Anda di halaman 1dari 16

Resume

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Disusun Oleh:
Nur Fajriah Humairah
N 201 16 056

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
Pertemuan 5: Tahap Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
A. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer untuk penyakit tidak menular mencakup
persediaan makanan dan energi yang adekuat, kesempatan yang baik dalam
pendidikan, pekerjaan, perumahan dan layanan komunitas yang efisien. Selain
dasar-dasar tersebut, komunitas harus menyediakan program promosi kesehatan
dan pendidikan kesehatan, layanan kesehatan dan medis dan perlindungan
terhadap bahaya lingkungan pekerjaan.
Setiap individu dapat mempraktikkan upaya pencegahan primer dengan
mendapatkan tingkat pendidikan yang tinggi yang mencakup pengetahuan
tentang kesehatan dan penyakit dan perjalanan penyakit anggota keluarga lain.
Secara khusus, individu harus bertanggung jawab dalam hal makan dengan tepat,
olahraga yang cukup, mempertahankan berat badan yang sesuai, dan menghindari
penggunaan alkohol berlebih dan obat-obatan lain. Masing-masing individu juga
dapat melindungi dirinya dari cedera dengan mengenakan sabuk pengaman,
kacamata pengaman, dan lotion tabir surya.
B. Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan sekunder yang dapat dilakukan masyarakat mencakup
pelaksanaan skrining massal untuk penyakit kronis, upaya penemuan kasus, dan
penyediaan tentang fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kesehatan yang memadai
bagi masyarakat. Tugas individu di dalam pencegahan sekunder mencakup
skrining pribadi, misalnya periksa sendiri payudara atau testis (untuk kanker pada
organ tersebut), bemocult test (untuk kanker kolon dan rektum), dan skrining
medis seperti pap test (untuk kanker servik), tes PSA untuk kanker prostat,
mammografi dan skrining untuk diabetes, glukoma, atau hipertensi.
Keikutsertaan dalam skrining kesehatan dan pemeriksaan kesehatan dan gigi
secara rutin merupakan langkah awal dalam pencegahan sekunder untuk penyakit
tidak menular. Langkah-langkah itu harus diikuti dengan diagnosis pasti dan
pengobatan segera untuk penyakit apapun yang terdeteksi.
C. Pencegahan Tertier
Upaya pencegahan tersier bagi masyarakat mencakup ketersediaan
fasilitas, layanan, dan tenaga medis kedaruratan yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan penduduk yang di dalamnya upaya pencegahan primer dan sekunder
sudah tidak ampuh. Contohnya mencakup layanan ambulans rumah sakit, dokter
dan dokter bedah, perawat, dan tenaga profesional kesehatan yang lain.
Pencegahan tersier bagi individu kerap membutuhkan perubahan perilaku
atau gaya hidup yang signifikan. Contohnya mencakup kepatuhan mengikuti
pengobatan yang diresepkan, program olahraga, dan diet. Contoh, seorang pasien
serangan jantung dapat mengikuti program pendidikan dan konseling gizi dan di
dorong untuk perpartisipasi dalam program olahraga berpegawas sehingga dapat
memaksimalkan penggunaan kemampuan yang tersisa. Kegiatan tiu dapat
membawa pasien kembali meneruskan pekerjaannya dan mencegah serangan
jantung kedua. Untuk tipe tertentu masalah kesehatan tidak menular, misalnya
masalah yang melibatkan penyalahgunaan zat, kedatangan yang rutin pada
pertemuan kelompok pendukung atau sesi konseling dapat menjadi satu bagian
penting dalam program pencegahan tersier.
D. Strategi dalam Penanggulangan Penyakit dan Promosi Kesehatan Penyakit
Tidak Menular
Indonesia menyadari bahwa penyakit tidak menular menjadi salah satu
masalah kesehatan dan penyebab kematian yang merupakan ancaman global bagi
pertumbuhan ekonomi di Indonesia, program pencegahan penyakit tidak menular
telah direvisi dengan rencana strategis penyakit tidak menular tahun 2015-2019,
dan rencana kerja penyakit tidak menular Indonesia 2015-2019 telah diluncurkan
Oktober 2015
Pencegahan dan Pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular
meliputi 4 cara, yaitu :
1. Advokasi, kerjasama, bimbingan dan manajemen penyakit tidak menular
2. Promosi, pencegahan, dan pengurangan faktor risiko penyakit tiak menular
melalui pemberdayaan masyarakat
3. Penguatan kapasitas dan kompetensi layanan kesehatan, serta kolaborasi
sektor swasta dan profesional
4. Penguatan surveilans, pengawasan dan riset penyakit tidak menular
Advokasi, kemitraan, jejaring, dan peningkatan kapasitas merupakan
kegiatan utama dari program pengendalian penyakit tiak menular Indonesia.
Untuk kolaborasi antar sektor dan keterlibatan masyarakat, jejaring telah
dibentuk, program pengendalian penyakit tidak menular telah ditingkatkan
dengan dukungan politis yang kuat dan berkoordinasi dengan masyarakat sipil.
Program Pengendalian PTM di Indonesia diprioritaskan pada strategi 4 by
4 sejalan dengan rekomendasi global WHO (Global Action Plan 2013-2020),
fokus pada 4 penyakit PTM Utama Penyebab 60% kematian yaitu penyakit
kardiovaskular, Diabetes Melitus, kanker, dan penyakit paru obstruksi kronis.
Promosi dan pencegahan PTM juga dikembangkan melalui upaya-upaya
yang mendorong ann memfasilitasi diterbitkannya kebijakan publik yang
mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PTM. Promosi dan
Pencegahan PTM dilakukan melaui pengembangan kemitraan antara pemerintah,
masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha
dan swasta. Promosi dan pencegahan PTM merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait dengan
penanggulangan PTM.
Promosi dan pencegahan PTM perlu didukung oleh tenaga profesional
melalui peningkatan kemampuan secara terus menerus (capacity building).
Promosi dan pencegahan PTM dikembangkan dengan menggunakan teknologi
tepat guna sesuai dengan masalah, potensi dan social budaya untuk meningkatkan
efektifitas intervensi yang dilakukan di bidang penanggulangan PTM. Sasaran
Promosi dan pencegahan PTM secara operasional di lakukan pada beberapa
tatanan (Rumah tangga, Tempat kerja, tempat pelayanan kesehatan, tempat
sekolah, tempat umum, dll) Area yang menjadi perhatian adalah Diet seimbang,
Merokok, Aktivitas fisik dan kesehatan lainnya yang mendukung.
Strategi promosi dan pencegahan PTM secara umum meliputi Advokasi,
Bina suasana dan Pemberdayaan masyarakat. Di Tingkat Pusat lebih banyak
dilakukan pada advokasi dan bina suasana. Sedangkan di tingkat kabupaten/Kota
lebih ditekankan pada pemberdayaan masyarakat
Pertemuan 6: Stepwise untuk Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
A. Unsur-Unsur Surveilans Penyakit Tidak Menular
Untuk mengembangkan surveilans PTM, komponen dasar yang perlu
disiapkan adalah:
1. Jaringan yang baik, Jaringan yang dimaksud adalah jaringan dengan semua
fasilitas kesehatan yang mempunyai data PTM. Seluruh unit yang menangani
atau mempunyai data PTM harus dilibatkan dalam pengembangan surveilans
PTM.
2. SDM yang berkomitmen, sumber daya manusia yang berkomitmen jelas
diperlukan agar surveilans PTM dapat berjalan dengan terus-menerus.
3. Definisi dan mekanisme pelaporan yang jelas, efinisi faktor risiko dan kasus
PTM yang akan dicatat dan dilaporkan dalam surveilans PTM harus jelas dan
dapat diperoleh di lapangan. Demikian juga dengan mekanisme pelaporan
harus jelas. Pedoman ini memuat defisini dan mekanisme pelaporan yang
baku.
4. Sistem komunikasi yang efisien, komunikasi antara sumber data, petugas di
lapangan, dan pengelola surveilans PTM dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya menggunakan teknologi informasi yang saat ini berkembang dengan
cepat.
5. Variabel epidemiologi yang pokok tetapi bermakna, surveilans PTM hanya
mendata faktor risiko dan kasus PTM utama di masyarakat, tidak seluruh
jenis PTM. Hal ini agar surveilans PTM dapat dilaksanakan dan petugas
tidak kesulitan dalam mengisi data yang diperlukan
6. Dukungan laboratorium, untuk memastikan diagnosis PTM, diperlukan
dukungan laboratorium. Untuk itu, kasus PTM harus diverifikasi oleh
petugas medis yang sesuai.
7. Umpan balik yang baik dan respon cepat, setiap pencatatan dan pelaporan
dalam surveilans PTM memerlukan umpan balik. Demikian juga respon
cepat baik dalam perbaikan pelaksanaan di lapangan maupun tindakan yang
diperlukan dari hasil surveilans PTM
B. Sumber Data Penyakit Tidak Menular
1. Survei berkala:
a) Riset Kesehatan dasar (Riskesdas)
b) Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
c) Survei Sosial Ekonomi nasional (Susenas)
d) Survei Kesehatan Daerah (Surkesda)
2. Pencatatan faktor risiko di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM
3. Pencatatan faktor risiko PTM di Puskesmas
4. Pencatatan faktor risiko PTM rumah sakit
5. Laboratorium
C. Tujuan dan Manfaat Stepwise untuk Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular
Berikut merupakan tujuan dari STEPWIse WHO:
1. Mengumpulkan informasi terhadap faktor risiko penyakit kronis/penyakit
tidak menular untuk pembuat kebijakan dan perencanaan intervensi
2. Terkumpulnya data faktor risiko yang sesuai standar (dapat disesuaikan
dengan standar masing-masing negara)
3. Menyediakan sistem surveilans penyakit kronis untuk negara dengan
pendapatan rendah-menengah
4. Membangun kapasitas masing-masing negara untuk monitoring faktor risiko
penyakit tidak menular
5. Mengintegrasi pendekatan dengan biaya rendah
Stepwise merupakan surveilans untuk mengetahui faktor risiko pada
penyakit tidak menular. Instrumen ini telah dirumuskan oleh WHO dan dapat
digunakan di setiap negara dengan penyesuaian masing-masing kebutuhan
negara. STEPS dimulai dengan mengumpulkan informasi mengenai faktor risiko
dengan menggunakan kuesioner, selanjutnya pengukuran fisik secara sederhana
dan pengumpulan sampel darah untuk analisis biokimia. Pendekatan STEPwise
lebih menekankan terhadap kualitas daripada kuantitas. STEPwise menggunakan
level berbeda pada setiap kuesioner. Hal ini dikategorikan berdasarkan
kompleksitas dalam memperoleh data.
D. Pendekatan Stepwise untuk Surveilans faktor Risiko
Sebagai antisipasi untuk peningkatan kematian akibat penyakit tidak
menular, WHO mengeluarkan surveilans global untuk faktor risiko penyakit tidak
menular yaitu WHO STEPwise. STEPwise WHO merupakan sebuah sistem
surveilans untuk faktor risiko penyakit kronis yang didesain untuk negara dengan
pendapatan rendah dan menengah. Surveilans faktor risiko penyakit tidak
menular dapat bermanfaat dalam menentukan prioritas penyakit, mengetahui
besaran suatu penyakit serta untuk implementasi dan evaluasi program.
Pendekatan STEPWise WHO menggunakan instrumen dan protokol yang
telah terstandardisasi untuk memonitor trend penyakit tidak menular di setiap
negara. STEPWise WHO terfokus pada pengumpulan data terkait faktor risiko
penyakit kronis/penyakit tidak menular secara kontinyu.
E. Pendekatan Stepwise untuk Surveilans Stroke
1. Informasi tentang pasien stroke dirawat di fasilitas kesehatan
2. Identifikasi kejadian stroke fatal yang berbasis masyarakat
3. Memperkirakan kejadian stroke on-fatal berbasis masyarakat
Pertemuan 7: Epidemiologi Penyakit Hipertensi
A. Epidemiologi Penyakit Hipertensi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberigejalayang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak,
penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung.
Penyakit initelahmenjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di
indonesiamaupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya
populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar
juga akan bertambah.Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi
terutama di negara berkembang, tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun
2000 diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025.
Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan
pertambahan penduduk saat ini. Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia
telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak
penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya.
Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak
mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%,
tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar
1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6%
sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8%.
B. Faktor Risiko Hipertensi
Faktor risiko hipertensi ibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Merupakan faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan
tidak dapat diubah, antara lain umur, jenis kelamin, dan genetik.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
Merupakan faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari
penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam
berlebih, kurang aktifitas fisik, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi
alkohol, dyslipidemia dan stress.
C. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Hipertensi
Sebelum penyakit hipertensi menyerang, akan lebih baik jika kita
mencegahnya terlebih dahulu. Cara yang tepat untuk mencegah sekaligus
menaggulanggi hipertensi yaitu:
1. Tidak merokok karena nikotin dalam rokok dapat mengakibatkan jantung
berdenyut lebih cepat dan menyempitkan pembuluh darah kecil yang
menyebabkan jantung terpaksa memompa lebih kuat untuk memenuhi
keperluan tubuh kita
2. Kurangi konsumsi garam karena garam berlebih dalam darah dapat
menyebabkan lebih banyak air yang disimpan dan ini mengakibatkan
tekanan darah menjadi tinggi
3. Kurangi lemak, lemak yang berlebih akan terkumpul di sekeliling pembuluh
darah dan menjadikannya tebal dan kaku
4. Pertahankan berat badan ideal
5. Olahraga secara teratur
6. Hindari konsumsi alkohol
7. Konsumsi makanan sehat, rendah lemak, kaya vitamin dan mineral alami
8. Pencegahan primordial
9. Promosi kesehatan
10. Proteksi dini: kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko
11. Diagnosis dini: screening, pemeriksaan/check up
12. Pengobatan tepat: segera mendapatkan pengobatan komperhensif dan kausal
awal keluhan
13. Rehabilitasi: upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa
diobati
Pertemuan 8: Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner
A. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner
Menurut (Putra S, 2013) Klasifikasi penyakit jantung koroner adalah
sebagai berikut:
1. Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris
Penyakit Iskemik disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan suplai oksigen miokard. Ditandai oleh rasa nyeri yang terjadi jika
kebutuhan oksigen miokardium melebihi suplainya. Iskemia Miokard dapat
bersifat asimtomatis (Iskemia Sunyi/Silent Ischemia), terutama pada pasien
diabetes. Penyakit ini sindrom klinis episodik karena Iskemia Mokard
transien. Laki-laki merupakan 70% dari pasien dengan Angina Pektoris dan
bahkan sebagian besar menyerang pada laki-laki ±50 tahun dan wanita 60
tahun.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris
Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh
disrupsi plak ateroskelrotik dan diikuti kaskade proses patologis yang
menurunkan aliran darah koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi,
intensitas atau lama nyeri, Angina timbul pada saat melakukan aktivitas
ringan atau istirahat, tanpa terbukti adanya nekrosis Miokard.
a) Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya berlangsung >
10 menit.
b) Sudah parah dan onset baru (dalam 4-6 minggu sebelumnya)
c) Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan, atau
sering dari sebelumnya).
3. Angina Varian Prinzmetal
Arteri koroner bisa menjadi kejang, yang mengganggu aliran darah ke
otot jantung (Iskemia). Ini terjadi pada orang tanpa penyakit arteri coroner
yang signifikan, Namun dua pertiga dari orang dengan Angina Varian
mempunyai penyakit parah dalam paling sedikit satu pembuluh, dan
kekejangan terjadi pada tempat penyumbatan. Tipe Angina ini tidak umum
dan hampir selalu terjadi bila seorang beristirahat - sewaktu tidur. Seseorang
dinyatakan mempunyai risiko meningkat untuk kejang koroner jika
mempunyai: penyakit arteri koroner yang mendasari, merokok, atau
menggunakan obat perangsang atau obat terlarang (seperti kokain). Jika
kejang arteri menjadi parah dan terjadi untuk jangka waktu panjang,
serangan jantung bisa terjadi.
4. Infark Miokard Akut/Acute Myocardial Infarction
Nekrosis Miokard Akut akibat gangguan aliran darah arteri koronaria
yang bermakna, sebagai akibat oklusi arteri koronaria karena trombus atau
spasme hebat yang berlangsung lama. Infark Miokard terbagi 2:
a) Non ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
b) ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI)
B. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner
PJK tidak hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena
PJK meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur
65 tahun ke atas, ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita. Pada
tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa sekitar 17 juta orang meninggal tiap
akibat penyakit kardiovaskuler, terutama PJK (7,2 juta) dan stroke (5,5 juta).
Secara umum angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah
(PJPD) di Indonesia belum diteliti secara akurat. Di Amerika Serikat pada tahun
1996 dilaporkan kematian akibat PJPD mencapai 959.277 penderita, yakni 41,4
% dari seluruh kematian. Setiap hari 2600 penduduk meninggal akibat penyakit
ini. Meskipun berbagai pertolongan mutakhir telah diupayakan, namun setiap 33
detik tetap saja seorang warga Amerika meninggal akibat penyakit ini. Dari
jumlah tersebut 476.124 kematian disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner
C. Strategi Pencegahan dan Promosi Kesehatan Penyakit Jantung Koroner di
Indonesia
Penyakit jantung Koroner dan pembuluh darah (kardiovaskuler) menjadi
salah satu masalah kesehatan utama di negara maju maupun berkembang. Upaya
yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan dalam pencegahan dan
pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah diantaranya dengan
mesosialisasikan perilaku CERDIK (Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan
asap rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet yang sehat dan seimbang, Istirahat yang
cukup dan Kelola stress).
Selain itu, masyarakat diimbau melakukan pengukuran tekanan darah dan
pemeriksaan kolesterol rutin atau minimal sekali dalam setahun di Pobindu
PTM/Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 1
tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), diharapkan
seluruh komponen bangsa berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup.
Pertemuan 8: Epidemiologi Kanker Payudara
A. Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara.
Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu),
saluran kelenjar (saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara. Kanker
payudara tidak menyerang kulit payudara yang berfungsi sebagai pembungkus.
Kanker payudara menyebabkan sel dan jaringan payudara berubah bentuk
menjadi abnormal dan bertambah banyak secara tidak terkendali.
B. Teori Terjadinya Kanker
Kanker muncul akibat adanya penumpukan perlahan sel-sel yang telah
rusak, yang tak lagi bisa diperbaiki. Setiap kanker yang timbul- berasal dari
“Mutasi“ atau perubahan gen. Jarang sekali kanker diwariskan dari orang tua
kepada anak. Sebagian besar dari penyakit kanker muncul seiring perjalanan
hidup seseorang. Satu dari 100 trilyun sel-sel yang ada dalam tubuh kita suatu
saat bisa saja mengalami kemunduran, yakni perubahan dari sel-sel sehat yang
berfungsi normal menjadi sel-sel tumor.
Kanker muncul akibat adanya penumpukan perlahan sel-sel yang telah
rusak, yang tak lagi bisa diperbaiki. Setiap kanker yang timbul berasal dari
“Mutasi“ atau perubahan gen. Jarang sekali kanker diwariskan dari orang tua
kepada anak. Sebagian besar dari penyakit kanker- muncul seiring perjalanan
hidup seseorang. Satu dari 100 trilyun sel-sel yang ada dalam tubuh kita suatu
saat bisa saja mengalami kemunduran, yakni perubahan dari sel-sel sehat yang
berfungsi normal menjadi sel-sel tumor.
C. Epidemiologi Kanker Payudara
Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara
yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobulusnya.Kanker payudara
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia. Berdasarkan
Pathological Based Registration di Indonesia, KPD menempati urutan pertama
dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010,
menurut data Histopatologik; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)).
Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita,
sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas yang
cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada
wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki-laki dengan frekuensi sekitar
1%.
D. Faktor Risiko Kanker Payudara
Faktor risiko yang erat kaitannya dengan peningkatan insiden kanker
payudara antara lain jenis kelamin wanita, usia > 50 tahun, riwayat keluarga dan
genetik (Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53)), riwayat
penyakit payudara sebelumnya (DCIS pada payudara yang sama, LCIS, densitas
tinggi pada mamografi), riwayat menstruasi dini (< 12 tahun) atau menarche
lambat (>55 tahun), riwayat reproduksi (tidak memiliki anak dan tidak
menyusui), hormonal, obesitas, konsumsi alkohol, riwayat radiasi dinding dada,
faktor lingkungan.
E. Pencegahan Kanker Payudara
1. Pencegahan Primer
Pencegahan (primer) adalah usaha agar tidak terkena kanker
payudara. Pencegahan primer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-
faktor risiko yang diduga sangat erat kaitannya dengan peningkatan insiden
kanker payudara. Pencegahan primer atau supaya tidak terjadinya kanker
secara sederhana adalah mengetahui faktor-faktor risiko kanker payudara,
seperti yang telah disebutkan di atas, dan berusaha menghindarinya.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker
payudara.Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan atau usaha untuk
menemukan abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada
seseorang atau kelompok orang yang tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari
skrining adalah untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara
dan angka kematian.Pencegahan sekunder merupakan primadona dalam
penanganan kanker secara keseluruhan. Skrining untuk kanker payudara
adalah mendapatkan orang atau kelompok orang yang terdeteksi mempunyai
kelainan/abnormalitas yang mungkin kanker payudara dan selanjutnya
memerlukan diagnosa konfirmasi. Skrining ditujukan untuk mendapatkan
kanker payudara dini sehingga hasil pengobatan menjadi efektif; dengan
demikian akan menurunkan kemungkinan kekambuhan, menurunkan
mortalitas dan memperbaiki kualitas hidup (level -3). Beberapa tindakan
untuk skrining adalah
a) Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
b) Periksa Payudara Klinis (SADANIS)
c) Mammografi skrining
F. Permasalahan Penanggulangan Kanker Payudara di Indonesia
Di Indonesia, lebih dari 80% kasus kanker payudara ditemukan berada
pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena
itu perlu pemahaman tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan
kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada
penderita dapat dilakukan secara optimal.
Persoalannya adalah Indonesia tidak memiliki banyak rumah sakit kanker.
Sebaran rumah sakit kanker yang belum merata di Indonesia agaknya perlu
mendapat perhatian serius. Selain itu, mayoritas wanita di Indonesia tidak
memiliki kesadaran yang tinggi untuk memeriksakan payudaranya sendiri, selain
itu tidak adanya juga kesadaran untuk mengkonsultasikan ke dokter dengan
berbagai macam alasan seperti malu dan alasan-alasan lainnya. Sehingga banyak
kasus kanker payudara yang lambat mendapatkan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Pencegahan dan Pengendalian


