Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. S DENGAN FRAKTUR SHOULDER


DI RUANG DAHLIA 11 RST DR. ASMIR SALATIGA

DISUSUN OLEH:
1. Nur Aeni Khasanah ( S16047)
2. Siti Zumrotun Mufidah
3. Dhini Aminarti
4. Ika Susilowati
5. Yunda
6. Kiki Nia

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
BAB I
BAB II

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang
biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,
rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2010).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2011).

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Sjamsuhidayat, 2009).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2011).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa fraktur


adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenisnya,
luasnya, dan tipenya yang biasanya disebabkan oleh trauma / tenaga fisik.
B. Etiologi

Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena


tulang mengalami :

1. Trauma langsung/ direct trauma


Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma


Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi
dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang


itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan
hal ini disebut dengan fraktur patologis.

4. Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat


berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

C. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

D. Komplikasi

1. Umum

a. Shock

b. Kerusakan organ

c. Kerusakan saraf

d. Emboli lemak

2. Dini

a. Cedera arteri

b. Cedera kulit dan jaringan.

c. Cedera partement syndrom

3. Lanjut

a. Stiffnes (kaku sendi)

b. Degenerasi sendi
c. Penyembuhan tulang terganggu

d. Mal union

e. Non union

f. Delayed union

g. Cross union

E. Patofisiologi dan Pathway


Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Pathway fraktur

Trauma,petologis/kelelahan

PK.
Hemora Discontinuitas tl, Fraktur Krisis situasi
gi pembuluh darah terbuka/tertutup
jaringan Reposis/reduk si
Pk.
Sindrome
Risiko
komparte trauma/cedera Terbuka Tertutup
men tambahan
Risiko
infeksi

Tekanan Fiksasi
Grkan Frag Tl, Keterbatas Fiks.E
sumsum internal:
odem,jar,otot an ktr nal
tulang plat.scrue
mobilisasi
lebih
tinggi dari
Tind.Pembedah Pk Syok, Imolisasi
tek kapiler
an pk. penekan
hemoragik an jar.
Kerusakan Risk
Globulin infeksi Spasme
neuro Kerusakan
lemak otot Risk.
muskuler mobilitas
kerusa
fisik
kan
Aliran integrit
pemb.drh Risk kerusakan as kulit
neuromuskuler Defisit perawatan
diri
Pk.Emboli

Nyeri akut
Masuk ke
otak,
paru,ginjal

Risk Kerusakan
Hipoksi,takipn pertkrn gas
ea
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah


“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:

a. Bayangan jaringan lunak.


b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:

a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang


lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap


penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain

a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan


mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

G. Penatalaksanaan ( Medis dan Keperawatan )

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri
dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai
atau gips.

a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.


b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :

1) Immobilisasi dan penyangga fraktur


2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips
adalah

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan


2) Gips patah tidak bisa digunakan
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan
klien
4) Jangan merusak / menekan gips
5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :

Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali


pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa
sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
Metode pemasangan traksi antara lain :

1) Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan
pada keadaan emergency

2) Traksi mekanik, ada 2 macam :


a) Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain
misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5
kg.

b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :

1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot


2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya

Prinsip pemasangan traksi :

1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik


2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam
pada pecahan-pecahan tulang.

Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak


keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini
disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma
fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka.
Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen tulang ini
dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan
paku.

H. Asuhan Keperawatan sesuai teori

1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Anamnesa

1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

DS ( Data Subjektif ) : Pasien mengeluh rasa nyeri pada bagian


yang mengalami fraktur ( femur , humerus , tibia , fibula , dll ) .

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri


klien digunakan:

a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi


yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau


digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.

c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,


apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.

d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang


dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.

e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah


bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

DO ( Data Objektif ) : Pasien tampak meringis kesakitan ,


pasien tampak memegangi bagian yang mengalami fraktur ,
pasien tampak menangis , pasien tampak lemas, dan lain-lain.

3) Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur


dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang


merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik

6) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang


dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

7) Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:


Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah
kerusakan pada struktur lain. Riwayat keperawatan yang perlu
dikaji adalah:

a) Aktivitas istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian terkena
mungkin segera setelah fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri.

b) Sirkulasi
Tanda : HT (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah),
Takikardia (respon stress, hivopolemia)

c) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi , spasme otot, kesemutan

Tanda : Deformitas lokal : agulasi abnormal, pemendekan, rotasi


krepitasi.

d) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera mungkin
terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang dapat
berkurang pada imobilisasi. Tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf spasme atau kram otot (setelah imobilisasi)

e) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba)

f) Penyuluhan
Gejala : Lingkungan tidak mendukung (menimbulkan cedera)
pengetahuan terbatas.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN FRAKTUR


a. Risiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang ( fraktur )
b. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen
tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pad jaringan lunak.
c. Risiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema
berlebihan.
d. Risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
aliran darah , perubahan membran kapiler.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma
jaringan, imobilisasi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan
primer , sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan
g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan
ketahanan sekunder akibat fraktur.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya
terhadap informasi
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan
traksi sekunder akibat fraktur.
3. Intervensi
a. Risiko tinggi terhadap trauma / cedera tambahan berhubungan dengan
kehilangan integritas tulang ( fraktur )
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur

Kriteria evaluasi : menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan


stabilitas pada sisi fraktur, menunjukkan pembentukan kalus.

Intervensi :

1) Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada


tempat tidur ortopedik
R : Agar pasien merasa lebih nyaman.

2) Pertahankan tirah baring sesuai indikasi


R : Mencegah terjadinya pergeseran tulang yang semakin parah

3) Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantalan


R : Imobilisasi Pasien

4) Kaji integritas alat fiksasi eksternal.


R : Untuk menjaga kestabilan kondisi pasien

b. Nyeri akut berhubungan dengan refleksi spasme otot, gerakan fragmen


tulang yang patah, oedema jaringan, dan cedera pada jaringan lunak.
Tujuan : Nyeri terkontrol

Kriteria evaluasi : Pasien rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas


istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi
dan aktivitas terapiutik sesuai indikasi.

Intervensi ;

1) Tinggikan ekstremitas yang terkena, pertahankan mobilitas bagian


yang sakit dengan tirah baring,gips, pemberat, traksi.
R : Menjaga imobilisasi pasien.

2) Perhatikan lokasi, karakteristik, intensitas dari kekuatan nyeri,


ketidaknyamanan, petunjuk nyeri non verbal.
R : Memantau perkembangan kondisi pasien.

3) Jelaskan prosedur sebelum memulai


R : Sebagai informed consent untuk mendapat persetujuan dari
pasien.

4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif dan pasif


R : Fase ini dilakukan jika sudah terjadi pembentukan kallus.

5) Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan.


R : Mencegah rasa nyeri yang dialami oleh klien.

6) Beri alternatif tindakan kenyamanan seperti relaksasi dan distraksi.


R ; Membantu klien untuk mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan.
7) Delegatif pemberian obat analgetik sesuai indikasi.
R : Membantu mempercepat proses penyembuhan.

c. Risiko terhadap disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan


penurunan aliran darah akibat cedera vaskuler langsung, oedema
berlebihan.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan

Kriteria evaluasi : Nadi teraba, kulit hangat / kering,tanda-tanda vital


stabil.

Intervensi :

1) Lepaskan perhiasan pada ekstremitas yang sakit


R : Agar tidak menghambat peredaran darah.

2) Kaji kwalitas nadi perifer, distal, aliran kapiler, warna kulit pada
fraktur.
R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.

3) Perhatikan perubahan fungsi motorik dan sensorik


R : Untuk memantau kondisi perkembangan vaskuler klien.

4) Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki.


R : Mencegah agar tidak terjadi eudema.

d. Risiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


aliran darah , perubahan membran kapiler.
Tujuan : Mempertahankan fungsi pernafasan , adekuat

Kriteria evaluasi ; Tidak ada dipsnea/ apnea, RR dan GDA dalam batas
normal

Intervensi :

1) Awasi frekwensi pernafasan


R : Untuk memantau adekuatnya nafas klien.
2) Auskultasi bunyi pernafasan
R : Untuk memantau suara nafas tambahan.

