FISIOLOGI TUMBUHAN
“FOTOPERIODISITAS”
Disusunoleh :
17031107008
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Fisiologi
Tumbuhan tentang “ Fotoperiodisitas “ ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak
kekurangan. Saya sangat berharap karya ilmiah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang materi Fisiologi Tumbuhan.
Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik atau
saran untuk perbaikan karya ilmiah yang telah saya buat di masa yang akan datang.
Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi setiap orang yang membacanya
dan juga dapat berguna bagi saya sendiri. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenaan.
04 November 2018
Penyusun
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian fotoperiodisme
2. Mengetahui mekanisme fotoperiodisme
3. Mengetahui pengertian dan kerja fitokorm
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 LatarBelakang..................................................................................... 1
II. ISI........................................................................................................... 3
III. PENUTUP............................................................................................ 9
1. Induksi Fotoperiodisme
Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut
induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat
bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari fotoperioda
satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium
strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan
terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat
gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga.
Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek
fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi
lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.
Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ
penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam respon perbungaan terhadap
rangsangan fotoperioda, yaitu:
a) Menerima rangsangan
b) Transformasi dari organ penerima rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru
yang berkaitan dengan penyediaan bahan untuk perbungaan
c) Pengangkuatan hasil metabolisme
d) Terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan.
Beberapa percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa
apabila daun dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan, sedangkan
apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi, tumbuhan tersebut dapat
berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan
lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan
tersebut dapat berbunga. Hormon yang berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang
masih merupakan hormon hipotesis.
2. Mekanisme Pembungaan
A. Efek Cahaya
Mengingat ketergantungan tumbuhan hijau terhadap cahaya, tidaklah
mengherankan jika cahaya merupakan perangsang luar yang paling utama dalam hidup
tumbuhan. Beberapa respon tumbuhan terhadap cahaya telah disebutkan. Misalnya, respon
phototropic yang efeknya timbul melalui auksin. Respon ini akan membawa organ- organ
fotosintetik dalam posisi optimum relative terhadap datangnya cahaya. Respon terhadap
cahaya yang lain, misalnya membuka dan menutupnya sel pelindung dan respon cahaya
dalam sintesa klorofil dari tumbuhan berbunga. Kebanyakan respon tumbuhan terhadap
cahaya, adalah merupakan respon perkembangan dan tidak mempunyai arti penting dalam
metabolisme. Intensitas cahaya, qualitas cahaya, dan panjangnya penyinaran, juga dapat
menimbulkan respon perkembangan pada tumbuhan.
B. Intensitas Cahaya
Beberapa respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda-beda adalah
dilakukan melalui auksin, dan efeknya timbul karena berkurangnya efektivitas auksin pada
keadaan cahaya yang terik. Sebagai contoh, tumbuhan yang tumbuh dalam gelap atau cahaya
yang lemah akan mempunyai batang yang panjang dengan ruas yang lebih panjang dan lebih
besar dari tumbuhan yang mendapat cahaya terang. Demikian juga, dalam suatu tanaman
dauan yang terluar yang mendapat cahaya matahari penuh tinggal lebih kecil dari pada daun
sebelah dalam yang terlindung. Tumbuhan tembakau kadang- kadang dilindungi dari cahaya
terik dengan jaring untuk mendapatkan daun yang lebar.
Bila tumbuhan berada lama dalam cahaya yang lemah, tumbuhan akan mengalami
etiolasi, yakni batangnya menjadi sangat panjang tanpa jaringan serabut penyongkong yang
cukup. Jika intensitas cahaya tidak naik kemtian akan terjadi. Sebaliknya, penyinaran yang
berlebihan akan menimbulkan tumbuhan yang kerdil dengan perkembangan yang abnormal
yang akhirnya berakhir dengan kematian.
Tumbuhan memerlukan intensitas cahaya yang tertentu yang berbeda dari satu
spesies dengan spesies tumbuhan yang lain, untuk tumbuh dengan baik. Tumbuhan tertentu
seperti tomat, dan rumput- rumputan memerlukan cahaya matahari langsung dan terang untuk
perkembangan yang optimal. Pada tumbuhan itu, sintesa dari zat- zat hidup meningkatnya
berbanding lurus dengan meningkatnya intensitas cahaya(sampai suatu batas tertentu).
Sebaliknya tumbuhan lain seperti bangsa perdu tumbuh secara optimal pada intensitas cahaya
yang lebih rendah dan tumbuh kerdil jika terkena cahaya matahari langsung terus- menerus.
Sedang tumbuhan lain seperti mawar tumbuh baik, baik pada cahaya terik maupun cahaya
dengan intensitas yang lebih rendah walaupun pertumbuhan dan berbunganya bisa dihambat
atau berhenti jika intensitas cahaya terlalu rendah.
C. Kualitas cahaya
Pada intensitas cahaya yang tertentu, panjang gelombang cahaya yang berbeda
menimbulkan efek yang besar pada perkembangan tumbuhan. Sebagai contoh telah
ditunjukkan bahwa penyinaran pendek dengan cahaya merah sering menghambat
perpanjangan batang pada tumbuhan seperti kacang dan padi- padian. Tetapi penghambatan
ini bisa dikembalikan ke normal dan pertumbuhan batang bisa dipacu dengan penyinaran
“Farred” dari spectrum cahaya. Pada daun, penyinaran dengan cahaya merah dan far red
menghasilkan efek yang berlawanan; cahaya infra merah menghambat perkembangan daun,
sinar merah memperbaiki pengahambatan itu.
D. Panjangnya penyinaran
Respon perkembangan tumbuhan terhadap bermacam- macam lama penyinaran
disebut photoperidositas. Perkembangan bunga tertutama sangat dipengaruhi oleh panjang
hari yang berbeda atau photoperiode. Berdasarkan photoperiode yang diperlukan untuk
berbunga, dapat dibedakan menjadi 3 jenis tumbuhan.
Dalam tumbuhan hari pendek (short day plant) bunga berkembang jika tumbuhan
mendapatkan penyinaran kurang dari 12 jam perhari. Aster, strawberry, krisan, padi adalah
diantara tumbuhan yang termasuk dalam jenis ini.
Pada tumbuhan hari panjang berkembang hanya jika photoperiode tiap hari adalah
lebih dari 12 jam. Sebagai contohnya, termasuk gandum, clover, wortel, dan selada.
Group yang ketiga tidak dipengaruhi oleh lama penyinaran. Group yang termasuk
dalam tumbuhan de minate menghasilkan bunga tanpa memandang lama penyinaran matahari
setiap hari. Tumbuhan yang termasuk adalah tomat, mentimun, kapas, dan bunga matahari.
Tumbuhan hari pendek gagal berbunga atau berbunganya dihambat daan sangat
berkurang jika mendapat lama penyinaran matahari yang panjang. Sebaliknya tumbuhan hari
panjang lambat berbunga atau tidak berbunga sama sekali jika mendapat penyinaran yang
pendek. Seringkali penyinaran yang singkat pada panjang penyinaran yang sesuai diperlukan
untuk mendorong tumbuhan itu berbunga. Dalam hal ini spesies yang berbeda menunjukkan
kebutuhan yang berbeda.
2.3 Fitokrom
2.3.1 Pengertian Fitokrom
Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan
untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan
infra merah. Infra merah bukanlah bagian dari cahaya tampak oleh mata manusia namun
memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada merah.
Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan
pada bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi
adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada
tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada
dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil.
Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok
bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin
(kesemuanya memiliki kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein,
yang juga berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang
bersama-sama disebut sebagai fitokrom.