PTM di Indonesia. (http://www.p2ptm.kemkes.go.id/direktorat-p2ptm/strategi-
pencegahan-dan-pengendalian-ptm-di-indonesia) [diakses pada 29 Oktober 2018
pukul 16:40]
Devi Mahardini, Marina. 2015. Analisis Risiko Sindrom Metabolik dengan
Pendekatan Stepwise STEP 1 WHO. Universitas Jember. Fakultas Kesehatan
Masyarakat.

Najmah. 2015. Epidemiologi untuk Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Penerbit Raja


Grafindo

Kementerian Kesehata Republik Indonesia. 2013. Draft Pedoman Surveilans Penyakit


Tidak Menular. Jakarta.

Gunwan, Lany. 2001. Hipertensi. Kanisius . Yogyakarta

Sobel, Barry. 1999. Hipertensi: Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi. Hipokrates.
Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Inonesia. 2017. Faktor Risiko dan Penyebab


Hipertensi (http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-jantung-
dan-pembuluh-darah/faktor-risiko-dan-penyebab-hipertensi) [diakses pada 1
november 2018 pukul 21:00]

Kementerian Kesehatan Republik Inonesia. 2017. Penyakit Jantung Penyebab


Kematian Tertinggi, Kemenkes Ingatkan CERDIK.
(http://www.depkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-jantung-penyebab-
kematian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html) [diakses pada 1 november 2018
pukul 22:00]

Mardiana, Lina. 2011. Kanker pada Wanita: Pencegahan dan Pengobatan. Agrisehat.
Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Panduan Penatalaksanaan


Kanker Payudara.

Anda mungkin juga menyukai