Anda di halaman 1dari 50

MINI PROJECT

Hubungan Kebiasaan Merokok pada Orang Tua terhadap


Angka Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita
di Puskesmas Melintang tahun 2017

Disusun Oleh :

dr. Patrick

Periode 24 Juli – 23 November 2017

PUSKESMAS MELINTANG, KECAMATAN RANGKUI,


PANGKALPINANG, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................................... i


Kata Pengantar ..................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .............................................................................. 1
BAB II Tinjauan Pustaka ..................................................................... 4
BAB III Metodologi Penelitian ............................................................. 17
BAB IV Profil Puskesmas .................................................................... 21
BAB V Hasil dan Diskusi .................................................................... 34
BAB VI Kesimpulan dan Saran ........................................................... 41
Daftar Pustaka ....................................................................................... 43
Kuesioner Penelitian ............................................................................ 45
Foto – Foto Kegiatan ............................................................................ 47

i
KATA PENGANTAR

Pertama – tama, puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Mini Project ini. Saya mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Hj. Dina, S.K.M.. selaku Kepala Puskesmas
Melintang, drg. Widyanita Wahab selaku Ketua Wahana Internship Puskesmas Melintang,
dr. Asikadriansari selaku Pembimbing Internship Puskesmas Melintang dan segenap
karyawan Puskesmas Melintang atas semua dukungan dan bimbingan yang telah diberikan
dalam proses penyusunan Mini Project ini hingga selesai. Tidak lupa, saya hendak
mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman-teman dan seluruh pihak yang terlibat
dalam proses Mini Project ini, atas bantuan dan perhatiannya dalam proses pengumpulan
data yang saya lakukan.
Saya berharap Mini Project yang masih jauh dari kata sempurna ini dapat membawa
manfaat kepada para pembaca. Kiranya kritik dan saran yang diberikan dapat menjadi
masukan yang membangun dalam penyusunan Mini Project yang lebih baik di kemudian
hari dan dapat menjadi masukan yang membangun bagi para pembaca.

Pangkalpinang, 29 September 2017

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masa balita merupakan masa yang sangat penting dari seluruh kehidupan
manusia dan merupakan masa kritis yang menentukan kualitas hidup anak selanjutnya.
Masa pertumbuhan dan perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada
masa balita.1 Usia balita juga merupakan masa paling pesat dalam hal pertumbuhan dan
perkembangan dibandingkan dengan tahapan umur berikutnya.2
Salah satu penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh balita adalah Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Infeksi ini mengenai saluran pernafasan yang
merupakan organ yang sangat peka sehingga kuman penyakit mudah berkembang biak.
Apalagi daya tahan tubuh balita belum kuat.3 Sampai saat ini ISPA masih menjadi
masalah kesehatan dunia. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat ISPA.4 Kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta
pada balita golongan umur 0-4 tahun setiap tahun diseluruh dunia, dimana dua
pertiganya adalah bayi, yaitu golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian
ini terjadi di Negara berkembang.5
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita, antara lain:
faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan
meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan
dapur dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor
individu anak meliputi : umur anak, Berat Badan Lahir, status gizi, Vitamin A dan
status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan
ISPA pada balita atau peran aktif keluarga atau masyarakat dalam menangani penyakit
ISPA serta perilaku kebiasaan yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam
keluarga.6
Dampak rokok tidak hanya mengancam si perokok tetapi juga orang
disekitarnya atau perokok pasif. Berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup
Amerika (EPA / Environmental Protection Agency) mencatat tidak kurang dari 300
ribu anak berusia 1-5 tahun menderita bronkhitis dan pneumonia, karena turut
menghisap asap rokok yang dihembuskan orang disekitarnya terutama ayah dan
ibunya.7 Populasi yang sangat rentan terhadap asap rokok adalah anak-anak, karena

1
mereka menghirup udara lebih sering dari pada orang dewasa. Organ anak anak masih
lemah sehingga rentan terhadap gangguan dan masalah dapat berkembang sehingga
jika terkena dampak buruk maka perkembangan organnya tidak sesuai dengan
semestinya.8
Pada profil data kesehatan tahun 2016 yang disusun oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Kepulauan Bangka Belitung dilaporkan menemukan
kejadian pneumonia sebanyak 7.236 kasus sepanjang tahun 2016 baik itu kasus
pneumonia maupun kasus pneumonia berat.9 Sedangkan berdasarkan profil kesehatan
dinas kesehatan provinsi Bangka Belitung, kasus pneumonia pada kota Pangkal Pinang
dilaporkan sebanyak 1.744 kasus sepanjang tahun 2016.10
Jumlah kunjungan pasien yang datang ke Puskesmas Melintang, Pangkal
Pinang dengan diagnosis ISPA pada tahun 2016 yaitu 4.037 kunjungan dimana terdiri
dari 1.856 pasien laki-laki dan 2.221 pasien perempuan. Sedangkan kasus ISPA pada
balita selama tahun 2016 tercatat 1.150 laki-laki dan 1.113 perempuan. Hal ini
menjadikan angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Melintang nomor satu
dalam 10 penyakit tersering di Puskesmas Melintang. Sedangkan jumlah kunjungan
balita dengan ISPA sejak bulan Januari sampai dengan Agustus 2017 adalah 1.256
kunjungan yang terdiri atas 612 balita berjenis kelamin laki-laki dan 644 balita berjenis
kelamin perempuan.
Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba melihat hubungan kebiasaan
merokok orang tua yang memiliki balita terhadap angka kejadian infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) pada balita di lingkungan kerja Puskesmas Melintang, Pangkal
Pinang.

1.2. Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam
karya tulis ini adalah :
a. Apakah kebiasaan merokok orang tua yang memiliki balita menyumbangkan angka
kejadiaan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penulisan yang ingin dicapai melalui penulisan mini project ini adalah :
Tujuan Umum :

2
1. Mengetahui gambaran hubungan kebiasaan merokok orangtua terhadap kejadian
terkena infeksi saluran nafas akut (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Melintang,
Pangkal Pinang.

Tujuan Khusus :
1. Mengetahui kebiasaan merokok pada orangtua yang memiliki balita di wilayah
kerja Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang.
2. Mengetahui tingkat kesadaran orangtua yang memiliki balita akan bahaya rokok
didekat balita di wilayah kerja Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang.
3. Mengetahui faktor predisposisi yang dapat mempermudah balita terkena infeksi
saluran nafas akut (ISPA) di wilayah kerja Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang.

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi penulis dalam
meneliti secara langsung di lapangan.
b. Untuk memenuhi salah satu tugas peneliti dalam menjalani program internsip
dokter umum Indonesia.

1.4.2. Bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat masyarakat khususnya orangtua
yang memiliki anak balita untuk lebih memahami risiko asap rokok terhadap kejadian
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

1.4.3. Bagi Tenaga Medis


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang, dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan
khususnya penyakit ISPA.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang. Penelitian
ini merupakan penelitian cross sectionaI yang disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti menggunakan analisa univariat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA)


2.1.1. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah suatu penyakit pernafasan akut
yang ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau
lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari. ISPA adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu dan atau lebih bagian dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran pernapasan atas) hingga alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang disebabkan oleh
masuknya kuman (bakteri, virus atau riketsia) ke dalam organ saluran pernapasan yang
berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari
suatu penyakit, meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam
ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut derajat keparahannya,
ISPA dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA
berat. Pembagian menurut deajat keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala dan
tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat
jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang mendapat perawatan atau saat
penderita dalam keadaan lemah hingga daya tahan tubuhnya rendah. Gejala ISPA
ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang awam, sedangkan gejala ISPA sedang
dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.11

2.1.2. Klasifikasi
WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul dan
telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya
sebagai berikut :12
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
a. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
 Batuk

4
 Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
 Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
 Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba
dengan penggung tangan terasa panas.

b. ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan disertai gejala-gejala berikut :
 Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun atau > 40
kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
 Suhu tubuh lebih dari 390C.
 Tenggorokan berwarna merah.
 Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
 Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
 Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari gejala-
gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita ISPA ringan
sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 390C atau gizinya kurang baik,atau
umurnya ≤4 bulan, maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus
mendapat pertolongan dari petugas kesehatan.

c. ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :
 Bibir atau kulit membiru.
 Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas.
 Kesadaran menurun.
 Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
 Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
 Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
 Tenggorokan berwarna merah.

5
Menurut Depkes RI, Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis
yang didapat yaitu :11
1. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi
3 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
 Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk.
 Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila paru-paru
menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
 Tanda lain yang mungkin ada :
 Nafas cuping hidung.
 Suara rintihan.
 Sianosis (pucat).
b) Pneumonia tidak berat
Tanda Utama :
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
 Di sertai nafas cepat :
 Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
 Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tanda utama :
 Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
 Tidak ada nafas cepat :
 Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.
 Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5 tahun.

2. Anak umur kurang dari 2 bulan


Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :

6
 Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
 Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
 Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan pneumonia
Tanda utama :
 Tidak ada nafas cepat.
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2.1.3. Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada
balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya
seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun.
Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan dikota
cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi
daripada di desa.13
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit
utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan
25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari 2 bulan.
Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa
morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2% dan pada balita 40,6%,
sedangkan angka mortalitas 36%.13
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per anak, sekitar
40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat jalan dan
rawat inap di rumah sakit juga disebabkan oleh ISPA. Hasil SKRT tahun 1992
menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki
urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua
(13%).13

2.1.4. Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi ISPA terdiri dari:
Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,

7
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-lain.
Virus : Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus
utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.
Jamur : Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.
Aspirasi : Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing
(biji-bijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain).12
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang
mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor yaitu:
 Keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
 Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
 Kebiasaan merokok dan pencemaran udara
Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi kurang,
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak memadai,
polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan menyelimuti
anak berlebihan.
Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2 bulan, tingkat
social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tingkat
pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan
menderita penyakit kronis.

2.1.5. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.14
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk. 14

8
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan
atas seperti Streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza dan Staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul
sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. 14
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa
menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. 14
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.

2.1.6. Gejala Klinis dan Diagnosis


Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
a) Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi pada
trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi karena iritasi

9
pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
b) Kesulitan bernafas
Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas tersumbat
sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
c) Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung
dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu
bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada tenggorokan.
d) Demam
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai
mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. Diagnosis ISPA oleh
karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap
jasadrenik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus,
serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh
karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan
cairan pleura.12
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
 Pada sistem kardiak adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
 Pada sistem serebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
papil bendung, kejang dan coma.

10
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
 Hypoxemia,
 Hypercapnia dan
 Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda
bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin.15

2.1.7. Diagnosis Banding


Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding
yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas
memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka
masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test
Paul-Bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang
muncul adalah nyeri abdomen akut yang sering disertai dengan muntah.12

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/
biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan
jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (defferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.16

2.1.9. Penatalaksanaan
Pengobatan antara lain :
1. Simptomatik :
i. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti
parasetamol danaspirin.

11
ii. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu. Contoh
:dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil propanolamin. Contoh
antialergi adalah dipenhidramin.
iii. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh : ammonium klorida.
iv. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
v. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh :
dekstrometorfan.
2. Suportif :
meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian
multivitamin dll.
3. Antibiotik :
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
 Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
 Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan
oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh virus. Antibiotik
diberikan jika gejala memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang
disebabkan oleh bakteri.
 Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil
penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
 Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.

Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA.
 Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
Paracetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Paracetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).

