Pencahayaan
Pencahayaan
1 Pencahayaan
3.1.1 Pengertian
Kelompok radiasi elektromagnetik berupa energi terdiri dari radiasi ultraviolet (UV), cahaya
tampak, dan infra merah (IR). Cahaya tampak atau yang biasa sering disebut dengan pencahayaan
(iluminasi) adalah kepadatan dari suatu berkas cahaya yang mengenai suatu permukaan energi
elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang dapat dilihat. Prinsip dari terjadinya
suatu iluminasi berupa energi panas diradiasikan/dipancarkan pada suatu media oleh suatu benda yang
lebih panas dari media disekelilingnya. Suatu benda panas memancarkan energi panas dan bersamaan
dengan itu juga memancarkan energi dalam bentuk cahaya (Kurnia, 2007). Cahaya memiliki panjang
gelombang yang berbeda-beda dalam sektrum yang tampak (cahaya tampak) yaitu 380-780 pada
gambar 3.1.
Menurut Suma’mur (1993), intensitas pencahayaan merupakan suatu aspek lingkungan fisik
yang penting untuk keselamatan kerja. Tempat kerja memerlukan intensitas pencahayaan yang cukup
agar pekerja dapat melihat dengan baik dan teliti. Intensitas pencahayaan yang baik ditentukan oleh
sifat dan jenis pekerjaan, dimana pekerjaan yang teliti memerlukan intensitas pencahayaan yang lebih
besar. Suatu pencahayaan berdasarkan sumbernya di bagi ke dalam tiga sumber, yaitu pencahayaan
alami, pencahayaan buatan, dan pencahayaan alami dan buatan (Arismaya et al, -).
1. Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sumber sinar matahari. Sumber
pencahayaan yang berasal dari pencahayaan alami kurang efektif karena matahari tidak
memberikan intensitas cahaya yang tetap. Untuk pencahayaan alami diperlukan jendela-jendela
yang besar dan dinding kaca yang yang mencukupi. Menurut Ehlers-Steel, untuk mendapatkan
pencahyaan alami yang cukup pada suatu ruangan diperlukan jendela sebesar 15-20% dari luas
lantai (Suma’mur, 1995 dalam Wibiyanti, 2008). Keuntungan pencahayaan alami sinar matahari
menurut Susanto (1999) yaitu pengurangna terhadap energi listrik.
2. Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yag dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami.
Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sedemikian rupa sehingga sukar
dicapai oleh pencahayaan alami, maka dapat digunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan
buatan perlu dikelola dengan baik dan dipadukan dengan faktor-faktor penunjang pencahayaan
diantaranya atap, kaca, jendela, dan dinding agar dapat terciptanya tingkat pencahayaan yang
dibutuhkan. Dalam penggunaan pencahayaan buatan harus pula diperhatikan jenis lampu yang
digunakan apakah lampu pijar, lampu tungsten-halogen, lampu sodium, atau lampu fluorescent.
3. Pencahayaan alami dan buatan
Untuk memenuhi intensitas cahaya yang diingnkan, kita dapat memadukan pencahayaan alami
dengan pencahayaan buatan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan
pencahayaan alami dapat membetrikan keuntungan yaitu variasi intensitas cahaya matahari,
distribusi terangnya cahaya, efek dari lokasi (pemantulan dan jarak cahaya), letak geografis dan
kegunaan gedung. (Susanto, 1999, dalam Wibiyanti, 2008).
Berdasarkan cara distribusi cahayanya, pencahayaan dapat dibedakan menjadi lima macam
yaitu (ILO, 1998 dalam Wibiyanti, 2008) yaitu:
1. Distribusi pencahayaan langsung (direct lighting), pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan
secara langsung ke benda yang perlu diterangi.
2. Distribusi pencahayaan semi langsung (semi direct lighting), pada sistem ini 60-90% cahaya
diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-
langit dan dinding.
3. Distribusi pencahayaan difus (general diffuse lighting), pada sistem ini setengah cahaya 40-60%
diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan
dinding.
4. Distribusi pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lingting), pada sistem ini 60-90%
cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke
bagian bawah.
5. Distribusi pencahayaan tidak langsung (indirect lighting), pada sistem ini 90-100% cahaya
diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untuk menerangi
seluruh ruangan.
(lux)
Tahapan penelitian:
1. Studi Literatur
Studi literatur untuk mengetahui teori yang mendasari penelitian mengenai pengukuran
pencahayaan dengan lux meter di ruang kerja beserta regulasi yang diterapkan di Indonesia.
Informasi didapat dari regulasi yang diterapkan di Indonesia mengenai penelitian terkait,
jurnal ilmiah, penelitian terdahulu, buku, dan sumber informasi lainnya.
2. Studi pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan dengan observasi untuk menentukan lokasi penelitian. SNI
16-7062-2004 tentang pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja sebagai acuan
dalam penentuan titik sampling.
3. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara primer dengan menggunakan instrument multifunction
instrument meter dari Laboratorium Higiene Industri Teknik Lingkungan ITB merk alat
Krisbow 06-291 Multifunction Environment Meter pada Gambar 3.4. Angka yang tertera
dalam layar alat (angka yang konstan) di catat sebagai hasil pengukuran untuk diolah lebih
lanjut.
Gambar 3.4 Krisbow 06-291 Multifunction Environment Meter
4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan melakukan perhitungan pada persamaan 1
Pnt1 + Pnt 2 + Pnt 3 + Pnt n
Pengukuran ke − n =
n
P1 + P2 + P3 + Pn
rata − rata =
n
Keterangan:
P= pengukuran ke-
T= titik pengukuran ke-
Kemudian nilai rata-rata yang di dapat merupakan nilai dari pengukuran pencahayaan di
suatu ruang tersebut.
5. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan hasil data yang diperoleh dan dibandingkan
dengan NAB Peraturan Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 tentang standar dan
persyaratan kesehatan lingkungan kerja industri kemudian dilakukan evaluasi dan
rekomendasi pengendalian jika nilai dari pengukuran yang di dapat tidak memenuhi NAB
yang ditetapkan.
4.1 Pencahayaan
Perhitungan
Angka yang di dapat dalam display alat adalah:
Titik 1: 70 lux, 110 lux, 60 lux
Titik 2: 50 lux, 100 lux, 80 lux
Titik 3: 10 lux, 20 lux, 20 lux
Titik 4: 40 lux, 30 lux, 60 lux
Titik 5: 140 lux, 120 lux, 130 lux
Titik 6: 20 lux, 10 lux, 30 lux
Dengan menggunakan persamaan 1, maka:
Tabel 4.1 Intensitas pencahayaa pada ruangan yang di amati
*) NAB Peraturan Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 tentang Standar dan Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
Masing-masing ruangan dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali pengukuran, dimana hasil
tiga pengukuran tersebut dilakukan perhitungan rata-rata sebagai nilai dari intesitas pencahayaan pada
ruangan yang di amati. Dari masing-masing titik pengambilan sampel memiliki nilai intensitas
pencahayaan sebsesar 80 lux, 76,67 lux, 16,67 lux, 50 lux, 130 lux dan 20 lux dimana jika
dibandingkan dengan NAB dari Peraturan Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 tentang Standar
dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, keenam titik sampel tersebut masih di bawah
NAB minimal yang ditetapkan.
Pembahasan
Salah satu faktor permasalahan yang mengganggu kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan
kerja di tiga ruang teersebut ialah permasalahan mengenai pencahayaan ruang kerja yang kurang
(masih di bawah NAB). Kurangnya pencahayaan ruang kerja, menyebabkan pupil mata harus berusaha
menyesuaiakan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus berkontraksi secara berlebihan
sehingga mata pekerja akan cepat lelah. Cepat lelahnya pekerja ini menyebabkan turunnya
produktivitas kerja serta berpengaruh pula pada tingkat kesehatan pekerja.
A. Identifikasi
Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan indentifikasi faktor bahaya dalam lingkungan kerja
terlebih dahulu. Dari proses identifikasi di dapat faktor bahaya secara zat fisis yaitu pencahayaan.
Proses identifikasi faktor bahaya dan penentuan tempat yang menjadi sampling pengukuran juga
dilakukan dengan proses wawancara dan diskusi dengan staff Ruang Penyimpanan dari PT. J&C.
Kemudian di dapatlah enam lokasi pengambilan sampel indoor yaitu ruang operator, ruang kompresor,
dan ruang operator. Enam tempat ini merupakan tempat yang dipilih dan ditentukan berdasarkan
potensi bahaya terbesar.
B. Evaluasi
Evaluasi adalah usaha penilaian secara objektif terhadap perkiraan bahaya yang di dapat pada
proses identifikasi. Di ruangan indoor pada ruang kerjaa admin, koridor/lorong, dibawah tangga, lantai
2 (rak penyimpanan) dan ruang kerja palet dilakukan evaluasi dengan melakukan pengukuran
intensitas cahaya.
Ruang pertama dan kedua yaitu ruang kerja admin (meja depan dan meja belakang), pada ruangan
ini banyak dilakukan aktifitas kerja, karena meja admin dan pekerja gudang terletak di titik ini. Kondisi
pencahayaan di titik ini terasa gelap karena posisi lampu jauh dari titik tersebut dan hanya
mengandalkan cahaya matahari yang masuk melalui pintu luar. Melalui hasil pengukuran diperoleh di
ruangan ini intensitas cahaya sebesar 80 lux dan 76.67 lux, artinya ruangan ini belum memenuhi nilai
ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 untuk
lingkungan kerja yaitu sebesar 100 lux. Sumber cahaya di ruangan ini berasal dari pencahayaan alami
dan buatan. Pada saat pengukuran tidak semua lampu dinyalakan.
Ruang ketiga yaitu koridor/lorong, kondisi koridor atau lorong ini tidak digunakan untuk bekerja
hanya sebagai akses jalan saja. Pada ruangan ini intensitas cahaya yang terukur sebesar 16.67 lux,
artinya ruangan ini belum memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 untuk lingkungan kerja yaitu sebesar 20 lux yang termasuk ke dalam
lorong tidak ada pekerjaan.
Ruang keempat yaitu pencahayaan dibawah tangga, di ruangan ini intensitas cahaya yang terukur
sebesar 60 lux, artinya ruangan ini belum memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 untuk lingkungan kerja yaitu sebesar 150 lux.
Ruang kelima yaitu pencahayaan dilantai dua (rak penyimpanan), kondisi di ruangan ini tersinari
cahaya matahari dari luar sehingga lebih terang dibandingkan dengan ruangan lainnya di dalam gedung
,namun di ruangan ini intensitas cahaya yang terukur sebesar 130 lux, artinya ruangan ini belum
memenuhi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun
2016 untuk lingkungan kerja yaitu sebesar 200 lux.
Ruang terakhir yaitu ruang kerja palet, ruangan ini dipakai untuk proses pembuatan palet, akan
tetapi tidak ada sumber cahaya buatan yang digunakan untuk menerangi tempat tersebut (kondisi
lampu mati), hanya mengandalkan cahaya pantulan matahari saja, dari hasil pengukuran di ruangan
ini intensitas cahaya yang terukur sebesar 20 lux, artinya ruangan ini belum memenuhi nilai ambang
batas yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.70 Tahun 2016 untuk lingkungan kerja
yaitu sebesar 100 lux.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pencahayaan yang dapat menjadi alasan
intensitas cahaya di tiga ruang tersebut berada di bawah nilai NAB kepmenkes No.21 tahun 1998
dimana berperan dalam proses penyebaran cahaya ke seluruh ruangan, adanya penematan faktor
tersebut yang kurang tepat menimbulkan adanya sudut atau ruangan yang gelap.
- Disain sistem pencahayaanan
- Distribusi cahaya
- Pemantulan cahaya, langit-langit ruangan tergantung dari warna dan finishing yang sangat
berpengaruh khususnya pada pencahayaan tidak langsung
- Ukuran ruangan, ruangan yang luas akan lebih efisien dalam pemanfaatan cahaya daripada ruang
sempit
- Utilitas cahaya, persentase cahaya dari sumber cahaya yang secara nyata mencapai dan menerangi
benda-benda yang perlu ditrerangi
- Pemilihan disain dan sumber cahaya
C. Pengendalian
Dari hasil evaluasi, dimana intensitas cahaya yang di dapat berada di bawah NAB yang
ditetapkan, maka dilakukan pengendalian. Pengendalian dilakukan mengikuti hierarki pengendalian
risiko/bahaya. Pengendalian dapat dilakukan secara engineering dan administrasi. Secara engineering
dapat dilakukan dengan memperbesar intensitas penerangan dari jenis lampu, dan memastikan
masuknya sumber cahaya alami ke dalam ruangan tidak terhalang tirai ataupun benda kerja yang akan
menutupi meja kerja, dan juga penambahan spotlight pada meja kerja. Secara pengendalian
administrasi dengan melakukan prosedur atau aturan kerja.