Anda di halaman 1dari 8

MATA KULIAH : SERIBU HARI AWAL KEHIDUPAN

NAMA DOSEN : Ns FATMA JAMA S.KEP., M.KES

PERAWATAN VULVA HYGIENE

DI SUSUN OLEH:

NAMA : NURMALA

NIM : 142 2016 0002

KELAS : B1 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
PERAWATAN VULVA HYGIENE

A. Pengertian Vulva Hygiene

Vulva hygiene adalah perilaku memelihara alat kelamin bagian luar

(vulva) guna mempertahankan kebersihan dan kesehatan alat kelamin serta

untuk, mencegah terjadinya infeksi, [ CITATION Her18 \l 1057 ].

Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya

pada pasien wanita yang sedang nifas atau tidak dapat melakukan sendiri,

[ CITATION Ind17 \l 1057 ].

Perawatan vulva hygiene adalah memberikan lapangan bersih pada

daerah vulva dan perineum ibu setelah melahirkan. Indikasi perawatan vulva

hygiene yaitu pada ibu postpartum yang mengalami laserasi perineum dan

episiotomi, [ CITATION Rah16 \l 1057 ].

B. Tujuan Vulva Hygiene

Tujuan dari perawatan vulva hygiene antara lain:

1. Menghilangkan sekresi dan bau perineum normal.

2. Mencegah infeksi jalan lahir.

3. Meningkatkan rasa nyaman ibu setelah bersalin. [ CITATION Rah16 \l

1057 ].

C. Persiapan

1. Persiapan alat dan bahan:

a. Kom tertutup berisi savlon 1% steril

b. 1 pasang sarung tangan steril

c. Korentang dalam tempatnya


d. 1 bengkok

e. Bak instrumental steril, isi pinset anatomis, chirurgis, gunting

runcing/gunting jaringan, dan kain gass steril

f. Duk/camelux

g. Air untun cebok (sebaiknya air hangat) dalam tempatnya

h. Pispot/pasu najis

i. Kapas desinfektan/sublimat dalam tempatnya

j. Plastik tempat sampah

k. Perlak dan pengalasnya

l. Schern/sampiran

2. Persiapan Ibu:

a. Identifikasi pasien.

b. Berikan penjelasan kepada ibu seperlunya.

c. Jaga privasi ibu (tutup pintu, tirai, dan buka seperlunya).

d. Kosongkan kandung kemih (jika memungkinkan ibu boleh BAK di

kamar mandi atau dipasu najis dan gunakan kateter hanya jika perlu).

e. Bantu ibu dalam posisi dorsal recumbent.

3. Persiapan perawat:

a. Cuci tangan aseptik.

b. Perawat memperkenalkan diri.

c. Sensitif terhadap rasa malu yang dirasakan ibu.

d. Gunakan masker, [ CITATION Rah16 \l 1057 ].


D. Prosedur Tindakan

1. Pasang sampiran, dekatkan alat yang sudah disiapkan.

2. Cuci tangan (sabun, sikat, cuci dan keringkan).

3. Buka pakaian bawah ibu, pasang alas bokong, atur posisi ibu.

4. Buka gurita (jika ibu memakai gurita) pasang pispot di bawah bokong dan

tempatkan bengkok pada ujung kaki ibu. Tanyakan pada ibu apakah sudah

merasa nyaman dengan posisinya.

5. Ambil duk yang sudah terpasang dengan plastik, masukkan tangan ke

dalam plastik, ambil duk, perhatikan jumlah dan kondisi lochea, lalu

buang ke tempat sampah.

6. Cuci buka arrea vulva (minta ibu agar meregangkan paha) ambil botol

cebok dengan tangan kanan, siramkan pada vulva dan perineum.

7. Pasang sarung tangan, jaga tangan kanan tetap steril (jika prosedur

dilakukan tanpa menggunakan pinset).

8. Anjurkan ibu menarik napas dalam agar relaks dan menjaga agar bokong

tidak diangkat-angkat.

9. Masase fundus, usahakan cytosel keluar. Buka vulva dengan tangan kiri,

alasi dengan kasa supaya sarung tangan tidak mengenai lochea. Ambil

kasa sublimat, bersihkan vulva dan perineum dari arah atas ke bawah, lalu

buang ke bengkok. Jangan lakukan gerakan berulang-ulang dengan satu

kapas. Lakukan pada bagian dalam dulu, lalu bagian luar sampai

semuanya bersih. Gunakan kapas sublimat untuk sekali pakai.


10. Setelah bersih lakukan pengeringan area vulva dan perineum dengan

menggunakan kain gass atau kapas peras kering.

11. Ambil pispot.

12. Buka sarung tangan, letakkan pada bengkok, kemudian ambil

duk/camelux. Pakaikan dari arah atas, kemudian kenakan pakaian dalam,

minta bantuan ibu jika ibu sanggup.

