Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BANTUAN HIDUP DASAR, AIRWAY BREATHING MANGEMENT DAN


SHOCK MANAGEMENT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu : Ns. Priyanto.S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB

Di Susun Oleh :
Kelompok 2
1. Ani Triyanti (010116A001)
2. Eunike Christina E. (010116A032)
3. Friska Meilda Arianti (010116A039)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
Tahun Pelajaran 2018/2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan
jalan napas,membantu pernapasan, dan mempertahankan sirkulasi darah.
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat
membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Tujuan
bantuan hidup dasar adalah untuk membantu oksigenasi secara efektif
dapat masuk pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi
buatan dan sirkulasi buatan agar paru dan jantung dapat menyediakan
oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal. Beberapa cara sederhana
digunakan unuk tmembebaskan jalan nafas, memberikan bantuan
penafasan dan membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting
dalam tubuh korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk
mencegah matinya sel otak dengan.
Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar
sangat penting yang berguna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini
harus dilakukan secara cermat dan terus menerus termasuk memperhatikan
manajemen airway breathing dan manajemen syok pada korban.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian BHD dan penatalaksanaannya?
2. Bagaimana penatalaksanaan Airway dan Breathing Management?
3. Bagaimana cara melakukan intervensi keperawatan dalam penanganan
Shock Management?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian BHD dan penatalaksanaannya
2. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan Airway dan Breathing
Management
3. Mengetahui bagaimana cara melakukan intervensi keperawatan dalam
penanganan Shock Management

2
BAB II
PEEMBAHASAN

A. Bantuan Hidup Dasar (BHD)


Tindakan bantuan hidup jantung (basic cardiac life support)
sebagai bantuan pertama pada penderita henti jantung. Tindakan bantuan
hidup dasar ini secara garis besar dikondisikan untuk kejadian henti
jantung yang ada di luar rumah sakit sebelum mendapatkan pertolongan
medis.
1. Henti napas
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran
udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus
yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas
dapat terjadi pada keadaan :
 Tenggelam
 Stroke
 Obstruksi jalan napas
 Epiglotitis
 Overdosis obat-obatan
 Tersengat listrik
 Infark miokard
 Tersambar petir
 Kecelakaan
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah
untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah
ke otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan
napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan
mencegah henti jantung.

2. Henti jantung

3
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti
sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan
organ vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-
sengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat
medik yang bertujuan :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari
korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui
Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B -
C yang berlaku universal dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
A airway (jalan napas)
B breathing (bantuan napas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defibrilation (terapi listrik)
Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu
dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak,
penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan
kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau
menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap
untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil
namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!
3. Meminta pertolongan
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap
panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong
!!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban / pasien

4
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien
harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata
dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat !
penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara
kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika
posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi
horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan
diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakan lutut.

 Melakukan Bhd 1 Dan 2 Penolong


Orang biasa hanya mempelajari cara melakukan BHD 1 penolong. Teknik
BHD yang dilakukan oleh 2 penolong menyebabkan kebingungan
koordinasi. BHD 1 penolong pada orang awam lebih efektif
mempertahankan sirkulasi dan ventilasi yang adekuat, tetapi
konsekuensinya akan menyebabkan penolong cepat lelah.
BHD 1 penolong dapat mengikuti urutan sebagai berikut :
1. Penilaian korban.

5
Tentukan kesadaran korban / pasien (sentuh dan goyangkan korban
dengan lembut dan mantap), jika tidak sadar, maka
2. Minta pertolongan serta aktifkan sistem emergensi.
3. Jalan napas (AIRWAY)
a. Posisikan korban / pasien
b. Buka jalan napas dengan manuver tengadah kepala – topang dagu.
4. Pernapasan (BREATHING)
Nilai pernapasan untuk melihat ada tidaknya pernapasan dan adekuat
atau tidak pernapasan korban / pasien.
a. Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dengan napas spontan,
serta tidak adanya trauma leher (trauma tulang belakang)
posisikan korban pada posisi mantap (Recovery position),
dengan tetap menjaga jalan napas tetap terbuka.
b. Jika korban / pasien dewasa tidak sadar dan tidak bernapas,
lakukan bantuan napas. Di Amerika Serikat dan dinegara
lainnya dilakukan bantuan napas awal sebanyak 2 kali,
sedangkan di Eropa, Australia, New Zealand diberikan 5 kali.
Jika pemberian napas awal terdapat kesulitan, dapat dicoba
dengan membetulkan posisi kepala korban / pasien, atau
ternyata tidak bisa juga maka dilakukan :
- Untuk orang awam dapat dilanjutkan dengan kompresi
dada sebanyak 30 kali dan 2 kali ventilasi, setiap kali
membuka jalan napas untuk menghembuskan napas, sambil
mencari benda yang menyumbat di jalan napas, jika terlihat
usahakan dikeluarkan.
- Untuk petugas kesehatan yang terlatih dilakukan
manajemen obstruksi jalan napas oleh benda asing.
- Pastikan dada pasien mengembang pada saat diberikan
bantuan pernapasan.
- Setelah memberikan napas 8-10 kali (1 menit), nilai
kembali tanda – tanda adanya sirkulasi dengan meraba

6
arteri karotis, bila nadi ada cek napas, jika tidak bernapas
lanjutkan kembali bantuan napas.

B. Airway Breathing Management


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan tindakan:
1. Airway Management
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan
adalah hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan
paru. Sehingga Penilaian jalan napas (Airway) pada korban yang
pertama kali adalah:
a. Pengkajian
Pengkajian airway dilakukan bersama-sama dengan breathing
menggunakan teknik L (look), L (listen) dan F (feel) yang
dilakukan dalam satu gerakan dalam tempo waktu yang singkat
(lihat materi pengkajian ABC).

Gambar 13. Look, Listen,Feel


- Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan?
- Apakah jalan nafas terbuka
- Lindungi C-spin
b. Tindakan membuka jalan nafas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot–otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah
satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh

7
lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu
(Head tilt – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula.
Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu,
namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan
manuver lainnya.

1. Tidak menggunakan alat


Membuka jalan nafas dengan metode :
- Head Tilt (dorong kepala ke belakang)

- Chin Lift Manuver (perasat angkat dahu)

- Jaw Thrust Manuver (perasat tolak rahang)

8
Pada pasien yang diduga mengalami cedera leher dn kepala
hanya dilakukan Jaw Thrus dengan hati-hati dan mencegah
gerakan leher.
c. Membersihkan jalan nafas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan
harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.
Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari
diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.
- Finger Sweep (sapuan jari)
Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda
asing dalam rongga mulut belakang atau hipofaring
(gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya) dan
hembusan napas hilang.

- Abdominal Thrust (Gentakan Abdomen)

9
- Chest Thrust (pijatan dada)

- Back Blow (Tepukan Pada Punggung)

2. Dengan Alat
a. Pemasangan Pipa (Tube)
1. Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa
nasofaring). Pipa orofaring digunakan untuk
mempertahankan jalan nafas dan menahan pangkal

10
lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat
menutup jalan napas terutama pada pasien-pasien
tidak sadar.

2. Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut


pernapasan belum juga baik, dilakukan pemasangan
pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube).
Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan
napas tetap terbuka, menghindari aspirasi dan
memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

b. Penghisapan Benda Cair (Suctioning)


1. Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda
cair maka dilakukan penghisapan (suctioning).
Penghisapan dilakukan dengan menggunakan alat
bantu pengisap (penghisap manual portabel,
pengisap dengan sumber listrik).

11
2. Membersihkan benda asing padat dalam jalan
napas: Bila pasien tidak sadar dan terdapat
sumbatan benda padat di daerah hipofaring yang
tidak mungkin diambil dengan sapuan jari, maka
digunakan alat bantuan berupa laringoskop, alat
penghisap (suction)dan alat penjepit (forceps).
c. Membuka Jalan Nafas Dengan Krikotirotomi
Bila pemasangan pipa endotrakhea tidak mungkin
dilakukan, maka dipilih tindakan krikotirotomi dengan
jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan trampil,
dapat dilakukan krikotirotomi dengan pisau .

2. Breathing Management
a. Pengkajian
Gangguan fungsi pernafasan dikaji dengan melihat tanda-tanda
gangguan pernafasan dengan metode LLF dan telah dilakukan
pengelolaan jalan nafas tetapi tetap tidak ada pernafasan.
Terdiri dari 2 tahap :
b. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.

12
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada,
mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban
/ pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas
mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini
dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

c. Memberikan bantuan napas.


Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat
dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut
ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu
yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5–2 detik
dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10
ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16–17%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban /
pasien setelah diberikan bantuan napas. Tindakannya terdiri
dari :

13
1. Tanpa Alat
Memberikan pernafasan buatan dari mulut ke mulut atau
dari mulut ke hidung sebanyak 2 (dua) kali tiupan dan
diselingi ekshalasi.
Cara memberikan bantuan pernapasan :
- Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini
merupakan cara yang cepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru–paru korban / pasien. Pada
saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut,
penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu
dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya
mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran
saat menghembuskan napas dan juga penolong harus
menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari
dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada
kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10
ml/kg).Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi
yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki
lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

- Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut
korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau

14
dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan
sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus
menutup mulut korban / pasien.

- Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang
(stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit.
Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus
dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

2. Dengan Alat
a. Memberikan pernafasan buatan dengan alat “Ambu
Bag” (self inflating bag). Pada alat tersebut dapat pula
ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat pula
diberikan dengan menggunakan ventilator mekanik.

15
b. Memberikan bantuan nafas dan terapi oksigen dengan
zmenggunakan masker, pipa bersayap, balon
otomatis (self inflating bag dan valve device) atau
ventilator mekanik.

C. Manajemen Syok
1. Definisi Syok
Syok merupakan kondisi medis yang mengancam nyawa, yang
terjadi ketika tubuh tidak mendapat cukup aliran darah sehingga tidak
tercukupinya kebutuhan aerobik seluler atau tidak tercukupinya oksigen
untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh sehinggga dapat
menyebabkan hipoperfusi jarngan secara global dan meyebabkan asidosis
metabolik. Keadaan ini membutuhkan penanganan yang cepat karena
dapet berkembang / memburuk dengan cepat. Syok dapat terjadi meskipun
tekanan darah normal dan hipotensi dapat terjadi tanpa terjadinya
hipoperfusi.

16
Tanda khas (typical sign) syok adalah menurunnya tekanan darah,
meningkatnya denyut jantung, tanda gangguan perfusi pada organ akhir,
dan dekompensasi (peripheral shut-down), seperti menurunnya urin
output, menurunnya kesadaran, dll.
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh kehilangan volume
massive yang disebabkan oleh: perdarahan gastro intestinal, internal dan
eksternal hemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume sirkulasi
intravascular atau cairan tubuh lain, intestinal obstruction, peritonitis,
acute pancreatitis, ascites, dehidrasi dari excessive perspiration, diare berat
atau muntah, diabetes insipidus, diuresis, atau intake cairan yang tidak
adekuat.
Ketika mekanisme kompensasi gagal, syok hipovolemik terjadi
pada rangkaian keadaan di bawah ini:
1. Penurunan volume cairan intravascular
2. Pengurangan venous return, yang menyebabkan penurunan preload dan
stroke volume
3. Penurunan cardiac output
4. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
5. Kerusakan perfusi jaringan
6. Penurunan oksigen dan pengiriman nutrisi ke sel
7. Kegagalan multisistem organ

2. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik


Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah
memulihkan volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa
sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat,
meredistribusi volume cairan, dan memperbaiki penyebab yang mendasari
kehilangan cairan secepat mungkin.
Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk
menghentikan perdarahan. Mencakup pemasangan tekanan pada tempat

17
perdarahan atau mungkin diperlukan pembedahan untuk menghentikan
perdarahan internal.
1. Pemasangan dua jalur intra vena dengan kjarum besar dipasang untuk
membuat akses intra vena guna pemberian cairan. Maksudnya
memungkinkan pemberian secara simultan terapi cairan dan komponen
darah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium clorida
0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6 %).
2. Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan
meninggikan tungkai pasien, sekitar 20 derajat, lutut diluruskan,
trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan. Tujuannya, untuk
meningkatkan arus balik vena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.
3. Medikasi akan diresepkan untuk mengatasi dehidarasi jika penyebab
yang mendasari adalah dehidrasi. Contohnya, insulin akan diberikan
pada pasien dengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia,
desmopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat anti diare
untuk diare dan anti emetic untuk muntahmuntah.
4. Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang dirancang
untuk memperbaiki perdarahan internal dan hipovolemia dengan
memberikan tekanan balik disekitar tungkai dan abdomen. Alat ini
menciptakan tahanan perifer artificial dan membantu menahan perfusi
coroner.

Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:


1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulai lakukan penggantian
cairan sesuai order. Pastikan golongan darah untuk pemberian terapi
transfusi
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalami cardiac atau
respiratory arrest lakukan CPR
3. Berikan terapi oksigen sesuai order. Monitor saturasi oksigen dan hasil
AGD untuk mengetahui adanya hypoxemia dan mengantisipasi
diperlukannya intubasi dan penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi

18
semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien tetap
tenang dan nyaman untuk meminimalkan kebutuhan oksigen
4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantung secara
berkesinambungan. Observasi warna kulit dan cek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac
output, setiap 15 menit, untuk mengevaluasi respon pasien terhadap
treatmen yang sudah diberikan
6. Monitot intake dan output.pasang dower cateter dan kaji urin output
setiap jam. Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal maka cek
feses, muntahan, dan gastric drainase. Jika output kuranng dari 30
ml/jam pada pasien dewasa pasang infuse, tetapi awasi adnya tanda
kelebihan cairan seperti peningkatan PAWP. Lapor dokter jika urin
output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secara serial dan HCT
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai order untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan perfusi renal
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie, perdarahan,
catat segera
10. Berikan support emosional
11. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jika perlu.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang
dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara.
Tujuan bantuan hidup dasar adalah untuk membantu oksigenasi secara
efektif dapat masuk pada organ vital. Airway & breathing management
bertujuan untuk membuka jalan nafas pasien yang mengalami gangguan
airway serta memberikan alat bantuan pernapasan untuk melancarkan
breathing. Sedangkan management syok bertujuan untuk memulihkan
volume intravascular untuk membalik urutan peristiwa sehingga tidak
mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat, meredistribusi
volume cairan, dan memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan
cairan secepat mungkin.

B. Saran
Degan adanya makalah ini, kami berharap pembaca dapat mengetahui cara
penatalaksanaan Bantuan Hidup Dasar, Airway dan Breathing
management untuk menolong seseorang dengan segera agar nyawanya
bisa tertolong dengan cepat. Dengan begitu untuk meminimalkan
terjadinya kematian dini dan kejadian yang tidak diinginkan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, enita & Sri rahayu. 2010. Kegawatdaruratan syok hipovolemik.
Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2. No. 2. Juni 2010, 93-
96

21

Anda mungkin juga menyukai