12
 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga
kali sehari.
 Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
 Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
 Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh
tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang
mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali
kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.12,15

2.1.10. Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi komplikasi
yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri, yaitu self limiting
disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit. Penyakit yang
tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri
sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit >
10.000/ul,biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder.12

13
2.1.11. Tinjuan Umum mengenai Rokok
Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar
terhadap kesehatan. Hubungan antara merokok dengan berbagai macam penyakit
seperti kanker paru, penyakit kardiovaskuler, risiko terjadinya neoplasma laring,
esophagus dan sebagainya, telah banyak diteliti. Banyak pengetahuan tentang bahaya
merokok dan kerugian yang ditimbulkan oleh tingkah laku merokok, meskipun semua
orang tahu akan bahaya merokok, perilaku merokok tampaknya merupakan perilaku
yang masih ditoleransi oleh masyarakat.17
Farmakologis nikotin lebih banyak bersifat rangsangan, dengan efek aktivasi
elektrokortis, jantung dan sistem endokrin. Nikotin yang diterima dalam tubuh melalui
rokok, mempengaruhi hampir semua sistem neurotransmiter. Pemakaian jangka lama
nikotin melalui rokok menyebabkan perubahan struktural pada otak dengan
peningkatan jumlah reseptor. Akibat akut penggunaan nikotin meliputi peningkatan
denyut jantung, tekanan darah dan aliran dari jantung dan penyempitan pembuluh
darah.17
Pengaruh merokok lainnya yang dapat ditimbulkan terutama oleh komponen
asap, tetapi dalam batas tertentu di pengaruhi oleh nikotin juga, meliputi penurunan
kadar oksigen di dalam darah karena naiknya kadar karbon monoksida, meningkatkan
jumlah asam lemak, glukosa, kortisol dan hormon lainnya di dalam darah dan
peningkatan risiko mengerasnya arteri dan pengentalan darah (yang berkembang
menjadi serangan jantung, stroke) dan karsinogenesis.18
Kategori perokok dibagi dalam kategori perokok ringan (1 sampai 10 batang
perhari) seperti yang dikatakan Sitepoe (2000) yang membagi perokok berdasarkan
jumlah rokok yang dikonsumsi (dalam batang perhari) menjadi: perokok ringan (1
sampai 10 batang perhari); perokok sedang (11 sampai 20 batang perhari); perokok
berat (lebih dari 20 batang perhari).18

2.1.12. Perokok Pasif


Perokok pasif adalah orang yang ikut menghirup asap rokok yang dikeluarkan
oleh perokok aktif pada saat merokok. Menghirup asap rokok orang lain lebih
berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendiri. Bahkan bahaya yang harus
ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari perokok aktif. Penyakit yang dapat diderita
perokok pasif ini tidak lebih baik dari perokok aktif.19
Asap rokok lingkungan (ETS) terdiri asap arus utama (mainstream smoke, MS)

14
dan asap arus samping (sidestream smoke, SS). Asap arus utama adalah asap yang
dihisap dari batang rokok, disaring oleh paru-paru perokok dan dihembuskan ke udara.
Di dalam tubuh si perokok MS meninggalkan sisa partikel-partikel di saluran nafas
besar si paru-paru. Asap arus samping (SS) adalah asap yang beredar langsung ke udara
yang berasal dari api yang menyala kecil di ujung rokok di antara dua hisapan. Lebih
kurang 85% paparan perokok pasif diperoleh dari arus samping, sedangkan 15%
sisanya berasal dari arus utama. 19
Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena
racun yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun
rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap. Namun
konsentrasi racun perokok aktif bisa meningkat jika dia kembali menghirup asap rokok
yang ia hembuskan. Kandungan rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul
dari ujung rokok yang sedang dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari
pembakaran tembakau yang tidak sempurna. Asap rokok mengandung sekitar 4.000
bahan kimia, dan 43 diantaranya merupakan bahan kimia yang bersifat karsinogen (zat
kimia yang menimbulkan kanker). Dari begitu banyaknya bahan kimia, yang dihirup
perokok aktif hanya 15 persen. Sementara 85 persen lain dilepaskan dan dihirup para
perokok pasif.19

2.1.13. Hubungan Rokok dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)


Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di
udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu
bagaimana keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan
antibody.20
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu
keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama
dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi
(25 % atau lebih).20
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag untuk dapat
membunuh bakteri. 20

15
Asap rokok dapat mengganggu kemampuan macrophage alveolar untuk
membunuh bakteri, sebuah proses yang dikenal sebagai fagositosis. Hasil penelitian
terhadap ekstrak asap rokok juga didapatkan bahwa ekstrak asap rokok juga
mempengaruhi proses alveolar macrophage. Selain itu, terdapat pula penelitian yang
menguji sel-sel yang terpapar ekstrak asap rokok dengan glukokortikoid, anti- inflamasi
yang umum digunakan untuk mengobati kondisi pernafasan. Hasilnya menunjukkan
bahwa obat tidak memberikan jaminan pemulihan hambatan proses fagositosis
macrophage alveolar yang disebabkan oleh asap rokok. Sehingga padapenderita ISPA
yang terpapar asap rokok akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam
penyembuhan.20
Asap rokok yang dihisap, baik oleh perokok aktif maupun perokok pasif akan
menyebabkan fungsi ciliary terganggu, volume lendir meningkat, humoral terhadap
antigen diubah, serta kuantitatif dan kualitatif perubahan dalam komponen selular
terjadi. Beberapa perubahan dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali normal
sebelum terbebas dari paparan asap rokok. Sehingga selama penderita ISPA masih
mendapatkan paparan asap rokok, proses pertahanan tubuh terhadap infeksi tetap akan
terganggu dan akan memperlama waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhannya.20

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Design Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian cross sectional untuk menggambarkan adanya
hubungan kebiasaan merokok orang tua dengan balita terhadap angka kejadian ISPA
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang.

3.2. Subjek Penelitian


Seluruh ibu yang datang membawa balita berusia 0 – 5 tahun berobat di poli
MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang pada
bulan September 2017.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di poli MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)
Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang, pada tanggal 14 September 2017 – 23
September 2017 selama jam pelayanan di Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang.
Dilanjutkan pada tanggal 17 Oktober – 21 Oktober 2017 untuk follow-up kunjungan
ibu dengan balita yang terkena ISPA.

3.4. Teknik Sampling dan Jumlah Sample


Sampel penelitian ini akan diambil dengan menggunakan rumus

2
𝑍1−𝛼/2 𝑥 𝑃 ∗ (1−𝑃)
N=
𝑑2
1,962 ×0,25
N=
0,22
3,8416 ×0,25
N=
0,04
N = 24.01
N=24

17
2
Dimana : 𝑍1−𝛼/2 = Z score pada 1 − 𝛼/2 tingkat kepercayaan (dengan

tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%)

P = estimasi proporsi
d = presisi (kesalahan prediksi yang masih bisa diterima = 20%)
dimana : 𝑍𝛼 = deviat baku alfa (alfa = 5 %)
P = Proporsi kategori variabel yang diteliti (prevalensi diare pada bayi berusia
kurang dari 6 bulan = 11,1% )1
Q=1–P
d = presisi (kesalahan prediksi yang masih bisa diterima = 5%)

3.5. Cara Pengumpulan Data dan Alat Pengambilan Data


3.5.1. Cara Pengumpulan Data
Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti.
3.5.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertulis
seputar riwayat ISPA pada balita dengan kebiasaan merokok pada keluarga
balita tersebut.

3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data


1. Teknik Pengolahan Data

i. Pengolahan Data (editing)


Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik
sehingga dapat di proses lebih lanjut.

ii. Pengkodean (Coding)


Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut
macamnya, menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan
kode.

iii. Pemasukan Data (Entry)


Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan
kriteria.

iv. Pembersihan Data (Cleaning data)


Data yang telah di masukan ke dalam komputer diperiksa
kembali untuk mengkoreksi kemungkinan kesalahan.

18
2. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang


dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu
variabel riwayat ISPA dan variabel paparan rokok.

Hasil penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi


jawaban benar / salah dan ya / tidak dari responden untuk setiap item
pertanyaan, dijumlahkan kemudian dibagi dengan seluruh responden dikali
100% hasilnya berupa persentase.

Rumus yang digunakan:

P = x 100

Keterangan:

P : Persentase

X : Jumlah soal

N : Jumlah Responden

3.7. Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur Ukur

1. Riwayat Aspek yang Kuesioner Wawancara ISPA, bila Ordinal


ISPA pada diketahui nilai > 3
balita dan mampu
diingat oleh Meragukan,
responden bila nilai <
mengenai 3
riwayat

19
ISPA pada
balita
2. Kebiasaan Aspek yang Kuesioner Wawancara Berat, bila Ordinal
merokok di diketahui nilai 7-10
keluarga dan mampu
balita diingat oleh Sedang,
responden bila nilai 4-
mengenai 6
kebiasaan
merokok di Ringan,
keluarga bila nilai 1-
3

Nihil / tidak
ada
paparan,
bila nilai 0

20
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS

4.1. Profil Puskesmas

Pada awal berdiri UPT. Puskesmas Melintang merupakan puskesmas pembantu


dari Puskesmas Pasir Putih Kecamatan Rangkui Kota Pangkalpinang yang wilayah
kerjanya adalah Kelurahan Melintang.
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan pembangunan di Kota
Pangkalpinang, khususnya dalam bidang kesehatan maka Puskesmas Pembantu
Melintang pada tahun 1997 mengalami perubahan status menjadi puskesmas induk
yang wilayah kerjanya meliputi 4 kelurahan di Kecamatan Rangkui Kota
Pangkalpinang meliputi Melintang, Asam, Pintu Air dan Keramat.
Pada tahun 2012 sesuai Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 02 Tahun
2011 tentang Pemekaran Kelurahan dan Pembentukan Kecamatan Dalam Wilayah
Kota Pangkalpinang maka UPT. Puskesmas Melintang kembali mengalami perubahan
wilayah kerja menjadi 8 kelurahan yaitu Melintang, Asam, Pintu Air, Keramat, Gajah
Mada, Masjid Jamik, Parit lalang dan Bintang.
Dalam perjalanannya UPT. Puskesmas Melintang telah beberapa kali berganti
pimpinan atau kepala puskesmas sebagai berikut :
Tabel 4.1 Tabel Pimpinan Kepala Puskesmas

NO NAMA TAHUN JABATAN

1 dr. Jefri 1997 – 2001

2 dr. Edwina Sandra Sukiban 2001 – 2003

3 dr. H. Andri Nurtito 2003 – 2005

4 dr. Bobby Widyawati 2005 – 2010

5 dr. Hisar M. Manalu 2010 – 2014

6 dr. Fitriana 2014 – 2015

7 drg. Widiyanita Wahab 2015 – 2017

21
8 Hj. Dina, SKM 2017 – sekarang

Dalam menjalankan tugas sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD )


UPT. Puskesmas Melintang mempunyai visi dan misi sebagai berikut :
1. VISI
Menjadi puskesmas dengan pelayanan prima untuk mewujudkan masyarakat
sehat dan mandiri
2. MISI
Untuk mewujudkan Visi Puskesmas Melintang maka ditetapkan Misi
Puskesmas Melintang sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu
secara merata, terjangkauan dan berkeadilan.
b. Meningkatkan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
c. Mendorong kemandirian masyarakat untuk memiliki prilaku hidup sehat
yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.
d. Menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan berwawasan
kesehatan dengan kemitraan
e. Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme tenaga kesehatan serta
mendayagunakan sumber daya kesehatan.

TUJUAN
Tujuan UPT. Puskesmas Melintang adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan kondisi lingkungan sehat, meningkatkan
upaya kesehatan dan cakupan program yang bermutu, terjangkau dan sesuai kebutuhan
dan meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektoral.

4.2. Data Geografis

Puskesmas Melintang terletak di Kelurahan Melintang Kecamatan Rangkui


Kota Pangkalpinang dengan luas wilayah kerja 502,2 Ha yang terdiri dari 8 (delapan)
kelurahan sebagai berikut :
Tabel 4.2. Daftar Kelurahan Puskesmas Melintang
NO KELURAHAN LUAS ( Ha )

22
1 MELINTANG 35

2 ASAM 75,5

3 PINTU AIR 47,5

4 KERAMAT 125,17

5 GAJAH MADA 68

6 PARIT LALANG 92

7 BINTANG 46,24

8 MASJID JAMIK 23,5

Adapun batas – batas wilayah kerja UPT. Puskesmas Melintang adalah sebagai
berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Gerunggang dan Kecamatan Taman
Sari.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Girimaya dan Kabupaten Bangka
Tengah.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bangka.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Girimaya.

Keadaan topografi dan geomorfologi mayoritas datar sampai bergelombang


dengan kelerengan 0-8% dan 8-15%. Untuk transportasi antar kelurahan dapat
dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Iklim di wilayah kerja UPT. Puskesmas Melintang termasuk tipe iklim yang
gampang berubah-ubah dengan kecenderungan kelembaban minimal diatas 50%
dengan suhu antara 22-27°C.

4.3. Data Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja UPT. Puskesmas Melintang berjumlah


38.509 jiwa dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Melintang Berdasarkan
Kelurahan

23
NO KELURAHAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 MELINTANG 2017 1861 3878
2 ASAM 1855 1815 3670
3 PINTU AIR 2563 2447 5010
4 KERAMAT 3603 3465 7068
5 GAJAH MADA 2940 2540 5480
6 PARIT LALANG 3553 3517 7070
7 BINTANG 1843 1926 3769
8 MASJID JAMIK 1261 1303 2564

A. MATA PENCAHARIAN
Mata pencaharian penduduk di wilayah kerja UPT. Puskesmas Melintang
sebagian besar adalah karyawan swasta dengan persentase sebesar 29.96% yang dapat
dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.4. Mata Pencaharian Penduduk Puskesmas Melintang
NO JENIS PEKERJAAN PERSENTASE
1 Karyawan Swasta 29.96
2 Pedagang 25.82
3 Buruh 24.11
4 PNS 14.08
5 Petani 3.75
6 TNI / POLRI 1.50
7 Wiraswasta 0.38
8 Lain- lain 0.27
9 Dokter 0.13

B. PENDIDIKAN
Tingkat pendidikan rata-rata penduduk di wilayah kerja UPT. Puskesmas
Melintang dapat dilihat pada table berikut ini :

24
Tabel 4.5. Tingkat Pendidikan Penduduk Puskesmas Melintang
NO TINGKAT PENDIDIKAN PERSENTASE

1 Tidak Sekolah / Belum Sekolah 6,43

2 SD 28,50

3 SLTP 22,17

4 SLTA 36,02

5 Diploma I 0,32

6 Diploma II 0,50

7 Diploma III 2,76

8 Sarjana / Strata 1 3,09

9 Sarjana / Strata 2 0,20

C. AGAMA
Masyarakat di wilayah kerja UPT. Puskesmas Melintang merupakan
masyarakat heterogen yang menganut berbagai agama yang dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.6. Agama pada Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
NO AGAMA PERSENTASE

1 ISLAM 85.18

2 KONGHUCU 4.74

3 KATOLIK 4.15

4 PROTESTAN 3.48

5 BUDHA 2.40

6 HINDU 0.05

25
4.4. Sumber Daya Kesehatan

1. Jenis Layanan Tersedia


I. UPAYA KESEHATAN PERORANGAN
A. PENDAFTARAN
1. Pendaftaran Pasien Baru / Lama
2. Pembuatan Surat Keterangan Kesehatan
B. POLI UMUM
1. Tindakan medik ringan ( jahit luka ringan )
2. Debridement luka ringan
3. Suntikan
4. Pengobatan Luka Terinfeksi
5. Insisi abses

C. POLI GIGI
1. Pengobatan
2. Pencabutan Gigi Susu
3. Pencabutan Gigi Tetap
4. Konsultasi Kesehatan Gimul
D. KIA / KB
1. Pemeriksaan kehamilan ( ANC )
2. Pelayanan KB
3. Konsultasi / KIE Kesehatan Reproduksi
4. Imunisasi Caten
5. Konsultasi / KIE penyakit HIV/AIDS
6. Pelayanan IVA
7. Pelayanan PKPR
E. POLI MTBS
1. Penimbangan bayi dan balita
2. Pelayanan / pengobatan bayi dan balita sakit
3. Konseling kesehatan bayi dan balita
F. PELAYANAN IMUNISASI
G. KLINIK SANITASI
H. KLINIK AKUPRESUR

26
I. PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON JAMAAH HAJI
J. KLINIK PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)
K. LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Malaria
2. Pemeriksaan TB Paru
3. Pemeriksaan Golongan Darah
4. Pemeriksaan Hb
5. Pemeriksaan Kolesterol, Gula Darah, Asam Urat
L. KLINIK GIZI
1. Konseling Gizi bayi dan balita
2. Konseling Gizi ibu hamil dan menyusui
3. Konseling Gizi bagi pasien penyakit tertentu
4. DDTK ( Deteksi Dini Tumbuh kembang )
5. Pemberian Vit A
6. Pemberian PMT

II. UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT ESENSIAL


A. Pelayanan Promosi Kesehatan termasuk UKS
B. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
C. Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
D. Pelayanan Gizi Masyarakat
E. Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
F. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

III. UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT PENGEMBANGAN


A. Pelayanan Kesehatan Jiwa
B. Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat
C. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
D. Pelayanan Kesehatan Olahraga
E. Pelayanan Kesehatan Indera
F. Pelayanan Kesehatan Kerja
G. Pelayanan Kesehatan Haji dan Matra

27
4.5. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Melintang didirikan diatas tanah seluas 800m2 dengan luas bangunan
531m2. Sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Melintang yaitu :
a. Gedung / Bangunan
- Puskesmas Induk : 1 Buah
- Puskesmas Pembantu : 5 Buah
- Poskesdes : 4 Buah
- Rumah Dinas : 10 Buah
- Klinik Pembuatan Sputum : 1 Buah

b. Kendaraan
1) Ambulance/Puskesmas Keliling : 2 Buah
2) Sepeda Motor : 14 Buah

c. Ruangan Puskesmas
1) Ruang Kepala Puskesmas 12) Ruang Poli Gigi
2) Ruang Tata Usaha 13) Ruang Poli KIA / KB
3) Ruang Bendahara / Keuangan 14) Ruang Imunisasi
4) Ruang Pelayanan BPJS 15) Klinik MTBS
5) Klinik PKPR / Klinik Akupresur 16) Klinik PTM
6) Loket Pendaftaran 17) Klinik TB paru
7) Ruang Pertemuan 18) Klinik Gizi
8) Ruang Poli Umum / Tindakan 19) Klinik Sanitasi
9) Ruang Tunggu 20) Ruang Obat
10) Ruang Periksa Dokter 21) Ruang Promkes
11) Ruang Laboratorium

2. Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia yang ada di Puskesmas Melintang, beserta Puskesmas
Pembantu dan Poskesdes, seperti di bawah ini:

28
a. Puskesmas Melintang
Tabel 4.7. Daftar nama Sumber Daya Manusia Puskesmas Melintang
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
S1 Kesehatan
1. Hj. Dina, SKM Kepala Puskesmas PNS
Masyarakat
S1 Kedokteran
2. drg. Widiyanita Wahab Dokter Gigi PNS
Gigi
3. Basalisde Pasaribu D1 SPAG Nutrisionis PNS
4. Eden Hutabalian D1 SPPH Sanitarian PNS
Khairiyah Arrum, Pj. Prog Kersorga,
5. D3 Keperawatan PNS
AMK SP2TP
6. Eni Susilawati SPK Koord. Imunisasi PNS
7. Mila Daryani, AMK D3 Keperawatan Subbag Tata Usaha PNS
Pj. Prog. TB Paru,
8. A. Ramli Larubapin SLTA / Pekarya PNS
Kusta
Bend Penerimaan
9. Marlina SLTA / Pekarya PNS
Pembantu
10. Nurmi Rusia SPRG Perawat Gigi PNS
Endah Kustriyanti, Pj. Prog. Kesehatan
11 D3 Keperawatan PNS
AMK Jamaah Haji/Matra
Perawat Poli
Umum, Pj. Prog
12 Penatarita, AMK D3 Keperawatan PNS
IMS dan HIV
/AIDS
13 Andy Wahyudi, AMK D3 Keperawatan Pengelola Aset PNS
MTBS, Pj. Prog
14 Nonilia, A.Mkeb D3 Kebidanan PNS
ISPA dan Diare
15 Bulyani Sari, AMK D3 Keperawatan Akupresure, Battra PNS
Bend. Pengeluaran
16 Hayati, AMK D3 Keperawatan PNS
Pembantu

29
Pranata
17 Elly Irawan, MAK D3 Analis Kes Laboratorium, Pj. PNS
Prog. Malaria
18 Suprapti, AMG D3 Gizi Nutrisionis PNS
19 Hanny Jauriah, AMK D3 Keperawatan Pj. JKN PNS
Pembimbing Kes
20 Syamsinar, S.Kep S1 Keperawatan Kerja, Pj. Prog. PNS
Promkes dan DBD
21 Rosaria M, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PNS
22 Rini Afriani, AMK D3 Keperawatan Surveilans PNS
S1 Keperawatan
23 Martini, S.Kep, Ns Perawat Poli Umum PNS
(Profesi)
Juru Imunisasi,
24 Herlina, AMK D3 Keperawatan PNS
Bendahara DAK
Iin Nova Sparingga,
25 D3 Farmasi Tugas Belajar PNS
AMF
D4 Keperawatan Perawat Gigi,
26 Anggita, S.T PNS
Gigi Pj. Prog UKS
Pj. Prog.
Rizka Wachdania,
27 D3 Keperawatan Perkesmas, Petugas PNS
AMK
Loket
Siska Rianty, S.Kep, S1 Keperawatan
28 Perawat Poli Umum PNS
Ns (Profesi)
Pj. Program Kes
29 Mumtihana, AMK D3 Keperawatan PNS
Indera dan Kes Jiwa
Bidan, Pj. Prog
30 Amnahwati, A.Mkeb D3 Kebidanan PNS
PKPR
31 Vegy Risky A, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PNS
Reny Herawati,
32 D3 Kebidanan Bidan Koordinator PNS
A.Mkeb
33 Kartini, AMK D3 Keperawatan Pj. Prog Usila, PTM PNS
Pj. Prog
34 Apriani, AMK D3 Keperawatan PNS
Filariasis/Flu

30
Burung/Gigitan
Hewan Liar
35 Sri Hidayati S1 Ekonomi Pj. Kefarmasian PNS
Pranata
36 Irawani, AMAK D3 Analis Kes PNS
Laboratorium
S1 kedokteran
37 dr. Della Rianadita Dokter Poli Umum CPNS
Umum
S1 Kedokteran
38 drg. Ferulen Mizwar Dokter Poli Gigi PTT
Gigi
S1 Kedokteran
39 dr. Amelia Dokter Poli Umum PTT
Umum
40 Marsu, A.Mkeb D3 Kebidanan Staff Program PTM PTT
Kiki Purnama Sari,
41 D3 Keperawatan Petugas Kesling PHL
AMK
42 Tria Rahmida SLTA Petugas Kebersihan PHL
43 Yuliana, AMK D3 Keperawatan Staff Tata Usaha PHL
Fildzah Tenriana, Petugas Loket
44 D3 Keperawatan PHL
AMK Pendaftaran

b. Puskesmas Pembantu Asam


Tabel 4.8. Daftar nama Sumber Daya Manusia Puskesmas Pembantu Asam
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
D3
1. Resti Kusumayati, AMK Perawat PNS
Keperawatan
2. Marlidiya, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PNS

31
c. Puskesmas Pembantu Keramat
Tabel 4.9. Daftar nama Sumber Daya Manusia Puskesmas Pembantu Keramat
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
1. Jois Martinelly Raubun SPK Perawat PNS
2. Mashudyawati, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PNS

d. Puskesmas Pembantu Pintu Air


Tabel 4.10. Daftar nama Sumber Daya Manusia Puskesmas Pembantu Pintu Air
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
1. Sofiati D1 Kebidanan Bidan PNS
D3
2. Widya Astuty, AMK Perawat PNS
Keperawatan

e. Puskesmas Pembantu Masjid Jamik


Tabel 4.11. Daftar nama Sumber Daya Manusia Puskesmas Pembantu Masjid Jamik
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
Dewinta Kristi WN,
1. D3 Kebidanan Bidan PTT
A.Mkeb

f. Puskesmas Pembantu Parit Lalang


Tabel 4.12. Daftar nama Sumber Daya Manusia Puskesmas Pembantu Parit Lalang
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
1. Zyske Pratiwi, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PNS

g. Poskesdes Keramat
Tabel 4.13. Daftar nama Sumber Daya Manusia Poskesdes Keramat
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
1. Sudarmi, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PHL

32
h. Poskesdes Pintu Air
Tabel 4.14. Daftar nama Sumber Daya Manusia Poskesdes Pintu Air
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
Winda Anggraeni,
1. D3 Kebidanan Bidan PHL
A.Mkeb

i. Poskesdes Bintang
Tabel 4.15. Daftar nama Sumber Daya Manusia Poskesdes Bintang
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
1. Yang Eka R, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PHL

j. Poskesdes Parit Lalang


Tabel 4.16. Daftar nama Sumber Daya Manusia Poskesdes Parit Lalang
Status
No Nama Pendidikan Jabatan
Kepegawaian
1. Elmi, A.Mkeb D3 Kebidanan Bidan PTT

33
BAB V
HASIL DAN DISKUSI

5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia


Distribusi responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 5.1
dan Gambar 5.1.

Tabel 5.1. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok Usia Frekuensi (n) Persentase (%)
≤ 20 tahun 2 4%
21 – 30 tahun 31 62 %
31 – 40 tahun 13 26 %
41 – 50 tahun 3 6%
> 50 tahun 1 2%

Gambar 5.1. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS


Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Kelompok Usia

Kelompok Usia Ibu (tahun)


35

30

25

20

15

10

0
≤ 20 21 - 30 31 - 40 41 -50 > 50

34
5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel
5.2. dan Gambar 5.2.

Tabel 5.2. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)
Tidak Tamat SD 1 2%
SD 15 30 %
SMP 14 28 %
SMU 18 36 %
Perguruan Tinggi 2 4%

Gambar 5.2. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS


Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Ibu


Tidak Tamat SD SD SMP SMU Perguruan Tinggi

4% 2%

30%
36%

28%

5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5.3. dan
Gambar 5.3.

35
Tabel 5.3. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 50 100 %

Tabel 5.3. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Ibu

IRT
100%

5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Anak


Distribusi responden berdasarkan usia anak dapat dilihat pada Tabel 5.4. dan
Gambar 5.4.

Tabel 5.4. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Usia Anak
Usia Anak Frekuensi (n) Persentase (%)
< 1 tahun 16 32 %
1 tahun 7 14 %
2 tahun 11 22 %
3 tahun 9 18 %
4 tahun 7 14 %

36
Tabel 5.4. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Usia Anak

Usia Anak (tahun)


18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
< 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun

5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak


Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin anak dapat dilihat pada Tabel
5.5. dan Gambar 5.5.

Tabel 5.5. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
Jenis Kelamin Anak Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-Laki 26 52 %
Perempuan 24 48 %

Tabel 5.5. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Jenis Kelamin Anak

Jenis Kelamin Anak

Laki-Laki
48% 52%
Perempuan

37
5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Merokok pada Keluarga
Distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok pada keluarga dapat
dilihat pada Tabel 5.6. dan Gambar 5.6.

Tabel 5.6. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Kebiasaan Merokok pada Keluarga
Tingkat Paparan Rokok Frekuensi (n) Persentase (%)
Berat 2 4%
Sedang 30 60 %
Ringan 13 26 %
Tidak Ada Paparan 5 10 %

Tabel 5.6. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Kebiasaan Merokok pada Keluarga

Tingkat Paparan Rokok

30

13

2 5

BERAT SEDANG RINGAN TIDAK ADA PAPARAN

5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan ke Puskesmas dengan


Keluhan yang sama dalam 6 Bulan Terakhir
Distribusi responden berdasarkan kebiasaan merokok pada keluarga dapat
dilihat pada Tabel 5.7. dan Gambar 5.7.

38
Tabel 5.7. Tabel Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Jumlah Kunjungan ke Puskesmas dengan
Keluhan yang sama dalam 6 Bulan terakhir

Jumlah Kunjungan Frekuensi (n) Persentase (%)


> 3 kali 3 6%
3 kali 11 22 %
2 kali 33 33 %
1 kali 3 6%

Tabel 5.8. Diagram Distribusi Responden yang Membawa Balita ke MTBS Puskesmas
Melintang, Pangkal Pinang Berdasarkan Jumlah Kunjungan ke Puskesmas dengan
Keluhan yang sama dalam 6 Bulan terakhir

JUMLAH KUNJUNGAN KE PUSKESMAS


(6 BULAN TERAKHIR)
> 3 kali 3 kali 2 kali 1 kali

6% 6%

22%

66%

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa dari 50


responden yang membawa anak balitanya ke poli MTBS di Puskesmas Melintang,
Pangkal Pinang seluruhnya pernah mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Infeksi saluran pernafasan akut yang dialami juga tidak hanya merupakan kejadian
tunggal, namun terjadi beberapa kali dalam setahun. Kemudian dari riwayat paparan
rokok pada keluarga responden, menunjukkan bahwa 45 dari 50 responden memiliki
paparan dengan rokok, dimana terdiri dari 2 responden yang mengaku lingkungannya
terpapar rokok cukup berat, 30 responden mengaku lingkungannya terpapar rokok
sedang dan 13 responden mengaku lingkungannya terpapar rokok ringan. Melihat
kecenderungan yang ada pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa balita yang

39
berada di lingkungan dengan paparan rokok, mulai dari paparan ringan sampai dengan
berat memiliki risiko atau lebih rentan terhadap kejadian infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA). Hal ini juga diperkuat dengan follow-up yang dilakukan dimana responden
yang membawa balita dengan ISPA berkunjung kembali ke Puskesmas dengan keluhan
yang sama. Pada follow-up yang dilakukan dengan melihat status pasien selama 6 bulan
terakhir didapatkan terdapat 33 responden yang berkunjung ke Puskesmas sebanyak 2
kali, 11 responden sebanyak 3 kali dan 3 responden sebanyak > 3 kali dalam 6 bulan
terakhir dengan keluhan yang sama. Namun, hasil penelitian juga menunjukkan ada 5
responden tanpa paparan rokok juga mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan
seorang balita menjadi rentan terkena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

40
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 50 responden ibu yang
membawa balitanya ke poli MTBS di Puskesmas Melintang, Pangkal Pinang mengenai
kebiasaan merokok pada keluarga terhadap angka kejadian infeksi saluran pernafasan
akut (ISPA) diketahui bahwa paparan rokok baik paparan ringan sampai dengan berat
menimbulkan kecenderungan bahwa balita akan lebih rentan terhadap infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) dan menyebabkan balita tersebut sakit lebih sering dengan
dibuktikannya kunjungan berulang ke Puskesmas dalam 6 bulan terakhir dengan
keluhan yang sama.

6.2. Saran
6.2.1. Saran untuk Masyarakat
Diharapkan dengan mengetahui hasil penelitian ini, masyarakat dapat menjadi
lebih awas dan sadar bahwa kebiasaan merokok terutama di sekitar balita dapat
meningkatkan kerentanan seorang balita mengalami infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA). Dengan mengetahui hasil penelitian ini, masyarakat diharapkan untuk aktif
mencari tahu dengan mengikuti penyuluhan mengenai bahaya rokok dan efeknya
terhadap diri sendiri dan orang disekitarnya.

6.2.2. Saran untuk Petugas Kesehatan


Diharapkan dengan mengetahui hasil penelitian ini, petugas kesehatan lebih giat
menyerukan mengenai bahaya rokok terhadap diri sendiri maupun orang lain terutama
pada keluarga yang memiliki balita di dalam rumah. Selain itu, petugas kesehatan dapat
berperan serta aktif dalam lingkungan kerjanya memberikan penyuluhan mengenai
bahaya rokok dan penyakit yang menyertainya dan mendorong tokoh masyarakat untuk
memberikan teladan kepada masyarakat akan bahaya rokok itu sendiri.

6.2.3. Saran untuk Ibu yang Memiliki Balita


Diharapkan dengan mengetahui hasil penelitian ini, ibu yang memiliki balita
menjadi lebih berhati-hati dan menjaga agar balitanya tidak terpapar rokok sehingga

41
dapat mencegah kerentanan balita terkena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan
mendorong anggota keluarganya, terutama anggota keluarga pria yang cenderung
merokok di lingkungan keluarga, agar dapat mengurangi merokok demi kesehatan diri
sendiri maupun orang sekitar terutama bagi keluarga yang memiliki balita.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Triton. (2006). Mengasuh dan perkembangan balita, Yogyakarta: Oryza


2. Notoatmojo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Syafarilla, I. (2011). Hubungan Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Kejadian
ISPA Pada. Balita.
4. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan :
Situasi ISPA di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.
5. WHO. (2007). Pencegahan & pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
yang cenderung menjadi epidemic & pandemic di fasilitas pelayanan kesehatan.
Diakses tanggal 29 September 2017. http://www.who.or.id
6. Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.
7. Ramli, R. (2011). Pencegahan ISPA. Diakses tanggal 29 September 2017.
http://www.kesehatan.com.
8. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pelatihan Pembinaan Perilaku Hidup
Bersih dan sehat di Rumah Tangga. Jakarta: Depkes RI.
9. Kementerian Kesehatan RI. (2017). Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia
2016. Jakarta: Kemenkes RI.
10. Dinas Kesehatan Prov. Bangka Belitung. (2017). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan
Prov. Bangka Belitung 2016. Bangka Belitung: DinKes Prov. Bangka Belitung.
11. Departemen Kesehatan RI. (1991). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PLP.
12. Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh dr.
Yohanes Gunawan. Jakarta: EGC.
13. Misnadiarly. (2008). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneuminia Atipik dan Pneumonia Atipik Mikobakterium.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
14. Naning R. (2002). Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Yogyakarta: PSIK FK UGM.
15. Departemen Kesehatan RI. (1992). Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta: Direktorat Jenderal PPM & PLP.
16. Yu. H.Y. Victor, Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif
Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
17. Departemen Kesehatan. (2008). Tembakau dan Prevalensi Konsumsi di Indonesia.
Jakarta : Depkes.

43
18. Departemen Kesehatan. (2009). Perokok Pasif Mempunyai Resiko yang Lebih Besar.
Diakses tanggal 29 September 2017. http://www.depkes.go.id
19. EPA Development. (2009). Fact Sheet: Respiratory Health Effects of Passive Smoking.
Diakses tanggal 29 September 2017. www.epa.gov/smokefree/pubs/etsfs.html
20. Pugud, 2005. Patofisiologi ISPA. Diakses tanggal 29 September 2017. http://www.fkm.
undip.ac.id

44
Kuesioner Mini Project

Hubungan Kebiasaan Merokok Orang Tua terhadap Angka Kejadian


Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA) pada Balita di Puskesmas Melintang,
Pangkal Pinang tahun 2017

Tanggal Pengisian :

Identitas Responden :

1. Identitas Ibu
a. Nama :
b. Usia ibu : tahun

c. Pendidikan terakhir : Tidak tamat SD SMP

SD SMU

Perguruan Tinggi

d. Pekerjaan : PNS Wiraswasta

Ibu Rumah Tangga (IRT)

Lain-lain, sebutkan ……….

2. Identitas Anak
a. Nama :
b. Usia anak : tahun

c. Jenis kelamin : Laki-Laki Perempuan

45
Kejadian Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA) :

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah anak ibu pernah / sedang menderita batuk?

2. Apakah anak ibu juga pernah / sedang menderita pilek?

3. Ketika anak ibu batuk-pilek, apakah disertai demam?

4. Apakah anak ibu pada saat batuk mengalami sesak (hidung kembang
kempis, usaha bernafas berat, rusuk tampak tertarik dalam) ?

5. Apakah anak ibu menderita batuk-pilek < 14 hari?

6, Apakah anak ibu menderita batuk-pilek disertai demam < 14 hari?

Perilaku / Kebiasaan Merokok pada Anggota Keluarga :

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah ada anggota keluarga ibu yang merokok di lingkungan rumah?

2. Apakah jenis rokok yang dikonsumsi adalah rokok filter?

3. Apakah anggota keluarga ibu mengkonsumsi rokok ≥ 20 batang / hari?

4. Apakah anggota keluarga ibu merokok di dalam rumah?

5. Apakah rumah ibu terpapar asap rokok ≥ 30 menit / hari?

6. Jika ada yang merokok di sekitar balita ibu, apakah ibu langsung
membawa balita ibu menjauhinya?

7. Apakah ketika mengetahui ada anggota keluarga merokok, anggota


keluarga yang lain menasihatinya untuk berhenti merokok?

8. Jika balita ibu tidak nyaman dengan adanya asap rokok, apakah orang
yang merokok disekitar balita ibu langsung mematikan rokoknya?

9. Apakah ada anggota keluarga merokok saat berkumpul dengan keluarga?

10. Ketika ada anggota keluarga yang merokok, apakah jendela terbuka?

46
Foto-Foto Kegiatan

47

Anda mungkin juga menyukai