13. Ukur tinggi fundus uteri, kenakan gurita kembali jika perlu.

14. Jika ada luka jahitan, bersihkan area luka dengan kapas sublimat, lalu

keringkan dengan kain gass, kemudian tutup dengan kais gass steril. Bila

benang pada luka jahitan perlu diangkat, ambil pinset chirugis dengan

tangan kiri, gunting jahitan dengan tangan kanan, tarik simpul jahitan dan

gunting kemudian buang ke dalam bengkok. Bersihkan kembali dengan

kapas sublimat dan keringkan.

15. Setelah selesai tanyakan ibu apakah sudah merasa nyaman, rapikan posisi

ibu seperti semula, bereskan semua alat-alat, kemudian perawat mencuci

tangan.

16. Lakukan pencatatan pada status pasien seperti: kondisi lochea, TFU,

kontraksi, dan keadaan perineum,[ CITATION Rah16 \l 1057 ].

E. Hal – Hal Yang Mempengaruhi Perilaku Vulva Hygiene

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor-faktor yang dapat memudahkan terbentuknya suatu perilaku

seseorang adalah pengetahuan, sikap dan kebiasaan.


Seseorang akan mampu melakukan vulva hygiene yang benar jika

seseorang tersebut tahu bagaimana cara melakukannya. Tanpa adanya

pengetahuan tentang vulva hygiene yang benar seseorang tersebut tidak

akan mampu melakukan prosedur dengan baik. Sedangkan sikap

merupakan reaksi yang secara tidak langsung muncul ketika seseorang

mendapat stimulus tertentu. Sikap tersebut akan terbentuk jika seseorang

terbiasa. Maka secara tidak langsung sikap seseorang yang terus menerus

dilakukan akan menjadi sebuah kebiasaan. Sebagai contoh, seorang

remaja tahu bagaimana cara cebok yang benar yaitu membasuh kemaluan

dari arah depan (vagina) ke belakang (anus), namun remaja tersebut tidak

menerapka ilmu yang ia miliki, justru remaja tersebut membasuh

kemaluannya dari arah belakang (anus) ke depan (vagina). Sehinga

perilaku buruk tersebut dilakukan secara terus-menerus dan menjadi

kebiasaan, [ CITATION Hum18 \l 1057 ].

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor-faktor yang mendukung atau yang menjadi pemungkin

terjadinya suatu perilaku seseorang adalah tersedianya sarana dan

prasaranan yang memfasilitasi untuk terjadinya suatu perilaku. Baik

buruknya seseorang dalam melakukan vulva hygiene tergantung pada

sarana dan prasarana yang ada. Sebagai contoh, seseorang akan

membersihkan alat kelaminnya menggunakan air bersih jika tersedia air

bersih. Tetapi jika tidak tersedia air bersih maka dengan terpaksa

menggunakan air seadanya, misalnya air sungai. Berdasarkan contohh


tersebut terlihat jelas bahwa keberadaan sarana dan prasarana menjadi

faktor pendukung terbentuknya suatu perilaku, [ CITATION Hum18 \l 1057 ].

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor-faktor yang dapat menjadi pendorong atau faktor yang

memperkuat terjadinya perilaku adalah sikap dan perilaku seseorang yang

menjadi panutan. Seorang panutan yang dimaksud adalah seperti teman,

keluarga, lingkungan sekitar, atau tokoh masyarakat. Sebagai contoh,

seorang remaja tahu jika sering menggunakan sabun antiseptik untuk

membersihkan vagina akan memicu terjadinya keputihan, namun tetap

saja ia membersihkan vagina dengan sabun antiseptik karena ibunya juga

menggunakan sabun antiseptik untuk membersihkan vagina. Dari contoh

tersebut terlihat jelas bahwa seorang panutan merupakan faktor penguat

terjadinya perilaku pada seseorang, [ CITATION Hum18 \l 1057 ].

DAFTAR PUSTAKA

Herlina, Virgia, V., & Wardani, R. A. (2018). Hubungan Teknik Vulva Hygiene

Dengan Penyembuhan Luka Perineum Pada Ibu Post Partum. Jurnal

Kebidanan, 5-10.
Humairoh, F., Musthofa, S. B., & Widagdo, L. (2018). Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perilaku Vulva Hygiene Pada Remaja Putri Panti Asuhan

Di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Journal Kesehatan

Masyarakat, 745-752.

Indrasari, N., & Purwati. (2017). Pengaruh Teknik Vulva Hygiene Terhadap

Kuman Vulva Pada Ibu Nifas Di BPM Kota Bandar Lampung. Jurnal

Kesehatan, 466.

Rahayu, A. P. (2016). Panduan Praktikum Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:

Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai