Anda di halaman 1dari 3

Kondisi Hukum Setelah Kasus BG

Pencalonan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri merupakan salah satu isu
paling menarik dan paling menyita perhatian publik dalam 100 hari pemerintahan Jokowi. Pasalnya
setelah resmi dicalonkan sebagai calon tunggal Kapolri, Budi Gunawan ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK. Budi Gunawan kemudian melakukan gugatan prapradilan terhadap KPK dan
dikabulkan pengadilan. Meski penetapan Budi Gunawan oleh KPK dinyatakan tidak sah oleh
pengadilan, namun Jokowi akhirnya mengambil sikap tidak melantik Budi Gunawan, dan
mengusulkan nama baru yaitu Badroidin Haiti (BH) sebagai calon tunggal Kapolri.

Mayoritas publik menilai keputusan Jokowi untuk tidak melantik Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri
dan mengusulkan Badroidin Haiti sebagai Kapolri merupakan keputusan yang tepat. Mayoritas
publik yaitu sebesar 70.29 % menyatakan bahwa mereka mendukung keputusan Jokowi untuk tidak
melantik BG sebagai Kapolri.

Hanya 18.03 % yang menyatakan keputusan Jokowi untuk mengajukan nama lain yaitu Badroidin
Haiti dan tidak melantik Budi Gunawan merupakan keputusan yang keliru.

Demikian salah satu temuan survei terbaru (quickpoll) LSI Denny JA. Survei secara khusus ingin
memotret opini publik terkait dengan keputusan Jokowi terhadap Kasus BG. Survei dilakukan pada
tanggal 20 – 22 Februari 2015 di 33 Provinsi di Indonesia. Survei menggunakan multistage random
sampling dalam menarik sample sebanyak 1200 responden. Dengan estimasi margin of error
sebesar 2.9 %. Selain survei, kami pun melengkapi data dan analisis melalui riset kualitatif yaitu
dengan metode in depth interview, FGD, dan analisis media. Survei ini dibiayai sendiri oleh LSI
Denny JA.

Meski mengapresiasi sikap Jokowi dalam menyelesaikan kasus BG, mayoritas publik menyatakan
bahwa mereka semakin prihatin dengan kondisi hukum di Indonesia. Sebesar 66.89 % publik
menyatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia akhir-akhir ini makin memprihatinkan. Sebesar
22.52 % menyatakan kondisi hukum saat ini sama saja dengan periode sebelumnya. Dan hanya
sebesar 3.97 % publik yang menyatakan bahwa kondisi hukum di Indonesia makin baik.

Mereka yang prihatin terhadap kondisi hukum merata di semua segmen masyarakat Indonesia. Baik
mereka yang laki-laki maupun perempuan, tinggal di pedesaan maupun perkotaan, berpendidikan
tinggi maupun rendah, berekonomi mapan maupun para wong cilik. Namun demikian, mereka yang
lelaki, berpendidikan tinggi, dan tinggal di perkotaan lebih tinggi tingkat keprihatinannya dibanding
dengan mereka yang tinggal di pedesaan.

*****

Dari hasil riset yang dilakukan oleh LSI Denny JA ada empat alasan yang membuat publik makin
prihatin dengan kondisi hukum di Indonesia. Keempat alasan tersebut adalah:

Pertama, publik percaya ada upaya pelemahan KPK. Penetapan Bambang Widjayanto dan
Abraham Samad sebagai tersangka oleh Polri mendapat perhatian luas publik. Meskipun Polri
beralasan bahwa ada bukti hukum yang menjerat dua pimpinan KPK tersebut, namun publik
memiliki pandangan berbeda.

Publik menilai bahwa penetapan dua pimpinan KPK tersebut lebih besar “nuansa politisnya”
dibanding “nuansa hukumnya”. Publik melihat bahwa penetapan kedua pimpinan KPK tersebut
sebagai tersangka adalah upaya sistematis pelemahan KPK.

Munculnya persepsi publik bahwa ada upaya pelemahan KPK didukung oleh data survei yang
menunjukan bahwa sebesar 75.37 % menyatakan setuju bahwa ada upaya melemahkan KPK.
Hanya sebesar 10.45 % yang menyatakan bahwa tidak ada kesan pelemahan KPK.

Kedua, merosotnya wibawa institusi Polri. Kelembagaan Polri pun tak luput dari sorotan publik.
Wibawa Polri pun tergerus akibat kasus hukum BG dan kesan ingin melemahkan KPK. Kasus yang
menimpa Budi Gunawan memperoleh sentimen negatif publik. Institusi Polri hampir saja kehilangan
kewibawaanya jika BG tetap dilantik sebagai Kapolri. Meskipun pengadilan telah memutuskan
bahwa penetapan tersangka oleh KPK tidak sah. Namun publik percaya bahwa BG punya cacat
hukum sehingga sebaiknya tidak dilantik sebagai Kapolri

Selain penetapan BG sebagai tersangka, upaya “kriminalisasi” pimpinan KPK oleh Polri pun
direspon negatif oleh publik. Publik melihat ada misi “balas dendam” Polri terhadap KPK dengan
penetapan pimpinannya sebagai tersangka. Polri secara resmi telah mengumumkan Abraham
Samad dan Bambang Widjayanto sebagai tersangka. Bahkan Bambang Widjayanto pernah ditahan
oleh Bareskrim Polri yang akhirnya dilepas karena kuatnya protes publik.

Tergerusnya wibawa Polri ini pun terekam dalam survei LSI Denny JA. Survei menunjukan bahwa
sebesar 73.02 % publik setuju bahwa penetapan calon Kapolri Budi Gunawan sebagai tersangka
mengurangi wibawa institusi Polri. Hanya 18.25 % publik yang menyatakan bahwa kasus BG tidak
merusak wibawa Polri.

Ketiga, Presiden Jokowi dinilai lamban. Sejak awal kasus KPK vs Polri, publik telah berharap
Presiden Jokowi bersikap tegas dan meredam konflik antara kedua institusi hukum tersebut.
Presiden Jokowi pun sempat dinilai tidak tegas terhadap status pencalonan Budi Gunawan sebagai
kapolri
Pasca penetapan tersangka oleh KPK, Jokowi justru mengungkap ke publik bahwa dirinya hanya
menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri bukan membatalkan. Sikap Jokowi ini
memperoleh respon negatif publik. Publik menilai Presiden Jokowi melanggar komitmennya untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih.

Bimbangnya Presiden Jokowi terhadap status pencalonan BG pun dinilai publik karena Jokowi
diintervensi oleh pihak-pihak lain. Presiden dinilai mudah berkompromi dan tunduk terhadap tekanan
orang-orang di sekitarnya.

Survei menunjukan bahwa sebesar 55.65 % publik menyatakan bahwa Presiden Jokowi lamban dan
kurang tegas dalam mengambil sikap soal polemik KPK vs Polri. Hanya 33.87 % yang menyatakan
sebaliknya yaitu sudah cukup tegas dan cepat dalam mengambil sikap soal polemik tersebut.

Keempat, Publik kecewa atas sikap KIH. Sikap partai-partai pendukung pemerintahan yang
tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang terus mendesak Jokowi tetap melantik Budi
Gunawan pun direspon negatif oleh publik. Mayoritas publik yaitu sebesar 73. 17 % publik
menyatakan bahwa mereka menyayangkan sikap KIH yang “ngotot” mendesak Jokowi melantik
Budi Gunawan. Padahal bagi publik, meski belum terbukti, BG punya cacat hukum.

Akhirnya dengan adanya kesan pelemahan KPK, publik pun makin khawatir dengan masa depan
pemberantasan korupsi di Indonesia. Survei menunjukan bahwa sebesar 77.50 % publik
menyatakan bahwa mereka khawatir korupsi makin merajalela jika KPK dilemahkan. Hanya 17.50 %
publik yang menyatakan bahwa mereka tidak khawatir dengan masa depan pemberantasan korupsi
di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai