PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal,vaginal,uretra.Umumnya meleleh,melunak atau melarut
pada suhu tubuh (Depkes RI).
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat sebagai
pembawa zat terapeutik yang bersifat local dan sistemik. Bahan dasar
suppositoria yang digunakan adalah lemak coklat, gliserin trigliserida, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester
asam lemak propilenglikol. ( Depkes RI 1995 ).
C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan suppositoria (Lachman 2008)
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi lambung
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim dan asam lambung
2
3. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat
memilki efek yang lebih cepat dari pada penggunaan oleum cacao sebagai
basis.
4. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama.
1. Basis Lemak:
a. Lemak Coklat
Lemak coklat diperoleh dari pengepresan biji masak tanpa bungkus dan telah
disangrai dari Theobroma cacao. Lemak coklat memiliki kontraktibilitas yang
relatif rendah, sehingga pada saat pembekuannya akan mudah melekat pada
cetakannya (Voigt, 1971).
Oleum cacao merupakan trigliserida dari asal oleat, asamstearat, asamfolufat,
berwarna putih kekuningan, padat seperti cokelat, dan meleleh pada suhu 310-
340 C.Karena mudah berbau tengik,harus disimpan dalam wadah sejuk, kering,
terlindung dari cahaya (Syamsuni, 2005).
Lemak coklat akan meleleh pada suhu tubuh dan tidak dicampurkan denhgan
cairan tubuh oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam
lemak pada tempat yang diobati suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat
dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan kedalam minyak
lemak pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang
sesuai dengan cara melebur minyak lemak dengan obat debiarkan sampai dingin
dedalam cetakan (Syamsuni, 2005).
3
b. Lemak Keras
Lemak keras (Adeps solidus, Adeps neutralis) terdiri dari campuran mono-
, di-, dan trigliserida asam-asam lemak jenuh C10H21COOH. Produk semisintesis
ini didominasi oleh asam laurat warna putih, mudah patah tidak berbau, tidak
berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik
(angka iod paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35-39). Sifat
kontraktilitasnya tinggi sehingga pelapisan cetakan dipandang tidak perlu,
demikian pula pendinginan mendadak tidak terjadi. Pembekuan yang terlalu cepat
mengakibatkan terjadinya pembentukan celah dan kerut pada permukaan
supositoria (Voigt, 1971).
Gliserol adalah zat cair kental yang rasanya manis. Gliserol memberikan
kelenturan gel dan memperkuat perajutan perancah gel gelatin. Konsentrasi
gliserol dalam masa supositoria pada basis gelatin harus serendah mungkin, oleh
karena gliserol dalam konsentrasi tinggi aktif sebagai pencahar (Voigt, 1971).
4
3. Basis-Basis Lainnya ( Surfaktan )
Basis yang termasuk dalam kelompok ini adalah campuran bahan bersifat
seperti lemak dan larut dalam air atau bercampur dengan air atau kombinasi dari
bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Beberapa diantaranya berbentuk emulsi,
umumnya dari tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan
berair. Polioksi 40 stearat suatu zat aktif pada permukaan yang digunakan pada
sejumlah basis supositoria dalam perdagangan dan distearat dari polioksietilen dan
glikol bebas. Panjang polimer rata-rata sebanding dengan 40 unit oksietilen.
Umumnya mempunyai titik leleh antara 390C dan 450C (Ansel, 1989).
E. Pembutan Suppositoria
1. Dengan Tangan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang memakai
bahan dasar gliserin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi
karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.
3. Dengan Kompresi
5
BAB III
DATA PREFORMULASI
6
BAB IV
METODELOGI KERJA
4.1.2. Bahan
a. Asetosal
b. Oleum Cacao
4.2 Formulasi
No Jenis Nama Zat Formula Jumlah Jumlah
Zat Persuppositoria Perbatch
1. Zat aktif Asetosal 50 mg 50 mg 2.625 mg
2. Basis Oleum Cacao **ad 2 1950 mg 97.500 mg
gram
7
5. Dikeluarkan suppositoria yang telah membeku untuk di evaluasi :
a. Uji penampilan : bentuk, warna, bau
b. Uji keseragaman bobot : ditimbang masing masing suppositoria ( 20
suppositoria ) kemudian di tentukan hasil rata – rata nya
c. uji waktu hancur : dilebur 3 suppositoria pada suhu 36- 38 ◦C (
dilakukan duplo ).
4.4 Evaluasi
No Pengujian Hasil Evaluasi
1. Uji penampilan Warna : Putih susu
Bentuk : Peluru
Bau : Wangi khas coklat
2. Uji keseragaman bobot Syarat farmakope : x + 5%
1,63 1,71 1,71 1,72 1,71
1,64 1,74 1,69 1,74 1,72
1,72 1,71 1,71 1,71 1,68
1,71 1,70 1,66 1,69 1,73
8
BAB V
No Pengamatan Hasil
1. Komposisi / Formula R/ Asetosal 50 mg
Oleum Cacao ad 2 gram
2. Besar Batch Di buat 50 suppositoria = 2.000mg x 50
= 100.000 mg
3. Penampilan Warna : Putih susu
Bentuk : Peluru
Bau : Wangi khas coklat
4. keseragaman bobot Syarat farmakope : x + 5%
1,63 1,71 1,71 1,72 1,71
1,64 1,74 1,69 1,74 1,72
1,72 1,71 1,71 1,71 1,68
1,71 1,70 1,66 1,69 1,73
Rata – rata per ssuppos = berat total 20 supoos
20
= 34,03
20
= 1,70 gram
1,7 – 5% = 1,7 -0,085 = 1,615 gram
1,7 + 5% = 1,7 + 0,085 =1,795 gram
Rnge rata – rata berat = 1,615 – 1,795
waktu hancur Syarat > 60 menit ( basis larut air )
< 30 menit ( basis lemak )
No Waktu hancur
1. 18,21 menit
2. 9,45 menit
9
x 13,83 menit
Rata rata = 13,83 = 4,61 menit
3 suppositoria
5.2 Pembahasan
Kami membuat suppositoria rektral dengan zat aktif asetosal dan basis
oleum cacao. Kami membuat sebanyak 50 suppositoria, pembuatan suppositoria
yang kami lakukan menggunakan metode cetak tuang. Kelebihaan dari metode ini
yaitu cara pembuatannya mudah ( sederhana ), tidak memerlukan waktu yang
lama. pada proses pencetakan sebelum di tuang ke dalam cetakan , cetakan harus
di olesi dengan vaselin terlebih dahulu agar tidak terjadi penempela obat
suppositoria pada celah celah cetakan
10
bentuk dari sediaan yang kami buat berwarna putih susu, bau khas coklat dan
berbentuk peluru.
Pada uji selanjutnya yaitu di lakukan uji waktu hancur untuk mengetahui
berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Pada uji ini 3 sediaan
suppositoria di larutkan ke dalam air panas dengan suhu 37̊ C ( suhu tubuh )
media yang di gunakan adalah air karna sebagian tubuh kita berisi air. Pengujian
di lakukan duplo dengan hasil yang di dapat rata rata waktu hancur sediaan
suppositoria yang di buat yaitu 4, 61 menit. Hasil yang di dapat tidak memnuhi
syarat karna untuk sediaan suppositoria dengan basis oleum cacao memiliki waktu
hansur 3 menit.
11
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah kami lakukan dapat di simpulkan sebagai berikut :
12
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan
Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.
Lachman, L., et al. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
13
DISOLUSI TABLET CTM
B. Bahan
1. Aquadest
2. CTM tablet
14
Tengah 0.244 0.204 0.214
Bawah 0.209 0.200 0.207
1.4 Perhitungan
Tabung 1
Atas
C uji = 0,229 × 8 ppm
0,460
= 3,98 ppm
Disolusi = 3,98 ppm × 100 = 49,75 %
8 ppm
Tengah
C uji = 0,244 × 8 ppm
0,460
= 4,243 ppm
8 ppm
Bawah
C uji = 0,209 × 8 ppm
0,460
= 3,635 ppm
% Disolusi = 3,635ppm × 100% = 45, 43%
8 ppm
15
Tabung 2
Atas
C uji = 0,204 × 8 ppm
0,460
= 3,5478 ppm
%Disolusi = 3,5478 ppm × 100% = 44,34 %
8 ppm
Tengah
C uji = 0,204 × 8 ppm
0,406
= 3,5478 ppm
0.460
= 3,503 ppm
16
Tengah
C uji = 0,207 × 8 ppm
0,460
= 3,6 ppm
1.5 Pembahasan
Disolusi obat adalah proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut . pelarut suatu zat aktif sangat penting untuk
mengetahui kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum di
serap tubuh. Tujuan disolusi ini yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan
suatu tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat di ketahui
keefektifan obat tersebut.
Mekanisme disolusi sediaan pada tablet, tablet yang di telan akan masuk
ked lama lambung dan di dalam lambung akan di pecah, tablet mengalam
disintegrasi menjadi granul granul kecil yang tediri dari zat zat aktif dan zat
tambahna lainnya. Granul selanjutnya di pecah menjadi zat aktif atau serbuk yang
larit dalam cairan lambung atau usus tergantung dengan tablet tersebut bekerja.
Kegunaan uji disolusi yaitu untuk menjamin keseragaman suatu bacth, menjamin
bahwa suatu obat akan mencapai efek obat yang di inginkan,
17
CTM di larutkan dengan alat disolusi denagn RPM 50 dengan waktu 45 menit
pada suhu 37 ̊C. Pengujian dilakukan pada 3 tablet CTM . di lakukan absorbansi
pada 3 area yaitu bagian atas , bawah , dan tengah untuk mendapat hasil yang
merata.
Tabung 1:
Selain factor di atas hal yang dapat mempengaruhi disolusi yaitu faktor
pengikat tablet dan desintegran dimana bahan pengikat atau desintegran
mempengaruhi kuat atau tidaknya ikatan partikel – partikel dalam tablet tersebut
yang mempengaruhi kemudaham cairan yang berpenetrasi ke dalam lapisan difusi
tablet menembus ikatan dalam tablet tersebut. Selain itu juga dapat dipengaruhi
factor formulasi tablet yang kurang baik. Factor disolusi yang mempengaruhi
tablet antara lain disentegrasi obat dengan eksipien dan kekerasan.
18
KESIMPULAN
19