Globalisasi telah banyak membawa perubahan dalam tatanan hidup di Indonesia. Tak
hanya bidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya, bidang arsitektur pun ikut terkena
dampaknya. Arsitektur di Indonesia kini mengalami krisis jati diri, di mana banyak sekali
bangunan berdiri, tetapi sama sekali tidak mencerminkan identitas asli Indonesia. Bangunan-
bangunan yang telah didirikan maupun yang masih dalam tahap rancangan, sebagian besar
mengikuti gaya arsitektur. Arsitektur Nusantara, sebagai arsitektur asli Indonesia, telah
terlupakan dan tergantikan dengan arsitektur asing yang mengubah keanekaragaman
arsitektur Nusantara dengan keseragaman arsitektur . Di jaman modern seperti saat ini, segala
hal dituntut untuk mudah dan cepat. Hal ini berkebalikan dengan arsitektur Nusantara yang
berakar pada arsitektur tradisional. Bentuk bangunan, material penyusun, ornamen penghias
hingga tata letak objek di dalamnya memiliki makna. Oleh karena sifatnya itu, arsitektur
Nusantara dianggap rumit dan kuno sehingga tidak lagi sesuai diterapkan di jaman modern.
Eksistensi arsitektur Nusantara yang semakin hilang ini sejalan dengan semakin kaburnya
identitas arsitekur bangsa. Kesulitan penerapan bentuk maupun elemen-elemen penyusun lain
dirasa menjadi penghalang utama mengapa arsitektur ini dihindari. Dengan demikian,
penghadiran arsitektur Nusantara perlu diformulasikan kembali agar dapat mengurangi
kompleksitas di dalamnya sehingga menjadi kemudahan untuk perkembangan ke depannya.
Kata kunci: bangunan indonesia, arsitektur nusantara, era globalisasi
1
DAFTAR ISI
Abstrak......................................................................................................................................1
Daftar Isi....................................................................................................................................2
Bab I Pendahuluan...................................................................................................................3
Bab IV Kesimpulan..................................................................................................................9
2
I. PENDAHULUAN
Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia ini semakin maju seiring semakin berkembang
pesatnya teknologi sehingga jarak dan waktu bukan lagi sebagai penghalang transfer
informasi. Hampir semua kejadian di penjuru dunia dapat diketahui oleh semua orang dalam
waktu yang cepat berkat peran teknologi. Tidak ada lagi yang ditutupi, tidak ada lagi batasan,
semua terbuka, dan saling mempengaruhi. Hal ini lah yang disebut globalisasi akibat
derasnya arus informasi.
Yang terjadi di dunia arsitektur bangsa sekarang ini. Modernisasi dan globalisasi
memang membawa dampak baik, yaitu dalam hal pemakaian teknologi dan bahan bangunan,
akan tetapi ada hal lain yang menjadi perhatian. Bangsa Indonesia kini mulai keluar jauh dari
identitas diri miliknya. Bangunan-bangunan yang berdiri atau bahkan yang masih dalam
rancangan, hampir semuanya berkiblat pada gaya arsitektur global. Gedung pencakar langit,
bentuk-bentuk kotak, dinding kaca, atau ornamen-ornamen rumit yang menghias fasade
bangunan khas kerajaan bangsa Eropa. Sedikit dan nyaris tidak ada sama sekali dijumpai
bangunan yang masih memperlihatkan identitas bangsa.
Ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan
ornamen-ornamen tradisional tercermin dalam arsitektur Nusantara. Semua hal tadi membuat
arsitektur Nusantara menjadi kaya, serta mungkin yang paling kaya di dunia. Di sisi lain, juga
dapat menjadi sumber eksplorasi untuk perkembangan ke depannya. Oleh karena itu, penulis
mengangkat permasalahan ini menjadi topik pembahasan makalah untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat agar menempatkan kembali arsitektur Nusantara sebagai arah
arsitektur bangsa sehingga selanjutnya, arsitektur Nusantara dapat kembali lagi menjadi
3
identitas diri Indonesia.
Globalisasi adalah suatu proses terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar
masyarakat di seluruh dunia. Tujuan globalisasi adalah untuk mengikuti sistem dan kaidah-
kaidah tertentu yang sama. (Selo Soemardjan)
Dampak yang pertama dari globalisasi bagi arsitektur adalah menghilangnya budaya
atau tradisi yang ada di masyarakat dan diganti dengan sesuatu yang umum atau global, kalau
para arsitek dan kliennya tidak memandang tradisi sebagai suatu yang layak dipertahankan.
Dan belum tentu sesuatu yang global itu sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat. Contoh
hal ini dapat kita lihat pada rumah khas jogja yaitu joglo. Dimana sekarang ini rumah itu
sudah jarang kita jumpai di masyarakat dan diganti dengan rumah-rumah yang minimalis.
(http://stenmannz.blogspot.com/2009/06/globalisme.html.Diunduh: 06 November 2018)
Pada bidang perumahan juga terjadi akulturasi, dimana banyak rumah-rumah dalam
kompleks perumahan mengambil style Mediteranian, Klasik dan Minimalis. Sedikit sekali
yang menampilkan wajah kelokalan arsitekturnya. Makin banyak pula kompleks-kompleks
perumahan di Indonesia yang mengambil nama berbau asing seperti : “San Diego”, “Raffles
Garden”, “Rich Palace” dan lain-lain. Bahkan di beberapa tempat ditemukan adanya
pemakaian bentuk-bentuk yang merupakan simbol negara lain seperti “Patung Liberty”,
“Patung Bethoven” dan “Jam Gadang London”, demi memburu predikat “modernisasi”,
masyarakat rela meninggalkan nilai-nilai kelokalannya.
(Soeharno.(2010).“Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks Perumahan”)
Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses
belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni. (Vitruvius)
Arsitektur memiliki makna Guna dan Citra, yaitu bangunan yang tidak sekedar fungsi, namun
juga mengandung citra, nilai-nilai, status, pesan dan emosi yang disampaikannya. (Romo
Mangun)
Arsitektur adalah karya dan cipta manusia dengan langsung dikendalikan kehadirannya oleh
manusia penciptanya di satu sisi dan dikondisikan kehadirannya oleh tempat saat. (Josef
Prijotomo)
Arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi yang
4
menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan ruang
(meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat ditentukan
oleh keselarasan kehidupan daya dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan
kehidupannya (meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri,dan kebudayaannya).
Nusantara
Nusantara adalah sebutan (nama) bagi seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang
membentang dari Sumatera sampai Papua. Kata Nusantara biasa dipakai sebagai sinonim
untuk kepulauan Indonesia.
(Kamus Besar.http://www.kamusbesar.com/27350/Nusantara.Diunduh: 01
November 2012)
Nusantara dalam kajian arsitektur mengalami kontekstualisasi dari sebuah wilayah politik
yang berkonotasi Indonesia menjadi ruang budaya, tergelar luas dari ke Timur mulai dari
negeri-negeri Asia Tenggara daratan, Aceh sampai dengan kepulauan di Timur Papua, dari
Utara ke Selatan mulai dari Kepulauan Jepang sampai kompleks Pulau Rote. Jauh lebih luas
daripada “pengertian tradisional” batas wilayah politik Indonesia.
Arsitektur Nusantara
Indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam yang tersebar di seluruh wilayahnya
yang berupa kepulauan. Sebagai sebuah negara kesatuan, Indonesia juga belum memiliki
identitas arsitektur kenegaraan, yang ada adalah arsitektur yang beraneka ragam di masing-
masing wilayah kepulauannya. Kata Nusantara terbentuk dari nusa (pulau) dan antara, yang
artinya adalah kepulauan, antar pulau. Karena itulah namanya bukan Arsitektur Indonesia.
Sementara, arsitektur tradisional adalah arsitektur yang berasal dari tradisi atau adat
istiadat yang berlaku di masing-masing wilayah. Penggunaan istilah arsitektur tradisional
memiliki konsekuensi, yaitu penggunaannya harus sesuai dengan peraturan tradisi yang
berlaku di sebuah wilayah atau suku bangsa. Hal ini mengakibatkan arsitektur tidak memiliki
kesempatan untuk berkembang dan arsitektur hanya menjadi romantisme masa lalu.
Arsitektur tradisional adalah obyek studi bagi domain sejarah maupun antropologi karena
mempelajari bagaimana manusia-manusia di sebuah wilayah atau suku bangsa berinteraksi
dengan lingkungannya. Sementara dalam domain arsitektur sendiri, yang dipelajari adalah
seni bangunan termasuk dengan dasar-dasar pemikiran, estetika, juga kemungkinan
pengembangan ide di masa depan dengan tetap berakar pada filosofi awal yang terdalam. Hal
inilah yang melahirkan Arsitektur Nusantara. Arsitektur yang bertuan rumah di wilayah
5
Nusantara, dihidupkan oleh masyarakat Nusantara dan menghidupi mereka dari waktu ke
waktu.
Proses rancang arsitektur Nusantara dilandasi oleh pemikiran rasional dan spiritual.
Masyarakat menghargai arsitek Nusantara sebagai tokoh yang menempa diri untuk
memperdalam ilmu rancang bangun dan memperkayanya dengan pengalaman spiritual.
Arsitek Nusantara adalah orang yang menghargai karua dan keahlian rekan sesama arsitek
serta karya-karya terdahulu dari leluhurnya dengan melakukan evolusi.
6
aspek artifisial yang merupakan kegiatan akhir perancangan sedang aspek esensial
perancangan arsitektur Nusantara adalah hasil eksplorasi dari potensi yang ada di bumi
Nusantara sendiri.
III. PEMBAHASAN
Gejala perubahan ini juga dialami oleh para perancang bangunan. Sulit menemukan
corak kenusantaraan pada hasil karya arstitek sekarang. Rancangan bangunan yang dibuat,
kini banyak mengadaptasi rancangan tokoh baik dari segi desain maupun pemilihan material
pembangunnya. Tuntutan masyarakat akan kemudahan dan efisiensi waktu membuat arsitek
mau tidak mau harus mengikuti pemikiran tokoh untuk merancang bangunan yang
mengutamakan fungsinya. Konsekuensinya, ornamen pada bangunan dikurangi, beton dipilih
sebagai material utama, dan bentuk bangunan diubah menjadi lebih sederhana, yaitu tidak
jauh dari bentuk kubus. Konsep perancangan ini berbeda dengan konsep asli Indonesia yang
identik dengan ukiran tradisional, bentuk fisik bangunan yang kompleks, dan material lokal
seperti kayu atau batu alam.
Suasana kean juga bisa dirasakan di bidang perumahan. Seperti dalam makalah
Hariwardono Soeharno yang berjudul “Globalisasi dan Pemikiran Budaya pada Kompleks
7
Perumahan” (Soeharno, 2010), makin banyak kompleks perumahan di Indonesia yang
mengambil nama-nama asing seperti San Diego, Raffles Garden, atau Rich Palace. Demi
membentuk citra kelas tinggi, nama-nama asing tersebut digunakan dalam penamaan jalan,
fasilitas perumahan, dan tipe rumah. Nama-nama asli Indonesia cenderung dihindari karena
dirasa kuno dan dinilai tidak bisa membentuk citra kepada siapa perumahan tersebut
dipasarkan. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Indonesia sekarang tidak
bangga dan cenderung malu atas budaya miliknya sendiri, kemudian beralih meniru budaya
yang dianggap lebih maju.
Masyarakat yang telah mengikuti pola hidup modern akan selalu mengedepankan
segala hal yang mudah dan cepat sehingga akan berdampak pula pada keinginan mereka
untuk mendirikan bangunan yang fungsional. Di sisi lain, arsitektur Nusantara adalah
arsitektur yang memiliki makna di setiap bagiannya sehingga arsitektur ini menjadi rumit dan
banyak memakan waktu. Perbedaan mudah dan rumit, serta cepat dan lama inilah yang
membuat eksistensi arsitektur Nusantara semakin tergeser oleh arsitektur .
Dari sudut pandang arsitek, berbagai filosofi, langgam, bahan, struktur, dan konstruksi
terbaru sudah demikian membingungkan. Tatanan dan aturan tradisional dengan berbagai
keunikan cara dan penamaan elemen konstruksi menjadi tambahan permasalahan baru bagi
arsitek masa kini yang ingin mencoba bereksplorasi dengan kenusantaraan. Kerumitan inilah
yang membuat arsitektur Nusantara semakin dijauhi. Oleh karena itu, perlu formula baru
untuk mengurangi kesulitan ilmu arsitektur dan perlu pemahaman baru agar dapat
menerapkan arsitektur Nusantara dengan lebih sederhana.
Arsitektur Nusantara dinilai kuno karena tidak bisa berkembang mengikuti perubahan
jaman. Ibarat pakaian, agar arsitektur Nusantara dapat diterapkan kembali oleh masyarakat,
maka ia harus ditampilkan menjadi sosok yang masa kini. Itu berarti, arsitektur Nusantara
harus dikolaborasikan dengan apa yang menjadi tren sekarang. Seperti saat ini, batik sudah
bisa digunakan dalam acara sehari-hari mulai acara formal hingga informal. Hal ini karena
batik telah mengalami transformasi bentuk, bukan lagi berupa kain yang melilit tubuh bagian
bawah dengan kebaya sebagai atasannya, atau sebagai pakaian acara resmi para orang tua di
acara formal. Batik sekarang telah diaplikasikan ke dalam bentuk yang lebih beragam seperti
tas, gaun, jaket, dan bahkan motif sepatu sehingga kain batik bukan lagi sebagai pakaian
untuk kalangan tertentu saja, tapi dapat digunakan oleh seluruh kalangan.
Arsitektur Nusantara seharusnya juga dapat meniru kain batik yang mampu bangkit
kembali menjadi identitas bangsa. Membangkitkan kembali semangat berarsitektur Nusantara
bukan berarti harus mengikuti segala aturan yang berlaku dalam tradisi atau membangun
bangunan dengan fisik yang mirip sekali dengan rumah-rumah tradisional. Menurut F.
Silaban salah seorang Arsitek besar pada era Soekarno (dalam Yu Sing, 2010), untuk
mengadopsi arsitektur tradisional, bukan bentuknya yang diambil, tetapi dipelajari jiwanya.
Barangkali memang itulah sikap yang tepat untuk mengembangkannya, yaitu dengan
melakukan adaptasi, bukan duplikasi atau replikasi.
8
Mengadaptasi nilai lokal dapat dilakukan dengan menjadikan ciri-ciri fisik, makna
filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam, dan ornamen-ornamen
tradisional sebagai sumber eksplorasi untuk dikembangkan. Arsitektur Nusantara tidak harus
terlihat tradisional secara fisik, tetapi dengan adanya eksplorasi tadi, maka arsitektur
Nusantara akan dapat lebih luwes diterapkan di masa sekarang dengan tampilan unik seperti
halnya batik dalam wujud pakaian masa kini. Dengan cara seperti itu, arsitektur Nusantara
bukan lagi menjadi sesuatu yang harus ditutupi dan disisihkan, tetapi harus dikembangkan
dan diperkenalkan kepada dunia sebagai arsitektur identitas bangsa.
IV. KESIMPULAN