Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/268508315

Assessment-Based Learning: Sebuah Tinjauan untuk Meningkatkan Motivasi


Belajar dan Pemahaman Matematis

Article · June 2014

CITATIONS READS

3 25,903

1 author:

Yoppy Wahyu Purnomo


Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
27 PUBLICATIONS   63 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Examining Teachers' Beliefs System Related to Mathematics View project

Learning Geometry: Introducing Geometrical Concept Based on Historical Perspective of Islam’s Geometrical Development View project

All content following this page was uploaded by Yoppy Wahyu Purnomo on 20 November 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014

Assessment-Based Learning: Sebuah Tinjauan untuk Meningkatkan


Motivasi Belajar dan Pemahaman Matematis

Yoppy Wahyu Purnomo

PGSD-FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA


E-mail: yoppy.wahyu@yahoo.com

Abstrak

Penilaian tidak hanya dipandang sebagai pemberian skor atau grading melalui serangkaian
tes, tetapi juga harus menjadi bagian integral dalam pembelajaran. Makalah ini mencoba
mendiskripsikan tujuan penilaian yang tidak hanya digunakan sebagai alat pengukur setelah
satuan pembelajaran selesai. Hal ini didukung dengan beberapa penelitian yang mengungkapkan
bahwa penilaian dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Bentuk tujuan penilaian dirangkum
menjadi assessment for learning, assessment of learning, dan assessment as learning. Untuk
mewadahi ketiga bentuk tujuan tersebut, makalah ini mencoba membangun prinsip-prinsip
penilaian yang harus diperhatikan dalam pembelajaran, yang dirangkum dalam istilah
assessment based learning (ABL). Makalah ini juga mengungkapkan bagaimana peran penilaian
terhadap motivasi belajar dan pemahaman matematis dimana keduanya berperan penting dalam
kesuksesan peserta didik dalam kelas matematika.

Kata kunci: Penilaian, ABL, AoL, AfL, AaL, Motivasi Belajar, Pemahaman Matematis.

mendokumentasikan capaian belajar peserta didik


Pendahuluan
dengan cara pemberian skor dan ranking (WNCP,
Belajar merupakan proses interaktif dimana
2006; Budiyono, 2010; James, et al., 2006;
peserta didik mencoba untuk memahami informasi
Stiggins, 2005). Paradigma ini menimbulkan
baru dan mengintegrasikannya ke dalam apa yang
pertanyaan besar, yakni apakah proses penilaian
mereka sudah ketahui (Earl, 2003; Western and
hanya dipandang sebagai sebuah pertanggung-
Northern Canadian Protocol for Collaboration in
jawabkan apa yang telah dilakukan oleh pendidik
Education [WNCP], 2006). Peran penilaian dalam
dan peserta-didik di kelas? Apakah mengajar
pembelajaran diperlukan untuk mengukur apa yang
dilakukan hanya untuk diujikan (teaching to test)?
peserta didik ketahui dan perlukan yang didasarkan
Apakah penilaian yang dilakukan telah
pada data yang dikumpulkan dari peserta didik
merefleksikan pembelajaran yang telah dilakukan?
yang berfungsi sebagai bukti belajar. Hal ini
Mengacu apa yang dikemukakan Purnomo
sependapat dengan Beevers & Paterson (2002: 48)
(2013), penilaian merupakan serangkaian aktivitas
yang menyatakan bahwa “assessment can be
untuk memperoleh informasi kualitatif dan
defined as the measurement of learning”. Namun
kuantitatif baik ketika awal, sedang
demikian, sebagian besar proses penilaian hanya
berlangsungnya proses, maupun di akhir
digunakan untuk memprediksi dan
pembelajaran yang bertujuan untuk mengevaluasi
22
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
dan mendiagnosa kebutuhan yang harus diperbaiki peserta didik harus mengetahui dan mampu
sehingga pendidik dan peserta didik mampu melakukannya; (2) meningkatkan pembelajaran
meninjau, merencanakan, dan mengaplikasikan matematika; (3) menunjukkan equity; 4) proses
langkah-langkah yang harus ditempuh selanjutnya yang terbuka; (5) menunjukkan penyimpulan yang
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan valid; (6) menjadi proses yang koheren (National
demikian, penilaian tidak hanya bertujuan untuk Council of Teachers of Mathematics [NCTM],
pemberian skor dan pembuatan ranking, tetapi juga 2000). Poin kedua dari enam standar ini
upaya untuk menyediakan feedback baik kepada mengatakan bahwa penilaian dapat dijadikan
peserta didik maupun pendidik untuk melakukan sebuah proses untuk meningkatkan pembelajaran
perbaikan belajar-mengajar sesegera mungkin matematika dimana sebuah penilaian harus lebih
untuk mencapai tujuan bersama. Dengan kata lain, dari hanya sekedar tes pada akhir satuan
penilaian selalu menjadi bagian integral dan tak pembelajaran, melainkan mampu
terpisahkan dalam pembelajaran serta menjadi menginformasikan dan membimbing pendidik saat
bagian krusial untuk membantu peserta didik dan mereka membuat keputusan instruksional.
pendidik dalam belajar-mengajar. Sejalan dengan standar penilaian di atas,
Penilaian yang hanya dipandang sebagai cara beberapa peneliti mengemukakan bahwa
memberitahukan kepada peserta didik dengan mengembangkan proses penilaian di kelas
pembuatan nilai atau skor pada akhir materi matematika berdampak pada motivasi dan
mengakibatkan subjektivitas yang bias dan tidak pemahaman matematis peserta didik (Black &
menguntungkan pada peningkatan kualitas William, 1998; 2006; de Lange, 1999; Alonso-
pembelajaran, diantaranya (1) mendorong Tapia, 2002; Schwarm & Van De Grift, 2002;
pembelajaran secara hafalan dan superfisial; (2) Nillas, 2003; Black, Harrison, Lee, Marshall, &
tujuan utama penilaian lebih dipandang sebagai Wiliam, 2003; 2004; Stiggins, 2006; Ma, Millman,
kompetisi, membandingkan peserta didik antara & Wells, 2008; Cauley & Mcmillan, 2010; Bonnet,
yang satu dengan yang lain ketimbang perbaikan 2010; Mansyur, 2011; Purnomo, 2013). Dampak
personal; (3) tidak memperhatikan kesulitan penggunaan penilaian terhadap motivasi dan
belajar yang mungkin dialami peserta didik; dan pemahaman matematis bersifat dikotomi, yakni
(4) memisahkan penilaian dalam proses menguntungkan atau merugikan.
pembelajaran (Black & William, 1998; 2006; Mengacu apa yang dikemukakan oleh
Budiyono, 2010). Stiggins (2006), motivasi diperlukan oleh peserta
Sebagaimana penilaian sebagai bagian didik karena membantu mereka menghadapi
integral dari pembelajaran, penilaian juga permasalahan dengan percaya diri untuk menjadi
merupakan bagian integral dari pembelajaran pebelajar yang “mampu” dan memberikan
matematika. Standar penilaian untuk matematika di dorongan emosional dalam berjuang untuk lebih
Sekolah dapat disajikan ke dalam enam standar, sukses, karena dalam pikiran mereka, sukses
diantaranya (1) mencerminkan matematika dimana adalah dalam jangkauannya jika mereka mencoba.

23
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
Hal ini menunjukkan bahwa pemicu untuk sendiri dan mencari tahu apa yang mereka lakukan
keberhasilan belajar adalah interpretasi mereka dan tidak mengerti tentang materi dengan
terhadap kesuksesan mereka sendiri pada mendorong refleksi tentang proses pembelajaran.
penilaian. Mengacu fakta-fakta yang diuraikan di atas,
Di salah satu sisi, pemberian skor atau grade makalah ini mencoba mendeskripsikan bagaimana
memotivasi beberapa peserta didik dan di sisi lain konsepsi penilaian dari berbagai sudut pandang
melemahkan motivasi peserta didik yang lain sehingga membangun prinsip-prinsip yang harus
(WNCP, 2006). Peserta didik yang merasa diperhatikan dalam proses penilaian serta
“mampu” termotivasi dengan kemungkinan akan bagaimana peran penilaian terhadap motivasi
sukses dan mendapat pujian, namun tidak belajar dan pemahaman matematis peserta didik.
demikian dengan peserta didik yang kurang
“mampu” mungkin lebih memilih menghindari Makna Penilaian, Pengukuran, dan Evaluasi
kegagalan dengan mendevaluasikan proses dalam Pembelajaran
penilaian dan bahkan termasuk bersekolah. Perbedaan makna dari penilaian (termasuk
Pemilihan tes atau tugas sebagai alat penilaian tes), pengukuran, evaluasi yang memungkinkan
juga dapat mewakili proses untuk menggali terjadi dalam satu proses pembelajaran
pemahaman matematis peserta didik. Hal ini menyebabkan miskonsepsi praktis bagi pendidik.
ditunjukkan oleh Nillas (2003) yang menggali Sebagian besar dalam prakteknya di lapangan,
pemahaman konseptual dan prosedural calon guru pendidik memandang tes adalah sama dengan
Sekolah Dasar terhadap materi pecahan dengan melakukan penilaian untuk mengukur dan
kombinasi tugas pemecahan masalah dan mengevaluasi kinerja peserta didik. Tes adalah
pengajuan masalah. Nillas menyimpulkan bahwa bagian atau salah satu alat atau metode untuk
untuk menggali pemahaman matematis, melakukan penilaian. Sedangkan, menilai kinerja
diantaranya guru harus lebih kreatif dalam atau hasil belajar tidak hanya melalui penggunaan
mendesain tugas maupun tes (yang merupakan tes.
salah satu bentuk penilaian). Lebih lanjut, studi Miller, Linn, & Grounlund (2009)
yang dilakukan oleh Schwarm & Van De Grift membedakan terminologi penilaian, pengukuran,
(2002) menemukan bahwa teknik penilaian kelas dan tes dengan sebuah jawaban dari pertanyaan-
dapat membuat instruktur dengan cepat menilai pertanyaan. Penilaian menjawab pertanyaan:
pemahaman dan miskonsepsi peserta didik “seberapa baik individu menjalankan?”,
sehingga dapat mengubah metode mengajarnya pengukuran menjawab pertanyaan “berapa
sebagai bentuk respon terhadap penilaian yang banyak?”, dan tes menjawab pertanyaan: “seberapa
telah dilakukan. Di samping itu, peserta didik baik individu menjalankan (baik dibandingkan
tanpa secara eksplisit mengemukakan bahwa dengan orang lain atau dibandingkan dengan
dengan teknik penilaian kelas yang dilakukan domain tugas kinerja?”).
sangat membantu untuk pembelajaran mereka