3) Bantu latihan nafas dalam dan batuk


R : Untuk mencegah terjadinya penumpukan secret .

4) Beri O2 bila diindikasikan


5) Observasi sputum
6) Awasi lab. Seperti GDA, Hb, Trombosit dan lain-lain

e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera atau trauma


jaringan, imobilisasi
Tujuan : Mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi,
mempertahankan posisi fungsional

Kriteria evaluasi : Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas.

Intervensi :

1) Bantu rentang gerak aktif , pasif


R : Membantu perkembangan tingkat gerak klien.

2) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera


R : Untuk kajian status klien.

3) Bantu mobilisasi dengan alat bantu


R : Membantu mempercepat mobilisasi pasien.

4) Bantu perawatan diri


R : Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien.

5) Bantu posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk /


latihan nafas dalam.
6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dan rehabilitasi.
R : Memberikan rasa aman dan nyaman bagi klien.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan kemampuan
primer , sisi masuk organisme sekunder trauma jaringan
Tujuan : Menyatakan rasa ketidaknyamanan hilang

Kriteria Evaluasi : Menunjukkan adanya tanda-tanda penyembuhan


luka sesuai dengan waktu

Intervensi :

1) Kaji kulit apabila ada luka terbuka , benda asing, kemerahan,


perdarahan serta perubahan warna
R : Untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya infeksi.

2) Ubah posisi sesering mungkin


R : Mencegah terjadinya dekubitus pada klien.

3) Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air


R : Menjaga kelembaban terhadap kulit klien.

4) Masase kulit dan penonjolan tulang


R : Menjaga kulit agar tetap lembab.

5) Latakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan dibawah tonjolan


tulang.
R ; Mencegah terjadinya iritasi jika tidak menggunakan bantalan
pelindung.

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan


ketahanan sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Agar tidak ada tanda-tanda yang mengubah diagnosa menjadi
aktual

Kriteria evaluasi : Dapat mencapai penyembuhan luka sesuai waktu


bebas drainase purulen/eritema serta demam

Intervensi :

1) Infeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi / robekan kontinuitas


R : Mengetahui adanta iritasi atau robekan pada kulit.

2) Observasi luka, mengetahui adanya pembentukan bula , danya


drainase serta perubahan warna kulit.
R : Mengetahui status perkembangan luka klien.

3) Observasi nyeri yang datang secara tiba-tiba serta keterbatasan


gerakan dengan edema lokal / eritema ekstremitas cedera
R : Untuk memberikan rasa nyaman terhadap pasien.

4) Kaji tonus otot reflek tendon serta kemampuan untuk bicara.


R :Untuk mengkaji alat gerak klien.

5) Delegatif dalam pemberian antibiotika


R : Mempercepat proses penyembuhan.

h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpadannya


terhadap informasi
Tujuan : Agar pengetahuan bertambah dan adanya perubahan prilaku

Kriteria evaluasi : Dapat menyatakan pemahaman tentang kondisi dan


dapat berperan aktif dalam proses pengobatan serta perawatan

Intervensi :

1) Identifikasi tentang adanya tempat pelayanan di masyarakat


R : Untuk memberikan pelayanan yang optimal pada klien.

2) Kaji ulang tentang prognosis, patologi serta harapan masa


mendatang
R : Untuk mengetahui motivasi yang dimiliki oleh klien.

3) Beri informasi yang penting dan benar kepada pasien tentang terapi
sesuai intruksi
R : Agar pasien mengerti tentang prosedur terapi yang diberikan,

4) Sarankan pada pasien untuk melanjutkan latihan yang aktif.


