Asma Bronkiale
Disusun Oleh:
Windy Silvia 112017072
Pembimbing:
dr. Dono Endrarto,Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An DAJ Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : Karawang, 01 Agustus 2012 Umur : 5 Tahun
Suku bangsa : Sunda Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah Alamat : Klari Indah Permata
Karawang
ORANG TUA
Ayah & Ibu
Nama lengkap : Tn. JAT Nama Lengkap : Ny. IS
Agama : Islam Agama : Islam
Umur : 38 tahun Umur : 35 Tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : S1
Suku Bangsa : Sunda Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Karyawan Swata Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Klari Indah Permata Alamat : Klari Indah Permata Karawang
Karawang
ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis (Ibu),
Tanggal masuk RS: 25 Maret 2018 Jam 8.00 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 25 Maret 2018 Jam 8.30 WIB
Keluhan Utama:
Sesak napas
Di keluarga ada riwayat asma dan alergi yaitu ibu dan kakek dari pasien.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1. Kehamilan
Perawatan antenatal : Setiap bulan ibu pasien kontrol ke bidan.
Penyakit kehamilan : Tidak ada.
2. Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah sakit.
Penolong persalinan : Dokter kandungan
Cara persalinan : Sectio Secaria atas indikasi riwayat SC
Masa gestasi : 38 Minggu
Keadaan bayi
o Berat badan lahir : 3200 gram
o Panjang badan lahir : Tidak diketahui
o Lingkar kepala : Tidak diketahui
o Langsung menangis : Langsung menangis
o Pucat/Biru/Kuning/Kejang : Tidak ada
o Kelainan bawaan : Tidak ada
4
RIWAYAT IMUNISASI
Ibu pasien mengaku lengkap melakukan imunisasi wajib di posyandu.
Hepatitis B 4x
Polio 4x
BCG 1x
DPT 3x
Campak 1x
RIWAYAT NUTRISI
0-80 hari : ASI
80 hari – 6 bulan : Susu formula
6-9 bulan : Susu formula dan bubur saring
9-12 bulan : Susu formula dan bubur tim
> 12 bulan : Susu formula dan makanan keluarga
Data antropometri
Berat badan : 23,8 kg
Tinggi badan : 139 cm
IMT : 23,8 (1,392) = 12,4 (berat badan kurang)
5
Status gizi
Plot Tinggi Badan dan Berat Badan Menurut Umur
6
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala
Bentuk dan ukuran : Normocephali (LK 50cm), ubun ubun besar
tertutup
Mata : Bentuk normal, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/- , kedua pupil bulat isokor diameter 3 mm.
Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret -/-
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret -/-,
perdarahan -/-, nafas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir lembab, sianonis (-),stomatitis (-)
, T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea lurus ditengah, kelenjar getah bening tidak teraba membesar,
Retraksi Suprasternal (+).
Thoraks
1. Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun
dinamis, retraksi sela iga (-), pernafasan abdominotorakal
Palpasi : Vokal fremitus simetris
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+
2. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba di ICS IV linea midclavicula kiri
Perkusi : Batas atas jantung di ICS II linea parasternal kiri.
Batas kiri jantung di ICS V, linea midclavicula kiri.
Batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan.
Auskultasi : BJ I/II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
7
Genital : tidak ada keluhan
Extremitas
Atas : akral hangat, capilarry refill time < 2”, tonus baik
Bawah : akral hangat, capilarry refill time < 2”, tonus baik
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 25 Maret 2018
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 12.3 g/dl 11.0 – 16.5
Hematokrit 36.6 % 35-45
Eritrosit 4.48 juta/uL 4-5
Leukosit 15.31 /mm3 5.000-14.500
Trombosit 328.000 /mm3 181.000-521.000
RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari yang lalu. Awalnya.
Pasien mengaku kehujanan saat pulang sekolah dua hari yang lalu, pasien merasa
dada terasa berat dan batuk. Keesokan harinya, Pasien mengalami sesak napas saat
pagi hari diawali dengan batuk berdahak warna putih. Sesak napas disertai bunyi
ngik-ngik. Intensitas serangan kurang lebih 5 menit. Saat sesak, pasien terasa gelisah,
pasien lebih nyaman saat duduk, tidak disertai warna biru pada bibir. Saat serangan
ibu pasien tidak memberikan obat apapun lalu pasien dibawa ke Rumah Sakit Dewi
Sri, dan diberi nebulisasi, pasien berangsur membaik lalu pasien dipulangkan. Pagi
harinya pasien mengeluh sesak lebih berat dari sebelumnya, sesak ketika pasien
batuk. Saat sesak pasien masih bisa berbicara tapi hanya sepenggal kalimat, lebih
nyaman saat duduk, merasa gelisah, dan disertai bunyi ngik-ngik. Pasien juga
mengeluh pilek dengan ingus berwarna kekuningan, mengeluh pusing, mual dan
muntah sebanyak 3 kali. Muntah berisi makanan, sekali muntah kira-kira ¼ aqua
gelas, berlendir dan tidak ada darah. BAB dan BAK tidak ada keluhan. gelas,
berlendir dan tidak ada darah. BAB dan BAK tidak ada keluhan
8
Dalam setahun ini sudah dirawat 3 kali karena keluhan yang sama. Pasien
pernah sakit seperti ini saat berumur 2 bulan, 5 tahun dan 9 tahun. Pasien juga
memiliki riwayat alergi terhadap suhu dingin. Di keluarga ada riwayat asma dan
alergi yaitu ibu dan kakek dari pasien.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
frekuensi Nadi 132 x/menit, tekanan Darah 100/80 mmhg, frekuensi Napas 34
x/menit , suhu tubuh 36,6 oC dan SpO2 96 %. Pada pemeriksaan darah rutin
didapatkan Hb 12.3 g/dl, Ht 36.6, Leukosit 15.31, Trombosit 328.000
DIAGNOSIS KERJA
Asma Bronkial Serangan Sedang Episodik Sering ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik.1
Pada anamanesis ditemukan adalah :
Serangan Pertama : Sesak napas saat pagi hari diawali dengan batuk berdahak
warna putih. Sesak napas disertai bunyi ngik-ngik. Intensitas serangan kurang
lebih 5 menit. Saat sesak, pasien terasa gelisah, pasien lebih nyaman saat
duduk, tidak disertai warna biru pada bibir.
Serangan kedua : Pagi harinya pasien mengeluh sesak lebih berat dari
sebelumnya, sesak ketika pasien batuk. Saat sesak pasien masih bisa berbicara
tapi hanya sepenggal kalimat, lebih nyaman saat duduk, merasa gelisah, dan
disertai bunyi ngik-ngik. Pasien juga mengeluh pusing, mual dan muntah 3
kali. Muntah berisi sisa makanan, tidak ada darah. BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
9
TATALAKSANA
- O2 2 lpm
- Hidromal inf 16 tpm
- Ambroxol 3x1cth
- PCT tab 4 x 240 mg
- Nebu Ventolin ½ + Pulmicort ½
PROGNOSIS
ad. Vitam : ad. Bonam
ad. Fungsionam : ad.Bonam
Follow up
26 maret 2018
S : Sesak berkurang, batuk (+), dahak (-)
O : KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD 110/70 mmHg, HR
100x/menit, RR 28 x/menit, T 35,8oC, Mata: CA -/-, SI -/-., Hidung: sekret (-), Mulut:
mukosa lembab, sianosis (-), Leher: retraksi suprasternal (-), KGB (-), Thorax :
Simetris, Retraksi sela iga (-), Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-), Pulmo:
SNV, Rh -/-, Wh -/-, Abd: BU (+), NT (-)
A : asma bronkiale
27 maret 2018
S : Sesak (-), batuk (+) jarang, dahak (-).
O : KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD 110/70 mmHg, HR
100x/menit, RR 28 x/menit, T 35,8oC, Mata: CA -/-, SI -/-., Hidung: sekret (-), Mulut:
mukosa lembab, sianosis (-), Leher: retraksi suprasternal (-), KGB (-), Thorax :
Simetris, Retraksi sela iga (-), Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-), Pulmo:
SNV, Rh -/-, Wh -/-, Abd: BU (+), NT (-)
A : asma bronkiale
10
Tinjauan Pustaka
2.1 Pendahuluan
Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai baik pada
anak maupun dewasa. Meskipun tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab
kesakitan atau kematian pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang penting.
Jika tidak ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak,
membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan angka absensi
sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun. Bagi keluarga dan
sektor pelayanan kesehatan, asma yang tidak terkendali akan meningkatkan
pengeluaran biaya.1
Asma adalah mengi berulang/ batuk persisten dengan karakteristik yaitu timbul secara
episodik, cenderung malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik,
serta dapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien atau keluarganya.2 Asma terjadi
karena inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat penebalan
dinding bronkus (remodeling) saluran respiratori yang berlangsung kronik bahkan
sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma. Penyempitan dan obstruksi pada
saluran respiratori terjadi akibat penebalan dinding bronkus, kontraksi otot polos,
edema mukosa, hipersekresi mucus.1
2.2 Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering terjadi pada anak-anak di negara
maju, mengenai hampir 6 juta anak berusia kurang dari 18 tahun di Amerika Serikat.2
Kini diketahui bahwa penyakit asma sering ditemukan baik di negara dengan
pendapatan tinggi maupun rendah, dan prevalens asma ringan sedang dan asma berat
meningkat lebih cepat di negara dengan pendapatan rendah dan menengah.1
Penelitian mengenai prevalensi asma di Indonesia sudah dilakukan sejak awal tahun
1990an di berbagai senter pendidikan. Hampir semua peneliti menggunakan
kuesioner yang dirancang masing-masing sehingga hasilnya berbeda (Djajanto,
Rosmayudi, Dahlan). Namun setelah dilakukan penelitian ISAAC I, penelitian di
Indonesia dan berbagai tempat di dunia menggunakan kuesioner yang sama dari studi
ISAAC. Penelitian dilakukan pada kelompok usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.
11
Tabel 1. Prevalensi asma di Indonesia
2.3 Etiologi
12
respiratori dan kerusakan sel epitel. Inflamasi kronik dapat menyebabkan terjadinya
remodeling saluran respiratori, akibat proliferasi protein matriks ekstraseluller dan
hiperplasia vaskular yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur yang
irreversible dan penurunan fungsi paru yang progesif.3
Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik dan non
genetik. Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor risiko yaitu: polusi udara,
asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi
rumah yang tidak memadai, merokok di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi.
Penelitian yang dilakukan di Padang memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang
bermakna untuk memengaruhi timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan
adalah atopi ayah atau ibu, di ikuti faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu
serta pemberian obat parasetamol. Sedangkan, pemberian ASI dan kontak dengan
ungas merupakan faktor protektif terhadap kejadian asma.1
2.5 Patogenesis
Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma
dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent.
Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40%
penderita asma anak. 1
Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th1 dan Th2), limfosit subtipe CD4
telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit
T mensekresi interleukin-3 (IL-3) dan granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama memproduksi IL-2, IF-γ dan
TNF-β. Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin yang terlibat dalam
asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin yang dihasilkan oleh
Th2 bertanggung jawab atas terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat
ataupun cell-mediated.1
13
yang melibatkan molekul major histocompatibility complex (MHC kelas II
pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik
merupakan antigen presenting cells (APC) yang utama dalam saluran
respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang,
membentuk jaringan luas, dan sel-selnya saling berhubungan pada epitel
saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi ke kumpulan sel-sel
limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh
aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen
ditangkap, sel dendritik pindah ke daerah yang banyak mengandung limfosit.