24
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
Brookhart (2005) menjelaskan penilaian, dengan cara melakukan pengukuran) dan informasi
pengukuran, dan evaluasi dengan contoh kualitatif (pertanyaan, dialog kelas, observasi, dan
penerapan seperti berikut: Pendidik memberikan feedback) yang selanjutnya digunakan untuk
ujian tengah semester dan nilai peserta didik evaluasi (menentukan dan membuat pertimbangan
mencapai 64 persen, maka pendidik tersebut atau keputusan tentang nilai).
melakukan penilaian sekaligus pengukuran. Jika
pendidik menggunakan informasi tersebut untuk Tujuan Penilaian
menyimpulkan bahwa peserta-didiknya harus Tujuan penilaian secara holistik dapat
mendapatkan bantuan tambahan atau perbaikan ditafsirkan dalam berbagai cara yang berbeda.
tugas, maka pendidik melakukan evaluasi. Jika Newton (2007) mengelompokkan tujuan penilaian
pendidik bertanya apa masalah yang mungkin berdasarkan berbagai penggunaannya, yakni (1)
terjadi, respon peserta didik merupakan informasi keperluan evaluasi sosial; (2) keperluan formatif;
penilaian tetapi bukan pengukuran (tidak ada skala (3) keperluan monitoring; (4) keperluan transfer;
numerik). Penilaian pendidik tentang nilai (5) keperluan penempatan; (6) keperluan
wawasan peserta didik adalah evaluasi. diagnosis; (7) keperluan pedoman; (8) keperluan
Berdasarkan uraian di atas, penilaian kualifikasi; (9) keperluan seleksi; (10) keperluan
merupakan serangkaian aktivitas untuk perizinan; (11) keperluan memilih sekolah; (12)
memperoleh informasi kualitatif dan kuantitatif monitoring keperluan lembaga; (13) keperluan
baik ketika awal, sedang berlangsungnya proses, alokasi sumber daya; (14) keperluan intervensi
maupun di akhir pembelajaran untuk tujuan organisasi; (15) keperluan evaluasi program; (16)
tertentu. Tes merupakan bagian dari tipe penilaian keperluan monitoring sistem; (17) keperluan
yang umumnya berisikan sekumpulan pertanyaan komparatif; (18) keperluan akuntabilitas nasional.
yang diberikan pada jangka waktu tertentu dalam Tujuan penilaian dari Newton di atas
kondisi seimbang untuk semua peserta didik. merupakan tujuan yang bersifat holistik dan tidak
Pengukuran berarti menerapkan seperangkat aturan dikhususkan pada tujuan penilaian untuk “kelas”.
(beberapa skala skor) dari hasil tes atau tipe lain Tujuan penilaian dalam perspektif berbeda
dari penilaian untuk mendapatkan informasi diajukan oleh Fachikov (2005) yang dibedakan
kuantitatif tentang hal tersebut (nilai atau angka atas tujuan sumatif dan tujuan formatif. Fachikov
dari beberapa jenis). Evaluasi berarti menggunakan mengilustrasikan bahwa tujuan penilaian secara
informasi dari penilaian untuk membuat sumatif ditujukan pada sistem pendidikan, pembuat
pertimbangan (keputusan) tentang nilai dari kebijakan, dan administrator. Di sisi lain, penilaian
sesuatu (Black & Wiliam, 1998; Brookhart, 2005; secara formatif ditujukan pada peserta didik
Miller et al, 2009; Hargreaves; 2005; Purnomo, (siswa/mahasiswa) dan pendidik (guru/dosen).
2013). Ilustrasi tersebut dapat ditunjukkan oleh Gambar 1.
Secara ringkas, penilaian digunakan untuk
memperoleh informasi kuantitatif (melalui tes

25
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014

Gambar 1. Tujuan Penilaian Menurut Fachikov (2005)


Tujuan sumatif dapat digunakan untuk seleksi, belajar mengajar (KBM), dan dapat terjadi berkali-
sertifikat, akuntabilitas, dan meninjau efektivitas. kali di setiap proses KBM. Penilaian kelas
Sedangkan, tujuan formatif dapat digunakan untuk mengacu pada semua kegiatan yang dilakukan
memotivasi peserta didik, diagnosa, memonitor pendidik dan peserta didik dimana menggunakan
belajar, umpan balik, meningkatkan pembelajaran, umpan balik (feedback) dalam berbagai bentuk dan
refleksitas, dan lain lain. Kedua bentuk tujuan dikembangkan dalam proses KBM di dalam kelas
tersebut hendaknya digunakan secara proporsional sebagai informasi tentang kesalahan spesifik dan
sehingga tercipta equity dalam pendidikan. saran untuk perbaikan (Black et al., 2003; 2004).
Memandang penilaian sebagai bagian integral
Assessment Based Learning yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran,
Penilaian kelas adalah serangkaian aktivitas maka tujuan asesmen dapat difokuskan pada tiga
yang dirancang untuk memperoleh informasi kategori utama, yakni penilaian terhadap
kualitatif dan kuantitatif baik ketika awal, sedang pembelajaran (Assessment of Learning; AoL),
berlangsungnya proses, maupun di akhir penilaian untuk pembelajaran (Assessment for
pembelajaran yang membantu pendidik untuk Learning; AfL), dan penilaian sebagai
mengetahui apa yang dipelajari peserta didik di pembelajaran (Assessment as Learning; AaL)
kelas dan seberapa baik mereka telah belajar [WNCP, 2006]. Ketiganya dapat dipandang
(Angelo & Cross, 1993; Shermis & Di Vesta, sebagai tujuan daripada suatu metode untuk
2011). menetapkan hasil apa yang diinginkan dalam
Penilaian kelas meliputi proses proses pembelajaran.
mengkombinasikan penilaian yang bersifat formal AoL lebih bersifat sumatif dan digunakan
dan informal, yang berakar dalam proses kegiatan untuk mengkonfirmasi apa yang peserta didik
26
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
ketahui dan bisa lakukan, untuk menunjukkan kali ditukar-balikkan (Bennett, 2011). Bennet
apakah mereka telah mencapai kriteria tertentu, mengilustrasikan sebuah pandangan yang lebih
dan mengevaluasi keefektifan program pengajaran bernuansa tentang hubungan antara tujuan dan
dan pelayanan untuk dilaporkan pada publik dalam jenis penilaian sebagai berikut.
satuan waktu tertentu (WNCP, 2006; Stiggins,
2002; Mok, 2011; Purnomo, 2013). Tabel 1 Hubungan Tujuan dan Tipe Penilaian
AfL yakni suatu proses yang menyediakan Tujuan
umpan balik untuk mengetahui informasi tentang Tipe AfL AoL
Formatif X x
sejauh mana posisi peserta didik dalam belajar dan
Sumatif x X
bagaimana langkah terbaik yang harus ditempuh Keterangan:
selanjutnya untuk meningkatkan hasil belajarnya. X: Tujuan Primer
Proses ini memungkinkan kolaborasi antara x : Tujuan Sekunder
pendidik dengan peserta didik dan sesama peserta Bentuk tujuan penilaian yang lain yakni AaL
didik dalam proses kegiatan pembelajaran dalam yang memfokuskan pada peran peserta didik
upaya menggapai tujuan bersama (Assessment sebagai konektor kritis antara penilaian dan
Reform Group, 2002; Black et al., 2003; 2004; pembelajaran. Ketika peserta didik aktif, terlibat,
WNCP, 2006; Lee, 2006). dan sebagai penilai yang kritis, memahami
Seringkali istilah AfL disamakan dengan informasi, menghubungkannya dengan
penilaian formatif, namun keduanya memiliki pengetahuan sebelumnya, dan menggunakannya
perbedaan (Stiggins, 2002; 2005; Black et al., untuk belajar pengetahuan baru (WNCP, 2006).
2003). Penilaian (termasuk AfL) dapat menjadi AaL dapat dikembangkan melalui proses self-
formatif ketika bukti aktual digunakan untuk assessment, peer-assessment, feedback, dan
mengadaptasi pengajaran untuk memenuhi refleksi diri terhadap kriteria sukses yang telah
kebutuhan peserta didik (Black & William, 1998; ditetapkan (Earl, 2003; WNCP, 2006). Beberapa
Black, et al., 2003). Penilaian formatif dapat penulis mengungkapkan bahwa AaL dapat
mencakup beberapa pendekatan yakni melakukan dikembangkan melalui proses AfL sehingga proses
tes lebih sering, mengelola data atau bukti belajar AfL sudah mencakup proses AaL (Black et al.,
dengan efektif, dan menggunakan AfL. Hal ini 2003; 2004).
dapat disimpulkan dan diasumsikan bahwa AfL Penilaian kelas harus mencakup ketiga bentuk
merupakan himpunan bagian dari penilaian tujuan di atas dan untuk mengoptimalkan
formatif (Black et al., 2003; Stiggins, 2005). AfL efektivitas kelas, ketiganya harus pada proporsi
lebih dari sekedar melakukan tes lebih sering atau yang seimbang. Untuk mewadai ketiganya,
mengelola data atau bukti belajar, tetapi juga makalah ini menyebutnya dengan istilah penilaian
mencakup pelibatan peserta didik dalam proses berbasis pembelajaran atau Assessment Based
(Stiggins, 2002; 2005). Kedua istilah penilaian ini Learning (ABL). ABL merupakan penilaian
memang menjadi sebuah isu kritis karena sering berbasis kelas yang digunakan untuk
27
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
mengumpulkan informasi baik kualitatif maupun 5. Matematika melekat dalam permasalahan
kuantitatif yang digunakan sebagai umpan balik yang merupakan bagian dari dunia nyata
untuk mendiagnosa belajar peserta didik dan siswa. Hal ini dapat dijadikan dasar untuk
pengajaran pendidik sehingga keduanya dapat memilih dan menggunakan pertanyaan yang
merubah cara belajar atau metode mengajar untuk efektif sesuai konteks siswa untuk menggali
mencapai tujuan bersama. pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan.
Earl (2003) membuat sebuah ilustrasi dari 6. Menyediakan umpan balik formatif.
komposisi yang proporsional antara AoL, AfL, dan 7. Menyedikan proses self-assessment dan peer-
AaL dalam ABL sebagai berikut. assessment.
8. Menggunakan tes sumatif secara formatif.
9. Metode penilaian harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan siswa untuk
mengungkapkan apa yang mereka ketahui,
bukan apa yang mereka tidak ketahui.
10. Sebuah rencana penilaian harus seimbang
Gambar 2. Piramida Komposisi Penilaian yang
mencakup beberapa peluang dan bervariasi
Proporsional
(format) bagi peserta didik untuk
menampilkan dan mendokumentasikan
Prinsip-prinsip ABL dapat dikembangkan
prestasi mereka.
berdasarkan tiga bentuk penilaian (AoL, AfL, dan
AaL). Berikut prinsip-prinsip penilaian yang
dikembangkan dari de Lange (1999); Black & Peran ABL terhadap Motivasi Belajar
Motivasi merupakan kekuatan dari dalam diri
William (1998); Black et al. (2003; 2004); Heuvel-
yang mengacu pada alasan untuk mengarahkan
Panhuizen, (1996); NCTM (2000), yang ditujukan
perilaku ke arah tujuan tertentu, terlibat dalam
untuk mewadahi tujuan penilaian baik sebagai
aktivitas tertentu, atau meningkatkan energi dan
AoL, AfL, dan AaL dalam pembelajaran
usaha untuk mencapai tujuan tertentu (Purnomo,
matematika.
2013). Motivasi untuk belajar diperlukan sebagai
1. Tujuan utama dari penilaian adalah untuk
dorongan emosional untuk melakukan usaha
meningkatkan pembelajaran.
belajar dan membantu peserta didik percaya bahwa
2. Sebagai proses yang terintegrasi dan
dia mampu sebagai pebelajar (Stiggins, 2006).
berkesinambungan.
Peran penilaian dalam motivasi peserta didik
3. Kriteria dan proses penilaian harus terbuka.
telah lama dibahas sejak munculnya pendekatan
4. Penilaian harus dapat mengarahkan
behavior sekitar tahun 1960 dan 1970 yang
pembelajaran kepada kriteria sukses dan
mengedepankan penghargaan dan hukuman
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
sebagai bentuk umpan balik. Sebagai contoh,
bersama-sama dengan peserta didik
pemberian grade yang sangat berdampak terhadap
sebelumnya.
28
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
motivasi belajar peserta didik. Di salah satu sisi, untuk menghindari hukuman (misalnya, nilai yang
pemberian grade memotivasi beberapa peserta buruk, ketidaksetujuan).
didik dan di sisi lain melemahkan motivasi peserta Peran penilaian dapat menjadi motivator,
didik yang lain (WNCP, 2006). Peserta didik yang bukan melalui penghargaan dan hukuman
merasa “mampu” termotivasi dengan kemungkinan (Stiggins, 2006; WNCP, 2006), namun digunakan
akan sukses dan mendapat pujian, namun tidak untuk merangsang dorongan instrinsiknya.
demikian dengan peserta didik yang kurang Penilaian dapat meningkatkan motivasi belajar
“mampu” mungkin lebih memilih menghindari peserta didik melalui (1) penekanan pada proses
kegagalan dengan mendevaluasikan proses dan prestasi daripada kegagalan; (2) menyediakan
asesmen dan bahkan termasuk bersekolah. umpan balik untuk melangkah maju dalam belajar;
Berdasarkan tujuan yang menimbulkan (3) memperkuat gagasan bahwa peserta didik
tindakan, beberapa pakar menyebutkan bahwa memiliki kontrol diri atas belajarnya, dan tanggung
terdapat dua tipe berbeda dari motivasi belajar jawab terhadap belajar mereka sendiri; (4)
yang saling berhubungan, yakni motivasi intrinsik membangun kepercayaan peserta didik sehingga
dan ekstrinsik (Middleton & Spanias, 1999; Ryan mereka dapat dan harus mengambil risiko; (5)
& Deci, 2000). Secara tradisional, pendidik penggunaan penilaian yang relevan, dan menarik
menganggap motivasi intrinsik lebih diinginkan bagi imajinasi peserta didik; (6) menyediakan
dan menghasilkan hasil belajar yang lebih baik perancah bahwa peserta didik harus benar-benar
daripada motivasi ekstrinsik (Lai, 2011; Ryan & berhasil (WNCP, 2006).
Deci, 2000).
Motivasi belajar intrinsik adalah dorongan Peran ABL terhadap Pemahaman Matematis
atau keinginan peserta didik untuk terlibat dalam Pemahaman matematis terdiri dari dua bentuk,
belajar “untuk kepentingan diri sendiri”. Peserta yakni pemahaman konseptual dan prosedural.
didik yang termotivasi secara intrinsik ikut serta Pemahaman konsep matematis merupakan
dalam tugas akademik karena mereka pemahaman eksplisit dan implisit yang mendasari
menikmatinya dan dalam rangka memahaminya. struktur matematika yang meliputi keterkaitan dan
Mereka merasa bahwa belajar adalah penting hubungan timbal balik antara ide dalam domain
sehubungan dengan citra diri mereka, dan mereka yang menjelaskan dan memberikan pengertian
melakukan aktivitas pembelajaran untuk semata- terhadap prosedur matematis (Eisenhart et al.,
mata sukacita atau kesenangan pribadi terhadap 1993; Rittle-Johnson & Alibali, 1999; Rittle-
pembelajaran (Middleton & Spanias, 1999; Waege, Johnson, Siegler, & Alibali, 2001; Schneider &
2007; Ryan & Deci, 2000; Lai, 2011). Di sisi lain, Stem, 2010). Di sisi lain, pemahaman prosedur
peserta didik yang termotivasi secara ekstrinsik matematis diartikan sebagai penguasaan
terlibat dalam tugas-tugas akademik untuk keterampilan komputasi dan pengetahuan tentang
memperoleh penghargaan (misalnya, nilai baik, prosedur dalam mengidentifikasi komponen
pujian, umpan balik positif dari guru/dosen) atau matematika, algoritma, dan definisi untuk untuk

29
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
mencapai tujuan tertentu (Eisenhart et al., 1993; umpan balik untuk merancang pengajaran yang
Byrnes & Wasik, 1991; Schneider & Stem, 2010). lebih baik.
Seringkali, definisi pemahaman konsep Beberapa peneliti internasional
dihubungkan dengan pertanyaan “knowing that”, mengungkapkan bahwa penilaian berperan penting
sedangkan pemahaman prosedural dihubungkan terhadap pemahaman konseptual maupun
dengan pertanyaan “knowing how” (Byrnes & prosedural. Ma et al. (2008) mengemukakan bahwa
Wasik, 1991). infus penilaian ke konten materi ajar matematika
Banyak penelitian yang mengembangkan adalah cara yang berpotensi efektif untuk
terlebih dahulu salah satu diantara pemahaman memperkuat dan meningkatkan pemahaman
konseptual dan pemahaman prosedural. Mengacu matematis calon guru SD. Ma, Millman, & Wells
pada pemahaman konsep terlebih dahulu, menggunakan self-assessment dan peer-assessment
seseorang awalnya mengembangkan (atau untuk melakukan peer-evaluation dalam oral
dilahirkan dengan) pengetahuan konseptual dalam presentasi matematika dan menyimpulkan bahwa
domain dan kemudian menggunakan pemahaman terdapat keterkaitan antara peer-evaluation dalam
konseptual tersebut untuk menghasilkan dan oral presentasi matematika dengan peningkatan
memilih prosedur dalam memecahkan masalah pemahaman prosedural dan pemahaman
dalam domain. Sebagai contoh, memahami sifat konseptual tertentu. Melihat penelitian lain, Nillas
kerapatan pecahan diperlukan pemahaman tentang (2003) merekomendasikan bahwa penilaian dapat
pecahan senilai. Di sisi lain, mengembangkan meningkatkan pemahaman matematis peserta didik
prosedur terlebih dahulu dilakukan dengan belajar dengan menyediakan serangkaian format tugas
mengenai prosedur untuk memecahkan masalah atau tes yang bervariasi. Di sisi lain, Schwarm &
dalam domain dan kemudian menggali konsep Van De Grift (2002) menemukan bahwa teknik
domain dari pengalaman untuk memecahkan penilaian kelas dapat membuat instruktur dengan
masalah (Rittle-Johnson et al., 2001). cepat menilai pemahaman dan miskonsepsi peserta
Penilaian memiliki peran aktif dalam didik sehingga dapat mengubah metode
mengembangkan pemahaman matematis. ABL mengajarnya sebagai bentuk respon terhadap
mencakup penggunaaan self-assessment dan peer- penilaian yang telah dilakukan. Di samping itu,
assessment yang diperlukan untuk memeriksa dan peserta didik tanpa secara eksplisit mengemukakan
merefleksikan kemajuan dari belajarnya sendiri bahwa dengan teknik penilaian kelas yang
(Spiller, 2012). Hal ini digunakan untuk dilakukan sangat membantu untuk pembelajaran
menghubungkan pengetahuan yang sudah dimiliki mereka sendiri dan mencari tahu apa yang mereka
untuk membangun pemahaman matematis. ABL lakukan dan tidak mengerti tentang materi dengan
juga menyediakan proses dialog kelas dan umpan mendorong refleksi tentang proses pembelajaran.
balik yang berguna mendeteksi sejak dini
miskonsepsi peserta didik dalam belajar dan
mengubah pengajaran yang dilakukan berdasarkan

