Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia hidup dan berkembang dalam suatu susunan masyarakat sosial yang mana di
dalamnya terdapat saling ketergantungan satu sama lain, seorang manusia tidak akan dapat
hidup sendiri dan akan selalu membutuhkan orang yang lain untuk mendampingi hidupnya.

Berbicara mengenai kehidupan masyarakat tentu tidak terlepas dari yang namanya
kehidupan sosial, dalam struktur kehidupan bermasyarakat tentu terdapat berbagai hal yang
dianggap sebagai pengatur yang bersifat kekal, mengikat dan memiliki sanksi yang
tegas bagi para pelanggarnya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai hukum. Hukum yang kini
akan kita bahas merupakan hukum yang mengatur segala bentuk tindakan antar perseorangan
atau antar sesama manusia, hukum ini dapat kita sebut sebagai hukum perdata.

Dalam hukum perdata ini banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salah
satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak
lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber
pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur dengan undang-
undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan
berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-Undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu.Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan
perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian.Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

Dalam perikatan terdapat beberapa pokok bahasan diantaranya: Ketentuan Umum


Perikatan, Prestasi dan Wanprestasi, Jenis-Jenis Perikatan, Perbuatan Melawan Hukum,
Perwakilan Sukarela, Pembayaran Tanpa Utang dan Hapusnya Perikatan
1.2. Rumusan Masalah

1. Jelaskan pengerian perikatan


2. Apa yang dimaksud hukum pengertian
3. Bagaimana terjadi perikatan
4. Ada beberapa jenis perikatan
5. Jelaskan macam-macam perikatan menurut UU dan perbuatan orang

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perikatan,


2. Untuk mengetahui apa itu hukum perikatan,
3. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya perikatan.
4. Untuk mengetahuibeberapa jenis perikatan
5. Untuk mengetahui macam-macam perikatan menurut UU dan perbuatan orang

1.4. Manfaat Penulisan

1. Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis maupun pembaca,


2. Membuka wawasan tentang perikatan dan bagian-bagian yang lainnya termasuk jenis-
jenis maupun cara penghapusannya,
3. Memberikan fakta dan gambaran yang relevan mengenai hukum perikatan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perikatan

Istilah Perikatan

Istilah perikatan berasal dari bahasa Belanda ‘ Verbintenis’. Namun demikian, dalam
kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam macam istilah untuk menerjemahkan
Verbintenis. Verbintenis dikenal memiliki tiga istilah di Indonesia, yaitu Perikatan
Perutangan, Perjanjian. Secara terminologi, verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang
artinya mengikat. Dengan demikian, verbintenis menunjuk kepada adanya ‘ikatan’ atau
‘hubungan’.¹

Definisi Perikatan

Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang undang, tetapi dirumuskan
sedemikian rupa dalam ilmu pengetahuan hukum. Perikatan adalah hubungan hukum antara
dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas
prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu.² Hal ini sesuai
dengan pendapat Subekti dalam bukunya “Pokok Pokok Hukum Perdata” berpendapat,
bahwa “perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu”. Perikatan sendiri merupakan suatu pengertian yang
abstrak.³

Unsur Unsur Perikatan

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dkk., unsur unsur perikatan meliputi: hubungan
hukum; kekayaan; pihak pihak dan prestasi. Berikut akan dijelaskan hubungan hubungan
hukum tersebut:

1. Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah hubungan yang terhadapnya hukum meletakkan ‘hak’ pada 1
(satu) pihak dan meletakkan ‘kewajibanpada pihak lainnya.
2. Kekayaan
Untuk menilai suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai
ukuran ukuran (kriteria) tertentu. Yang dimaksud kriteria perikatan adalah ukuran
ukuran yang digunakan terhadap suatu hubungan hukum sehingga hubungan hukum
itu dapat disebutkan suatu perikatan.
3. Pihak pihak
Para pihak pada suatu perikatan disebut dengan subjek perikatan. Apabila hubungan
hukum pada suatu perikatan dijajaki, maka hubungan hukum itu harus terdiri antara 2
(dua) orang atau lebih. Pertama, pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif atau
pihak yang berpiutang, yaitu kreditor. Kedua, pihak yang berkewajiban memenuhi
atas prestasi, pihak yang pasif atau yang berutang disebut debitor.
4. Prestasi
Pasal 1234 KUHP Perdata, dinyatakan bahwa tiap tiap perikatan adalah untuk
memberi sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka prestasi itu dapat dibedakan atas; memberikan
sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu.

2.2 Hukum Perikatan

Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak
lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam
bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga
(family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum
pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu
hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan.Pitlo memberikan
pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat
sesuatu.Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan
yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan
perjanjian.Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak
mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah
perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak
Dasar Hukum Perikatan

Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-
undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu
dan undang-undang dan perbuatan manusia.Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :


1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena
undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang
timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai
berikut :

1. Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )


2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ) .

2.3 Bagaimana terjadi perikatan

Perikatan terjadi karena undang-undang semata.


Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar
Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi
antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum
tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar
dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain
yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio
naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan
(billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.

Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.

Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).

2.4 Jenis jenis perikatan

1. Perikatan Murni (Perikatan Bersahaja):


Perikatan apabila masing-masing pihak hanya satu orang dan sesuatu yang dapat dituntut
hanya berupa satu hal prestasi. Perikatan ini dapat dilakukan seketika, misalnya: ketika di
pasar terjadi perikatan.

2. Perikatan Bersyarat:
Perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya digantungkan kepada suatu peristiwa yang
belum dan tidak tentu akan terjadi. Dibedakan menjadi:

a. Syarat Tangguh:
Perikatan yang lahirnya digantungkan kepada terjadinya peristiwa itu.Artinya apabila syarat
tersebut dipenuhi, maka perikatannya menjadi berlaku.

Contoh: A janji ke B kalau dia lulus akan memberikan mobilnya.

b. Syarat Batal:
Suatu perikatan yang sudah ada, yang berakhirnya digantungkan kepada peristiwa itu.Artinya
apabila syarat tersebut dipenuhi, maka perikatannya menjadi putus atau batal.
Contoh:A akan menyewakan rumahnya ke B asal tidak dipakai untuk gudang. Jika B
menggunakan rumah tersebut untuk gudang, maka syarat itu telah terpenuhi dan perikatan
menjadi putus atau batal dan pemulihan dalam keadaan semula seperti tidak pernah terjadi
perikatan.

3. Perikatan dengan Ketetapan Waktu:


Perikatan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang
pasti akan tiba. Contoh: A berjanji memberikan motornya kepada B pada tanggal 1 Januari
tahun depan.

Perbedaan perikatan dengan ketetapan waktu dengan perikatan bersyarat


adalahadanya kepastian waktu itu akan datang.

4. Perikatan Alternatif/Mana Suka:


Perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang
disebutkan dalam perjanjian.

5. Perikatan Tanggung Menanggung (Tanggung Renteng):


Perikatan dimana debitur dan/atau kreditur terdiri dari beberapa orang.Dengan dipenuhinya
seluruh prestasi oleh salah seorang debitur kepada kreditur, maka perikatannya menjadi
hapus.

Contoh:Jika A dan B bersama-sama mempunyai piutang Rp.1000 kepada X. Artinya, A dan


B masing-masing dapat menuntut kepada X Rp.500,00.Sebaliknya, X dan Y hutang kepada
A, sehingga A dapat menuntut kepada X dan Y masing-masing setengah bagian dari hutang
itu.

2.5 Perikatan menurut UU dan Perbuatan orang


2.5.1 Perikatan menurut Undang-undang

1. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk)


Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di
kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau terjadi. Mungkin untuk memperjanjikan
bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu timbul itu. Suatu
perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang
menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde).Menurut Pasal 1253
KUHperdata tentang perikatan bersyarat “suatu perikatn adalah bersyarat mankala ia
digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum terjadi,
baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun
secara membatalkan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Pasal ini menerangkan tentang perikatan bersyarat yaitu perikatan yang lahir atau
berakhirnya digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin akan terjadi tetapi belum tentu
akan terjadi atau belum tentu kapan terjadinya. Berdasarkan pasal ini dapat diketahui bahwa
perikatan bersyarat dapat dibedakan atas dua, yakni: a. Perikatan dengan syarat tangguh; b.
Perikatan dengan syarat berakhir.

2. Perikatan Dengan ketetapan Waktu (tidjsbepaling)

Maksud syarat “ketetapan waktu” ialah bahwa pelaksanaan perikatan itu


digantungkan pada waktu yang ditetapkan. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang
masih akan terjadi dan terjadinya sudah pasti, atau berupa tanggal yang sudah tetap.
Contonya: K berjanji pada anak laki-lakinya yang telah kawin itu untuk memberikan
rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandung isterinya itu telah dilahirkan
Menurut KUHperdata pasal 1268 tentang perikatan-perikatan ketetapan waktu,
berbunyi suatu ketetapan waktu tidak, menangguhkan perikatan, melainkan hanya
menangguhkan pelaksanaanya. Pasal ini menegaskan bahwa ketetapan waktu tudak
menangguhkan lahirnya perikatan, tetapi hanya menangguhkan pelaksanaanya.Ini berarti
bahwa perjajian dengan waktu ini pada dasarnya perikatan telah lahir, hanya saja
pelaksanaanya yang tertunda sampai waktu yang ditentukan.
Perbedaan antara suatu syarat dengan ketetapan waktu ialah yang pertama, berupa
suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tudak akan terlaksana. Sedangkan yang
kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan
datangnya. Misalnya meninggalnya seseorang. Cocontoh-contoh suatu perikatan yang
digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek seperti perjanjian
perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelahnya dipertunjukan dan
lain sebagainya.

3. Perikatan mana suka (alternatif)

Pada perikatan mana suka objek prestasinya ada dua macam benda.Dikatan perikatan
mana suka keran dibitur boleh memenuhi presatasi dengan memilih salah satu dari dua benda
yang dijadikan objek perikatan.Namun, debitur tidak dapat memaksakan kreditur untuk
menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya.Jika debitur telah
memenuhi salah satu dari dua benda yang ditentukan dalam perikatan, dia dibebaskan dan
perikatan berakhir.Hak milik prestasi itu ada pada debitor jika hak ini tidak secara tegas
diberikan kepada kreditor.
Menurut pasal 1272 KUHperdata tentang mengenai perikatan-perikatan mana suka
(alternatif) berbunyi, “tentang perikatan-perikatan mana suka debitur dibebaskan jika ia
menyerahkan salh satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak
dapat memaksa kreditor untuk menerima kreditor untuk sebagian dari barang yang satu dan
sebagian dari barang yang lainnya”.Dalam perikatan alternatif ini debiturtelah bebas jika
telah menyerahkan salh satu dari dua atau lebih barang yang dijadikan alternatif
pemebayaran. Misalnya, yang diajadikan alternatif adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau
maka kalau debitur menyerahkan dua ekor sapi saja debitur telah dibebaskan

2.5.2 Perikatan perbuatan orang

Pasal 1354: Jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain,
dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya
dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia harus membebani diri dengan segala sesuatu yang
termasuk urusan itu. Ia juga harus menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia
menerima kekuasaan yang nyatakan secara tegas.
Pasal 1355: Ia diwajibkan meneruskan pengurusan itu, meskipun orang yang kepentingannya
diurus olehnya meninggal sebelum urusan diselesaikan,sampai para ahli waris orang itu dapat
mengambil alih pengurusan itu.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan perikatan adalah segala hal yang
mengikat seseorang terhadap orang lain, sedangkan hukum perikatan adalah hal yang
mengikat bersangkutan dengan hukum (harta kekayaan,keluarga,waris), dalam KUHPer
ada 3 macam sumber terjadinya perikatan yaitu dari perjanjian, Undang-undang, bukan
perjanjian (karena melanggar hukum). Terdapat jenis-jenis perikatan yaitu perikatan
murni, bersyarat, ketetapan waktu, alternatif, tanggung menanggung, dapat dibagi dan
tidak dapat dibagi, ancaman hukuman, perdata, dan alami. sumber perikatan berasal dari
undang-undang perikatan (BW) dan menurut perbuatan orang, dari pengetahuan hukum
perdata dibagi menurut isi dan menurut subyeknya.

1.2 Saran

Dari materi yang telah penulis sampaikan diatas tentunya masih terdapat beberapa
kekurangan, namun untuk meningkatkan kualitas makalah diatas adapun saran untuk
mendukung peningkatan dari materi tersebut.

Alangkah lebih baik jika hukum perikatan ini tidak hanya dijadikan sebagai materi
yang membantu proses pemahaman dari pembaca saja, akan tetapi dapat digunakan
secara langsung dalam kehidupan sehari-hari atau dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.jurnalhukum.com/pengertian-perikatan/
https://feelinbali.blogspot.co.id/2013/01/perikatan-yang-timbul-karena-uu-dan.html
http://nnyundd.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perikatan.html
http://budipratiko9.blogspot.co.id/2015/04/hukum-perikatan-hukum-perjanjian-dan.html
http://riksaaneh.blogspot.co.id/2015/12/jenis-perikatan-dalam-hukum-perdata.html

Anda mungkin juga menyukai