Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular menjadi penyebab banyaknya kematian di Indonesia. Penyakit itu
adalah hipertensi, Diabetes Melitus (DM), Stroke, dan Jantung. Penyakit tersebut diakibatkan oleh
konsumsi gula, garam dan lemak yang berlebih. Berdasarkan Riskesdas 2007, penyebab kematian
akibat penyakit tidak menular didominasi oleh jantung yang menempati urutan pertama yaitu 16,5%
dan disusul stroke 15,4%.

Pada umumnya, masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai takaran gula, garam,
dan lemak yang seharusnya dikonsumsi terutama masyarakat yang telah terkena penyakit tidak
menular. Seharusnya, mengurangi asupan GGL dengan takaran yang benar diserta diet seimbang,
dapat mencegah dan mempercepat proses pemulihan penyakit tersebut. Kementerian kesehatan dan
pemerintah menyadari pentingnya perluasan edukasi pengaturan konsumsi gula, garam dan lemak
dengan membaca label makanan kemasan serta pesan kesehatan pada pangan olahan dan siap saji.
Peraturan tersebut dibuat oleh Kemeterian Kesehatan bertujuan untuk mengendalikan penyakit tidak
menular, tingginya angka kematian pada penyakit tidak menular akibat kardiovaskuler di Indonesia.

Peraturan pengonsumsian gula, garam, dan lemak dimaksudkan untuk memudahkan


masyarakat untuk membatasi pengonsumsian gula, garam, dan lemak yang apabila dikonsumsi
berlebih dapat menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskuler. Namun, banyak kekhawatiran dalam
implementasi peraturan tersebut dimasyarakat yaitu banyak pihak yang tidak setuju dan menjalankan
peraturan tersebut bahkan masih banyaknya yang masyarakat yang belum mengetahui peraturan
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penulis mengangkat topik implementasi peraturan yang mengatur
konsumsi gula, garam dan lemak (GGL).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana takaran gula, garam, dan lemak yang seharusnya dikonsumsi dan baik bagi
kesehatan masyarakat?
2. Bagaimana implementasi peraturan mengenai konsumsi gula, garam dan lemak di
Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui jumlah takaran gula, garam dan lemak yang seharusnya dikonsumsi dan baik
bagi kesehatan.
2. Mengetahui implementasi peraturan mengenai konsumsi gula, garam dan lemak di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis Proses (Garam, Gula, Lemak)

Di Indonesia, pertumbuhan industri pengolahan pangan dan kuliner pangan siap saji diikuti
dengan pertumbuhan gerai siap saji, fast food chain, dan restoran. Perubahan pola konsumsi pangan
masyarakat dengan meningkatnya konsumsi pangan olahan dan siap saji yang kaya energi, tinggi
gula,garam dan lemak serta rendah serat disertai dengan kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan
risiko terjangkitnya penyakit tidak menular (PTM).
Diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk melindungi masyarakat dari risiko PTM,
terutama hipertensi, stroke dan serangan jantung yang salah satunya di sebabkan oleh asupan gula-
garam-Iemak yang berlebih. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30
Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta Pesan
Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Pemerintah juga telah meluncurkan buku
Pedoman Gizi Seimbang (PGS) pada tahun 2014.
Dalam implementasinya, industri pangan dapat berperan antara lain dengan
melakukan reformulasi/pengembangan produk, melakukan edukasi tentang pentingnya pembacaan
label dan informasi nutrisi produk pangan, serta menyajikan informasi nutrisi dengan lebih menarik
dan jelas untuk meningkatkan pemahaman konsumen akan kandungan nutrisi suatu produk pangan,
yang diharapkan dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan saat pembelian.
Sinergi peran pemerintah, pelaku bisnis, dan institusi pendidikan dalam memberikan edukasi
yang efektif kepada masyarakat merupakan program penting dalam meminimalisasi risiko penyakit
tidak menular. Negara-negara di wilayah Asia Tenggara merupakan yang memiliki masalah ganda
dalam kesehatan masyarakatnya yaitu selain belum tuntasnya kasus penyakit menular (communicable
diseases), seperti dan pneumonia, juga terdapat kasus penyakit tidak menularar (PTM, non-
communicable diseases), seperti penyakit kardiovaskular, diabetes dan gangguan mental dan
Indonesia merupakan salah satunya.
Indonesia menghadapi masalah kesehatan yang sangat kompleks. Dari Riskesdas 2007 ke
Riskesdas 2013, menunjukkan prevalensi penduduk dengan berat badan lebih (IMT ≥25) dan obesitas
(IMT>30) pada penduduk dewasa 18 tahun keatas meningkat dari 14,0% dan 2,8% menjadi 25,8%
dan 5,6%. Untuk berat badan lebih dan obesitas diderita utamanya pada kelompok perempuan. Pada
periode ini, proporsi perempuan 18 tahun keatas dengan berat badan lebih meningkat dari 17,5%
menjadi 32,3%, sedangkan obesitas meningkat dari 4,0% menjadi 8,2%. Sementara pada kelompok
laki-laki dengan usia yang sama berat badan lebih meningkat dari 10,3% menjadi 19,4% dan obesitas
dari 1,6% menjadi 3,0%. Angka nasional tahun 2013, berat badan lebih (BB/TB>2SD) pada anak
balita yaitu 12%, dan 5,8% pada anak usia 5-18 tahun (Analisis Riskesdas 2007, 2013).
Kelebihan berat badan sangat erat kaitannya dengan intake/konsumsi makanan sehari-hari,
terutama penyumbang kalori, seperti gula dan lemak. Selain itu intake garam, yang juga cenderung
membuat orang untuk mengonsumsi makan lebih banyak. Makanan tidak bergaram, akan berbeda
rasanya dengan makanan yang bergaram. Dalam waktu lama, faktor risiko ini secara kumulatif akan
menyebabkan penyakit tidak menular, seperti obesitas, hipertensi, diabetes mellitus (DM), dan stroke
menjadi meningkat pada seluruh lapisan penduduk (semua level sosial ekonomi), demikian pula
komplikasinya.
Garam adalah senyawa mineral dengan unsur utama natrium dan klorida, dinyatakan sebagai
natrium total yang berasal dari bahan pangan dan bahan yang ditambahkan. Di Era Modern ini, garam
menjadi suatu kebutuhan oleh tubuh manusia dan sering digunakan untuk penyedap rasa. Menurut
Peremenkes No.30 tahun 2013, pesan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 tentang
kewajiban pencantuman informasi kandungan garam sesuai jenis pangan olahan dengan
mempertimbangkan besar risiko kejadian penyakit tidak menular dengan takaran Natrium tidak lebih
dari 2000 miligram per orang per hari.
Gula adalah jumlah seluruh monosakarida dan disakarida (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa)
yang terdapat pada pangan. Gula yang dikonsumsi sehari-hari akan meningkatkan kalori tanpa zat
gizi lainnya. Ada dua macam gula yang dikonsumsi yaitu, gula yang berasal dari buah-buahan, seperti
fruktosa, atau berasal dari susu (laktosa), dan gula yang ditambahkan pada makanan dan minuman ,
seperti gula pasir (sukrosa). Jenis kedua ini, yang dikenal sebagai ‘added sugar’ yang kemungkinan
berkontribusi terhadap kejadian obesitas. Konsumsi gula per hari per orang tidak lebih dari 50 gram.
Hasil olah data konsumsi Susenas menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi gula (gula putih dan gula
merah) penduduk Indonesia pada tahun 2002, 2007 dan 2009 berturut-turut adalah adalah 28,3; 26,2
dan 23,8 g/kap/hr.4,5,6 Data konsumsi gula tahun 2009 setara dengan 8,7 kg/kap/thn
Lemak adalah lemak total yang menggambarkan semua kandungan asam emak, dinyatakan
sebagai trigliserida yang berasal dari bahan pangan dan/atau bahan yang ditambahkan. Informasi
kandungan Lemak tidak lebih dari 67 gram per orang per hari.
Peraturan yang mengkaji mengenai pencantuman informasi kandungan gula, garam dan
lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji adalah Peraturan menteri
kesehatan republik indonesia nomor 30 tahun 2013.

Dan peraturan lain yang memuat seperti :

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


2. Undang-Undang kan Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/ Menkes/ SK/ III/2003 tentang Laboratorium
Kesehatan;
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.51.0475 Tahun 2005
tentang pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan sebagaimana telah
diubah dengan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.11.11.09605
Tahun 2011;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 298/ Menkes/ SK/ III/2008 tentang Akreditasi
Laboratorium Kesehatan;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa
Boga

2.2 Analisis konteks


Pada implementasinya, konsumsi GGL (garam, gula, minyak) masih tidak berdasarkan
peraturan yang telah ditetapkan. Upaya untuk menghentikan laju peningkatan penyakit kronis tidak
menular akibat konsumsi lemak jenuh yang berlebihan telah dilakukan oleh berbagai organisasi
kesehatan dan pemerintah baik di negara maju maupun berkembang. Di Indonesia sendiri, saat ini
telah diberlakukan kebijakan yang mengatur adanya pembatasan penggunaan gula, garam, dan
lemak(GGL) terutama pada restoran makanan cepat saji dan industri makanan dan minuman (Mikail,
2012).Saat ini konsumen mulai menyadari pentingnya mengkonsumsi makanan yanglebih sehat untuk
menghindari efek negatif yang ditimbulkan akibat konsumsi gula, garam dan lemak (GGL) berlebih.
Hal tersebut menjadi suatu tantangan bagi industri makanan dan minuman untuk dapat memenuhi
permintaan konsumenakan produk yang lebih sehat. Selain itu, merupakan peluang bagi para peneliti
dalam mengembangkan teknologi serta ilmu pengetahuan untuk menghasilkan produk pangan yang
fungsional.

Maka perlu adanya pemantapan implementasi peraturan yang mewajibkan:


1. Setiap orang yang memproduksi pangan olahan yang mengandung gula, garam dan/atau
lemak untuk diperdagangkan wajib memuat informasi kandungan gula,garam dan lemak ,
serta pesan kesehatan pada label pangan. Untuk menekan risiko kejadian penyakit tidak
menular.
2. Setiap orang yang memproduksi pangan siap saji yang mengandung gula, gram dan lemak
wajib memberikan informasi kandungan gula, gram, dan emak, serta pesan kesehatan melalui
media informasi dan promosi
3. Pencantuman informasi kandungan gula, garam dan lemak harus didasarkan pada hasil uji
laboratorium yang dilakukan di laboratorium yang terakreditasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.Uji laboratorium dilakukan hanya sekali untuk setiap jenis produk
pangan siap saji selama tidak terjadi perubahan produk

1.3 Analisis actor


PEMBINAAN
1. Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan peraturan menteri sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud untuk
a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap risiko penyakit tidak
menular yang disebabkan oleh asupan gula, garam , lemak yang berlebih
b. Mendorong setiap orang yang memproduksi pangan olahan dan pangan siap saji untuk
melakukan pencantuman informasi kandungan gula,garam dan lemak, serta pesan
kesehatan
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud dilakukan melalui
a. Advokasi dan sosialisasi
b. Pemantauan dan evaluasi
c. Bimbingan teknis
d. Peningkatan jejaring kerja dan kemitraan (melibatkan institusi dan asosiasi terkait)

A. PENGAWASAN
1. Pengawasan terhadap pencantuman informasi kandungan gula, garam, dan lemak
serta pesan kesehatan pada pangan olahan dilakukan oleh kepala badan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan

Pengawasan terhadap pemberian informasi kandungan gula, garam dan lemak, serta
pesan kesehatan pada pangan siap saji dilakukan oleh kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing

Dalam rangka pengasawan sebagaimana yang disebut diatas, kepala badan dapat
memberikan sanksi administratif kepada setiap orang yang memproduksi pangan
olahan yang melakukan pelanggaraan terhadap peraturan menteri berupa:
a. Peringatan secara tertulis
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan perintah untuk penarikan dan
peredaran
c. Pencabutan surat persetujuan pendaftaran/izin
d. Rekomendasi pencabutan sertifikat produksi pangan industri rumah tangga
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Implementasi dari permenkes no. 30 tahun 2013 kurang berjalan dengan baik pada
masyarakat. Padahal konsumsi gula garam dan lemak berlebih menjadi faktor utama meningkatnya
penyakit tidak menular di Indonesia setiap tahunnya. Terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang
masih mengalami jenis penyakit tidak menular akibat konsumsi garam gula dan lemak yang kurang
maupun berlebih. Seperti konsumsi gula yang berlebih dapat menyebakan peningkatan kadar gula
darah (hiperglikemia) yang beresiko pada kegemukan atau obesitas dan diabetes melitus. Konsumsi
garam yang kurang dapat menyebabkan tubuh dehidrasi dan kehilangan nafsu makan. Jika konsumsi
garam berlebih menyebabkan terganggunya keseimbangan cairan dapat mengakibatkan peningkatan
kerja jantung dan beresiko pada serangan jantung dan stroke. Konsumsi lemak yang kurang akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan penurunan imunitas terhadap penyakit, dan konsumsi
berlebih menyebabkan penyempitan pada pembuluh darah koroner dan berujung pada stroke.

3.2 Saran

Sebaiknya pemerintah lebih menegakkan peraturan mengenai konsumsi gula garam dan
lemak pada masyarakat luas sehingga masyarakat dapat membatasi konsumsinya. Peran dari
puskesmas sebagai faskes pertama juga dibutuhkan karena merekalah yang paling sering bertemu
dengan masyarakat sehingga kesempatan mengedukasi lebih besar. Dilakukan pengedukasian tentang
berapa konsumsi gula garam dan lemak yang benar sehingga masyarakat membiasakan diri membaca
nutrition fact pada kemasan makanan. Peran ibu juga dibutuhkan untuk mengurangi konsumsi asupan
ggl yang berlebih sejak anak masih bayi sehingga anak tidak terbiasa memakan makanan yang
berlebihan gula garam dan lemak.

Anda mungkin juga menyukai