30
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
Penutup Effective Learning and Teaching in
Mathematics and Its Applications (pp.47–58).
Paradigma teaching to the test yang selama ini
London: Kogan Page.
dilakukan oleh pendidik seharusnya dihindari
Bennett, R. E. (2011). Formative Assessment: A
karena tidak menguntungkan untuk kualitas
Critical Review. Assessment in Education:
pendidikan, terutama berdampak pada motivasi Principles, Policy & Practice, 18(1), 5-25.
doi: 10.1080/0969594X.2010.513678
belajar dan kurangnya perhatian khusus terhadap
pemahaman matematis peserta didik. Penilaian Black, P., & Wiliam, D. (1998). Inside the Black
Box: Raising Standards through Classroom
tidak hanya sekedar melakukan serangkaian tes,
Assessment. Phi Delta Kappan, 80(2), 139-
tetapi juga dapat dilakukan dengan beberapa cara 148.
yang didasarkan dari prinsip-prinsip penilaian.
Black, P., & Wiliam, D. (2006). Developing a
Sukses dalam belajar matematika akan tercapai theory of formative assessment. In J. Gardner
(Ed.), Assessment and Learning, London, UK:
jika motivasi intrinsik dan pemahaman matematis
Sage Publication Ltd.
dibangun dan dikembangkan sedemikian rupa
Black, P., & William, D. (2006). Assessment for
sehingga terdapat usaha “lebih” untuk digunakan
Learning in the Classroom. In J. Gardner
mendalami pengetahuan baru berdasarkan (Ed.). Assessment and Learning. London, UK:
SAGE Publication Ltd.
pemahaman konsep yang betul dan pemahaman
prosedur secara lancar. Penilaian sangat vital untuk Black, P., Harrison, C., Lee, C., Marshall, B., &
Wiliam, D. (2003). Assessment for learning:
mengembangkan kedua aspek tersebut dengan
putting it into practice. Buckingham, UK:
memposisikan penilaian sebagai bagian integral Open University Press.
dari pembelajaran yang dalam makalah ini
Black, P., Harrison, C., Lee, C., Marshall, B., &
assessment based learning (ABL). Wiliam, D. (2004). Working Inside the Black
Box: Assessment for Learning in the
Classroom. Phi Delta Kappan, 86(1), 8-21.
Daftar Pustaka
Bonnett, J. S. (2010). Implementing Assessment
Alonso-Tapia, J. (2002). Knowledge assessment for Learning In A Basic Skills Mathematics
and conceptual understanding. In En M. Classroom. Dissertation for the Degree of
Limon, & L. Mason (Eds.), Reframing the Masters in Education. Malta: University of
processes of conceptual change (pp. 389-413). Malta, diambil dari
Dordrecht: Kluwer. http://www.primasnational.eu/MT/images/pdf
/jacqueline%20schembri%20bonnett%20med
Angelo, T. A., & Cross, K. P. (1993). Classroom %20dissertation.pdf, pada tanggal 5 Desember
Assessment Techniques: A Handbook for 2013.
College teachers, 2nd Edition. California:
Jossey-Bass Inc. Brookhart, S. M. (2005). Assessment Theory for
College Classrooms. New Directions for
Assessment Reform Group. (2002). Assessment for Teaching and Learning, 100(Winter, 2004):
Learning: 10 Principles. Norwich: DfES 5-14.
Publications. Diambil dari
http://www.assessment-reform-group.org,uk, Budiyono. (2010). Peran Asesmen dalam
pada tanggal 3 Oktober 2012. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan
Beevers, C., & Paterson, J. (2002). Assessment in Matematika, Universitas Sebelas Maret,
Mathematics. In Kahn, P & Kyle, J., (Eds.). tanggal 5 Mei 2010.
31
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
http://www.pearsonassessments.com/hai/imag
Byrnes, J. P., & Wasik, B. A. (1991). Role of es/tmrs/motivation_review_final.pdf, pada
Conceptual Knowledge in Mathematical tanggal 9 September 2012.
Procedural Learning, Developmental
Psychology, 27(5),777-786. doi: Lee, C. (2006). Language for Learning
10.1037/0012-1649.27.5.777 Mathematics: Assessment for Learning in
Practice. Berkshire, England: Open
Cauley, K. M., & Mcmillan, J. H. (2010). University Press.
Formative Assessment Techniques to
Support Student Motivation and Ma, X., Millman, R., & Wells, M. (2008). Infusing
Achievement. Clearing House: A Journal of Assessment into Mathematics Content
Educational Strategies, Issues and Ideas, Courses for Pre-Service Elementary School
83(1), 1-6. Teachers. Educ Res Policy Prac, 7:165–181.
De Lange, J. (1999). Framework for classroom doi: 10.1007/s10671-008-9050-5
assessment in mathematics. Madison, WI:
Freudenthal Institute & National Center for Mansyur. (2011). Pengembangan Model
Improving Student Learning and Achievement Assessment for Learning pada Pembelajaran
in Mathematics and Science, diambil dari Matematika di SMP. Jurnal Penelitian dan
www.fi.uu.nl/catch/products/framework, pada Evaluasi Pendidikan, 15(1), 71 – 91.
tanggal 22 Desember 2012.
Middleton, J. A & Spanias, P. A. (1999).
Earl, L. (2003). Assessment as Learning: Using Motivation for Achievement in Mathematics:
Classroom Assessment to Maximise Student Findings, Generalizations, and Criticisms of
Learning. Thousand Oaks, CA, Corwin Press. the Research. Journal for Research in
Mathematics Education. 30 (1). 65–88.
Eisenhart, M., Borko, H., Underhill, R., Brown, C.,
Jones, D., & Agard, P. (1993). Conceptual Miller, M. D., Linn, R. L., & Gronlund, N. E.
Knowledge Falls Through The Cracks: (2009). Measurement and Assessment in
Complexities of Learning to Teach Teaching, Tenth Edition. New Jersey: Pearson
Mathematics for Understanding. Journal for education, Inc.
Research in Mathematics Education, 24(1), 8-
40. Mok, M. M. C. (2011). The Assessment for, of and
as Learning in Mathematics: The Application
Falchikov, N. (2005) Improving Assessment of SLOA. In B. Kaur & W. K. Yoong (Eds.).
through Student Involvement: Practical Assessment in the Mathematics Classroom
Solutions for Learning in Higher and Further Yearbook 2011, Association of Mathematics
Education. Oxon: Routledge Falmer. Educators.

Hargreaves, E. (2005) Assessment for Learning? NCTM. (2000). Principles and Standards for
Thinking Outside the (Black) Box. Cambridge School Mathematics. Reston, Va.: National
Journal of Education, 35(2), 213–224. Council of Teachers of Mathematics.

Heuvel-Panhuizen. (1996). Assessment and Newton, P. E (2007). Clarifying the Purposes of


Realistic Mathematics Education. Utrecht: Educational Assessment. Assessment in
CD-β Press, Center for Science and Education, 14(2), 149–170.
Mathematics Education.
Nillas, L. (2003). Division of Fractions: Preservice
James, M., Black, P., Carmichael, P., Conner, C., Teachers’ Understanding and Use of Problem
Dudley, P., Fox, A., ..., William, D. (2006). Solving Strategies. The Mathematics
Learning How to Learn: Tools for Schools. Educator, 7(2), 96 – 113.
Oxon: Routledge.
Purnomo, Y. W. (2013). Keefektifan Penilaian
Lai, E. R. (2011). Motivation: A Literature Review. Formatif terhadap Hasil Belajar Matematika
Diambil dari Mahasiswa Ditinjau dari Motivasi belajar.
32
Sigma Journal ISSN: 1411-5166
No. 01, Volume VI, Juni 2014
Makalah dipresentasikan dalam Seminar Stiggins, R. J. (2002). Assessment Crisis: The
Nasional Matematika dan Pendidikan Absence Of Assessment FOR Learning. Phi
Matematika dengan tema “Penguatan Peran Delta Kappan. 83(10), 758-765.
Matematika dan Pendidikan Matematika
untuk Indonesia yang Lebih Baik” pada Stiggins, R. J. (2005). From Formative Assessment
tanggal 9 November 2013 di Jurusan to Assessment FOR Learning: A Path to
Pendidikan Matematika FMIPA UNY. Success in Standards-Based Schools. Phi
Delta Kappan, 87(4), 324-328.
Rittle-Johnson, B., & Alibali, M. W. (1999).
Conceptual and procedural knowledge of Stiggins, R. J. (2006). Assessment for Learning A
math: Does one lead to the other. Journal of Key to Motivation and Achievement. EDge:
Educational Psychology, 91(1), 175-189. doi: The Latest Information for the Education
10.1037/0022-0663.91.1.175 Practitioner [Phi Delta Kappa International
member], 2(2), 3-19.
Rittle-Johnson, B., Siegler, R. S., & Alibali, M. W.
(2001). Developing conceptual understanding Waege. (2007). Intrinsic and Extrinsic Motivation
and procedural skill in mathematics: An Versus Social and Instrumental Rationale for
iterative process. Journal of Educational Learning Mathematics. Proceedings of
Psychology, 93, 346-362. doi: 10.1037/0022- CERME 5, diambil dari
0663.93.2.346 http://ermeweb.free.fr/CERME%205/WG2/2_
Waege.pdf, pada tanggal 16 Agustus 2012.
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and
extrinsic motivations: Classic definitions and Western and Northern Canadian Protocol for
new directions. Contemporary Educational Collaboration in Education [WNCP]. (2006).
Psychology. 25. 54-67. Rethinking Classroom Assessment With
Purpose In Mind : Assessment for Learning,
Schneider, M., & Stern, E. (2010). The Assessment as Learning, Assessment of
Development Relations Between Conceptual Learning, diambil dari
and Procedural Konwledge: A Multimethod http://www.wncp.ca/english/subjectarea/class
Approach. Developmental Psychology, 46(1), assessment.aspx, pada tanggal 3 Oktober
178-192. doi: 10.1037/a0016701 2012.

Schwarm, S., & Van De Grift, T. (2002). Using


Classroom Assessment to Detect Students’
Misunderstanding and Promote
Metacognitive Thinking, diambil
darihttp://classroompresenter.cs.washington.e
du/papers/2002/ICLS_Schwarm.pdf, pada
tanggal 5 November 2013.

Shermis M. D., & Di Vesta, F. J. (2011).


Classroom Assessment in Action. Maryland:
Rowman & Littlefield Publishers, Inc.

Spiller, D (2012). Assessment Matters: Self-


Assessment and Peer Assessment. Hamilton,
New Zealand: Wāhanga Whakapakari Ako.
Diambil dari
http://www.waikato.ac.nz/tdu/pdf/booklets/9_
SelfPeerAssessment.pdf, pada tanggal 12
Desember 2013.

33

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai