Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MOBILITAS SOSIAL”
tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Amin

Jakarta, Oktober 2018

PENYUSUN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................. 1
C. Batasan Masalah............................................................................................... 1
D. Tujuan............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A. Pengertian Mobilitas Sosial............................................................................. 2
B. Sifat Diluar Mobilitas Sosial........................................................................... 2
C. Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial....................................................................... 3
D. Konsekuensi Mobilats Sosial.......................................................................... 4
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial...............................
Saluran Mobilitas Sosial
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Objek Ilmu sosial adalah masyarakat. Fenomena sosial yang disebut dengan
istilah mobilitas kini telah menjadi sasaran penelitian sosial yang semakin
menarik.
Keinginan untuk mencapai status dan penghasilan yang lebih tinggi dari
apa yang pernah dicapai oleh orang tua seseorang, merupakan impian setiap
orang. Keinginan-keinginan itu adalah normal, karena pada dasarnya manusia
mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas.
Pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Setiap
orang pasti mempuyai keinginan suatu kehidupan yang berkecukupan, bahkan
kalau mungkin berlebihan. Keinginan-keinginan itu adalah normal. Semua orang
pasti menginginkan status dan kedudukan yang lebih tinggi dari yang pernah di
capai oleh orang tua mereka. Seperti halnya ketika kita bertanya pada anak-anak
tentang apa yang mereka cita-citakan mereka pasti akan mengatakan apa yang
mereka cita-citakan dan pastinya cita-cita tersebut berada di atas status atau
kedudukan orang tua dari anak tersebut, dimana kedudukan atau status yang di
inginkan adalah yang berkonotasi yang baik.
Di dalam masyarakat apa yang di cita-citakan, keinginan ataupun impian
dari seseorang untuk masa depan meraka tidak selalu belhasil atau gagal, namun
ada juga yang berhasil. Dalam peruses perjalan hidup seseorang tidaklah selalu
mulus akan ada banyak hambatan dalam mencapai keberhasilan tetapi seseorang
yang bersungguh-sungguh dalam berusaha dan doa maka akan mendapatkan
kemudahan dalam mencapai keberhasila. Dapat kita lihat sama halnya dengan
mobilitas sosial yang didalam tedapat dampak dan keuntunggannya, adanya
konsekuensi yang harus di tanggung dan manfaat yang bisa di ambil, dalam segala
hal pasti aka nada tahapan-tahpan yang harus di tempuh.
Pada masyarakat modern sering kita jumpai fenomena-fenomena
keinginan untuk pencapaian status sosial yang lebih tinggi maupun pencapaian
penghasilan yang lebih tinggi. Hal tersebut merupakan pendorong masyarakat
untuk melakukan mobilitas sosial demi tercapainya kesejahterahan hiudp. Namun
pada kenyataannya mobilitas sosial yang terjadi pada masyarakat tidak hanya
bersifat naik ke tingkat yang lebih tinggi, akan tetapi banyak mobilitas sosial
turun tanpa direncanakan yang dapat menurunkan status dan penghasilan
seseorang.
Keragaman masyarakat yang ada di Indonesia, merupakan salah satu
kekayaan bangsa Indonesia. Keragaman masyarakat Indonesia, melahirkan
berbagai kebudayaan yang memiliki nilai yang sangat tinggi. Interaksi masyarakat
yang beragam, melahirkan berbagai inovasi budaya yang menarik.
Keragaman masyarakat Indonesia bukan hanya dalam hal etnis, tetapi juga
faktor-faktor lain, seperti: agama; budaya; kegiatan ekonomi; dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kalian menemukan masyarakat Indonesia yang
memiliki keragaman profesi atau pekerjaan, seperti: buruh dan majikan; staf dan
pimpinan; guru dan kepala sekolah. Interaksi dalam masyarakat antara lain
menghasilkan kesepakatan yang tertulis maupun tidak tertulis, untuk
menempatkan seseorang pada posisi yang sesuai peranannya. Pekerjaan dapat
terbentuk oleh adanya kesepakatan dalam masyarakat. Setiap aspek kehidupan,
diisi dengan banyak variasi pekerjaan yang berbeda-beda.
Mobilitas masyarakat Indonesia yang sangat dinamis, merupakan
pendorong terjadinya keragaman. Keragaman atau pluralitas, merupakan
keunggulan bangsa Indonesia. Namun demikian, bangsa Indonesia harus waspada
terhadap terjadinya konflik. Karena itu, bangsa Indonesia harus berusaha
menyelesaikan berbagai konflik sehingga persatuan dan kesatuan tetap terjaga.

B. Tujuan
Pemaparan makalah ini bertujuan:
1. Menjelaskan pengaruh interaksi sosial terhadap mobilitas sosial.
2. Menjelaskan pengaruh interaksi sosial terhadap pluralitas.
3. Menjelaskan pengaruh interaksi sosial terhadap integrasi dan konflik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mobilitas Sosial


Mobilitas berasal dari bahasa latin mobilis yang berarti mudah dipindahkan atau
banyak bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kata sosial yang ada pada
istilah tersebut mengandung makna gerak yang melibatkan seseorang atau
sekelompok warga dalam kelompok sosial. Mobilitas Sosial (Gerakan sosial)
adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran
anggotanya

Ada beberapa pendapat para ahli tentang pengertian Mobilitas Sosial, di


antaranya:
1. Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu
gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi
suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat hubungan antara individu
dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya[1].
2. William Kornblum (1918: 172), Mobilitas sosial adalah perpindahan individu-
individu, keluarga-keluarga, dan kelompok sosialnya dari satu lapisan ke lapisan
sosial lainnya.
3. Michael S. Bassis (1988: 276), Mobilitas sosial adalah perpindahan ke atas atau
ke bawah lingkungan sosial ekonomi yang mengubah status sosial seseorang
dalam masyarakat.
4. H. Edward Ransfrod (Sunarto, 2001: 108), Mobilitas sosial adalah perpindahan
ke atas atau ke bawah dalam lingkungan sosial secara hirarki.
5. Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas
sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang
lainnya.
Jadi, mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau
sekelompok orang dari lapisan yang satu ke lapisan yang lain. Misalnya, seorang
gur yang tidak puas dengan pendapatannya beralih pekerjaan menjadi seorang
pengusaha properti dan berhasil dengan gemilang.
B. Sifat Dasar Mobilitas Sosial
Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki tingkat
mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup adalah
masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.
Pada masyarakat berkasta yang sifatnya tertutup, hampir tak ada gerak
sosial karena kedudukan seseorang telah ditentukan sejak dilahirkan. Pekerjaan,
pendidikan dan seluruh pola hidupnya. Karena struktur sosial masyarakatnya tidak
memberikan peluang untuk mengadakan perubahan.
Dalam sistem lapisan terbuka, kedudukan yang hendak dicapai tergantung
pada usaha dan kemampuan individu. Memang benar bahwa anak seorang camat
mempunyai peluang yang lebih baik dan lebih besar daripada anak seorang
penjual tomat. Akan tetapi, kebudayaan dalam masyarakat tidak menutup
kemungkinan bagi anak penjual tomat untuk memperoleh kedudukan yang lebih
tinggi dari kedudukan yang semula dipunyainya.Seperti Chairul Tanjung, Dahlan
Iskan, dll. Namun kenyataan tidaklah seideal itu. Dalam masyarakat selalu ada
hambatan dan kesulitan-kesulitan, misalnya birokrasi (dalam arti yang kurang
baik), biaya, kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat, dan lain
sebagainya[2]
Bila tingkat mobilitas sosial tinggi, meskipun latar belakang sosial para
individu berbeda, maka mereka tetap dapat merasa mempunyai hak yang sama
dalam mencapai kedudukan sosial yang lebih tinggi. Bila tingkat mobilitas sosial
rendah, maka tentu saja kebanyakan orang akan terkungkung dalam status para
nenek moyang mereka.

C. Bentuk-bentuk Mobilitas Sosial


Dilihat dari arah pergerakannya terdapat dua bentuk mobilitas sosial , yaitu
mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal.
Mobilitas sosial vertikal dapat dibedakan lagi menjadi social sinking dan
social climbing.
Sedangkan mobilitas horizontal dibedakan menjadi mobilitas sosial antar
wilayah (geografis) dan mobilitas antar generasi.
1. Mobilitas vertical
Mobilitas Vertikal : adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau
sekelompok orang pada lapisan sosial yang tidak sederajat (berbeda). Mobilitas
vertikal mempunyai dua bentuk yang utama :
a. Mobilitas vertikal keatas (Social Climbing)
Sosial climbing adalah mobilitas yang terjadi karena adanya peningkatan status
atau kedudukan seseorang Sosial climbing memiliki dua bentuk, yaitu :
1) Naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial yang lebih tinggi,
dimana status itu telah tersedia. Contoh: A adalah dosen biasa di salah satu
Perguruan Tinggi, karena memenuhi persyaratan, ia diangkat menjadi dekan
fakultas
2) Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih tinggi dari pada lapisan sosial
yang sudah ada. Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang
untuk menjadi ketua dari organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.
Seperti seorang anggota partai yang mendirikan partai baru dan dia menjadi ketua.
Adapun penyebab sosial climbing adalah sebagai berikut :
- Melakukan peningkatan prestasi kerja
- Menggantikan kedudukan yang kosong akibat adanya proses peralihan generasi
b. Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking)
Sosial sinking merupakan proses penurunan status atau kedudukan seseorang.
Proses sosial sinking sering kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang
karena ada perubahan pada hak dan kewajibannya.
Social sinking dibedakan menjadi dua bentuk :
1) Turunnya kedudukan seseorang ke kedudukan lebih rendah. Contoh: seorang
prajurit dipecat karena melakukan tidakan pelanggaran berat ketika melaksanakan
tugasnya.
2) Tidak dihargainya lagi suatu kedudukan sebagai lapisan sosial. Contoh Kepala
daerah yang disenangi masyarakat karena kedermawanannya akhirnya dipecat
karena terbukti melakukan korupsi.
Penyebab sosial sinking adalah sebagai berikut.:
- Berhalangan tetap atau sementara.
- Memasuki masa pensiun.
- Berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan diturunkan atau di pecat dari
jabatannya.
2. Mobilitas horizontal
Mobilitas Horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok
orang dalam lapisan sosial yang sama. Dengan kata lain mobilitas horisontal
merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu
kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
Ciri utama mobilitas horizontal adalah tidak terjadi perubahan dalam derajat
kedudukan seseorang dalam mobilitas sosialnya. Contoh: Seorang warga negara
Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan
Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosialnya disebut dengan mobilitas sosial
horizontal karena gerak sosial yang dilakukannya tidak merubah status sosialnya.
Mobilitas sosial horizontal dibedakan dua bentuk :
a. Mobilitas sosial antar wilayah/ geografis. Gerak sosial ini adalah perpindahan
individu atau kelompok dari satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasi,
urbanisasi, dan migrasi.
b. Mobilitas antargenerasi. Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas
dua generasi atau lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu,
dan seterusnya. Mobilitas ini ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik
naik atau turun dalam suatu generasi. Penekanannya bukan pada perkembangan
keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status sosial suatu generasi ke
generasi lainnya. Contoh: Seorang petani yang hanya menamatkan pendidikannya
hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi seorang
direktur. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
Mobilitas antargenerasi dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas intragenerasi
dan mobilitas intergenerasi.
a. Mobilitas intragenerasi adalah mobilitas yang dialami oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam satu generasi yang sama. Contoh: Seseorang yang
awalnya hanya sebagai tukang ojek dengan motor sewaan, namun, karena
ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia kemudian
memiliki motor sendiri bahkan sampai beberapa motor yang bisa disewakan
kepada orang lain akhirnya menjadi tukang ojek yang sukses. Contoh lain,
Seorang bapak yang memiliki dua orang anak, yang pertama bekerja sebagai
nelayan dan anak kedua awalnya juga sebagai nelayan. Namun anak kedua lebih
beruntung daripada kakaknya, karena ia dapat mengubah statusnya dari nelayan
menjadi seorang pengusaha pengekspor ikan. Sementara sang kakak tetap menjadi
nelayan. Perbedaan status sosial juga dapat disebut sebagai mobilitas
intragenerasi.
b. Mobilitas Intergenerasi adalah perpindahan status atau kedudukan yang terjadi
diantara beberapa generasi.
Mobilitas intergenerasi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Mobilitas intergenerasi naik. Contoh: Bapaknya seorang kepala sekolah, anaknya
seorang direktur
b. Mobilitas intergenerasi turun. Contoh : Kakeknya seorang bupati, bapaknya
seorang camat dan anaknya sebagai kepala desa.

D. Konsekuensi Mobilitas Sosial


Terjadinya mobilitas sosial di dalam masyarakat menimbulkan berbagai
konsekuensi, baik positif maupun negatif.
Beberapa studi mengemukakan bahwa mobilitas-menurun berkaitan dengan
banyak hal yang mencemaskan, seperti misalnya gangguan kesehatan, keretakan
keluarga, perasaan terasing (alienasi) dan keterpencilan sosial (social distance).
Namun demikian, penyebab dan akibatnya tidak dapat diidentifikasi. Hal-hal yang
mencemaskan seperti itu dapat saja merupakan penyebab ataupun akibat dari
mobilitas menurun. Baik bagi individu maupun masyarakat, manfaat dan kerugian
mobilitas sosial, serta masyarakat bersistem terbuka, masih dapat
diperdebatkan[3]
Apabila individu atau kelompok individu yang mengalami mobilitas sosial
mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang baru maka akan memperoleh
hal-hal posiitif sebagai konsekuensi mobilitas sosial, antara lain:
a. mengalami kepuasan, kebahagiaan dan kebanggaan.
b. Peluang mobilitas sosial juga berarti kesempatan bagi individu atau kelompok
individu untuk lebih maju.
c. Kesempatan mobilitas sosial yang luas akan mendorong orang-orang untuk mau
bekerja keras, mengejar prestasi dan kemajuan sehingga dapat meraih kedudukan
yang dicita-citakan.
Apabila individu atau kelompok individu tidak mampu menyesuaikan dirinya
dengan situasi baru, maka akan terjadi konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut:
1. Konflik antar-kelas

Konflik ini terjadi karena benturan kepentingan antar-kelas sosial. Misalnya


konflik antara majikan dengan buruh yang menghendaki kenaikan upah.

2. Konflik antar-kelompok

Konflik antar-kelompok (konflik horizontal) bisa melibatkan ras, etnisitas, agama


atau aliran/golongan. Konflik jenis ini dapat terjadi karena perebutan peluang
mobilitas sosial, misalnya kesempatan memperoleh sumber-sumber ekonomi,
rekrutmen anggota, peluang memperoleh kekuasasan politik atau pengakuan
masyarakat.

3. Konflik antar-individu

Konflik antar-individu dapat terjadi misalnya karena masuknya individu ke dalam


kelompok tidak diterima oleh anggota kelompok yang lain. Misalnya lingkungan
organisasi atau seseorang tidak dapat menerima kehadiran seseorang yang
dipromosikan menduduki suatu jabatan tertentu.

4. Konflik antar-generasi

Konflik ini terjadi dalam hubungannya mobilitas antar-generasi. Fenomena yang


sering terjadi adalah ketika anak-anak berhasil meraih posisi yang tinggi, jauh
lebih tinggi dari posisi sosial orang tuanya, timbul ethnosentrisme generasi.
Masing-masing generasi –orang tua maupun anak— saling menilai berdasarkan
ukuran-ukuran yang berkembang dalam generasinya sendiri. Generasi anak
memandang orang tuanya sebagai generasi yang tertinggal, kolot, kuno, lambat
mengikuti perubahan, dan sebagainya. Sementara itu generasi tua mengganggap
bahwa cara berfikir, berperasaan dan bertindak generasinya lebih baik dan lebih
mulia dari pada yang tumbuh dan berkembang pada generasi anak-anaknya.

5. Konflik status dan konflik peran


Seseorang yang mengalami mobilitas sosial, naik ke kedudukan yang lebih tinggi,
atau turun ke kedudukan yang lebih rendah, dituntut untuk mampu menyesuaikan
dirinya dengan kedudukannya yang baru.

Kesulitan menyesuaikan diri dengan statusnya yang baru akan menimbulkan


konflik status dan konflik peran.

Konflik status adalah pertentangan antar-status yang disandang oleh seseorang


karena kepentingan-kepentingan yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan
banyaknya status yang disandang oleh seseorang.

