OLEH :
KELOMPOK 7
RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Dicky Wahyudi
DOSEN PEMBIMBING:
dr. Nurjannah Lihawa, Sp.P
Pembimbing,
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl. Lahir : 01-12-1990 (27 tahun)
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Makassar
Rumah Sakit : Balai Paru Perawatan lantai 1
RM : 076662
Tanggal Masuk : 14-10-2018
B. SUBJEKTIF
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : Batuk berdarah
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah yang dialami sejak 3 hari yang lalu,
memberat tadi sore sebelum masuk rumah sakit, volume darah sebanyak 1 gelas
selama 1 hari, darah warna merah terang dan berbuih, tidak ada sisa makanan pada
darah. Riwayat batuk berdahak ada sejak 1 bulan yang lalu, dahak warna putih
dirasakan hilang timbul. Sesak napas tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Demam tidak
ada. Riwayat demam tidak ada. Keringat pada malam hari ada. Mual muntah tidak
ada. Nafsu makan menurun ada. Ada penurunan berat badan sebanyak 5 kg dalam
3 bulan terakhir. BAB dan BAK kesan normal, tidak ada keluhan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat terapi OAT tidak ada
Riwayat merokok ada sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu (10 – 15
batang/hari). (Indeks Brinkman = Perokok Ringan)
Riwayat kontak penderita TB disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada
C. OBJEKTIF
1. Deskripsi Umum
Sakit sedang / Gizi baik / GCS E4M6V5 (compos mentis)
BB : 54 kg; TB : 160 cm (IMT: 21.09 kg/m2)
2. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 kali/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 18 kali/menit, torakoabdominal
Saturasi : 98% tanpa modalitas oksigen
Suhu : 36.5oC
3. Head To Toe
Kepala
Bentuk : Normocephal
Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
Deformitas : Tidak ada
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
Gerakan : Dalam batas normal
Kelopak mata : Edema palpebral (-/-)
Konjungtiva : Pucat (-/-)
Sklera : Ikterus (-/-)
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Otorrhea : (-)
Pendarahan : (-)
Hidung
Perdarahan : (-)
Rhinorrea : (-)
Mulut
Bibir : Pucat (-), Kering (-)
Gigi geligi : Caries (-)
Gusi : Perdarahan gusi (-)
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Lidah : Kotor (-), tremor (-),hiperemis (-), bercak putih (-)
Leher
Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
Kel. getah bening : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Negatif
Tumor : Tidak ada
Nodul : Tidak ada
Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat massa, tidak terlihat sikatrik,
tidak terlihat venektasis
Palpasi : Vokal fremitus normal simetris pada kedua hemithoraks, nyeri tekan
tidak ada, tidak teraba massa, tidak ada krepitasi
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi pada apex kedua hemithoraks,
wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Thrill tidak teraba
Perkusi : Batas atas jantung ICS II sinistra, Batas kanan jantung ICS III linea
parasternalis dextra, Batas tidak kiri jantung ICS V linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, bising jantung tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, undulasi (-)
Lain-lain : Ascites (-)
Punggung :
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)
Nyeri ketok : (-)
Gerakan : Dalam batas normal
Lain-lain : Tidak ada skoliosis
Extremitas
Edema (-)
Akral hangat
Palmar eritem (-)
Clubbing finger (-)
Alat Kelamin :Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum :Tidak dilakukan pemeriksaan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin (15/10/18)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
WBC 9.18 X 103 /uL 4.00 – 10.00 /uL
NEUT 74.3 % 50.0 – 70.0 %
LYMP 20.3 % 20.0 – 40.0 %
MONO 2.4 % 3.0 – 12.0 %
EOS 2.7 % 0.5 – 5.0 %
BASO 0.3 % 0.0 – 1.0 %
RBC 5.51 x 106 /uL 3.50 – 5.50 x 106 /uL
HGB 14.8 g/dL 11.0 – 16.0 g/dL
HCT 43.1 % 37.0 – 54.0 %
MCV 78.3 fL 80.0 – 100.0 fL
MCH 26.9 pg 27.0 – 34.0 pg
MCHC 34.3 g/dL 32.0 – 36.0 g/dL
PLT 399 x 103 /uL 100 – 300 /uL
LED 35 mm/jam 0 – 15 mm/jam
2. Kimia Darah (15/10/2018)
Pemeriksaan Hasil Normal
GDS 80 < 140 mg/dl
3. Mikrobiologi (15/10/2018)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Jenis spesimen Sputum -
BTA S (Sewaktu 1) + Negatif
4. Radiologi (15/10/2018)
E. DIAGNOSIS KERJA
Tuberkulosis Paru Bakteriologis Kasus Baru Status HIV belum diketahui.
Masalah : Hemoptysis Derajat Sedang
F. ASSESMENT
RENCANA RENCANA
NO MASALAH SUBJEKTIF & OBJEKTIF
DIAGNOSTIK TERAPI
1. Tuberkulosi S : Pasien datang dengan keluhan batuk Sputum BTA Infus Ringer
s Paru berdarah yang dialami sejak 3 hari yang PS Laktat +
Bakteriologi lalu, memberat tadi sore sebelum masuk Kultur MTB Adona 50 mg,
s Kasus rumah sakit, volume darah sebanyak 1 20 tetes
Baru Status gelas selama 1 hari, darah warna merah permenit
HIV belum terang dan berbuih, tidak ada sisa Codein 3 x 1
diketahui. makanan pada darah. Riwayat batuk tab
berdahak ada sejak 1 bulan yang lalu,
dahak warna putih dirasakan hilang
Hemoptysis timbul. Sesak napas tidak ada. Nyeri Asam
Derajat dada tidak ada. Demam tidak ada. traneksamat 3
Sedang Riwayat demam tidak ada. Keringat x 1 tab
pada malam hari ada. Mual muntah Vit. K 3 x 1
tidak ada. Nafsu makan menurun ada. ampul
Ada penurunan berat badan sebanyak 5 Vit. C 3 x 1
kg dalam 3 bulan terakhir. BAB dan ampul
BAK kesan normal, tidak ada keluhan.
O:
Pernapasan : 18 kali/menit,
torakoabdominal.
Saturasi : 98% tanpa modalitas oksigen.
Pemeriksaan Thorax:
I : Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat
massa
P : Vocal fremitus normal simetris,
nyeri tekan tidak ada
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi pada
apex kedua hemithorakx, wheezing
tidak ada.
Foto thoraks : Perselubungan
inhomogen di apeks paru kiri
Pemeriksaan BTA sputum sewaktu 1 :
+
G. FOLLOW UP
MATERI KASUS
1. TUBERKULOSIS
a. Pengerian
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.
b. Epidemiologi
Berdasarkan WHO pada tahun 2015, prevalensinya mencapai 9,6 juta orang
dengan kematian mencapai 1,5 juta jiwa dengan angka kematian 320 ribu jiwa
diantaranya meninggal dengan positif HIV. Adapun 3 negara dengan angka kejadian
TB tertinggi di dunia adalah India, Indonesia, dan China. Sedangkan di Indonesia
tahun 2015 ditemukan sebanyak 330.910 kasus.
c. Faktor Resiko
1. Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
2. Lamanya waktu sejak terinfeksi
3. Usia dan jenis kelamin
4. Daya tahan tubuh rendah
5. Komorbid penyakit lain
d. Klasifikasi TB
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
- Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang
terletak dalam paru.
- TB ektraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti
pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus),
abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
Tuberkulosis paru BTA positif, apabila :
- Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality
external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut
berasal dari dahak pagi hari. Saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa
laboratorium yang memenuhi syarat EQA.
- Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat
EQA, maka TB paru BTA positif adalah:
o Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
o Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan
oleh klinisi, atau
o Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.
tuberculosis positif.
Hasil
Pencatatan Kasus Hasil Pengobatan Sebelumnya
BTA
Baru +/- -
Sembuh
Riwayat Kambuh +/-
Pengobatan lengkap
pengobatan
sebelumnya Gagal + Pengobatan gagal
Lalai + Lalai berobat
Pindah +/- Masih dalam pengobatan
Untuk semua kasus yang tidak
memenuhi kriteria diatas, seperti:
Pasien dengan riwayat pengobatan
tidak diketahui sebelumnya
Pasien dengan riwayat pengobatan
Lain-lain +/- sebelumnya tetapi tidak diketahui
hasil pengobatan
Pasien yang datang kembali untuk
pengobatan dengan hasil dahak BTA
negatif atau bakteriologis ekstraparu
TB negatif
4. Status HIV
Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan. Akan
dibahas lebih lanjut pada pembahasan TB-HIV.
e. Diagnosis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori :
- Batuk 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik :
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
3. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada
pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus
inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.
Pemeriksaan Bakteriologi
1. Sputum BTA
Bahan pemeriksaan :
- Sputum
- Cairan pleura
- Liquor cerebrospinalis
- Bilasan bronkus
- Bilasan lambung
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
• Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : (-)
• 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan (scanty)
• 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : (1+)
• 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : (2+)
• >10 BTA dalam 1 lapang pandang : (3+)
2. Gene XPERT
3. Kultur
Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi aktif :
-Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
- Bayangan bercak milier.
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Kompleks ranke
- Penebalan Pleura
f. Pengobatan
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
- Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
- Mencegah kekambuhan
- Mengurangi transmisi atau penularan kepada orang lain
- Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Pengobatan TB dengan obat anti tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.
Dosis yg
Dosis dianjurkan Dosis Dosis (mg) / kgBB / hari
Obat (mg/kg (mg/kgBB/hari) maks /
BB/hari) Inter- hari (mg)
Harian < 40 40-60 >60
mitten
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S* 15-18 15 15 1000 750 1000
BB
g. Pengobatan Suportif
1. Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam. Bila perlu dapat
diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
2. Penderita rawat inap
a. Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan atau komplikasi seperti:
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan
klinis dan indikasi rawat
h. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi secara periodik.
- Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta
ada tidaknya komplikasi penyakit.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis.
2. HEMOPTISIS
a. Pengerian
Hemoptisis adalah keadaan batuk dengan darah atau dahak yang mengandung
darah yang berasal dari saluran napas dibawah glottis (pita suara).
b. Etiologi
Etiologi % Kasus
Ca Bronkogenik 10%
Bronkiektasis 30%
Tuberkulosis Paru 20%
Abses Paru 25%
Adenoma Bronkial 10%
Eksaserbasi PPOK <5%
c. Klasifikasi
Berdasarkan jumlah darah yang keluar, Pursel membagi batuk darah menjadi
Derajat I : Bloodstreak
Derajat II : 1-30cc
Derajat III : 30-150cc
Derajat IV : 150-500cc
Massive : 500-1.000cc atau lebih.
d. Patogenesis
Pada TB Paru :
Pecahnya aneurisma A. pulmonalis pada dinding kavitas (Rasmussen’s
aneurysm).
Kekurangan Protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil tuberkulosa
yang menginfeksi parenkim paru.
e. Diagnosis
Anamnesis :
1. Membedakan batuk darah dan muntah darah.
2. Bagaimana batuk darahnya?
3. Pola batuk darah.
4. Faktor risiko sebagai kondisi penyebab, misalnya akibat bakteri tertentu.
5. Gejala lain yang menyertai, misalnya penurunan berat badan disertai
batuk darah, keringat malam, dicurigai sebagai tuberkulosis.
Pemeriksaan Fisis
1. Periksa tanda-tanda vital.
2. Pemeriksaan pada hidung, mulut, faring posterior dan laring, termasuk
pemeriksaan laringoskopi.
3. Pemeriksaan leher, dada, jantung dan paru.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah pada perdarahan masif perlu evaluasi Hb dan faal
hemostasis.
2. Pemeriksaan dahak penting periksa sputum BTA pada penderita
tuberkulosa, sitologi sputum pada penderita karsinoma bronkogenik dan
kultur sputum jamur.
f. Tatalaksana
Konservatif
1. Edukasi penderita untuk tidak menahan batuk darahnya
2. Posisikan penderita dengan berbaring ke bagian paru yang sakit
3. Jaga agar jalan napas tetap terbuka
4. Pemberian IVFD
5. Pemberian obat hemostatik : Karbazokrom, Asam Traneksamat, Vitamin K,
Vitamin C
6. Obat-obat dengan efek sedasi
7. Transfusi darah bila Hb <10gr% dan perdarahan masih berlangsung.
Bedah
1. Reseksi paru : lobektomi atau pneumonektomi
2. Terapi kolaps : pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisial.
3. Lain-lain : embolisasi artifisial.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surbaya. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Paru 2010.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Napas.
3. Fatiyya I. 2011, Pedoman diagnostik dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta. Revisi pertama, Juli 2011.
4. International Standards of Tuberculosis Care, 2014
5. Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. ISBN: 978-602-235-733-9
6. KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009
7. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.
8. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2013. Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan TB di
Indonesia. Jakarta: PDPI
9. Rab, T. 2010. Ilmu Penyakit \Paru. Trans Info Media. Jakarta: 157-61