Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia telah kehilangan ratusan ribu penduduk akibat bencana.
Banyaknya korban jiwa menggambarkan bahwa persiapan dan kesiapsiagaan
masyarakat masih rendah, terutama dikarenakan kurangnya pengetahuan dan
kepedulian akan fenomena alam ini dan bencana yang diakibatkannya.
Pemerintah dan masyarakat Indonesia selama ini hanya memfokuskan
pengelolaan bencana pada kegiatan tanggap darurat dan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi pascabencana. Kesiapsiagaan masyarakat di Indonesia
belum menjadi prioritas kegiatan. (Hidayati, 2008)
Masyarakat Indonesia sebagian besar berada dalam kondisi yang rentan
karena tinggal di daerah yang rawan bencana alam. Namun hasil kajian yang
telah dilakukan mengungkapkan masyarakat di daerah rawan bencana seperti
di Kabupaten Padang Pariaman, Serang, Cilacap, dan Sikka serta Kota
Bengkulu masih kurang siap dalam mengantisipasi bencana. Kegiatan
pendidikan publik dan kesiapsiagaan masyarakat merupakan hal yang sangat
penting dan urgent untuk dilakukan agar dapat mengurangi risiko bencana.
(Hidayati, 2008)
Menurut WHO (2002), definisi bencana (disaster) adalah setiap kejadian
yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia,
atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala
tertentu yang memerlukan respons dari luar masyarakat atau wilayah yang
terkena. (Khambali, 2017)
Banjir adalah luapan air dalam jumlah besar yang menerjang dan
menggenangi suatu daerah. Banjir terjadi akibat ketinggian air melebihi
tingkat normal dan menggenangi daratan yang biasanya tidak tergenang oleh
air. Penyebab banjir bukan hanya curah hujan yang tinggi dan lama. Ada
beberapa faktor lain yang menyebabkan banjir, yaitu pendangkalan dan
penyempitan sungai, penyumbatan aliran air oleh sampah, jumlah air yang
mengalir semakin besar, sistem pembuangan air yang buruk, dan
berkurangnnya daerah resapan air. (Khambali, 2017)
Keberhasilan pelayanan kesehatan akibat bencana ditentukan oleh
manajemen penanganan bencana serta kegiatan pokok seperti penanganan
korban massal, pelayanan kesehatan dasar di pengungsian, pengawasan dan
pengendalian penyakit, air bersih dan sanitasi, penanganan gizi darurat,
penanganan kesehatan jiwa, serta pengelolaan logistik dan perbekalan
kesehatan. (Pakaya, 2007)
Dalam penanganan krisis kesehatan akibat bencana, banyak bantuan
kesehatan baik dari lokal mapun internasional yang terlibat secara aktif dalam
penanganan bencana di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya standar bagi
petugas kesehatan di Indonesia, nasional maupun internasional, lembaga
donor dan masyarakat yang bekerja atau berkaitan dalam penanganan krisis
kesehatan akibat bencana. (Pakaya, 2007)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana simulasi kasus bencana alam (banjir)?
2. Bagaimana bagan pelayanan kesehatan pada bencana alam (banjir)?
3. Bagaimana pembahasan kasus bencana alam (banjir)?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui simulasi kasus bencana alam (banjir).
2. Mengetahui bagan pelayanan kesehatan pada bencana alam (banjir).
3. Mengetahui pembahasan kasus bencana alam (banjir).
BAB II
KASUS DAN BAGAN

A. Kasus
Pada tanggal 15 Januari 2014 telah terjadi banjir bandang di Sulawesi
Utara tepatnya di Kota Manado. Banjir ini terjadi karena kombinasi antara
faktor alam dan antropogenik yaitu hujan deras yang dipicu oleh sistem
tekanan rendah di perairan selatan Filipina yang menyebabkan pembentukan
awan intensif. Serta, adanya konvergensi dampak dari tekanan rendah di utara
Australia sehingga awan-awan besar masuk ke wilayah Sulawesi Utara.
Selain itu, banjir bandang ini diperparah, karena air laut yang sedang pasang.
Banjir ini memakan korban jiwa yang tewas dan hilang sebanyak 26 orang
serta korban yang terkena dampak dan mengungsi berjumlah 40.290 orang.
Banjir ini juga mengakibatkan rumah warga rusak dengan jumlah rumah
rusak berat 450 unit, rusak sedang 48 unit, dan rusak ringan 331 unit serta
yang terendam sebanyak 1.280 unit. Dari kejadian ini terdapat pula kerusakan
pada fasilitas kesehatan yang berjumlah 16 unit. Kejadian ini, memerlukan
bantuan dan penanganan dari pemerintah dan masyarakat setempat.
B. Bagan

Faktor alam dan antropogenik



Bencana alam (banjir bandang)

Posko pusat pelayanan kesehatan

Lapor ke
Posko Pelayanan Posko Posko Tim
Kesehatan Umum Evakuasi
Pusat

Hitam Merah Kuning Hijau

Lapor ke Lapor ke Lapor ke Lapor


posko posko posko pusat. posko pusat
pusat. pusat. dan
lakukan
tindakan
penanganan
Arahkan ke
penampungan
mayat Memadai : Tidak
lakukan memadai:
tindakan di rujuk ke
lokasi pelayanan
bencana kesehatan
memadai
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Dari kasus di atas diketahui bahwa banjir bandang di Kota Manado,


Sulawesi Utara terjadi karena kombinasi antara faktor alam dan antropogenik
yaitu hujan deras yang dipicu oleh sistem tekanan rendah di perairan selatan
Filipina yang menyebabkan pembentukan awan intensif. Serta, adanya
konvergensi dampak dari tekanan rendah di utara Australia sehingga awan-awan
besar masuk ke wilayah Sulawesi Utara. Selain itu, banjir bandang ini diperparah,
karena air laut yang sedang pasang sehingga terjadilah banjir bandang di Kota
Manado. (Widjaya, 2014) Melihat adanya bencana alam yang terjadi di Manado
pemerintah bersama masyarakat yang menjadi relawan membuat satu posko pusat
pelayanan kesehatan, dimana posko ini menjadi tempat pelaporan tentang semua
aktivitas pelayanan kesehatan yang diberikan pada korban bencana.
Posko pusat pelayanan kesehatan ini menaungi dua posko pelayanan
kesehatan yang memiliki fungsinya masing-masing. Kedua posko tersebut ialah :
1. Posko Pelayanan Kesehatan Umum yang dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
a. Warning hitam (korban meninggal), apabila terdapat korban meninggal
baik di tempat pengungsian ataupun korban meninggal yang di temukan
oleh team evakuasi, korban tersebut dilaporkan terlebih dahulu ke posko
pusat pelayanan kesehatan. Kemudian, korban meninggal dibawa ke
tempat penampungan mayat yang di sedia kan.
b. Warning merah (gawat darurat), korban gawat darurat dilaporkan terlebih
dahulu ke posko pusat pelayanan kesehatan. Kemudian, apabila alat
memadai tindakan dapat dilakukan diposko kesehatan umum bagian
warning merah. Apabila alat tidak memadai korban di rujuk ke tempat
pelayanan kesehatan terdekat yang lebih memadai.
c. Warning kuning (gawat tapi tidak darurat), korban dengan kondisi gawat
tapi tidak darurat dilaporkan terlebih dahulu ke posko pusat pelayanan
kesehatan. Kemudian, apabila alat memadai tindakan dapat dilakukan
diposko kesehatan umum bagian warning kuning. Apabila alat tidak
memadai korban di rujuk ke tempat pelayanan kesehatan terdekat yang
lebih memadai.
d. Warning hijau (tidak gawat dan tidak darurat), korban dengan kondisi
tidak gawat dan tidak darurat dilaporkan terlebih dahulu ke posko pusat
pelayanan kesehatan kemudian dilakukan tindakan pada korban sesuai
dengan kondisi pasien.
2. Posko Tim Evakuasi, tim ini bertugas untuk mencari atau mengevakuasi para
korban bencana yang belum ditemukan di lokasi kejadian untuk kemudian di
bawa ke tempat pengungsian atau tempat yang lebih aman. (Rokib, 2013)
Korban yang ditemukan oleh tim evakuasi dilaporkan terlebih dahulu ke
posko pusat pelayanan kesehatan, kemudian di arahkan ke posko pelayanan
kesehatan umum sesuai dengan kondisi korban yang ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, D. (2008). Kesiapsiagaan Masyarakat: Paradigma Baru Pengelolaan


Bencana Alam Di Indonesia. Jurnal Kependudukan Indonesia , 69-
84.

Khambali, I. (2017). Manajemen Penanggulangan Bencana. Yogyakarta: ANDI.

Pakaya, R. S. (2007). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat


Bencana. Jakarta: KEMENKES.

Rokib, M. (2013). Teologi Bencana: Studi Santri Tanggap Bencana. Yogyakarta:


Buku Pintal.

Widjaya, I. (2014, Januari 16). Ini Penyebab Banjir Bandang dan Longsor di
Sulut. Retrieved Oktober 13, 2018, from Liputan 6:
https://www.liputan6.com/news/read/801227/ini-penyebab-banjir-
bandang-dan-longsor-di-sulut

Anda mungkin juga menyukai