Di tempat tersebut, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritic
menjadi matang sebagai APC yang efektif. Se dendritik juga mendorong
polarisasi sel T naïve-Th0 menuju Th2 yang mengkoordinasi sekresi sitokin-
sitokin yang termasuk dalam klaster gen 5q31-33! (IL-4 genecluster). 1
14
proteolitik, enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly generated
seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan oksigen reaktif. Bersama-sama
dengan mediator-mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-
mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran respiratori dan
menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus vasodilatasi,dan kebocoran
mikrovaskuler. 1
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet
kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang
kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pada pasien asma
15
memperlihatkan perubahan struktur yang bervariasi yang dapat menyebabkan
penebalan dinding saluran respiratori. Selama ini, asma dipercaya sebagai
suatu obstruksi saluran respiratori yang bersifat reversibel. Pada sebagian
besar pasien, reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati pada pengukuran
dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi steroid. Akan tetapi,
beberapa pasien asma mengalami obstruksi saluran respiratori residual yang
dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala. Hal ini
menunjukkan adanya remodeling saluran respiratori.1
2.6 Patofisiologi
16
dihubungkan dengan gejala khas pada asma,yaitu batuk,s esak,wheezing, dan
hiperreaktivitas saluran respiratori terhadap berbagai rangsangan. Batuk
sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran
respiratori oleh mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang dapat
menjadi satu-satunya gejala asma yang ditemukan. 1
Gambar 3. patofisiologi asma bronkial. Di tandai dengan adanya inflamasi saluran respiratori
kornik dan remodeling. Hiperresponsivitas saluran respiratori diperberat oleh kerusakan epitel
saluran respiratori yang disebabkan oleh inflamasi
Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab
utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi otot polos bronkus yang
diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang termasuk agonis
adalah histamin, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari sel mast,
neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen
postganglionik. Kontraksi otot polos saluran respiratori diperkuat oleh penebalan
dinding saluran respiratori akibat edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel
sekretori, serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratori. Selain itu, hambatan
saluran respiratori juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan
lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui
mikrovaskular bronkus, dan debris selular.1
17
gambar 4. Remodeling saluran respiratori pada asma
18
dinaikkan secara progresif, kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi
paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis,
hiperventilasi, udara kering, aerosol garam hipertonik, dan adenosine tidak
mempunyai efek langsung terhadap otot polos tidak seperti histamine dan
metakolin tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast, ujung
serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratori. Dikatakan hiperreaktif
bila dengan cara pemberian histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada
konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.1
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis yaitu
melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian
besar ditegakkan secara kinis.1
Anak asma mempunyai gejala batuk, mengi, dan sesak napas, napas cepat, rasa dada
tertekan dan produksi sputum. anamnesis harus mendapatkan data frekuensi, tingkat
keparahan dan faktor yang memperberat gejala pada anak. Faktor yang memicu
eksaserbasi antara lain infeksi virus, paparan alergen, dan iritan (rokok, bau bauan
yang menyengat, asap), olahraga, emosi, dan perubahan cuaca atau kelembaban.
Gejala malam hari sering dijumpai. Rinosinusitis, refluks gastroesofagus. Dan
sensitivitas terhadap obat antiinflamasi non steroid (khusus aspirin) dapat memicu
asma.1,3
Dalam episode akut, pemeriksaan fisis dapat menunjukkan adanya takipnea, takikardi,
batuk, mengi, dan ekspirasi yang memanjang. Temuan pada pemeriksaan fisik bisa
kurang jelas. Mengi yang klasik mungkin tidak terlalu terdengar apabila gerakan
udara minimal. Apabila serangan berlanjut berlanjut, sianosis, berkurangnya aliran
udara, retraksi, agitasi, ketidakmampuan untuk bicara. Posisi duduk tripod, diaforesis,
dan pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah >15mmhg pada saat inspirasi) dapat
dijumpai. Pemeriksaan fisis dapat memperlihatkan buki penyakit atopi lain seperti
eksema atau rhinitis alergi.3
19
2.8 Klasifikasi Asma
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang sangat luas.
atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma :
Berdasarkan umur
Asma intermiten
Asma persisten ringan
Asma persisten sedang
Asma persisten berat
20
Berdasarkan derajat beratnya serangan (asma merupakan penyakit kronik yang
dapat mengalami episode gejala akut yang memberat dengan progresif yang
disebut sebagai serangan asma.2
21
biasanya kurang sensitive dalam menunjukkan allergen yang memberikan manifestasi
klinis. Biayanya lebih mahal, dan memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasil dibandingkan waktu hanya beberapa menit untuk uji kulit.3
Pemeriksaan rontgen dada harus dilakukan pada episode pertama asma atau pada
episode rekuren dengan batuk atau mengi atau keduanya, untuk menyingkirkan
kemungkinan kelainan anatomi. Pemeriksaan rontgen dada ulangan tidak perlu
dilakukan pada episode baru kecuali apabila ada demam yang menunjukkan
kemungkinan pneumonia, atau terdapat temuan yang terlokalisasi pada pemeriksaan
fisis.3
Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan
untuk mencari
kemungkinan diagnosis banding lainnya, misalnya uji tuberkulin, foto sinus
paranasalis, uji refluks gastro-esofagus, uji keringat, uji gerakan silia, uji defisiensi
imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori (rinoskopi, laringoskopi,
bronkoskopi).1
Gejala asma tidak patognomonik, dalam arti dapat disebabkan oleh berbagai penyakit
lain sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan diagnosis banding.
22
Saluran respiratori Saluran respiratori tengah Saluran respiratori bawah
atas
Tabel 4. Diagnosis banding batuk dan mengi pada bayi dan anak 1,4
2.11 Tatalaksana
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Ada yang menyebut obat pereda sebagai obat
pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala
asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka
pemakaian obat ini dihentikan.1 Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang
23
digunakan untuk mencegah serangan asma. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar
asma yaitu inflamasi respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala
asma. Pemakaian obat ini secara terus-menerus dalam jangka waktu yang relatif lama,
bergantung pada kekerapan gejala asma dan responsnya terhadap
pengobatan/penanggulangan.1
Obat Antikolinergik
Ipratropium bromid merupakan bronkodilator antikolinergik yang mengatasi
bronkokontriksi, menurunkan hipersekresi mucus, dan meniadakan kerja
iritabilitas reseptor batuk dengan berikatan pada asetilkolin pada reseptor
muskarinik yang ditemukan pada otot polos bronkus. Tampaknya obat ini
mempunyai efek adiktif terhadap β2-Agonis apabila digunakan untuk
eksaserbasi serangan asma akut3
Kortekosteroid oral
Kortekosteroid jangka pendek (3-10 hari) diberikan pada anak dengan
eksaserbasi akut. Dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari prednison dilanjutkan
dengan 1mg/kg/hari selama 2-5 hari berikutnya. Kortikosteroid oral tersedia
dalam berbagai kemasan sirup maupun tablet.3
24
Obat pengendali asma (controller)
Steroid inhalasi
25
Agonis β2 kerja panjang (Long acting ß2-agonist, LABA)
Sebagai pengendali asma, agonis β2 kerja panjang tidak digunakan tunggal
melainkan selalu bersama steroid inhalasi. Kombinasi agonis β2 kerja panjang
dengan steroid terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka
kekambuhan asma. Preparat kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang pada
anak asma yang berusia di atas 5 tahun, diberikan bila steroid inhalasi dosis
rendah tidak menghasilkan perbaikan. Pemberian kombinasi steroid-agonis β2
kerja panjang dalam satu kemasan memberikan hasil pengobatan yang lebih
baik dibandingkan steroid inhalasi dan agonis β2 kerja panjang dalam sediaan
terpisah. Penelitian penggunaan kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang
pada anak balita masih terbatas.
Kombinasi agonis β2 kerja panjang-steroid
inhalasi juga dapat digunakan untuk mencegah spasme bronkus yang dipicu
olahraga dan mampu memproteksi lebih lama dibandingkan agonis β2 inhalasi
kerja pendek. Formoterol memiliki awitan kerja yang cepat sehingga
walaupun formoterol merupakan agonis β2 kerja panjang, namun dapat
berfungsi sebagai obat pereda.1
Antileukotrien
Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tidak lebih
unggul dibanding steroid inhalasi. Jika digunakan sebagai obat pengendali
tunggal, efeknya lebih rendah dibandingkan dengan steroid inhalasi.
Kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien dapat menurunkan angka
serangan asma dan menurunkan kebutuhan dosis steroid inhalasi.
Antileukotrien dapat mencegah terjadinya serangan asma akibat berolahraga
(exercise induced asthma, EIA) dan Obstructive Sleep Apnea (OSA).
Antileukotrien juga dapat mencegah serangan asma akibat infeksi virus pada
26
anak balita. Pemberian kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien pada
asma persisten kurang efektif dibandingkan dengan steroid inhalasi dosis
sedang. Pemberian antileukotrien tunggal dapat diberikan sebagai alternatif
dari pemberian steroid inhalasi.1
Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
27
Efek samping yang pernah dilaporkan antara lain urtikaria, kemerahan, gatal.
Belum dilakukan penelitian jangka panjang (diatas satu tahun) untuk efikasi
anti-IgE.1
Gambar 5. Jenjang dalam tata laksana asma jangka panjang pada anak usia >5 tahun
Jenjang 1
28
Jenjang 2
Pilihan utama obat pengendali pada jenjang ini adalah steroid inhalasi dosis
rendah, sedangkan sebagai pilihan lain dapat diberikan antileukotrien yang diberikan
pada pasien asma yang tidak memungkinkan menggunakan steroid inhalasi atau pada
pasien yang menderita asma disertai rinitis alergi. Teofilin dan kromolin kurang
disarankan karena efikasinya lebih rendah dan lebih sering menimbulkan efek
samping.1
Jenjang 3
Pilihan utama pada jenjang 3 untuk anak berusia diatas 5 tahun ialah kombinasi
steroid dosis rendah-agonis β2 kerja panjang. Pilihan lainnya ialah dengan menaikkan
dosis steroid inhalasi pada dosis menengah. Pemberian melalui inhalasi dosis terukur
dengan spacer akan memperbaiki deposisi obat di paru, mengurangi impaksi obat di
orofaring dan mengurangi efek sistemik. Selain itu dapat diberikan kombinasi steroid
inhalasi dosis rendah-antileukotrien atau kombinasi steroid inhalasi dosis rendah-
teofilin lepas lambat.1
Jenjang 4
Pasien asma yang tidak berhasil dikendalikan pada jenjang 3 sebaiknya dirujuk
kepada dokter spesialis respirologi anak untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada saat ini
pasien asma dikategorikan sebagai asma sulit (difficult–to-treat asthma). Pilihan
pertama pada jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis menengah-agonis β2
kerja panjang. Menaikkan dosis steroid inhalasi dari dosis sedang ke dosis tinggi
hanya memberikan sedikit perbaikan. Keputusan ini dapat dilaksanakan setelah
pemberian steroid inhalasi dosis sedang-agonis β2 kerja panjang diberikan selama 6-8
minggu. Pilihan lain pada jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis tinggi-
antileukotrin atau kombinasi steroid inhalasi dosis tinggi-teofilin lepas lambat. Pada
jenjang ini dapat dipertimbangkan penambahan anti-imunoglobulin E (omalizumab)
yang dapat memperbaiki pengendalian asma yang disebabkan karena alergi.1
29
Jenjang 5
Semua pasien yang mencapai jenjang ini harus dirujuk dokter spesialis respirologi
anak untuk pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut, oleh karena itu tata laksana
pada jenjang ini tidak dituliskan dalam gambar. Pada jenjang ini mulai
dipertimbangkan pemberian steroid oral, oleh karena itu pasien harus dijelaskan
tentang kemungkinan efek samping yang timbul akibat pemberian steroid oral jangka
panjang dan berbagai alternative pilihan pengobatan.
Serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala-
gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari
gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bermacam-macam, mulai dari serangan
ringan sedang hingga serangan yang disertai ancaman henti napas.1
The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana serangan asma
menjadi dua, yaitu tata laksana di rumah dan di fasilitas pelayanan kesehatan
(fasyankes)/RS.
Tatalaksana di rumah
1. Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responsnya. Bila
gejala (sesak
napas dan wheezing) menghilang, cukup
diberikan satu kali.
2. Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi
pemberian sekali
30
lagi.
3. Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja pendek via
nebulizer
31
2.14 Pencegahan
2.15 Prognosis
untuk sebagian anak, gejala mengi pada infeksi saluran respiratori berkurang
pada usia prasekolah, sedangkan anak lain dapat mempunyai gejala asma yang
lebih persisten. Indikator prosnotik untuk usia anak dibawah 3 tahun untuk
mengalami asma adalah ekzema, asma pada orangtua atau adanya dua hal dari
berikut : rhinitis alergi, mengi pada saat dingin, atau eosinophilia lebih dari
4%.3
32
DAFTAR PUSTAKA
33