Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FISIOLOGI TUMBUHAN
“FOTOPERIODISITAS”

Disusunoleh :

Hagi Norio Sapan

17031107008

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS SAMRATULANGI
MANADO
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah Fisiologi
Tumbuhan tentang “ Fotoperiodisitas “ ini dengan baik meskipun masih terdapat banyak
kekurangan. Saya sangat berharap karya ilmiah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang materi Fisiologi Tumbuhan.

Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik atau
saran untuk perbaikan karya ilmiah yang telah saya buat di masa yang akan datang.
Mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi setiap orang yang membacanya
dan juga dapat berguna bagi saya sendiri. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenaan.

04 November 2018
Penyusun

Hagi Norio Sapan


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jam biologis merupakan suatu isolator internail yang mengikuti waktu. Jam biologis
kelihatannya merupakan citi umum organisme eukariotik, dan bukti pertama kita mengenal
irama biologis datang dari kajian-kajian pada tumbuhan.
Pembungaan, pembuahan, dan set biji merupakan peristiwa-peristiwa penting dalam
produksi tanaman. Proses-proses ini dikendalikan baik oleh lingkungan terutama fotoperiode
dan temperatur, maupun oleh faktor-faktor genetik atau internal. Salah satu proses
perkembangan yang harus tepat waktu adalah proses pembungaan. Tumbuhan tidak bisa
berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akar dan daun
lengkap. Sebaliknya tumbuhan tidak dapat berbunga dengan lambat, sehingga buahnya tidak
sempurna misalnya datangnya musim dingin.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat berhubungan kehidupan
tanaman, yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses
fisiologi akan dipengaruhi oleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya dan
temperatur. Penyinaran cahaya terhadap tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu
faktor dari luar yang mempengaruhi pembungaan. Kejadian musiman sangat penting dalam
siklus kehidupan sebagian besar tumbuhan. Perkecambahan biji, pembungaan, permulaan dan
pengakhiran dormansi tunas merupakan contoh-contoh tahapan dalam perkembangan
tumbuhan yang umumnya terjadi pada waktu spesifik dalam satu tahun. Stimulus lingkungan
yang paling sering digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun
adalah fotoperiode, yaitu suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis terhadap
fotoperiode, seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme (photoperiodism).
Penemuan fotoperiodisme merangsang banyak sekali ahli fisiologi tanaman untuk
mengadakan penyelidikan tentang proses itu lebih jauh dalam usahanya untuk menentukan
mekanisme aksi. Mereka segera menemukan bahwa istilah hari pendek dan hari panjang
merupakan salah kaprah (misnomer). Interupsi periode hari terang dengan interval kegelapan
tidak mempunyai efek mutlak pada proses pembungaan.
Faktor temperatur sangat berpengaruh terhadap tanaman, karena umumnya
temperatur mengubah atau memodifikasi respons terhadap fotoperiode pada spesies dan
varietas (Thomas dan Raper, 1982). Banyak sepesies membutuhkan periode dingin atau
temperaturnya mendekati pembekuan selama 2 sampai 6 minggu agar dapat berbunga pada
waktu fotoperiode panjang pada musim semi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian fotoperiodisme?
2. Bagaimana mekanisme fotoperiodisme?
3. Apa pengertian dan kerja fitokorm?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian fotoperiodisme
2. Mengetahui mekanisme fotoperiodisme
3. Mengetahui pengertian dan kerja fitokorm
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 LatarBelakang..................................................................................... 1

1.2 RumusanMasalah ............................................................................... 1

1.3 Tujuan ................................................................................................. 2

II. ISI........................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Fotoperiodisme ................................................................. 3

2.2 Mekanisme Fotoperiodisme ............................................................... 4

2.3 Pengertian dan Kerja Fitokorm ........................................................... 7

III. PENUTUP............................................................................................ 9

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 9

DAFTAR PUSAKA ................................................................................. 10


II. ISI
2.1 Fotoperiodisme
2.1.1 Definisi Fotoperiodisme
Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang
pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan. Istilah fotoperodisme digunakan untuk
fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang
diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan
memasuki fase generatifnya,misalnya pembungaan.
Beberapa tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif)
hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap
periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase
generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam.
Lamanya penyinaran juga mempengaruhi pertumbuhan. Di daerah subtropis
beberapa jenis tanaman termasuk tumbuhan hari panjang. Bunga mekar pada akhir musim
panas, yaitu setelah tumbuhan mendapat penyinaran lebih dari 12 jam. Pertumbuhan vegetatif
dan generatif suatu tumbuhan sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran. Tanggapan suatu
tumbuhan terhadap panjang pendeknya hari disebut fotoperiodisme.

2.1.2 Klasifikasi Tumbuhan


Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam :
a) Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12
jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga
matahari.
b) Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12
jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula,
selada, dan tembakau.
c) Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12
jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
d) Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk
pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas.
Percobaan yang dilakukan Garner dan Alard pada tahun 1920 di Amerika serikat
menemukan bahwa tembakau varietas Maryland Mammoth adalah tumbuhan hari Pendek
(short day plant), karena tumbuhan ini nyatanya memerlukan suatu periode terang yang lebih
pendek dibandingkan dengan panjang siang hari yang kritis untuk pembungaan,
pembungaannya terjadi pada musim dingin. Krisan, poinsettia, dan beberapa varietas kacang
kedelai merupakan contoh tumbuhan hari pendek yang pada umumnya berbunga pada akhir
musim panas, musim gugur, atau musim dingin. Kelompok lain yang bergantung pada
fotoperiode hanya akan berbunga ketika periode terang lebih lama beberapa jam. Tumbuhan
hari panjang (long day plant) ini umumnya berbunga pada akhir musim semi atau awal
musim panas. Bayam, misalnya, memerlukan panjang siang hari 14 jam ata lebih lama.
Lobak, selada, iris, dan banyak varietas sereal lain merupakan tumbuhan hari panjang.
Perbungaan pada kelompok ketiga, yaitu tumbuhan hari netral, tidak dipengaruhi oleh
fotoperiode. Tomat, padi, dan dan delion adalah contoh tumbuhan hari netral (day neutral
plant) yang berbunga ketika mereka mencapai tahapan pematangan tertentu, tanpa
memperdulikan panjang siang hari pada waktu itu.
Yang dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi
panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin memiliki panjang hari kritis lebih
pendek dari tumbuhan hari pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan
berbunga apabila memperoleh induksi penyinaran yang sama atau lebih dari panjang hari
kritisnya dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga, apabila memperoleh
penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya. Sebelumnya diduga bahwa
tumbuhan dirangsang perbungaannya oleh lamanya panjang hari (day length).
Pada tahun 1940-an peneliti menemukan bahwa sesungguhnya panjang malam atau
panjang kegelapan tanpa selingan cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang hari,
yang mengotrol perbungaan dan respons lainnya terhadap fotoperiode.
Banyak peneliti bekerja dengan Cocklebur, yaitu suatu tumbuhan hari pendek yang
berbunga hanya ketika panjang siang hari 16 jam ata lebih pendek (dan panjangnya malam
paling tidak 8 jam). Jika siang hari fotoperiode diselang dengan pemberian kegelapan yang
singkat, tidak ada pengaruh pada perbungaan. Namun, jika bagian malam atau periode gelap
dari fotoperiode disela dengan beberapa menit penerangan cahaya redup, tumbuhan tersebut
tidak akan berbunga. Coklebur memerlukan paling tidak 8 jam kegelapan secar terus menerus
supaya dapat berbunga. Tumbuhan hari pendek sesungguhnya adalah tumbuhan malam
panjang, tetapi istilah yang lebih kuno tersebut tertanam kuat dalam jargon fisiologi
tumbuhan. Tumbuhan hari panjang sesungguhnya tumbuhan malam pendek, apabila ditanam
pada fotoperiode malam panjang yang biasanya tidak menginduksi perbungaan, tumbuhan
hari panjang akan berbunga jika periode kegelapan terus menerus diperpendek selama
beberapa menit dengan pemberian cahaya.
Dengan demikian, respon fotoperiode tergantung pada suatu panjang malam kritis.
Tumbuhan hari pendek akan berbunga jika durasi malam hari lebih lama di banding dengan
panjang kritis (8 jam untuk cocklebur), tumbuhan hari panjang akan berbunga ketika malam
hari lebih pendek dibanding dengan panjang malam kritis. Industri penanaman bunga telah
menerapkan pengatahuan ini untuk menghasilkan bunga diluar
musimnya. Chrythemum misalnya adalah tumbuhan hari pendek yang biasanya berbunga
pada musim gugur, tetapi perbungaannya dapat ditunda sampai hari ibu (amerika serikat, red)
pada bulan mei dengan cara menyelang setiap malam panjang dengan seberkas cahaya, yang
mengubah satu malam panjang menjadi malam pendek.
Pada banyak spesies tumbuhan hari pendek atau tumbuhan hari panjang, perbungaan
cukup diinduksi dengan memaparkan sebuah daun tunggal terhadap fotoperiode yang tepat.
Meskipun hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode akan tetap
terdeteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun dibuang, tumbuhan akan
buta terhadap fotoperiode. Transmisi meristem dari pertumbuhan vegetatif sampai ke
perbungaan. Apapun kombinasi petunjuk lingkungan (seperti fotoperiode) dan sinyal internal
(seperti hormon) yang diperlukan untuk perbungaan, hasilnya adalah transmisi meristem
tunas dari keadaan vegetatif menjadi satu keadaan perbungaan. Transmisi ini memerlukan
perubahan ekspresi gen-gen yang mengatur pembentukan pola. Gen identitas meristem yang
menentukan bahwa tunas akan membentuk bunga terlebih dahulu dan bukan membentuk
tunas vegetatif, harus diaktifkan (di-on-kan) terlebih dahulu. Kemudian gen identitas organ-
organ bunga kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik diaktifkan pada daerah
meristem yang tepat. Penelitian mengenai perkembangan bunga sedang berkembang pesat,
yang bertujuan untuk mengidentifikasi jalur transduksi sinyal yang menghubungkan
petunjuk-petunjuk seperti fotoperiode dan perubahan hormonal dengan ekspresi gen yang
diperlukan untuk perbungaan.

2.2 Mekanisme Fotoperiodisme

1. Induksi Fotoperiodisme
Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut
induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat
bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari fotoperioda
satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium
strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan
terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat
gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga.
Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek
fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi
lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.
Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ
penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam respon perbungaan terhadap
rangsangan fotoperioda, yaitu:
a) Menerima rangsangan
b) Transformasi dari organ penerima rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru
yang berkaitan dengan penyediaan bahan untuk perbungaan
c) Pengangkuatan hasil metabolisme
d) Terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan.
Beberapa percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa
apabila daun dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan, sedangkan
apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi, tumbuhan tersebut dapat
berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan
lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan
tersebut dapat berbunga. Hormon yang berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang
masih merupakan hormon hipotesis.

2. Mekanisme Pembungaan
A. Efek Cahaya
Mengingat ketergantungan tumbuhan hijau terhadap cahaya, tidaklah
mengherankan jika cahaya merupakan perangsang luar yang paling utama dalam hidup
tumbuhan. Beberapa respon tumbuhan terhadap cahaya telah disebutkan. Misalnya, respon
phototropic yang efeknya timbul melalui auksin. Respon ini akan membawa organ- organ
fotosintetik dalam posisi optimum relative terhadap datangnya cahaya. Respon terhadap
cahaya yang lain, misalnya membuka dan menutupnya sel pelindung dan respon cahaya
dalam sintesa klorofil dari tumbuhan berbunga. Kebanyakan respon tumbuhan terhadap
cahaya, adalah merupakan respon perkembangan dan tidak mempunyai arti penting dalam
metabolisme. Intensitas cahaya, qualitas cahaya, dan panjangnya penyinaran, juga dapat
menimbulkan respon perkembangan pada tumbuhan.

B. Intensitas Cahaya
Beberapa respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda-beda adalah
dilakukan melalui auksin, dan efeknya timbul karena berkurangnya efektivitas auksin pada
keadaan cahaya yang terik. Sebagai contoh, tumbuhan yang tumbuh dalam gelap atau cahaya
yang lemah akan mempunyai batang yang panjang dengan ruas yang lebih panjang dan lebih
besar dari tumbuhan yang mendapat cahaya terang. Demikian juga, dalam suatu tanaman
dauan yang terluar yang mendapat cahaya matahari penuh tinggal lebih kecil dari pada daun
sebelah dalam yang terlindung. Tumbuhan tembakau kadang- kadang dilindungi dari cahaya
terik dengan jaring untuk mendapatkan daun yang lebar.
Bila tumbuhan berada lama dalam cahaya yang lemah, tumbuhan akan mengalami
etiolasi, yakni batangnya menjadi sangat panjang tanpa jaringan serabut penyongkong yang
cukup. Jika intensitas cahaya tidak naik kemtian akan terjadi. Sebaliknya, penyinaran yang
berlebihan akan menimbulkan tumbuhan yang kerdil dengan perkembangan yang abnormal
yang akhirnya berakhir dengan kematian.
Tumbuhan memerlukan intensitas cahaya yang tertentu yang berbeda dari satu
spesies dengan spesies tumbuhan yang lain, untuk tumbuh dengan baik. Tumbuhan tertentu
seperti tomat, dan rumput- rumputan memerlukan cahaya matahari langsung dan terang untuk
perkembangan yang optimal. Pada tumbuhan itu, sintesa dari zat- zat hidup meningkatnya
berbanding lurus dengan meningkatnya intensitas cahaya(sampai suatu batas tertentu).
Sebaliknya tumbuhan lain seperti bangsa perdu tumbuh secara optimal pada intensitas cahaya
yang lebih rendah dan tumbuh kerdil jika terkena cahaya matahari langsung terus- menerus.
Sedang tumbuhan lain seperti mawar tumbuh baik, baik pada cahaya terik maupun cahaya
dengan intensitas yang lebih rendah walaupun pertumbuhan dan berbunganya bisa dihambat
atau berhenti jika intensitas cahaya terlalu rendah.

