Anda di halaman 1dari 9

Penatalaksanaan Perioperatif Perdarahan Intraserebral

Sandhi Christanto*), Nazaruddin Umar**), A. Himendra Wargahadibrata***)


*)Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Mitra Keluarga Sidoarjo, **)Departemen
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara–RSUP H. Adam Malik
Medan, ***)Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran–RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak

Perdarahan intraserebral spontan nontraumatik didefinisikan sebagai ekstravasasi spontan darah ke dalam parenkim
otak yang dapat meluas ke ventrikel otak atau pada kasus yang jarang dapat sampai ke ruang subarachnoid.
Perdarahan intraserebral merupakan penyakit yang sering dijumpai, di Amerika Serikat tiap tahunnya terdapat
sekitar 37 ribu sampai 52 ribu orang mengalami perdarahan intraserebral.1,2 Tercatat sekitar 10–30% dari semua
kasus stroke di rumah sakit merupakan akibat perdarahan intraserebral, angka mortalitas mencapai 30–50% pada
30 hari pertama perawatan dan hanya sekitar 20% pasien yang mendapatkan kembali kemampuan dan kemandirian
fungsionalnya dalam jangka waktu 6 bulan.2,3,4Faktor resiko paling penting dan paling sering untuk PIS adalah
hipertensi, yang rata-rata mencapai 60–70% dari semua kasus PIS.1,3 Seorang wanita, 41 tahun berat badan 60
kg datang dengan kesadaran menurun sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit disertai bagian tubuh sebelah
kanan yang terasa lemas. Keluhan tersebut dirasa semakin lama semakin berat sampai keesokan harinya kesadaran
makin menurun dan bagian tubuh kanan tidak bisa digerakkan. Pada pemeriksaan didapatkan jalan napas bebas,
laju napas 18–20 x/menit, tekanan darah 200/100 mmHg, laju nadi 70x/menit, skor GCS E2M5V–, Hasil CT-
scan menunjukkan adanya perdarahan intraserebral di basal ganglia kiri volume 52 ml dengan midLine shift
ke kanan sejauh 1,1 cm, skor PIS 2. Keputusan kraniotomi evakuasi hematoma dilakukan untuk keselamatan
pasien. Penatalaksanaan berkesinambungan dengan memperhatikan prinsip neuroresusitasi, neuroanestesia,
neurointensive care serta neuroproteksi sangat penting dilakukan dalam menangani pasien dengan perdarahan
intraserebral.

Kata kunci: perdarahan intraserebral, penatalaksanaan perioperatif

JNI 2014;3 (2): 112‒20

Perioperative Management of Intracerebral Hemorrhage

Abstract

Spontaneous non traumatic intracerebral hemorrhage is devined as an extravasation of blood into the brain parenchym
that may extend into the ventricles and, in a rare case, to the subarachnoid space. Each year, approximately 37,000
to 52,000 people in the United States are suffered from an intracerebral hemorrhage. Intracerebral hemorrhage
accounts for 10 to 30 percent of all cases of stroke with the 30-days mortality rate, ranges from 30%–50% and
only 20% of survivors expected to have full functional recovery within 6 months. Hypertension is by far the most
important and prevalent risk factor, directly accounted for about 60–70% of cases. A 41-year old woman weighted
60 kgs was admitted to the hospital with decreased level of conciousness and weak right side of her body, which
became worsen in the next morning. On examination, airway was clear, respiratory rate was 18–20 x/min, blood
pressure was 200/100 mmHg, heart rate was 70 bpm, GCS score was E2M5V–, CT-scan examination showed
a 52 cc of intracerebral hemorrhage in left basal ganglia, mid line shifted 1,1 cm to the right and ICH score
was 2. The decision of emergency hematoma evacuation was immediately made for life saving. Continuous and
comprehensive management with neuro-resuscitation, neuroanestesia, neuro intensive care and brain protection
principles are important in managing patient with intracerebral hemorrhage.

Key words: intracerebral hemorrhage, perioperative management

JNI 2014;3 (2): 112‒20

112
Penatalaksanaan Perioperatif Perdarahan Intraserebral 113

I. Pendahuluan sebagai suatu proses yang dinamis dan


kompleks.2 Terdapat dua hal baru yang penting
Perdarahan intraserebral (PIS) spontan non dan dipahami saat ini, yang pertama adalah
traumatik didefinisikan sebagai ekstravasasi banyak dari perdarahan tersebut akan terus
spontan darah ke dalam parenkim otak yang berkembang dan membesar dalam beberapa jam
dapat meluas ke ventrikel otak atau pada setelah onset gejala pertama yang dikenal dengan
kasus yang jarang dapat sampai ke ruang early hematoma growth, hal kedua adalah edema
subarachnoid.1 PIS merupakan penyakit yang dan cedera otak dapat timbul beberapa hari
cukup sering dijumpai, di Amerika Serikat tiap setelah PIS sebagai akibat proses inflamasi yang
tahunnya terdapat sekitar 37 ribu sampai 52 ribu disebabkan trombin dan produk akhir dari proses
orang mengalami perdarahan intraserebral dan pembekuan (perihematomal injury).1,2 Perubahan
diperkirakan kasusnya akan meningkat dua kali konsep ini mempengaruhi penatalaksanaan PIS
lipat dalam 50 tahun ke depan seiring dengan yang juga berkembang pesat.
bertambahnya usia harapan hidup.1,2 Berdasarkan
kausa yang mendasari, PIS diklasifikasikan Tanda dan gejala klinis dari PIS dapat berupa
menjadi primer dan sekunder.1 PIS primer terjadi defisit neurologis yang cepat serta tanda klinis
akibat ruptur spontan pembuluh darah kecil peningkatan tekanan intrakranial (TIK) seperti
yang telah mengalami kerusakan akibat proses nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran.
hipertensi kronis atau amyloid angiopathy dan Hampir semua pasien disertai peningkatan
kasusnya mencapai sekitar 80% dari semua kasus tekanan darah dan dapat juga mengalami
PIS.1 PIS sekunder berkaitan dengan adanya disautonomia seperti bradikardia, takikardia,
abnormalitas pembuluh darah (malformasi arteri- hiperventilasi, febris, dan hiperglikemia.5 Gejala
vena, aneurisma), gangguan koagulasi, dan klinis ini biasanya muncul pada 24 jam pertama
perdarahan pada tumor otak.1 Tercatat sekitar dan disebabkan oleh kombinasi antara ekspansi
10–30% dari semua kasus stroke di rumah sakit perdarahan, edema perihematoma, kejang dan
merupakan akibat perdarahan intraserebral, hidrocephalus.5
angka mortalitas mencapai 30–50% pada 30 hari
pertama perawatan dan hanya sekitar 20% pasien II. Kasus
yang mendapatkan kembali kemampuan dan
kemandirian fungsionalnya dalam jangka waktu Seorang wanita berusia 41 tahun dengan berat
6 bulan.2-4 badan 60 kg, tinggi badan 155 cm datang dengan
kesadaran menurun sejak 1 hari sebelum masuk
Sebuah metaanalisis berbasis populasi baru-baru rumah sakit. Pasien jatuh di kamar mandi saat
ini menunjukkan bahwa insiden PIS banyak terjadi malam hari, saat itu pasien masih sadar namun
pada jenis kelamin laki-laki, usia tua, etnis Asia- tidak bisa bicara dan bagian tubuh sebelah kanan
Afrika.1,3 Faktor resiko paling penting dan paling terasa lemas. Keesokan harinya kesadaran pasien
sering untuk PIS adalah hipertensi, yang rata- makin menurun dan bagian tubuh kanan tidak
rata mencapai 60–70% dari semua kasus PIS.1,3 bisa bergerak.
Faktor-faktor resiko lain yang dapat memicu Pemeriksaan Fisik
timbulnya PIS antara lain konsumsi alkohol, Jalan napas dan pernapasan: jalan napas bebas,
hipokolesterolemia, pemakaian antikoagulan laju napas 18‒20 x/menit, suara napas vesikuler,
dan antitrombotik, penyalahgunaan obat-obatan tidak didapatkan ronki maupun wheezing.
seperti kokain, obat-obat simpatomimetik serta Sirkulasi: perfusi hangat, kering, merah, tekanan
genetik tertentu.2 darah 200/100mmHg, laju nadi 70–75x/menit.
Status neurologik: kesadaran pascaresusitasi
Patofisiologi dari PIS banyak mengalami dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS)
perubahan beberapa tahun terakhir ini, dahulu E2M5V–, pupil isokor, diameter 2mm/2mm,
dianggap sebagai suatu kejadian perdarahan refleks cahaya +/+, terdapat lateralisasi kanan.
yang cepat dan sederhana dan saat ini dipahami
114 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Jejas di tempat lain tidak didapatkan.

Penatalaksanaan di Unit Gawat Darurat


Pasien diberikan O2 masker 6 L/menit, posisi
kepala head up 15–300, terpasang infus NaCl
0,9% 100 cc/jam. Pasien dilakukan evaluasi
ulangan 15 menit kemudian didapatkan tekanan
darah menjadi 230/140 mmHg, laju nadi 55–60
x/menit, GCS turun menjadi E1M4V–, refleks
cahaya +/+ lambat. Terjadi perburukan kondisi
maka diputuskan dilakukan intubasi sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis. Proses induksi
dan intubasi diusahakan sehalus mungkin untuk
mencegah gejolak hemodinamik dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) serta menurunkan Gambar 1. Gambaran Perdarahan Intraserebral
resiko terjadinya aspirasi. Digunakan obat seperti Kiri di Basal Gangli
fentanyl 100 mg, propofol 100 mg, rocuronium 50
mg, lidokain 80 mg, dan dosis propofol ulangan
sebesar 30 mg. Pembedahan dan Penatalaksanaan Anestesi
Pasien masuk kamar operasi jam 12.30 (+1jam
Selama intubasi dilakukan penekanan krikoid setelah intubasi), dilakukan evaluasi ulang posisi
untuk mengurangi resiko aspirasi. Selama pipa endotrakeal, ventilasi dan hemodinamik,
intubasi hemodinamik stabil dengan tekanan didapatkan posisi pipa endotrakeal baik, tidak
darah rerata berkisar antara 70–90 mmHg, laju terdapat gangguan ventilasi, saturasi oksigen
nadi antara 70–80 x/menit. Pasien dilakukan 100%, tekanan darah rerata antara 100 mmHg
ventilasi kendali, posisi kepala head up, diberikan dengan nicardipin 0,5µg/kg/menit.
sedasi propofol 100 mg/jam, vecuronium bolus Rumatan anestesia dilanjutkan dengan
dan dilanjutkan dengan 4 mg/jam, manitol 20 sevoflurane 1–1,5%, O2–udara tekan medik,
gram dalam 20 menit, dipasang pipa nasogastrik propofol 100 mg/jam (syringe pump), vecuronium
dan kateter. Pascainduksi dan pemberian sedasi, 4 mg/jam, tambahan bolus fentanyl 100 µg.
tekanan darah rerata masih diatas 130 mmHg Ventilasi mekanik dengan volume tidal 8 mL/kg,
lalu diberikan nicardipin 0,5 µg/kg/menit dengan frekuensi napas 12 x/menit, FiO2 0,5, PEEP 0,
target tekanan darah rerata antara 100–130 I : E rasio 1 : 2. Terpasang 3 jalur infus dengan
mmHg. cairan rumatan ringerfundin 1,5 mL/kg/jam,
dan tambahan manitol 100 ml. Pada tindakan-
Pemeriksaan Penunjang tindakan yang menimbulkan rangsangan nyeri
Hasil CT-scan didapatkan adanya perdarahan seperti insisi kulit sampai membuka duramater
intraserebral di basal ganglia kiri dengan volume diberikan tambahan bolus propofol 30–50 mg
kurang lebih 52 cc, midLine shift sejauh 1,1 dan fentanyl 25–50 µg.
cm. Pemeriksaan foto thoraks tidak didapatkan Saat membuka duramater hemodinamik stabil
kelainan, pemeriksaan elektrokardiografi dengan tekanan darah rerata 70–80 mmHg, laju
dengan irama sinus 70x/menit. Skor PIS 2. Dari nadi 70–80 x/menit, saturasi oksigen 99–100%
pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11,7 g%, serta slack brain. Operasi berlangsung 2,5 jam,
leukosit 11.840/mm3, trombosit 280.000/mm3, dilakukan evakuasi hematoma dengan total
hematokrit 33%, masa perdarahan 1 menit, masa perdarahan 600 mL, keluaran urin 1100 mL, cairan
pembekuan 9 menit, masa prothrombin 10 detik, masuk ringerfundin 1500 mL, whole blood 350
APTT 27 detik, SGOT/SGPT 18/14, kreatinin 1,1 mL. Hasil analisa gas darah (BGA) intraoperatif
mg/dL, Natrium 141 mmol/L, kalium 4,9 mmol/L, pH 7,50; PaCO2 30,8; PaO2 204; SaO2 98,6; BE
gula darah sewaktu 122 mg/dL. 2,0 dari hasil ini pengaturan ventilasi disesuaikan
Penatalaksanaan Perioperatif Perdarahan Intraserebral 115

Gambar 2. A. Gambar CT-Scan sebelum Operasi. B. Gambaran CT-scan


Pascaoperasi.

agar didapatkan keadaan normokapnia. Dosis propofol turun 80mg/jam, weaning


ventilator, sonde dekstrose 5% 6x 100 mL, terapi
Perawatan Pascaoperasi lain tetap.
Pasien dirawat di ruang perawatan intensif
pascaoperasi, pernapasan dibantu dengan ventilasi Perawatan Hari Kedua
mekanik dengan moda Synchronized Intermitten Status generalis dengan keadaan umum baik,
Mandatory Ventilation (SIMV) kontrol volume, tekanan darah rerata terkontrol nicardipin dan
sedasi dan analgetik diberikan propofol 200 mg/ captopril antara 80-90 mmHg, laju nadi 70–75x/
jam, fentanyl 25 µg/jam dan dexketoprofen. menit, saturasi oksigen 99%, temperatur 36–36,5o.
Kontrol tekanan darah diberikan nicardipin Skor GCS E4M6V–, pupil isokor refleks cahaya
dengan target tekanan darah dibawah 100 mmHg, +/+, hemiparese kanan. Pasien di ekstubasi diberi
kontrol TIK diberikan manitol serta posisi oksigen via nasal 2 L/menit, posisi head up, infus
kepala diatur head up. Cairan rumatan diberikan ringer dekstrose 5% 1500 mL dalam 24 jam,
ringerfundin 2000 ml dalam 24 jam pertama sonde peptisol 6x100 mL, propofol dan fentanyl
serta ranitidin sebagai profilaksis terhadap peptic dihentikan, terapi lain tetap.
ulcer. Pemeriksaan darah lengkap, gula darah
acak, elektrolit pascaoperasi serta ulangan CT- Perawatan Lanjutan
scan esok paginya (12 jam pascaoperasi). Hasil Pasien hari ke empat dipindah ke ruangan, hari ke
laboratorium pascaoperasi Hb 12,9 g%, leukosit enam pasien sudah dapat makan dan minum dan
18.800, trombosit 256.000/mm3, gula darah acak mulai dapat berbicara satu suku kata dan terdapat
110 mg/dL, natrium 147 mmol/L, kalium 3,3 peningkatan fungsi motorik pada hari ke delapan.
mmol/dL. Setelah hari ke duabelas pasien dipulangkan.