Konflik peran merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat melaksanakan


peran sesuai dengan tuntutan status yang disandangnya. Hal ini dapat terjadi
karena statusnya yang baru tidak disukai atau tidak sesuai dengan kehendak
hatinya. Post Power Syndrome merupakan bentuk konflik peran yang dialami oleh
orang-orang yang harus turun dari kedudukannya yang tinggi.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial

1. Faktor Struktural

Faktor struktural adalah jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan
harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. Contohnya
ketidakseimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan
jumlah pelamar kerja.
Faktor struktural meliputi:
a. Struktur Pekerjaan
Sebuah masyarakat yang kegiatan ekonominya berbasis industri dengan teknologi
canggih, tentunya yang berstatus tinggi akan lebih banyak dibandingkan dengan
yang berkedudukan rendah. Sehingga untuk itu yang berkedudukan rendah akan
terpacu untuk menaikkan kedudukan sosial ekonominya.
b. Perbedaan Fertilitas
Setiap masyarakat memiliki tingkat fertilitas (kelahiran) yang berbeda-beda.
Tingkat fertilitas akan berhubungan erat dengan jumlah jenis pekerjaan yang
mempunyai kedudukan tinggi atau rendah. Hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap proses mobilitas sosial yang akan berlangsung.
c. Ekonomi Ganda
Setiap negara yang menerapkan sistem ekonomi ganda (tradisional dan modern)
sebagaimana terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika, tentunya akan
berdampak pada jumlah pekerjaan, baik yang berstatus tinggi maupun yang
rendah. Bagi masyarakat yang berada dalam tekanan sistem ekonomi ganda
seperti ini, mobilitasnya terrgantung pada keberhasilan dalam melakukan
pekerjaan di bidang yang diminatinya karena dalam masyarakat seperti ini
(modern) kenaikan status sosial sangat dipengaruhi oleh faktor prestasi.

2. Faktor Individu
Faktor individu ini lebih menekankan pada kualitas dari orang perorang, baik
dilihat dari tingkat pendidikan, penampilan maupun keterampilan pribadinya.
a. Perbedaan Kemampuan
Setiap inidvidu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
b. Orientasi Sikap Terhadap Mobilitas
Setiap individu memiliki cara yang beragam dalam
mengupayakan meningkatkan prospek mobilias sosialnya.
c. Faktor Kemujuran
Usaha adalah sebagai proses untuk meraih kesuksesan. Tetapi kemujuran tetap
berada pada posisi yang tidak bisa kita anggap sepele.

3. Faktor Status Sosial


Status sosial orang tua akan terwarisi kepada anak-anaknya.
4. Faktor Keadaan Ekonomi
Masyarakat desa yang melakukan urbanisasi karena akibat himpitan ekonomi di
desa. Masyarakat ini kemudian bisa dikatakan sebagai masyarakat yang
mengalami mobilitas.
5. Faktor Situasi Politik
Kondisi politik suatu negara dapat menjadi penyebab terjadinya mobilitas sosial.
Karena dengan kondisi politik yang tidak menentu akan sangat berpengaruh
terhadap struktur keamanan. Sehingga, memunculkan sebuah keinginan
masyarakat untuk pindah ke daerah yang lebih aman.
6. Faktor Kependudukan (demografi)
Dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat dapat mengakibatkan
sempitnya lahan pemukiman dan mewabahnya kemiskinan, sehingga menuntut
masyarakat untuk melakukan transmigrasi[4]
7. Keinginan melihat daerah lain
Apabila keinginan melihat daerah lain itu dikuasai oleh jiwa (mentalitas)
mengembara, biasanya kuantitas mobilitas agak terbatas pada orang-orang atau
suku bangsa tertentu. Suku Minangkabau dan suku Batak misalnya, sering
dikatakan memiliki jiwa petualang. Ada semacam naluri yang hidup di dalam jiwa
pemuda Minang dan Batak untuk merantau ke daerah lain, atau melihat kehidupan
di kota lain, sebelum mereka menjalankan pekerjaannya ditempat yang tetap[5]
8. Faktor Agama
Agama juga menurut penulis memegang peranan penting dalam mobilitas sosial
khususnya agama Islam. Dalam Surat Ar Ra’du:11 Allah SWT berfirman:
-١١ :‫ الرعد‬- ‫إن هللا ال يغير ما بقوم حتى يغير ما بأنفسهم‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu
berusaha merubah nasib mereka”. QS. Ar Ra’du:11
Islam selalu mendorong ummatnya untuk melakukan gerakan perubahan sosial ke
arah mobilitas sosial vertikal ke atas (climmbing).
Dalam sebauah Hadits Rasulullah SAW memotivasi untuk terus bekerja menjadi
yang terbaik:
‫ ومن كان يومه مثل أمسه فهو مغبون ومن كان يومه شرا من أمسه‬،‫من كان يومه خيرا من أمسه فهو رابح‬
‫فهو ملعون‬
Artinya:
“Barangsiapa yang harinya (hari ini) lebih baik dari sebelumnya, maka ia telah
beruntung, barangsiapa harinya seperti sebelumnya, maka ia telah merugi, dan
barangsiapa yang harinya lebih jelek dari sebelumnya, maka ia tergolong orang-
orang yang terlaknat” (HR. Al Baihaqi)

F. Saluran Mobilitas Sosial

Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa mobilitas sosial mempunyai saluran-


saluran yang disebut social circulation sebagai berikut:
1. Angkatan bersenjata (tentara); terutama dalam masyarakat yang dikuasai oleh
sebuah rezim militer atau dalam keadaan perang. Seseorang yang tergabung dalam
angkatan bersenjata biasanya ikut berjasa dalam membela nusa dan bangsa
sehingga dengan jasa tersebut ia mendapat sejumlah penghargaan dan naik
pangkat.
2. Lembaga keagamaan. Contohnya tokoh organisasi massa keagamaan yang karena
reputasinya kemudian menjadi tokoh atau pemimpin di tingkat nasional
3. Lembaga pendidikan. Pendidikan baik formal maupun nonformal merupakan
saluran untuk mobilitas vertikal yang sering digunakan, karena melalui
pendidikan orang dapat mengubah statusnya. Lembaga-lembaga pendidikan pada
umumnya merupakan saluran yang konkret dari mobilitas vertikal ke atas, bahkan
dianggap sebagai social elevator (perangkat) yang bergerak dari kedudukan yang
rendah ke kedudukan yang lebih tinggi. Pendidikan memberikan kesempatan pada
setiap orang untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Seorang
anak dari keluarga miskin mengenyam sekolah sampai jenjang yang tinggi.
Setelah lulus ia memiliki pengetahuan dagang dan menggunakan pengetahuannya
itu untuk berusaha, sehingga ia berhasil menjadi pedagang yang kaya, yang secara
otomatis telah meningkatkan status sosialnya
4. Organisasi Politik. Seorang anggota parpol yang profesional dan punya dedikasi
yang tinggi kemungkinan besar akan cepat mendapatkan status dalam partainya.
Dan mungkin bisa menjadi anggota dewan legislatif atau eksekutif
5. Perkawinan; melalui perkawinan seorang rakyat jelata dapat masuk menjadi
anggota kelas bangsawan. Status sosial seseorang yang bersuami/beristerikan
orang ternama atau menempati posisi tinggi dalam struktur sosial ikut pula
memperoleh penghargaan-penghargaan yang tinggi dari masyarakat.
6. Lembaga Keagamaan. Lembaga ini merupakan salah satu saluran mobilitas
vertikal, meskipun setiap agama menganggap bahwa setiap orang mempunyai
kedudukan yang sederajat
7. Organisasi Ekonomi. Organisasi ini, baik yang bergerak dalam bidang perusahan
maupun jasa umumnya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang
untuk mencapai mobilitas vertikal.
8. Organisasi keolahragaan. Melalui organisasi keolahragaan, seseorang dapat
meningkatkan status nya ke strata yang lebih tinggi

G. Dampak mobilitas social

1. Dampak Positif

Bisa memberikan motivasi bagi masyarakat untuk maju dan berprestasi agar
dapat memperoleh status yang lebih tinggi.

2. Dampak Negatif
Setiap perubahan (mobilitas) pasti akan memiliki dampak negatif, dan hal itu bisa
berupa konflik. Dalam masyarakat banyak ragam konflik yang mungkin terjadi
akibat dari terjadinya mobilitas ini, seperti terjadinya konflik antar kelas, antar
generasi, antar kelompok dan lain sebagainya. Sehingga akan berakibat pada
menurunnya solidaritas baik kelompok atau antar kelompok[6]

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Mobilitas sosial adalah perpindahan posisi seseorang atau kelompok orang dari
strata sosial yang satu ke strata sosial yang lain.
Tipe-tipe mobilitas sosial yang prinsipil ada dua, yaitu:
1. Horizontal, yaitu apa bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu
kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
2. Vertikal, yaitu apabila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari suatu
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan
arahnya maka terdapat dua jenis gerak vertikal, yaitu yang naik (social climbing)
dan yang turun (social sinking)
Masyarakat yang berkelas sosial terbuka adalah masyarakat yang memiliki
tingkat mobilitas yang tinggi sedangkan masyarakat yang berkelas sosial tertutup
adalah masyarakat yang memiliki tingkat mobilitas yang rendah.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Sosial Faktor Struktural, Faktor
individu, faktor status sosial, faktor keadaan ekonomi, faktor situasi politik, faktor
kependudukan, dan faktor keinginan melihat daerah lain.
Dampak positif dapat memberikan motivasi, dampak positif berupa konflik.
Faktor-faktor yang mendorong seseorang melakukan mobilitas sosial. Menurut
berbagai pengamatan antara lain: Status sosial, Ketidakpuasan seseorang atas
status yang diwariskan oleh orangtuanya, karena orang pada dasarnya tidak dapat
memilih oleh siapa ia dilahirkan, dapat menjadi dorongan untuk berupaya keras
memperoleh status atau kedudukan yang lebih baik dari status atau kedudukan
orangtuanya.
Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan, misalnya yang dialami oleh
masyarakat di daerah minus, mendorong mereka untuk berurbanisasi ke kota-kota
besar dengan harapan memperoleh kehidupan ekonomi yang lebih
baik.
Situasi politik yang tidak menentu, biasanya juga berakibat pada jaminan
keamanan yang juga tidak menentu, dapat mendorong orang untuk meninggalkan
tempat itu menuju ke tempat lain. Mobilitas sosial yang didorong oleh motif
keagamaan tampak pada peristiwa orang berhaji, dan lain sebagainya. Dengan
demikian mobilitas sosialm pasti akan terjadi pada seluruh masyarakat, namun
seberapa cepat perubahan tersebut itulah yang membedakan antara satu tempat
dengan tempat yang lainnya tergantung dari seberapa kuat faktor pendorong dan
penghambatnya.

B. SARAN

Sebagai manusia kita pasti akan menuntut untuk status dan peran
sosial, namun sebagai manusia sosial seharusnya kita dapat mengerti dan
menyadari mobilitas sosial atau gerakan sosial ini tidak terjadi begitu saja dengan
sendirinya. Karena mobilitas sosial terjadi tergantung bagaimana diri kita sendiri
menyingkapi status serta peran sosial diri dan menurut prestasi kita masing-
masing sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu sebaiknya jika memang
menginginkan mobilitas naik kita juga tidak boleh duduk diam dalam struktur
sosial tetapi kita harus terbuka dan positif terhadap perubahan positif yang ada di
masyarakat.

Penulis sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan sehingga
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan makalah ini

DAFTAR PUSTAKA

1. Horton Paul dkk, Sosiologi, Jakarta:PT Erlangga, 1999


2. http://sosialsosiologi.blogspot.com/2013/01/mobilitassosial.html#sthash.o8ZIHO
XV.dpuf
3. Khafi Syatra Abdul, Buku Pintar Sosiologi, Yogyakarta: PT. Garailmu, 2010
4. Muin, Udianto. 2006. Sosiologi SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
5. OC Hendropuspito, Sosiologi Sistematik, Yogyakarta: PT KANISIUS , 1989
6. Saptono, Bambang. 2006. Sosiologi. Jakarta: Phibeta
7. Soekanto soerjono, sosiologi suatu Pengantar , Jakarta :PT. Raja Grafindo
Persada, 2006
8. Subakti, A. Ramlan dkk. 2011. Sosiologin Teks Pengantar dan Terapan.
9. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
10. Sutomo dkk. 2009. Sosiologi. Malang: Graha Indotama
11. www.Wikipedia.com/mobilitas sosial mayarakat pedesaan dan perkotaan
12. Young, Kimball dan Raymond. W. Mack. Sociology and Social Life, New York:
American Company, 1959

Anda mungkin juga menyukai