahun berisiko
CHD 10% <10%; or <160
mg/dL untuk pasien
dengan 0-1 faktor risiko.
Mekanisme : bekerja
terutama untuk
MASUK RS
menurunkan kadar
FENOFI-BRAT Terapi
trigliserida serum. Fibrat
(Terapi (fenofibrat
dapat dipertimbangkan Atorvastatin :
Dislipidemi) setelah KRS
sebagai terapi lini pertama meningkatkan
dihentikan
pada pasien di mana kadar atau menurunkan
karena kadar 1 X 300 mg
trigliserida serum lebih AUC dari
TG serum pada
besar dari 10 mmol/L. atorvastatin
pasien dibawah
(kadar TG serum pasien =
(PIONAS; AHFS 10 mmol/L
27,75 mmol/L)
2011) (9,44 mmol/L))
Monitoring : sama
dengan atorvastatin

ASA MASUK & 1 x 80 mg Mekanisme : mengurangi Tidak ada


(ASETOSAL/ASP KELUAR RS agregasi platelet, sehingga interaksi dengan
IRIN) dapat menghambat obat yang
(Terapi Profilaksis (Asetosal tetap pembentukan trombus diberikan kepada
infark miokard) diberikan pada sirkulasi arteri, pasien.
untuk terapi dimana antikoagulan
kurang dapat berperan.
ASA diperlukan untuk
mencegah .
Penggunaan : pada dosis
75 mg sehari berguna
untuk semua pasien
dengan penyakit
setelah KRS
kardiovaskular, untuk
untuk
pasien dengan risiko
pencegahan
mengalami penyakit
terhadap
kardiovaskular pada 10
adanya
(PIONAS; AHFS tahun mendatang sebesar
serangan
2011) 20% atau lebih dan usia di
jantung pada
atas 50 tahun; untuk
pasien.)
pasien diabetes yang
berusia di atas 50 tahun
atau yang telah menderita
diabetes lebih dari 10
tahun dan untuk pasien
dengan diabetes yang
menerima pengobatan
antihipertensi.
LISINOPRIL MASUK & 1 X 5 mg Indikasi : Golongan ACE Lisinopril +
(Terapi hipertensi) KELUAR RS Inhibitor untuk obat untuk aspirin
(Tepat bila di hipertensi, dan cocok juga Baik untuk terapi
(ADA, 2017; berikan saat untuk pasien yang juga pada pasien
SWEETMAN, MRS dan KRS menderita DM dengan penyakit
2009) pada pasien, ESO : Hiperkalemia, infark miokard
hal ini Hipotensi (Resiko
ditujukan Aturan pakai : dyslipidemia
untuk Dosis awal 5 – 10 mg yang dialami
mengontrol TD Dosis Dewasa 10 -40 mg/ pasien)
darah pasien Hari
agar masuk
pada target
yaitu ( kurang
dari 140/80
mmHg)

GLIMIPERID MASUK & 1 X 2 mg Indikasi : mengontrol Tidak ada


(Terapi DM) KELUAR RS kadar gula darah pasien interaksi dengan
(Glimepirid DM 2 obat – obat yang
(BPOM RI, 2018) tetap diberikan ESO : Hipoglikemik, di konsumsi
MRS dan KRS Ngantuk, sakit kepala, pasien
bertujuan Alergi, gatal – gatal,
untuk bengkak wajah bibir lidah
mengontrol Aturan Pakai :
gula darah Untuk orang dewasa : 1 -2
pasien agar mg / sekali sehari minum
masuk target setelah makan
serta LDL Dosis maks : 8 mg/hari
pasien masih
tinggi )

AMLODIPIN MASUK & 1 X 5 Mg Golongan Calcium Amlodipin +


(Terapi hipertensi) KELUAR RS bloker atorastastin
(Masuk dan Indikasi : hipertensi, Tidak ada
(BPOM RI, 2018 ; keluarg RS profilaksis angina perubahan yang
AHFS 2011) tetap diberikan ESO : nyeri abdomen, berpengaruh
karena TD mual, wajah memerah, terhadap klinik
darah pasien edema, gangguan tidur. dan
masih tinggi, Aturan Pakai : farmakokinetik
dan tujuan dari Dosis awa 5 mg x 1 kali
pemberian obat sehari, maks 10 mg sekali
amlodipine sehari
yaitu mencapai
dan
mempertahank
an tekanan
darah sistolik
seumur hidup
kurang dari
140 mm Hg
dan tekanan
darah diastolik
kurang dari 90
mm)
METFORMIN MASUK & 3 X 500 mg Mekanisme kerja : Acarbose :
(Terapi DM) KELUAR RS Meningkatkan sensitifitas penurunan akut
(AHFS 2011) insulin. bioavailabilitas
Terapi KRS Indikasi : Golongan metformin dalam
diberikan Biguanid untuk terapi dosis tunggal.
dengan dosis diabetes melitus tipe 2. ACE Inhibitor :
tetap untuk Aturan Pakai : Dapat
menjaga kadar Dosis awal : 500mg/oral menyebabkan
gula darah dua kali sehari atau hipoglikemia.
berada pada 850mg/oral sekali sehari
batas normal. Dosis pemeliharaan :
2000 mg setiap hari dalam
dosis terbagi
ESO : Rasa tidak nyaman
pada perut,diare,
anoreksia dan mual.
ACARBOSE MASUK & 3 X 50 mg Mekanisme Kerja : Metformin :
(Terapi DM) KELUAR RS Senyawa inhibitor α – Dapat
(AHSF 2011) glukoside bekerja menyebabkan
Terapi KRS menghambat enzim α – hipoglikemia
diberikan glukoside yang terletak
dengan dosis pada dinding usus halus
tetap untuk sehingga sehingga dapat
menjaga kadar mengurangi peningkatan
gula darah kadar glukosa post
berada pada pranadial.
batas normal. Indikasi : Gol α
glucosidase inhibitor
sebagai tamabahan terapi
biguanid pada DM tipe 2.
Aturan Pakai :
Dosis awal : 25 mg tiga
kali sehari
Dosis pemeliharaan : 50 –
100 mg tiga kali sehari.
ESO : gangguan lambung

ISDN (terapi MASUK & 3 X 5 mg Mekanisme kerja :


profilaksis) KELUAR RS Merelaksasikan pembuluh
(AHFS 2011) Terapi KRS darah.
diberikan Indikasi : Gol nitrat
dengan dosis untuk mencegah dan
tetap untuk mengobati angina.
pencegahan Aturan Pakai :
angina. Dosis awal : 5 – 20mg
setiap 8 – 12jam.
Dosis pemeliharaan : 10 –
40 mg setiap 8 – 12 jam.
Obat dikonsumsi 30 menit
sebelum makan atau saat
perut kosong.
ESO : pusing, sakit
kepala, mual dan muncul
ruam pada kulit.
 Drug Related Problem
Pasien dengan post infark miokard, hipertensi, DM, dan dislipidemia dalam kasus ini
menerima 9 macam obat dalam pengobatannya. Walaupun dokter tetap melakukan
follow up terhadap pasien tersebut, analisis DRP tetap harus dilakukan untuk
mencegah pasien mengalami kegagalan terapi dan kejadian DRP yang dapat
merugikan pasien. Adapun analisis DRP antara lain: indikasi tanpa obat, obat tanpa
indikasi, ketidaktepatan pemilihan obat, kelebihan dosis obat, interaksi obat, efek
samping obat, dan kegagalan pasien menerima terapi. (Nov Riyni, 2017)
1. Indikasi tanpa obat
Pasien menderita post infark miokard, hipertensi, DM, dan dislipidemia. Dari data
hasil laboratorium dan pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya indikasi
penyakit lain.
2. Obat tanpa indikasi
Sembilan jenis obat yang digunakan (atorvastatin, fenofibrate, ASA, lisinopril,
glimepirid, amlodipin, metformin, acarbose, dan ISDN) diindikasikan untuk
mengobati dislipidemia, diabetes melitus , hipertensi, pencegahan resiko infark
miokard berulang, dan pencegahan angina. Ditemukan obat tanpa indikasi dalam
kasus ini, yaitu ISDN sebagai profilaksis angina, dimana pasien tidak memiliki
resiko yang cukup tinggi untuk mencetuskan angina. Selain itu, sudah terdapat
amlodipin yang juga berfungsi sebagai profilaksis angina.
3. Ketidaktepatan pemilihan obat
Ketidaktepatan pemilihan obat pada pasien artinya ada pemberian obat yang tidak
efektif, seperti produk obat tidak efektif berdasarkan kondisi medisnya atau obat
bukan paling efektif untuk mengatasi penyakit. Atorvastatin efektif menurunkan
kadar LDL dan merupakan terapi utama untuk mayoritas pasien dislipidemi. Namun
dalam kasus tertentu dapat ditambahkan agen hipolipidemik lain untuk mencapai
tujuan terapi yang lebih agresif. Oleh sebab itu, Fenofibrate ditambahkan karena
memiliki kemampuan menurunkan kadar VLDL. Mekanisme kunci obat golongan
fibrat adalah dengan meningkatkan lipolisis, meningkatkan asupan lemak hati dan
menurunkan produksi trigliserida hati, meningkankan asupan LDL oleh reseptor
LDL, dan menstrimulasi transpor balik sehingga meningkatkan HDL. Fibrat
utamanya digunakan pada pasien yang hanya mengalami peningkatan trigliserida dan
juga digunakan dalam terapi mixed dislipidemia, terutama jika HDL rendah.
Kombinasi golongan statin dan fibrat meningkatkan resiko miopati bermakna,
pertimbangan pemilihan obat baru seperti ezetimid mungkin akan lebih tepat.
Glimepiride golongan sulfonil urea dapat mengontrol kadar glukosa dengan cara
menstimulasi sekresi insulin. Metformin memiliki efek utama metformin adalah
menurunkan “hepatic glucose output” dan menurunkan kadar glukosa puasa.
Algoritma pengelolaan diabetes melitus tipe 2 menurut ADA/EASD yang pertama
yaitu dengan intervensi pola hidup dan metformin. Bila belum maksimal maka obat
kedua dapat ditambahkan agar HbA1C pasien < 7%, konsensus menganjurkan
penambahan sulfonilurea atau insulin. Pemilihan kombinasi glimepirid dan
metformin sebagai antidiabetes melitus tipe 2 dinilai cukup tepat.
Terapi hipertensi dalam kasus ini menggunakan lisinopril dan amlodipin. Lisinopril
adalah antihipertensi golongan ACEi yang merupakan vasodilator yang menghambat
angiotensin II (vasokonstriktor kuat). Penghambatan pembentukan angiotensin II
akan menurunkan tekanan darah. Jika sistem angiotensin-renin-aldonsteron
teraktivasi (misalnya pada keadaaan penurunan sodium, atau terapi diuretik) efek
antihipertensi ACEi akan lebih besar. Oleh karena itu dalam kasus itu menggunakan
kombinasi lisinopril dengan amlodipin. Pasien diabetes memerlukan kombinasi
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah optimal. ACEi merupakan terapi
pilihan karena dapat mencegah progresi mikroalbuminoria ke nefropati.
4. Dosis obat kurang dan berlebih
Mengingat kondisi organ pasien dalam keadaan baik (dilihat dari data
laboratorium dan pernyataan dokter mengenai pemeriksaan fisik) maka tidak
perlu dilakukan penyesuaian dosis. Dosis yang digunakan juga masih memenuhi
rentang penggunaan.
5. Interaksi obat
Obat A Obat B Tingkat Interaksi
Atorvastatin Fenofibrat Serius Meningkatkan efek karena
sinergisme farmakodinamik.
Fenofibrate dapat meningkatkan
risiko rhabdomyolysis ketika di
kombinasi dengan statin untuk
menurun trigliserida dan
meningkatkan HDL. Jika tetap
digunakan maka lakukan monitoring
dengan ketat. Gunakan alternatif
obat lain (ezetimibe).
Atorvastatin Amlodipin meningkatkan jumlah atorvastatin
Fenofibrat Glimepirid Signifikan Fenofibrate meningkatkan efek dari
glimepirid dengan berkompetisi
membentuk ikatan protein plasma.
Signifikan interaksi dapat terjadi,
lakukan monitoring.
Metformin Acarbose penurunan akut bioavailabilitas
metformin dalam dosis tunggal.
Lisinopril Dapat menyebabkan hipoglikemia
sehingga diperlukan monitoring
kadar gula darah.

6. Efek samping
Efek samping tertera pada penjelasan terapi obat. Pasien diingatkan tentang efek
samping yang mungkin terjadi. Efek yang mungkin terjadi berbeda antar invidu,
tergantung dengan respon tubuh.
7. Kegagalan terapi
Tidak ditemukan kegagalan terapi dalam kasus ini, sejauh follow up yang
dilakukan oleh dokter pasien terus mengalami perkembangan peningkatan profil
lipid. Kegagalan terapi dalam suatu pengobatan dapat disebabkan oleh faktor
psikososial, ketidakmampuan ekonomi, kurangnya pemahaman pasien tentang
terapi yang dia lakukan, dosis yang tidak sesuai, dan pasien menggunakan obat
lain tanpa sepengetahuan dokter. Kegagalan terapi juga dapat disebabkan oleh
petugas kesehatan yang tidak memberitahu cara penggunaan obat dengan benar.

 Monitoring
 Penggunaan Fenofibrate dapat meningkatkan risiko rhabdomyolysis
ketika di kombinasi dengan statin (Atorvastatin) untuk menurunkan trigliserida
dan meningkatkan HDL. Sehingga dalam penggunaannya dilakukan monitoring
dengan ketat.
 Penggunaan Amlodipin dengan Atorvastatin meningkatkan jumlah
atorvastatin, sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap efek hipolipidemi dari
atorvastatin.
 Penggunaan Fenofibrate meningkatkan efek dari glimepirid dengan
berkompetisi membentuk ikatan protein plasma. Signifikan interaksi dapat terjadi,
sehingga perlu dilakukan monitoring kadar lemak/lipid tubuh.
 Penggunaan ACE-inhibitor dengan Metformin dapat menyebabkan
hipoglikemia sehingga diperlukan monitoring kadar gula darah.
 Acarbose dengan Metformin dapat menurunkan bioavailabilitas
Metformin dalam dosis tunggal, kombinasi obat ini juga dapat berinteraksi dan
memberikan efek hipoglikemia, sehingga perlu diadakan monitoring kadar
glukosa.
 Perlu dilakukan follow up perkembangan profil lipid dan waktu
penggunaan obat untuk pencegahan interaksi obat-obatan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya.
 Perlu diadakan monitoring akan gejala-gejala atau efek samping yang
mungkin saja timbul, seperti Hiperkalemia, Hipotensi, Hipoglikemik, ngantuk,
gangguan tidur, sakit kepala (pusing), alergi, gatal – gatal, bengkak wajah bibir
lidah, muncul ruam pada kulit, wajah memerah, edema, nyeri abdomen, gangguan
lambung, rasa tidak nyaman pada perut, diare, anoreksia dan mual. Apabila gejala
cukup parah/mengganggu atau dapat memperburuk kondisi/berbahaya bagi
pasien maka terapi sesuai dengan efek samping perlu dihentikan dan/atau diganti
dengan obat lain, namun apabila efek samping tidak parah dan/atau dapat
ditangani secara non-farmakologis, maka terapi dapat dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA (DRP saja)
Riyani, Nova., dkk. 2017. Makalah Farmasi Klinik Dan Interpretasi Data Klinik Drps
(Drug Related Problems). Brebes, Jawa Tengah : Program Studi S1 Farmasi
Stikes Bhakti Mandala Husada Slawi.
Rader DJ, Hobbs HH. 2012. Disorders of lipoprotein metabolism. In: Kasper DL,
Fauci AS, Dani LL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Harrison’s
principles of internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill,Inc.

Anda mungkin juga menyukai