R ; Mempercepat mobilisasi pasien.
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan pergerakan
traksi sekunder akibat fraktur.
Tujuan : Agar pasien mampu melakukan pemenuhan kebutuhannya
sehari-hari secara mandiri

Kriteria evaluasi : Pasein dapat berpartisipasi secara langsung baik


fisik/ verbal dalam melakukan aktivitas seperti makan, mandi.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam melaksanakan


setiap aktivitas perawatannya.
R : Untuk mengetahui sebagaimana kemampuan pasien dalam
melaksanakan perawatan diri / personal hygiene

2) Tingkatkan partisipasi pasien secara optimal


R ; Melatih pasien agar lebih mandiri,

3) Berikan pilihan serta penawaran yang lebih disukai selama


aktivitas perawatan diri.
R : Memotivasi pasien untuk melakukan perawatan diri.
BAB III
Asuhan Keperawatan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN FRAKTUR SHOULDER
DI RUANG DAHLIA 11 RST DR. ASMIR SALATIGA

Tgl / Jam MRS : 11 Mei 2019 / 08.50 WIB


Tanggal / Jam Pengkajian : 11 mei 2019 / 11.00 WIB
Metode Pengkajian : Autoanamnesa
Diagnosa Medis : Fraktur Shoulder
No. Registrasi : 100xxx

I. BIODATA
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. S
Alamat : Bringin, Salatiga
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. M
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Wiru, Semarang
Hubungan dengan klien : Adik

II. RIWAYAT KEPERAWATAN


1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada bahu sebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan keluhan nyeri pada bahu dan lengan sebelah kiri post
trauma tertimpah bangunan, bahu dan lengan sebelah kiri sulit
digerakkan sebelumnya klien sempat pingsan pada 11 Mei 2019 jam
08.50 WIB lalu dibawa ke IGD RST Dr. Asmir Salatiga didapatkan
data TD: 140/ 80 mmHg, N: 68x/menit, RR: 22x/menit, Suhu: 36ºC,
SpO2 : 90 % dan di IGD mendapat terapi obat ketorolak, ceftiaxone,
dan infus RL
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan punya riwayat Hipertensi 2 tahun yang lalu
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi
Dm, dan penyakit menular seperti TBC.
GENOGRAM

Keterangan:
: Laki-laki : Tinggal serumah

: Perempuan : Pasien

: Menikah
: Keturunan

5. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih dan terdapat ventilasi
III. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN FUNGSIONAL
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan selalu menjaga kesehatannya dan selalu minum obat
jika sakit
2. Pola Nutrisi/ Metabolik
Sebelum sakit Selama sakit
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Jenis Nasi, sayur, lauk, air Bubur, sayur, lauk, susu
putih
Porsi 1 porsi 1 porsi
Keluhan Tidak ada keluhan Bibir sakit

3. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit Selama sakit
Frekuensi 1x sehari 3 hari sekali
Konsistensi Lunak Lunak
Jumlah ± 250 cc ± 250 cc
Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. BAK
Sebelum sakit Selama sakit
Frekuensi 6-7x sehari 6-7x sehari
Jumlah urine ± 250 cc / BAK ± 250 cc / BAK
Warna Putih bening Kuning
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Analisa Keseimbangan Cairan Selama Perawatan
Intake Output Analisa
a. Minuman 1000 cc d. Urine 1750 cc Intake : 2800 cc
b. Makanan 300 cc e. Feses 250 cc Output : 2031,25 cc
c. Infus 1500 cc f. IWL 15 x 50 kg
24 jam
= 31,25 cc
Total 2800 cc Total 2031,25 cc Balance : 768,75 cc