C. Kualitas cahaya
Pada intensitas cahaya yang tertentu, panjang gelombang cahaya yang berbeda
menimbulkan efek yang besar pada perkembangan tumbuhan. Sebagai contoh telah
ditunjukkan bahwa penyinaran pendek dengan cahaya merah sering menghambat
perpanjangan batang pada tumbuhan seperti kacang dan padi- padian. Tetapi penghambatan
ini bisa dikembalikan ke normal dan pertumbuhan batang bisa dipacu dengan penyinaran
“Farred” dari spectrum cahaya. Pada daun, penyinaran dengan cahaya merah dan far red
menghasilkan efek yang berlawanan; cahaya infra merah menghambat perkembangan daun,
sinar merah memperbaiki pengahambatan itu.

D. Panjangnya penyinaran
Respon perkembangan tumbuhan terhadap bermacam- macam lama penyinaran
disebut photoperidositas. Perkembangan bunga tertutama sangat dipengaruhi oleh panjang
hari yang berbeda atau photoperiode. Berdasarkan photoperiode yang diperlukan untuk
berbunga, dapat dibedakan menjadi 3 jenis tumbuhan.
Dalam tumbuhan hari pendek (short day plant) bunga berkembang jika tumbuhan
mendapatkan penyinaran kurang dari 12 jam perhari. Aster, strawberry, krisan, padi adalah
diantara tumbuhan yang termasuk dalam jenis ini.
Pada tumbuhan hari panjang berkembang hanya jika photoperiode tiap hari adalah
lebih dari 12 jam. Sebagai contohnya, termasuk gandum, clover, wortel, dan selada.
Group yang ketiga tidak dipengaruhi oleh lama penyinaran. Group yang termasuk
dalam tumbuhan de minate menghasilkan bunga tanpa memandang lama penyinaran matahari
setiap hari. Tumbuhan yang termasuk adalah tomat, mentimun, kapas, dan bunga matahari.
Tumbuhan hari pendek gagal berbunga atau berbunganya dihambat daan sangat
berkurang jika mendapat lama penyinaran matahari yang panjang. Sebaliknya tumbuhan hari
panjang lambat berbunga atau tidak berbunga sama sekali jika mendapat penyinaran yang
pendek. Seringkali penyinaran yang singkat pada panjang penyinaran yang sesuai diperlukan
untuk mendorong tumbuhan itu berbunga. Dalam hal ini spesies yang berbeda menunjukkan
kebutuhan yang berbeda.

2.3 Fitokrom
2.3.1 Pengertian Fitokrom
Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan
untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan
infra merah. Infra merah bukanlah bagian dari cahaya tampak oleh mata manusia namun
memiliki panjang gelombang yang lebih besar daripada merah.
Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan
pada bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi
adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada
tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada
dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil.
Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok
bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin
(kesemuanya memiliki kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein,
yang juga berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang
bersama-sama disebut sebagai fitokrom.

2.3.2 Peranan Fitokorm


Peranan fitokrom dalam fotoperiodisme mungkin untuk menyelaraskan waktu
dengan lingkungan dengan memberitahukan kapan matahari terbenam dan terbit. Jika
kebutuhan fotoperioodik untuk pembungaan telah dipenuhi, jam tersebut akan memicu
beberapa jenis alarm yang menyebabkan daun mengirimkan suatu stimulus (kemungkinan
suatu hormone) perbungaan ke tunas. Panjang malam diukur dengan sangat tepat, beberapa
tumbuhan hari pendek tidak akan berbunga jika malam lebih pendek satu menit sekalipun
dibandingkan dengan panajang kritisnya. Beberapa spesies tumbuhan selalu berbunga pada
hari yang sama setiap tahun. Menurut hipotesis yag dijelaskan disini, tumbuhan
memberitahukan musim pada tahun tersebut dengan menggunakan jam, yang nyatanya
dikendalikan oleh fitokrom untuk mengikuti fotoperiode.
III. PENUTUP

1. Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang


pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan.
2. Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
 Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari
12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan
bunga matahari.
 Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari
12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit
gula, selada, dan tembakau.
 Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12
jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu.
 Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk
pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan
kapas.
3. Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk
mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan
infra merah, cahaya infra merah memiliki panjang gelombang yang lebih besar dari pada
cahaya merah. Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Dwijoseputro, D. 1987. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia.

Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I Edisi IV. Bandung: ITB

Anda mungkin juga menyukai