Perawatan Hari Pertama


Hemodinamik stabil dengan tekanan darah rerata III. Pembahasan
antara 80–110 mmHg, laju nadi 70 x/menit,
saturasi oksigen 99%, temperatur 36–36,50C. Perdarahan intraserebral spontan non traumatik
Hasil CT-scan ulangan didapatkan perdarahan didefinisikan sebagai ekstravasasi spontan darah
yang berkurang, tidak terdapat perdarahan ke dalam parenkim otak yang dapat meluas
baru. Status neurologis E3M6V–, pupil isokor, ke ventrikel otak atau pada kasus yang jarang
hemiparese kanan motorik 3/5, aphasia motorik. dapat sampai ke ruang subarachnoid.1 Hipertensi
116 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

merupakan faktor resiko paling penting dan paling koagulasi lokal.1 Hematoma memicu terjadinya
sering menyebabkan perdarahan intraserebral.2 cedera sekunder berupa edema dan cedera otak
Kasus PIS akibat hipertensi mencapai 70% melalui proses keradangan yang dikenal sebagai
dari semua kasus perdarahan intraserebral. cedera otak perihematomal.1 Edema awal timbul
Hipertensi meningkatkan resiko terjadinya PIS disekitar hematoma terjadi akibat pelepasan
menjadi lebih dari 2 kali lipat terutama pada dan akumulasi protein dari bekuan darah yang
pasien dengan umur kurang dari 55 tahun, bersifat osmotik. Edema vasogenik dan sitotoksik
yang tidak mendapat terapi anti hipertensi.4 muncul beberapa hari kemudian akibat disrupsi
Hipertensi kronis memicu terjadinya perubahan sawar darah otak, kegagalan pompa natrium, dan
pada dinding pembuluh darah serebral yang pelepasan mediator karena adanya kerusakan dan
berukuran kecil sampai sedang (diameter 100- kematian sel.1,2 Pada kasus ini pasien mengalami
600 µm) berupa degenerasi otot polos dinding defisit neurologis yang bertambah berat dan pada
pembuluh darah, pembentukan mikroaneurisma akhirnya diikuti penurunan kesadaran, hal ini
yang berhubungan dengan trombosis atau menunjukkan adanya ekspansi dari hematoma
perdarahan mikro dan hyalinisasi intima di yang dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang
pembuluh darah tersebut.5 Perubahan ini diberi CT-scan.
suatu istilah sebagai lipohyalinosis yang biasanya Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan
terjadi pada struktur-struktur bagian dalam intraserebral dilakukan secara berkesinambungan
dari otak seperti thalamus, basal ganglia, pons, mulai dari ruang gawat darurat, kamar operasi,
cerebellum dan periventricular gray matter.5,6 ruang perawatan intensif maupun sampai pada
Penjelasan secara teoritis mengapa hal tersebut tahap rehabilitasi di ruangan atau poliklinis. Hal
terjadi di tempat-tempat diatas adalah karena pada ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
lokasi tersebut di vaskularisasi oleh pembuluh maksimal mengingat angka morbiditas dan
darah lenticulostriata dan paramedian yang mortalitas yang tinggi pada pasien-pasien dengan
mempunyai dinding tipis dan terpapar langsung PIS.
oleh tekanan intravaskular yang tinggi karena
merupakan cabang langsung dari pembuluh darah
utama atau cabang utama.7 Perdarahan dari basal 3.1 Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
ganglia berasal dari arteri lenticulostriata cabang Penatalaksanaan di ruang gawat darurat
dari arteri cerebri media, perdarahan di thalamus difokuskan pada 4:
berasal dari arteri thalamogeniculata cabang dari Pengelolaan jalan napas, pernapasan dan
arteri cerebri posterior, perdarahan dari pons sirkulasi (ABC’s control), kontrol tekanan darah,
berasal dari arteri paramedian cabang arteri pengelolaan tekanan intrakranial, terapi anti
basilaris, perdarahan di cerebellum berasal dari kejang, identifikasi dan pengelolaan koagulopati
arteri penetrating cabang dari arteri cerebellaris.1
Penurunan kesadaran seperti pada kasus ini
Pengertian akan patofisiologi dari PIS telah memicu hilangnya refleks-refleks protektif normal
banyak berubah pada tahun-tahun terakhir. yang menjaga patensi jalan napas. Kegagalan
Dahulu PIS dianggap sebagai kejadian yang mengetahui adanya gangguan jalan napas dapat
cepat dan sederhana namun saat ini dipahami mengakibatkan komplikasi berupa aspirasi,
sebagai suatu proses yang dinamis dan hipoksemia, hiperkarbia.2,4 Pasien dengan skor
kompleks.1 Anggapan bahwa PIS merupakan GCS dibawah 8 sebaiknya dilakukan intubasi
kejadian monofasik dimana perdarahan akan untuk mencegah komplikasi tersebut diatas.1
cepat berhenti sebagai hasil dari mekanisme Proses intubasi sebaiknya tidak menggunakan
pembekuan darah dan mekanisme tampon obat dan tehnik yang dapat meningkatkan TIK
ternyata terbukti tidak benar, hampir semua kasus dan mempertimbangkan adanya resiko aspirasi
menunjukkan adanya ekspansi hematoma dan hal yang dapat terjadi.2 Laju napas dan volume tidal
ini disebabkan oleh perdarahan yang masih aktif diatur untuk mendapatkan kondisi normokapnia.
yang didukung oleh kondisi hipertensi serta defisit Hiperventilasi yang agresif dengan hasil PaCO2
Penatalaksanaan Perioperatif Perdarahan Intraserebral 117

dibawah 28 mmHg dihindari karena dapat sebagai profilaksis, dilain pihak efek samping
menyebabkan vasokonstriksi serebral hebat anti kejang dapat memperberat kondisi pasien.4
dan memicu terjadinya iskemia.2 Peningkatan Saat ini AHA dan ASA merekomendasikan untuk
tekanan darah yang ekstrim setelah PIS harus tidak menggunakan secara rutin obat-obatan
dikendalikan secara hati-hati. Pengendalian anti kejang sebagai profilaksis dan hanya untuk
tekanan darah berguna dalam menurunkan resiko indikasi yang jelas seperti munculnya kejang
ekspansi hematoma namun tetap diperhatikan klinis, untuk itu pada pasien ini tidak diberikan
pemeliharaan tekanan perfusi otak (TPO) yang anti kejang profilaksis.3
adekuat, karena penurunan tekanan darah berlebih
dapat memicu terjadinya iskemia.1,2,4 3.2 Pembedahan dan Penatalaksanaan Anestesi
Intervensi pembedahan dapat berupa evakuasi
Pedoman rujukan American Heart Association hematoma, pemasangan drain ventrikular
(AHA) dan American Stroke Association (ASA) eksternal (EVD), intraventrikular trombolisis
merekomendasikan agar tekanan darah rerata ataupun pembedahan stereotactic minimal
dipertahankan dibawah 130mmHg untuk pasien invasif, yang masing-masing memiliki tujuan
dengan PIS dan riwayat hipertensi, dibawah 100 dalam membantu memperbaiki kondisi pasien.1-4
mmHg untuk yang telah menjalani kraniotomi.2,4 Evakuasi hematoma, seperti pada kasus ini
Untuk semua kasus tekanan darah sistolik bertujuan untuk mengurangi efek massa, mencegah
dipertahankan diatas 90 mmHg dan pasien yang pelepasan produk neuropatik dari hematoma,
telah dipasang monitor TIK, TPO dipertahankan dan mencegah interaksi berkepanjangan antara
diatas 70 mmHg.2 Tekanan darah dapat dikontrol hematoma dan jaringan otak normal yang dapat
dengan obat anti hipertensi seperti esmolol, memicu proses patologis.1,8,9 Bagaimanapun juga
labetalol, nicardipin, yang dalam kasus ini keuntungan dari tindakan ini di basal ganglia,
digunakan nicardipin sebagai pilihan karena thalamus dan pons dapat tertutupi akibat resiko
kedua obat lainnya tidak tersedia di Indonesia.2,4,7 kerusakan yang dapat terjadi saat pembedahan
Pengelolaan TIK dapat dilakukan dengan cara dilakukan.1 Penelitian internasional Surgical Trial
melakukan elevasi kepala 15–300, pemberian in Intracerebral Hemorrhage (STICH) bahkan
manitol 20%. Tehnik hiperventilasi (mencapai menunjukkan bahwa intervensi pembedahan
PaCO2 30–35 mmHg) dilakukan terutama pada dalam 72 jam pertama gagal menunjukkan
pasien yang menunjukkan tanda-tanda herniasi.4 adanya peningkatan luaran dibandingkan pasien
yang dilakukan pendekatan medikal saja.1,4,5
Pengelolaan TIK ini dapat digunakan untuk Sasaran utama penatalaksanaan anestesi
memberi waktu lebih (buy time) sebelum dapat pasien dengan perdarahan intraserebral adalah
dilakukan prosedur definitif seperti pembedahan.4 mengendalikan TIK dan pemeliharaan tekanan
Pada kasus ini terdapat penurunan kesadaran perfusi otak, melindungi jaringan saraf dari iskemia
dari skor awal ditambah dengan peningkatan dan cedera, stabilitas sistem kardiovaskular serta
tekanan darah serta penurunan laju nadi yang menyediakan kondisi pembedahan yang adekuat
menunjukkan adanya dekompensasi pengaturan (slack brain). Untuk dapat mencapai sasaran
TIK dan bahaya herniasi, maka ketiga tindakan diatas maka diperlukan pendekatan sesuai prinsip
pengelolaan TIK diatas dilakukan sebelum neuroanestesi pada umumnya yaitu antara lain10 :
pembedahan. Gangguan hemostasis harus • Jalan napas yang selalu bebas sepanjang
segera diatasi mengingat bahaya ekspansi waktu
dari hematoma. Pemeriksaan fungsi koagulasi • Ventilasi kendali untuk mendapatkan
perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya oksigenasi adekuat dan normokapnea
koagulopati yang memperberat kondisi pasien.2-4 • Menghindari peningkatan atau penurunan
Pemberian obat-obatan anti kejang seperti tekanan darah yang berlebih, menghindari
phenitoin dapat diberikan untuk pasien PIS, faktor mekanis yang meningkatkan
namun sampai saat ini tidak ada penelitian yang tekanan vena serebral, menjaga kondisi
menunjukkan ketepatgunaan dari obat anti kejang normoglikemia, isoosmoler selama anestesi
118 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

• Menghindari obat dan tehnik anestesi yang serta adanya potensi iskemi dan edema otak
dapat meningkatkan TIK dan memberi obat pascaoperasi maka diputuskan untuk dilakukan
yang mempunyai efek proteksi otak delayed extubation untuk memberi waktu
pemulihan kondisi pasien tersebut.
Tehnik dan pemilihan obat yang ideal untuk
rumatan anestesi sebaiknya mempunyai 3.3 Penatalaksanaan di Ruang Perawatan Intensif
kemampuan seperti yang disebutkan pada Pasien dengan penurunan kesadaran yang
sasaran penatalaksanaan anestesi diatas. Obat memerlukan bantuan pernapasan, monitoring
anestesi intravena seperti propofol dan barbiturat kardiovaskular dan tekanan intrakranial seperti
mempunyai efek menurunkan aliran darah pada kasus ini memerlukan pengelolaan terapi
otak (ADO) dan metabolisme otak (CMRO2) di ruang perawatan intensif (RPI). Namun
sehingga dapat menurunkan TIK, selain itu pengawasan ketat di lingkungan RPI juga
obat anestesi intravena memiliki efek minimal diperlukan pada pasien-pasien yang tidak
pada autoregulasi dan reaktifitas terhadap menggunakan bantuan pernapasan, paling
CO2.11 Obat anestesi inhalasi memiliki efek tidak selama 24 jam pertama karena adanya
menurunkan CMRO2 namun memiliki efek resiko deteriorasi neurologis selama periode
vasodilator serebral sehingga mempunyai ini.4,5,13 Terdapat bukti yang substansial bahwa
kapabilitas dalam meningkatkan TIK.11 Efek penatalaksanaan di neuro–RPI untuk pasien PIS
vasodilatasi ini dapat diminimalkan dengan cara memberikan luaran yang lebih baik.5 Perawatan
membatasi konsentrasi penggunaannya tidak di RPI mencakup beberapa hal antara lain5:
lebih dari 1 Minimum Alveolar Concentration • Pemberian bantuan pernapasan mekanik dan
(MAC). Nitrous oxide dapat meningkatkan sedasi
CMRO2 dan menyebabkan vasodilatasi serebral • Pengaturan tekanan darah
yang menyebabkan peningkatan TIK serta pada • Pengaturan dan pengawasan TIK
konsentrasi tertentu dapat menghilangkan sifat • Pengelolaan cairan dan nutrisi
neuroprotektif dari obat lain yang digunakan • Pengawasan gula darah dan suhu tubuh
bersamaan, sehingga penggunaannya sebaiknya • Pencegahan terhadap resiko peptic ulcer dan
dihindari.12 Pada kasus ini digunakan kombinasi deep vein thrombosis
obat inhalasi sevoflurane dibawah 1 MAC dan • Terapi antikejang (bila diperlukan)
propofol infus kontinyu dengan dosis antara
3–4 mg/kg/jam. Hal ini dimaksudkan untuk Pengelolaan jalan napas, bantuan napas, kontrol
mendapatkan level anestesi yang adekuat dengan tekanan darah serta pengelolaan TIK di RPI
menghindari efek yang tidak diinginkan (propofol merupakan kelanjutan pengelolaan di ruang
infusion syndrome, depresi kardiovaskular, gawat darurat dan kamar operasi. Jalan napas
peningkatan TIK) dan mendapatkan efek yang harus selalu bebas untuk mencegah hipoksia
menguntungkan (neuroproteksi oleh sevoflurane) dan hiperkarbia yang dapat menyebabkan
dari masing-masing obat. peningkatan aliran darah otak (ADO) dan TIK.
Bantuan napas diatur agar didapatkan kondisi
Pasien dengan tindakan neurosurgikal sebaiknya normokapnea namun hiperventilasi terkadang
dibangunkan dari anestesi secepatnya sehingga dilakukan untuk beberapa waktu lamanya, untuk
dapat segera dilakukan penilaian status mencegah dan mengobati pasien yang akan
neurologisnya sebagai evaluasi dari hasil mengalami herniasi.4 Hiperventilasi agresif
pembedahan, namun secara umum bila kondisi (PaCO2<25mmHg) harus dihindari karena
pasien mempunyai potensi gangguan homeostasis dapat menyebabkan vasokonstriksi serebral dan
intrakranial pascaoperasi maka slow weaning memicu terjadinya iskemia. Kontrol pernapasan
dan delayed extubation merupakan pilihan yang dapat ditunjang dengan pengawasan terhadap
dilakukan.12,13 Pada kasus ini derajat kesadaran saturasi oksigen vena jugularis (SJVO2), dan
preoperatif yang buruk menunjukkan keadaan partial brain tissue oxygenation monitoring
homeostasis intrakranial yang sangat terganggu untuk memberi gambaran tentang kondisi
Penatalaksanaan Perioperatif Perdarahan Intraserebral 119

intrakranial hubungannya dengan terapi yang memenuhi kebutuhan nutrisi pasien juga menjaga
diberikan.4 Kontrol tekanan darah pada pasien integritas mukosa gastrointestinal sehingga
yang telah dilakukan kraniotomi (evakuasi membantu mempertahankan imunitas pasien dan
hematoma) seperti pada kasus ini diharapkan menurunkan resiko terjadinya peptic ulcer.14,15
mencapai target tekanan darah rerata pada atau Dalam pemberian nutrisi, pengawasan kadar gula
dibawah 100 mmHg, tekanan darah sistolik diatas darah dilakukan untuk memastikan kadar gula
90 mmHg dan TPO diatas 70 mmHg sesuai yang stabil dan dalam rentang harga yang normal.
direkomendasikan AHA/ASA.2,4 Pengelolaan
tekanan darah dapat digunakan nicardipine yang Pasien dengan PIS mempunyai resiko tinggi
diberikan secara titrasi, obat lain seperti labetalol untuk terjadi deep vein thrombosis (DVT) yang
dan esmolol dapat juga digunakan namun tidak dapat menyebabkan komplikasi yang fatal. Hal
tersedia di Indonesia. ini dikarenakan pasien dalam keadaan imobilisasi
dan paresis dari ekstremitas.2,3,4 Penggunaan
Pengelolaan dan pengawasan TIK terus kompresi stocking dalam usaha pencegahan
dilakukan dan diatur bersama tekanan darah DVT sebaiknya digunakan sejak awal pasien
rerata untuk mendapatkan TPO yang optimal masuk. Penggunaan heparin dosis rendah (5000
diatas 70 mmHg.2 Posisi kepala netral dan head U) 2 kali sehari dapat menurunkan resiko DVT
up 15–300 untuk memaksimalkan aliran darah tanpa meningkatkan resiko terjadinya perdarahan
balik dari otak yang berguna untuk pengaturan intrakranial.1,2,13,15
TIK dan juga mengurangi resiko pneumonia
terkait ventilator (VAP).2,4,5 Pemberian manitol Peningkatan suhu tubuh dihubungkan dengan
20% dapat membantu menurunkan TIK dengan perburukan luaran, karena dapat menyebabkan
mengurangi edema otak namun pengawasan ketat kerusakan dan kematian sel neuron menjadi
terhadap status hidrasi serta osmolaritas plasma lebih luas.2 Pengawasan suhu tubuh dan usaha
diperlukan untuk mencegah efek samping yang mempertahankannya harus dilakukan terus
merugikan.1,2,4,13 menerus. Parasetamol dan cooling blanket dapat
diberikan sebagai usaha dalam mempertahankan
Cairan isotonik seperti NaCl 0,9% dan suhu sambil mencari penyebab peningkatan suhu
ringerfundin (1 ml/kg/jam) diberikan sebagai tersebut. Sistem adhesive surface cooling dan
standar cairan pemeliharaan untuk pasien endovascular exchange catheter dikatakan lebih
PIS.2 Cairan hipotonis seperti dekstrose 5% baik dalam usaha mempertahankan keadaan
atau NaCl 0,45% dapat memicu terjadinya normotermia, meskipun tindakan ini masih belum
edema serebri karena perbedaan osmotik yang jelas kaitannya dalam peningkatan luaran pasien.2
dihasilkan menyebabkan cairan tersebut masuk
ke dalam jaringan otak yang sakit.2,4 Cairan Tindakan-tindakan umum seperti perpindahan
yang mengandung glukosa sebaiknya dihindari posisi pasien, suctioning, fisioterapi napas, usaha
dalam 24 jam pertama (kecuali terjadi keadaan pencegahan infeksi seperti pasien RPI lainnya
hipoglikemia), karena dapat menyebabkan tetap dilakukan untuk mengurangi resiko dan
hiperglikemia yang memperburuk keadaan pada komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
otak yang sudah mengalami cedera.4 Pemberian pasien dengan perdarahan intraserebral.1
cairan pada pasien PIS ditujukan untuk
tercapainya keadaan normovolemia dengan jalan IV. Simpulan
mengawasi secara ketat keseimbangan cairan,
tekanan vena sentral, dan mengukur berat badan Perdarahan intraserebral merupakan penyakit
pasien secara berkala.2,4 Pemberian nutrisi pada yang sering dijumpai dan diprediksi akan
pasien PIS dapat diberikan dalam 24–48 jam mengalami peningkatan jumlah kasus seiring
setelah onset kejadian untuk menurunkan resiko dengan peningkatan usia harapan hidup.
malnutrisi. Pemberian nutrisi enteral lewat pipa Meskipun sampai saat ini angka morbiditas
nasogastrik memiliki keuntungan karena selain dan mortalitas pasien PIS tetap tinggi, namun
120 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

pengelolaan PIS tampaknya akan banyak 8. Steiner T, Bosel J. Options to restrict


mengalami perubahan seiring pengertian yang hematoma expansion after intracerebral
lebih baik dari patofisiologi dari penyakit ini. hemorrhage. Stroke. 2010;41:402–9.
Pengelolaan PIS yang berkelanjutan mulai dari
ruang gawat darurat sampai ruang perawatan 9. Hua Y, Keep RF, Hoff JT, Xi GH. Brain injury
intensif didasarkan pada neuroresusitasi, after intracerebral hemorrhage: the role of
neuroanestesia, dan neurointensive care yang thrombin and iron. Stroke. 2007;38:759–62.
baik serta penggunaan obat dan tehnik yang
menunjang proteksi otak, diharapkan akan 10. Bisri T. Penanganan neuroanestesia dan
meningkatkan luaran, mengurangi morbiditas critical care: cedera otak traumatik. Bandung:
maupun angka mortalitas Universitas Padjadjaran; 2012.

Daftar Pustaka 11. Sakabe T, Nakakimura K. Effects of anesthetic


agents and other drugs on cerebral blood
1. Qureshi A, Tuhrim S, Broderick JP, Batjer flow, metabolism, and intracranial pressure.
HH, Hondo H, Hanley DF. Spontaneous Dalam: Cotrell JE, Smith DS, eds. Anesthesia
intracerebral hemorrhage. N Engl J Med and Neurosurgery. Missouri:Mosby Inc;2001,
2001;344(19):1450–58. 129–39.

2. Mayer S, Rincon F. Treatment of intracerebral 12. Ravussin P, Wilder OHG. Supratentorial


haemorrhage. Lancet Neurol 2005;4:662–72. masses: anesthetic considerations. Dalam:
Cotrell JE, Smith DS, eds. Anesthesia
3. Caceres A, Goldstein J. Intracranial and Neurosurgery. Missouri: Mosby
hemorrhage. Emerg Med Clin N Am Inc;2001,297–318.
2012;30:771–94.
13. Goldstein JN, Gilson AJ. Critical care
4. Mayer S, Rincon F. Clinical review: ritical care management of acute intracerebral
management of spontaneous intracerebral hemorrhage. Curr Treat Options Neurol 2011
hemorrhage. Critical Care 2008;12:237. April;13(2):204–16.

5. Elliot J, Smith M. The acute management of 14. Taylor JM, Wang B. Nutritional support in
intracerebral hemorrhage: a clinical review. the critically ill patient. Dalam: Newfield P,
Anesth Analg 2010,110;5:1419–25. Cotrell JE,eds. Handbook of Neuroanesthesia.
Philadelphia:Lippincott Williams and
6. Yong NP. Spontaneous intracerebral Wilkins;2012,405–18.
haemorrhage. Dalam: Desmon YHT, Lew
WK, ed. Bedside ICU Handbook Tan 15. Hanley DF. Intraventricular hemorrhage and
Tock Seng Hospital. Singapore: Armour ICH outcomes: severity factor and treatment
Publishing;2007,305–7. target. Stroke 2009 April;40(4): 1533–38.

7. Greer DM. Acute stroke and other neurologic


emergencies. Dalam: Layon AJ, Gabrielli
A, Friedman WA, eds. Neurointensive Care.
Philadelphia:Saunders Elsevier; 2004,411–18.

Anda mungkin juga menyukai