4. Pola Aktivitas dan Latihan


Kemampuan perawatan Sebelum sakit Setelah sakit
diri
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Makan / minum √ √
Mandi √ √
Toileting √ √
Berpakaian √ √
Mobilitas di tempat tidur √ √
Berpindah √ √
Ambulasi/ ROM √ √
Keterangan :
0 : Mandiri, 1 : Dengan alat bantu, 2 : Dibantu orang lain, 3 : Dibantu
orang lain dan alat, 4 : Tergantung total
5. Pola Istirahat Tidur
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit tidur ±7 jam sehari, tidur siang
kadang kadang 1 jam
b. Selama sakit
Pasien mengatakan selama sakit tidur ± 6 jam sehari, tidur siang
kadang kadang 1 -2 jam
6. Pola Kognitif-Perceptual
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit dapat berbicara dengan lancar
b. Selama sakit
Pasien mengatakan selama sakit dapat berbicara dengan lancar
7. Pola Persepsi Konsep Diri
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit bisa merawat dirinya sendiri
b. Selama sakit
Pasien mengatakan selama sakit merawat dirinya dibantu oleh
orang lain
8. Pola Peran dan Hubungan
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga dalam
keluarganya
b. Selama sakit
Pasien mengatakan berperan sebagai kepala keluarga dalam
keluarganya
9. Pola Seksualitas Reproduksi
a. Sebelum sakit
Klien adalah seorang suami yang memiliki 2 orang anak, tidak ada
masalah
b. Selama sakit
Klien adalah seorang suami yang memiliki 2 orang anak, tidak ada
masalah
10. Pola Mekanisme Koping
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan jika memiliki masalah selalu cerita pada
istrinya
b. Selama sakit
Pasien mengatakan jika memiliki masalah selalu cerita pada
istrinya
11. Pola Nilai dan Keyakinan
a. Sebelum sakit
Pasien mengatakan beragama islam dan rajin mengerjakan sholat 5
waktu
b. Selama sakit
Pasien mengatakan selama sakit kesulitan untuk beribadah dengan
posisi normal

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan / Penampilan Umum
a. Kesadaran : composmentis
b. Tanda-Tanda Vital
 Tekanan Darah : 140 / 80 mmHg
 Nadi
- Frekuensi : 68x/menit
- Irama : teratur
- Kekuatan : kuat
 Pernafasan
- Frekuensi : 22x/ menit
- Irama : teratur
 Suhu : 36ºC
 Nyeri
P : Pasien mengatakan Nyeri karena tertimpa bangunan
Q : Pasien mengatakan Nyeri tumpul
R : Pasien mengatakan Bahu dan Lengan sebelah kiri
S : Pasien mengatakan Skala 7
T : Pasien mengatakan Hilang timbul
2. Kepala
 Bentuk kepala : Normal
 Kulit kepala : Bersih tidak ada lesi, tidak ada ketombe
 Rambut : Bersih, persebaran rata, sedikit beruban, rambut
tidak rontok
Analisa : Normal
3. Muka
a. Mata
 Palpebra : tidak ada edema
 Konjungtiva : ananemis
 Sclera : anikterik
 Pupil : isokor
 Diameter ki/ ka : ±2mm /±2mm
 Reflek terhadap cahaya : ki + / ka +
 Penggunaaan alat bantu penglihatan : tidak menggunakan alat
bantu penglihatan
b. Hidung : tidak ada polip, bersih
c. Mulut : bibir lembab tidak ada lesi, tidak ada stomatitis
d. Gigi : bersih, rapih
e. Telinga : bersih, simetris antara kanan dan kiri

4. Leher : tidak ada jejas, tidak ada pergeseran trakhea, tidak ada
pembesaran kelenjar typoid, tidak ada nyeri saat menelan
5. Dada (Thorax)
a. Paru-Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi
dinding dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Pekusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
b. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5
Perkusi : pekak
Auskultasi : lupdup, tidak ada bunyi tambahan
Analisa : normal

6. Abdomen
Inspeksi : permukaan dada=perut
Auskultasi : bising usus 12x / menit
Perkusi : tympani
Palpasi : tida ada masa
Analisa : normal
7. Genetalia : tidak terpasang kateter
Analisa : Normal
8. Rektum : Tidak ada hemoroid, tidak ada masalah
Analisa : normal
9. Ekstremitas
a. Atas
Kekuatan otot kanan dan kiri : 5/1
ROM kanan dan kiri : aktif/ tidak aktif
Perubahan bentuk tulang : ada
Perabaan akral : hangat
Pitting edema : < 2 detik
5 1
b. Bawah
Kekuatan otot kanan dan kiri : 5/5
5 5
ROM kanan dan kiri : aktif/aktif
Perubahan bentuk tulang : tidak ada
Perabaan akral : hangat
Pitting edema : < 2 detik

Anda mungkin juga menyukai