1.4 Manfaat
1.4.1 Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang fakror-faktor
yang berpengaruh terhadap kepatuhan pasien DM dalam menjalankan
program terapi.
1.4.2 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tempat
pelayanan dalam meningkatkan pelayanan..
1.4.3 Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data untuk melaksanakan
penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan keptauhan pasien dalam
menjalankan program terapi.
1.4 Relevansi
Diabetes merupakan suatu kelainan metabolik yang menahun , bila tidak diobati
dengan baik maka dapat menimbulkan kecacatan yang jarang reversibel dan
seringkali memerlukan pertolongan darurat dan perawatan di Rumah Sakit yang lama.
Proses pengobatan Diabetes merupakan suatu proses yang berlangsung 24 jam dan
seringkali berhubungan dengan perubahan gaya hidup. Oleh sebab itu kepatuhan
berobat merupakan harapan dari setiap penderita DM. Berarti setiap penderita DM
sanggup melaksanakan instruksi–instruksi ataupun anjuran dokternya agar penyakit
DM nya dapat dikontrol dengan baik. Pada umumnya penderita DM patuh berobat
selama ia masih menderita gejala / yang subyektif dan mengganggu hidup rutinnya
sehari-hari. Begitu ia bebas dari keluhan – keluhan tersebut maka kepatuhannya
untuk berobat sangat berkurang. Perawat sebagai anggota tim kesehatan(anggota
eduktor Diabetes ) dapat menjalankan perannya sehingga kegagalan pengobatan
karena kurangnya kepatuhan pasien terhadap program Terapi dapat di kurangi.
Pada bab ini akan disajikan tentang konsep dasar DM dan kepatuhan. Konsep
dasar DM meliputi : definisi, etiologi, tipe/jenis dan penatalaksanaan, sedangkan
konsep kepatuhan meliputi : definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
1.6.1 Kosep Dasar DM.
1.6.1.1 Definisi.
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik metabolik yang komplek
melibatkan gangguan metabolik karbohidrat, protein dan lemak dan
perkembangan komplikasi secara microvaskuler, macrovaskuler serta neuropati .
Diabetes Melitus merupakan kelainan heterogen , ditandai dengan sirkulasi
glukosa , lipid dan asam amino berkadar tinggi, karena tidak memadainya
insulin dalam memenuhi tuntutan metabolisme tubuh(Keith, 1996).
1.6.1.2 Etiologi
1. Tidak diketahui
2. Pada IDDM biasa karena tidak adekuat produksi insulin oleh
pankreas.
3. Pada NIDDM karena terjadi peningkatan kebutuhan insulin
4. Etiologi lain : panktreatitis, tumor pankreas, obesitas, hiperthiroid,
akromegali, kehamilan, infeksi.
1.6.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan
anjuran lklasifikasi DM American Diabetes Association ( ADA ) 1997.
Klasifikass Etiologi Diabetes Melitus (ADA 1997 ) :
1. Diabetes Tipe 1 ( destruksi sel beta , umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolut)
2. Diabetes Tipe 2 ( berpariasi mulai yang terutama dominant resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin).
3. Diabets Tipe Lain
a. Defek Relatif fungsi sel beta
- Maturity –onset Diabetes of the young (MODY).
- DNA mitichondria
b. Defek Negatif Kerja Insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas.
- Pankreatitis
- Tumor pankreatektomy
- Pankreatopati Fibrokalkulus
d. Endokrinopaty
- Akromegali
- Sindrom Cushing
- Feokrositoma
- Hiperthiridisme
e. Karena Obat zat kimia
- Vacor, pentamidin,asam nikotinat
- Glukkokortikoid, hormon thiroid
- Tiazid, Dilantin, interferon alfa dll
f. Infeksi
- Rubella, Kongenital, Cyto-Megalo- Virus ( CMV)
g. Sebab Imonologi yang jarang
- Antibodi anti insulin
h. Sindrom Genetik lain yang berkalitan dengan DM
- Sindrom Down , Sindrom Klinefelter, Sindrpm Turner, dll.
4. Diabetes Melitus Gestasional ( DMG).
1.6.1.4 Pengelolaan DM
1. Penyuluhan ( edukasi DM)
2. Perencanaan makan
3. Latihan Jasmani
4. Obat berhasiat Hipoglikemi
DM tan pa dekompensasi metabolik dimulai dengan pengaturan makan disertai
dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu ( 4-8 minggu ).
Bila kadar glukosa darah masih belum memenuhi kadar sasaran metabolik yang
diinginkan baru diberikan obat hipoglikemi oral ( OHO ) atau suntikan insulin
sesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya
Ketoacidosis, DM dengan stress berat. Berat badan yang menurun dengan
cepat, insulin atau obat berhasiat hipoglikemi dapat segera diberikan.
1. Penyuluhan ( Edukasi Diabetes )
Edukasi Diabetes merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan
tentang pengetahuan Diabetes dan ketrampilan yang dapat menunjang
perubahan perilaku yang diperlukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal, penyesuaian psikologis dan kualitas hidup yang lebih baik secara
berkelanjutan. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukakan beberapa kali
pertemuan untuk menyegarkan, mengingatkan kembali prinsip penatalaksanaaan
Diabetes sehingga dapat merawat dirinya secara mandiri. Hidup sehat dengan
diabetes memerlukan adaptasi Psikososial yang positif, dan penatalaksanaan
mandiri yang afektif terhadap penyakit ini. Untuk mencapai penatalaksanaan
mandiri yang efektif penderita dengan diabetes harus mengetahui, memepunyai
sikap, dan terampil melakukan perawatan mandiri yang berhubungan dengan
pengendalian penyakit kronis ini. Pengalamam mengatakan bahawa edukasi
terncana seperti akan lebih efektif bila diberikan oleh edukator diabetes yang
berkualitas . Edukasi diabetes dianggap sebagai salah satu cara terapi dan
merupakan bagian integral keperawatan orang dengan diabetes.
Beberapa prinsip[ yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes :
1. Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya
kecemasan.
2. Sampaikan informasi secara bertahap jangan berikan beberapa hal sekaligus.
3. Mulailah dengan hal yang sederhan baru kemudian dengan hal yang lebih
komplek.
4. Gunakan alat bantu dengan dengar-pandang ( Audio-visual AID).
5. Utamakanlah pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukan simulasi.
6. Berikan pengobatan yang sederhana agar kepatuhan mudah dicapai.
7. Usahakanlah kompromi dan negosiasi, jangan paksakan tujuan
8. Berikanlah motivasi dan penghargaan dan diskusikanlah hasil laboratorium.
Edukator diabetes didefinisikan sebagai tenaga kesehatan profesional yang
menguasai inti pengetahuan dan mempunyai pengetahuan dalam ilmu biologi,
sosial,komunikasi, konseling, dan telah berpengalaman dalam merawat orang
dengan diabetes.
Tanggung jawab utama edukator diabetes adalah pendidkan orang dengan DM ,
keluarganya dan sistem pendukungnya yang menyangkut penatalaksanaan
mandirri dan masal;ah-masalah yang berhubungan dengan DM. Proses edukasi
ini sebaiknya terdiri dari topik – topik berikut ini .
1, Patofisiologi DM
2. Pengelolaan Nutris dan diet.
3. Intervensi Frmakologik
4. Aktifitas dan olah raga
5. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah
6. Pencegahan dan pengelolaan komplikasi akut dan kronik.
7. Penyesuaian Psikososial
8. Ketrampilan mengatasi masalah
9. Pengelolaan stress
10. Penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Masing-masing profesi kesehatan melaksanakan pendidikan diabetes
menurut bidang profesinya sendiri sehingga mempunyai pusat perhatian yang
mungkin berbeda dan dapat berpengaruh pada proses pendidikan.
Edukasi diabetes berlangsung dalam berbagai keadaan tergantung pada
kebutuhan pasien,lingkungan kerja edukator dan lingkungan. Edukasi diabetes
sebaiknya merupakan suatu kegiatan yang direncanakan, disesuaikan keadaan
individu dan dievaluasi dimanapun diadakan.
II. Perencanaan makan.
Standar yang digunakan adalah makanan dengan komposisi seimbang :
Karbohidrat 60 %
Protein 10 – 15 %
Lemak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan :
1. Petumbuhan
2. Status gizi
3. Umur
4. Stress akut
5. Kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badab
idaman.
Untuk kepentingan klinik praktis dan menghitung jumlah kalori .
Penentuan status gizi memanfaatkan Rumus Broca, yaitu BB idaman = ( TB –
100 ) – 10 %
Status gizi :
- Berat badan kurang < 90 % BB idaman
- Berat badan normal = 90 – 110 % BB idaman
- Berat badan lebih = 110 –120 %BB idaman
- Gemuk >120 BB idaman.
Jumlah kalori yang dibutuhkan berat badan idaman, dikalikan kebutuhan kalori
basal ( 30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita).
Ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10 – 30 %).
Makanan dibagi dalam 3 porsi besar untuk pagi ( 20 % ), siang ( 30 % ), dan
sore ( 25 % ) serta 2-3 porsi ( makanan ringan, 10 –15 % ).
Untuk kelompok ekonomi rendah , makanan dengan komposisi karbihidrat
sampai 70 – 75 % juga memberi hasil yang baik.
Jumlah kandungan kolesterol , diusahakan lemak dari sumber lemak tidak jenuh
dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari, diutamakan serat laut.
Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik , adanya
pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.
Pada saat ini ada 11 ( sebelas ) macam diet diabetes di Surabaya ialah : Diet – B,
Diet –B1, Diet – B puasa dan B1 Puasa, B2,B3,Be,, Diet-M,Diet-M Puasa,
Diet-G dan Diet KV .
III. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama
kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous ,
rhythmical,interval,progressive,endurance training ). Sedapat mungkin
mencapai zone sasaran 78- 85 % denyut nadi maksimal ( 220 –
umur ) disesuaikan dengam kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Manfaat latihan jasmani ( olah raga ) pada pasien DM :
- Menurunkan konsentrasi gula darah selama dan sesudah latihan.
- Menurunkan konsentrasi insulin basal dan post prandial
- Memperbaiki sensitifitas insulin
- MenurunkanHbA1c
- Memperbaiki profil lemak
- Memperbaiki hipertensi ringan sampai sedang
- Memperbaiki pengeluaran tenaga
- Memelihara kardiovaskuler
- Meningkatkan kekuatan fleksibelitas otot
- Meningkatkan sense of well-being dan kwalitas hidup.
(Horton,1991)
Jenis Olah raga .
Olah raga yang baik bagi penderita DM adalah olah raga yang sesuai dengan
keadaan umum penderita dan dapat meningkatkan kesegaran jasmani.
IV. Obat Berkhasiat Hipoglikemik
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar glukosa darahnya belum tercapai,
dipertimbangkan pemakaian obat-obat berkhasiat hipoglikemik (oral –
insulin )
1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Sulfonilurea: obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan pilihan utama untuk apsien
dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan pada
ppasien dengan berat badan lebih. Pada pasien usia lanjut obat golongan
Sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari.
Biguanid ( Metformin) :
Obat golongan ini mempunyai efek utama :
1) Mengurangi produksi glukosa hati
2) Memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat golongan ini dianjurkan
dipakai sebagai obat tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan
kontraindikasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati
pasien-pasien dengan kecendrungan hipoksemia ( misalnya pasien
dengan penyakit Serebro Cardiovaskular ). Obat Biguanid dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan bersamaan atau sesudah makan.
Inhibitor Glukosidase Alfa ( Acarbase )
Obat golongan ini memp[unyai efek utama menurunkan puncak glikemik
sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar glukosa darah puasa
yang masih normal. Dimulai dengan dosis 2 kali 50 mg setelah suapan
pertama waktu makan. Dosis dapat dinaikan m,enjadi 3 kali 100 mg. Pasien
yang menggunakan acarbose jangka panjang perlu pemantauan faal ginjal
dan hati secara serial, terutama pada pasien yang sudah mengalami faal hati
dan ginjal
2. Insulin
Indikasi penggunaan pada DM –tipe 2 :
1) a. Ketoasidosis
b.Koma Hiperosmolar
c.Asidosis laktat
2) Stress berat ( infeksi sistemik, operasi berat )
3) Berat badan yang menurun dengan cepat.
4) Kehamilan / DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
maka
5) Tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maximal atau ada
kontraindiksi OHO.
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikan sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalu dengan
Sulfonirea atau Metformin samapai dosis maximal ternyata sasaran glukosa
darah belum tercapai perlu dipikirkan kombinasi 2 kelompok obat
hipoglikemi oral yang berbeda.Kombinasi OHO dosis kecil dapat pula
digunqakan efek samping masing-masing kelompok obat. Dapat pula
diberikan kombinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga mencapai
sasaran yang diinginkan. Kalau dengan dosis OHO maximal baik sendiri-
sendiri maupun secara kombinasi sasaran glukosa darah belum tercapai,
dipikirkan adanya kegagalan pemakaian OHO, pada keadaan demikian dapat
dipakai kombinasi OHO dan insulin.
1.6.2 Kepatuhan
Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan
perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lainnya, Sarafino [1990]
dikutip dari Psikologi Kesehatan [1994].
Pada umumnya perawat tidak mampu membedakan antara pasien yang
patuh dan yang patuh dan yang tidak atas nasihet /advice dan pengobatan yang
diberikan . Davis (1966), melaporkan kebanyakan dokter-dokter berkeyakinan
bahwa pasien yang diberi pengobatan akan mematuhi nasihat/perintah , tetapi
pada kenyataannya berdasarkan empiris hal tersebut tidak realistis dan over
estimasion.Ketidak patuhan terjadi apabila klien membuat kesalahan dalam
dosis obat atau waktu pemakaiannyaserta menggunakan obat lain yang efeknya
lebih membahayakan. Tingkat ketidak patuhan berkisar antara 4-92 % dengan
media sekitar 45 % . Walau bukan hal yang vital apabila klien tidak mematuhi
nasehat namun ada anggapan bahwa klien harus mematuhi nasehat dan biula
tidak berarti klien itu salah, anggapan ini hanya berlaku apabila doketr bersifat
otoriter. Namun akhir-akhir ini hubungan ini lebih dianggap sebagai kompromi.
Pasien tidak selalu harus mematuhi nasehat dokter . Bahkan dalam beberapa hal
tindakan ini merupakan hal yang rasional untuk dilakukan. Dalam hal ini
kepatuhan dipakai sebagai contoh bahwa sukses tidaknya komunikasi dokter
dan pasien tergantung dari kepedulian dokter terhadap kliennya . Dari sudut
pandang lain kepatuhan berpengaruh terhadap kesehatan , hal ini dapat terjadi
dirumah-rumah sakit dimana resiko terjadinya infeksi dan ketergantungan pada
satu obat tertentu dapat mengakibatkan efek samping yang membahayakan .
Hare dan Wilcok (1967) , melaporkan bahwa ketidak patuhan ditemukan hanya
19 % pada pasien rawat inap. 37 % pada pasien sehari-hari dan 49 % pada
pasien rawat jalan. Hasil ini menyimpulkan dengan mengajarkan pengobatan diri
sendiri saat di rumah sakit meningkatkan kepatuhan pasien rawat jalan
( Kent dan Dalgleish,1986).
Beberapa hal yang dapat mendorong penderita agar mematuhi program olah
raga dengan baik adalah sebagai berikut :
1. Olah raga menyenangkan penderita dan memilih sendiri olah raga yang
digemari.
2. Waktu dan tempat yang cocok bagi pasien adalah dekat dengan rumah atau
tempat bekerja.
3. Ada dorongan dari keluarga dan petugas medis terhadap perilaku penderita
untuk olah raga
4. Menggunakan petunjuk kwantitatif untuk umpan balik kemajuan
berolahraga.
5. Jangan menetapkan tujuan olah raga yang berdaya guna tinggi tetapi tiudak
realistik.
1.7 Metodologi
1.7.1 Desain penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab
pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin
timbul selama proses penelitian (Burns & Grove,1991:171). Berdasarkan tujuan
penelitian desain penelitian yang di: “ cross sectional “. Peneliti melakukan
observasi dan pengumpulan variabel sesaat. Artinya subyek diobservasi satu kali
dan pengukuran variabel independent dan dependent dilakukan pada saat
pemeriksaan atau pengkajian data(Sastro Asmori & Ismael,1985).
1.7.3 Populasi
Popolasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut masalah
yang diselidiki (Nursalam dan Siti Pariani,2000). Populasi penelitian ini adalah
seluruh pasien DM di Ruang Interne RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
1.7.3 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu
untuk bisa memenuhi populasi ( Nursalam dan Siti Pariani,2000). Kriteria inklusi
adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukan atau yang layak untuk
diteliti.
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :
- Pasien DM bersedia untuk diteliti
- Pasien DM yang berusia diatas 20 tahun
- Pasien DM tanpa komplikasi ( ganggren)
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah :
- Pasien DM yang tidak bersedia diteliti
- Pasien DM dengan komplikasi ganggren
- Pasien DM usia dibawah 20 tahun
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel
(Chandra,1995:41). Sehubungan dengan keterbatasan biaya dan waktu yang
dimiliki peneliti sehingga tidak memungkinkan mengambil semua populasi
terjangkau . Oleh karena itu kami mengambil sampel dalam penelitian ini
sebanyak 30 orang .
1.7.4 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari sampel untuk
dapat mewakili populasi (Burns & Grove,1991;37). Penelitian ini menggunakan
“purposive sampling “, yaitu suatu yehnik penetapan sampel dengan cara
memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah
dikenal sebelumnya ( Burns & Grove,1991).
Definisi Operasional
1. Faktor-faktor adalah kondisi atau ciri seorang klien yang membedakan
klien yang satu dengan klien yang lainnya, yang diukur meliputi status
demografi : Umur, jenis kelamin, status perkawinan ; status sosial :
pendidikan , pekerjaan, penghasilan ; pengatahuan tentang hak dan
kewajiban dan penanggung biaya pengobatan.
- Usia adalah lamanya kihidupan seseorang yang dihitung sejak lahir
sampai dilakukan penelitian.
-Jenis kelamin adalah jenis kelamin klien yaitu pria atau wanitia.
-Status perkawinan : status klien dalam perkawinan.
-Pendidikan : pendidikan formal terakhir klien.
-Pekerjaan : pekerjaan sehari-hari klien.
-Penghasilan : pendapatan dalam keluarga sebulan.
1.7.8 Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian ( Burns
& Grove,1991). Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
(1) Sampel yang digunakan terbatas pada pasien DM dengan yang dsg dirawat
di Ruang Interne RSUDDr. Soetomo Surabaya, sehingga hasilnya mungkin
kurang representatif sebagai generalisasi secara keseluruhan di Jawa Timur.
(2) Tehnik samplingnya menggunakan non probability , yang pada dasarnya
kurang objektif karena dipilih menurut perkiraan peneliti.
(3) Pengumpulan data menggunakan kuesioner, memungkinkan responden
menjawab pertanyaan dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan
yang dimaksud sehingga menimbulkan beda persepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh:
I GUSTI AYU KARNASIH
Ya
Tidak
I. Data Demografi
1. Umur
1) 20 – 30 tahun
2) 31 – 40 tahun
3) 41 – 51 tahun
4) 51 – 60 tahun
5) lebih dari 61 tahun
2. Jenis kelamin
1) Laki-laki
2) Perempuan
3. Status Perkawinan
1) Belum kawin
2) Sudah kawin
3) Janda
4) Duda
5. Pendidikan
1) SD
2) SMP
3) SMA
4) Akademi
6. Pekerjaan
1) Buruh
2) Swasta
3) PNS/ABRI
4) Tidak bekerja
7. Penghasilan
1) Kurang dari Rp.100.000.00
2) Rp. ( 100.000,00 – .300.000.00 )
3) Rp. ( 300.000.00 – 500.000.00 )
4) Lebih dari Rp. 500.000.00
2. Latihan Fisik
1) Apakah selama di RS selalu berbaring
ditempat tidur
2) Apakah rutin olah raga pagi atau
sore di sekitar ruangan
3) Apakah selalu dibantu dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari :
a. Makan dan minum
b. Mandi
c. ………………..
3. Penyuluhan
1) Apakah ikut dalam program
penyuluhan yang diselenggarakan
di RS atau di Tempat lain ?
2) Apakah selalu mengikuti setiap
program yang dijadwalkan?
3) Apakah sudah mendapatkan materi
penyuluhan tentang
a. Diet
b. Latihan Fisik
c. obat
4. Obat Hipoglikemi
1) Apakah obat yang didapat berupa
obat yang ;
a. di minum
b. disuntik
2) Apakah obat yang diminum selalu
diberikan oleh perawat ?
3) Apakah ada minum obat tanpa resef
dokter untuk penyakit diabetesnya
4) Apakah tetap minum obat walaupun
tidak ada keluhan ?
Kegiatan fisik yang teratur meningkatkan kesensitifan insulin dan memperbaiki
toleransi glukosa [ simmet P.,1992 ]
Kegiatan fisik tertali dengan penyusuttan resiko NIDDM [ Helmrich SP et al,1991].
Peningkatkan masukan makanan berlemak dan penurunan masukan makanan
berserat dapat berakibat menurunnya kesensitifan insulin dan ketidak normalan
toleransi glukosa [ simmet P., 1992]
Perubahan diet dan olah raga berguna sebagai landasabn penegahan diabetes dan
pengobatan orang-orang yang telah sakit.