Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmasi merupakan sistem pengetahuan yang mengupayakan dan


menyelenggrakan jasa kesehatan dengan melibatkan dirinya dalam
memperluas,menghasilkan dan mengembangkan pengetahuan tentang obat dalam
arti luas serta efek dan pengaruh obat terhadap hewan dan manusia.Dari semua
cabang ilmu profesi farmasi bertujuan untuk menetapkan racikan obat yang
rasional.Untuk mempelajari cara peracikan obat ini,ditentukan salah satu mata
kuliah yang wajib dilingkungan farmasi yaitu teknologi sediaan farmasi,salah satu
sediaan yang dipelajari dalam mata kuliah ini adalah suppositoria.

Suppositoria merupakan salah satu bentuk sediaan yang jarang dijumpai di


farmasi.Kebanyakan orang lebih memilih obat yang dikonsumsi secara oral
karena difikir lebih aman dan praktis.Dibanding dengan sediaan suppositoria yang
penggunaannya tidak melalui organ pencernaan.Namun suppositoria memiliki
beberapa fungsi yang tidak dimiliki oleh sediaan oral pada umumnya seperti
suppositoria tidak dapat dirusak oleh enzim pada sistem pencernaan,suppositoria
juga dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat dan pembawa zat
terapeutik yang bersifat sistemik.Ketika bahan obat disuntikkan dalam bentuk
suppositoria dapat menghasilkan obat terpeutik setelah waktu lama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan sediaan supposiotoria ?
2. Apakah keuntungan suppositoria di bandingkan dengan sediaan lainnya ?
metode apa saja yang bisa di gunakan dalam pembuatan suppositoria ?
1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan suppositoria


2. Untuk mengetahui bagaimana prinsip pembuatan sediaan solid
suppository

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal,vaginal,uretra.Umumnya meleleh,melunak atau melarut
pada suhu tubuh (Depkes RI).
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat sebagai
pembawa zat terapeutik yang bersifat local dan sistemik. Bahan dasar
suppositoria yang digunakan adalah lemak coklat, gliserin trigliserida, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester
asam lemak propilenglikol. ( Depkes RI 1995 ).

B. Macam – Macam Suppositoria

Macam-macam suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya menurut


Syamsuni (2006), yaitu:

1. Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, berbentuk


peluru, dewasa 3 g dan anak 2 g, sedangkan menurut FI IV kurang lebih 2 g.
2. Suppositoria vaginal (ovula), berbentuk bola lonjong, seperti kerucut,
digunakan lewat vagina, berat antara 3-5 g, menurut FI III 3-6 g, umumnya 5
g. Menurut FI IV, suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut
atau dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi
memiliki bobot 5 g.
3. Suppositoria uretra (bacilla, bougies) digunakan lewat uretra, berbentuk
batang dengan panjang antara 7-14 cm.

C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan suppositoria (Lachman 2008)
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi lambung
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim dan asam lambung

2
3. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat
memilki efek yang lebih cepat dari pada penggunaan oleum cacao sebagai
basis.
4. Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama.

D. Macam – macam basis suppositoria

Macam-macam basis suppositoria antara lain adalah sebagai berikut:

1. Basis Lemak:

a. Lemak Coklat
Lemak coklat diperoleh dari pengepresan biji masak tanpa bungkus dan telah
disangrai dari Theobroma cacao. Lemak coklat memiliki kontraktibilitas yang
relatif rendah, sehingga pada saat pembekuannya akan mudah melekat pada
cetakannya (Voigt, 1971).
Oleum cacao merupakan trigliserida dari asal oleat, asamstearat, asamfolufat,
berwarna putih kekuningan, padat seperti cokelat, dan meleleh pada suhu 310-
340 C.Karena mudah berbau tengik,harus disimpan dalam wadah sejuk, kering,
terlindung dari cahaya (Syamsuni, 2005).

Oleum cacao dapat menimbulkan polimerfisme dari bentuk kristalnya pada


pemanasan tinggi.Diatas titik leburnya,oleum cacao akan meleleh sempurna
seperti minyak dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk
membentuk kristalnya kembali. Bentuk-bentuk kristal oleum cacao adalah bentuk
α,bentuk β dan bentuk γ (Syamsuni, 2005)

Lemak coklat akan meleleh pada suhu tubuh dan tidak dicampurkan denhgan
cairan tubuh oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam
lemak pada tempat yang diobati suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat
dapat dibuat dengan mencampur bahan obat yang dihaluskan kedalam minyak
lemak pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang
sesuai dengan cara melebur minyak lemak dengan obat debiarkan sampai dingin
dedalam cetakan (Syamsuni, 2005).

3
b. Lemak Keras

Lemak keras (Adeps solidus, Adeps neutralis) terdiri dari campuran mono-
, di-, dan trigliserida asam-asam lemak jenuh C10H21COOH. Produk semisintesis
ini didominasi oleh asam laurat warna putih, mudah patah tidak berbau, tidak
berasa dan memiliki kecenderungan yang amat rendah untuk menjadi tengik
(angka iod paling tinggi 3, angka iod untuk lemak coklat 35-39). Sifat
kontraktilitasnya tinggi sehingga pelapisan cetakan dipandang tidak perlu,
demikian pula pendinginan mendadak tidak terjadi. Pembekuan yang terlalu cepat
mengakibatkan terjadinya pembentukan celah dan kerut pada permukaan
supositoria (Voigt, 1971).

2. Basis Yang Larut Dengan Air

a. Masa melebur suhu tinggi larut air (Polietilenglikol)

Polietilenglikol merupakan polimer dari etilen oksida dan air, dibuat


bermacam-macam panjang rantainya. Bahan ini terdapat dalam berbagai macam
berat molekul dan yang paling banyak digunakan adalah PEG 200, 400, 600,
1000, 1500, 1540, 3350, 4000, dan 6000. Pemberian nomor menunjukan berat
molekul rata-rata dari masing-masing polimernya. PEG yang memiliki berat
molekul rata-rata 200, 400, dan 600 berupa cairan bening tidak berwarna dan yang
mempunyai berat molekul rata-rata lebih dari 1000 berupa lilin putih, padat, dan
kepadatannya bertambah dengan bertambahnya berat molekul (Ansel, 1989).
Polietilenglikol luas penggunaannya dalam berbagai formulasi farmasetika
termasuk parenteral, topikal, ophthalmic oral dan rektal. Polietilenglikol ini stabil
dalam air dan tidak mengiritasi kulit (Raymond, 2006).

b. Masa elastis larut air (Gliserol-Gelatin)

Gliserol adalah zat cair kental yang rasanya manis. Gliserol memberikan
kelenturan gel dan memperkuat perajutan perancah gel gelatin. Konsentrasi
gliserol dalam masa supositoria pada basis gelatin harus serendah mungkin, oleh
karena gliserol dalam konsentrasi tinggi aktif sebagai pencahar (Voigt, 1971).

4
3. Basis-Basis Lainnya ( Surfaktan )

Basis yang termasuk dalam kelompok ini adalah campuran bahan bersifat
seperti lemak dan larut dalam air atau bercampur dengan air atau kombinasi dari
bahan-bahan lipofilik dan hidrofilik. Beberapa diantaranya berbentuk emulsi,
umumnya dari tipe air dalam minyak atau mungkin dapat menyebar dalam cairan
berair. Polioksi 40 stearat suatu zat aktif pada permukaan yang digunakan pada
sejumlah basis supositoria dalam perdagangan dan distearat dari polioksietilen dan
glikol bebas. Panjang polimer rata-rata sebanding dengan 40 unit oksietilen.
Umumnya mempunyai titik leleh antara 390C dan 450C (Ansel, 1989).

E. Pembutan Suppositoria

Menurut Syamsuni (2006), metode pembuatan suppositoria yaitu:

1. Dengan Tangan

Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakan untuk suppositoria yang


menggunakan bahan dasar oleum cacao berskala kecil, dan jika bahan obat tidak
tahan terhadap pemanasan. Metode ini cocok untuk iklim panas.

2. Dengan Cetak tuang

Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan paraffin cair bagi yang memakai
bahan dasar gliserin-gelatin, tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi
karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.

3. Dengan Kompresi

Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria


dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000
suppositoria/jam.

5
BAB III

DATA PREFORMULASI

1. Asetosal (Asam Asetil Salisilat) ( Farmakope Indonesia edisi : III hal: 43 )

Rumus molekul :C9H8O4


BM :180,16
Organoleptik :Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, umumnya
seperti seperti jarum atau lempengan tersusun, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, rasa asam.
Kelarutan :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut
dalam kloroform, dan dalam eter, sukar larut dalam eter
mutlak.
Stabilitas :Stabil di udara kering, di dalam udara lembap secara
bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup.
Khasiat : Analgetikum dan antipiretikum.
2. Oleum Cacao ( Farmakope Indonesia edisi : III hal : 453 )
Pemerian :lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatis, rasa
khas lemah, agak rapuh.
Kelarutan :sukar larut dalam etanol (95%) mudah larut dalam
kloroform P, dalam eter P.
Stabilitas :memanaskan oleum cacao diatas 36°selama preparasi akan
mengakibatkan titik memadat menjadi bentuk meta stabil
yang mengakibatkan kesulitan dalam membuat
suppositoria.
Konsentrasi :40 – 96 %
Kegunaan :Basis suppossitoria
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat

6
BAB IV
METODELOGI KERJA

4.1 Alat dan Bahan


4.1.1. Alat
a. Alat cetakan suppositoria g. Mika plastic
b. Alumunium foil h Penangas air
c. Batang pengaduk i. Thermometer
d. Freezer j. Timbangan analitik
e. Gelas ukur k. Tempat dus suppositoria
f. Kaleng monde l. Sudip

4.1.2. Bahan
a. Asetosal
b. Oleum Cacao

4.2 Formulasi
No Jenis Nama Zat Formula Jumlah Jumlah
Zat Persuppositoria Perbatch
1. Zat aktif Asetosal 50 mg 50 mg 2.625 mg
2. Basis Oleum Cacao **ad 2 1950 mg 97.500 mg
gram

4.3 Prosedur pembuatan


1. Dilelehkan basis suppositoria hingga benar – benar meleleh dan homogen.
2. Didispersikan zat aktif ke dalam basis yang telah meleleh, digunakan
pengaduk atau mixer hingga homogen, sambil tetap di hangatkan.
3. Dituangkan campuran yang telah homogeny ke dalam cetakan
suppositoria.
4. Dimasukan ke dalam freezer cetakan yang berisi campuran obat hingga
benar – benar membeku dan menjadi padat.

7
5. Dikeluarkan suppositoria yang telah membeku untuk di evaluasi :
a. Uji penampilan : bentuk, warna, bau
b. Uji keseragaman bobot : ditimbang masing masing suppositoria ( 20
suppositoria ) kemudian di tentukan hasil rata – rata nya
c. uji waktu hancur : dilebur 3 suppositoria pada suhu 36- 38 ◦C (
dilakukan duplo ).
4.4 Evaluasi
No Pengujian Hasil Evaluasi
1. Uji penampilan Warna : Putih susu
Bentuk : Peluru
Bau : Wangi khas coklat
2. Uji keseragaman bobot Syarat farmakope : x + 5%
1,63 1,71 1,71 1,72 1,71
1,64 1,74 1,69 1,74 1,72
1,72 1,71 1,71 1,71 1,68
1,71 1,70 1,66 1,69 1,73

 1,7 – 5% = 1,7 -0,085 =


1,615
 1,7 + 5% = 1,7 + 0,085
=1,795
Rata – rata berat = 1,615 – 1,795
3. Uji waktu hancur Syarat > 60 menit ( basis larut air )
< 30 menit ( basis lemak )
No Waktu hancur
1. 18,21 menit
2. 9,45 menit
x 13,83 menit
Rata rata = 13,83 = 4,61 menit
3 suppo

8
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Pengamatan

No Pengamatan Hasil
1. Komposisi / Formula R/ Asetosal 50 mg
Oleum Cacao ad 2 gram
2. Besar Batch Di buat 50 suppositoria = 2.000mg x 50
= 100.000 mg
3. Penampilan Warna : Putih susu
Bentuk : Peluru
Bau : Wangi khas coklat
4. keseragaman bobot Syarat farmakope : x + 5%
1,63 1,71 1,71 1,72 1,71
1,64 1,74 1,69 1,74 1,72
1,72 1,71 1,71 1,71 1,68
1,71 1,70 1,66 1,69 1,73
Rata – rata per ssuppos = berat total 20 supoos
20
= 34,03
20
= 1,70 gram
 1,7 – 5% = 1,7 -0,085 = 1,615 gram
 1,7 + 5% = 1,7 + 0,085 =1,795 gram
Rnge rata – rata berat = 1,615 – 1,795
waktu hancur Syarat > 60 menit ( basis larut air )
< 30 menit ( basis lemak )
No Waktu hancur
1. 18,21 menit
2. 9,45 menit

9
x 13,83 menit
Rata rata = 13,83 = 4,61 menit
3 suppositoria

5.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami melakukan pembuataan obat sediaan


suppositoria. Dimana suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan
bentuk yang di berikan melalui rectum, vagina, atau uretra yang umumnya
meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Sediaan suppositoria di buat
bertujuan untuk pemberi obat tanpa oral , menghindari firt pass obat, untuk obat
obat yang memiliki efek samping saluran cerna.

Kami membuat suppositoria rektral dengan zat aktif asetosal dan basis
oleum cacao. Kami membuat sebanyak 50 suppositoria, pembuatan suppositoria
yang kami lakukan menggunakan metode cetak tuang. Kelebihaan dari metode ini
yaitu cara pembuatannya mudah ( sederhana ), tidak memerlukan waktu yang
lama. pada proses pencetakan sebelum di tuang ke dalam cetakan , cetakan harus
di olesi dengan vaselin terlebih dahulu agar tidak terjadi penempela obat
suppositoria pada celah celah cetakan

Asetosal memiliki khasiat sebagai antipiretikum dan analgetikum.


Asetosal memiliki sifat agak sukar larut air maka basis suppositoria yang kami
gunakan adalah basis lemak yaitu oleum cacao. Dalam pembuatan suppositoria zat
aktif dan basis harus berbanding terbalik kelarutannya.

Oleum Cacao ( Basis alam ) memiliki sifat melting 30 – 36 ̊C , mudah


mencair dengan pemanasan dan memadat jika di dinginkan, mempunyai syarat
sebagai basis, mempunyai bilangan yodium 34 – 38.

Berdasarkan hasil pembuatan sediaan suppositoria yang telah di buat di


lakukan evaluasi benuk, uji keseragaman bobot dan uji waktu hancur. Evaluasi

10
bentuk dari sediaan yang kami buat berwarna putih susu, bau khas coklat dan
berbentuk peluru.

Pada uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot


setiap sediaan sudah seragama atau belum. Keseragaman bobot akan
mempengaruhi kemurniaan suatu sediaan. Karna kandungan suppositoria tiap
sediaan haruslah sama untuk memeberikan efek terapi yang di inginkan. Hasil
keseragaman bobot yang kami dapat dari penimbnagan 20 suppositoria di dapat
hasil rata – rata berat suppositoria tiap tablet adalah 1,70 gram dengan range
1,615 – 1,795 gram. Hasil 20 tablet yang di uji memenuhi syarat keseragaman
karna tiap tablet sesuai dengan ketetapan range yang di dapat.

Pada uji selanjutnya yaitu di lakukan uji waktu hancur untuk mengetahui
berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Pada uji ini 3 sediaan
suppositoria di larutkan ke dalam air panas dengan suhu 37̊ C ( suhu tubuh )
media yang di gunakan adalah air karna sebagian tubuh kita berisi air. Pengujian
di lakukan duplo dengan hasil yang di dapat rata rata waktu hancur sediaan
suppositoria yang di buat yaitu 4, 61 menit. Hasil yang di dapat tidak memnuhi
syarat karna untuk sediaan suppositoria dengan basis oleum cacao memiliki waktu
hansur 3 menit.

11
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah kami lakukan dapat di simpulkan sebagai berikut :

1. suppositosia adalah sediaan padat yang di berikan melalui rongga vaginal,


uretra, atau rectal , yang dapat meleleh pada suhu tubuh.
2. Suppositoria yang di buat pada praktikum ini memiliki khasiat
menurunkan demam dan menghilangkan nyeri
3. Metode cetak tuang adalah metode sederhana dan pembuatan mudah
4. Hasil evaluasi di dapat suppositoria dengan warna putih susu, benbentuk
peluru dengan wangi khas coklat
5. Hasil evaluasi suppositoria pada uji keseragaman bobot memenuhi syarat
dengan range rata – rata 1,615 – 1,795 gram.
6. Hasil evaluasi suppositoria pada waktu hancur tidak memenuhi syarat
karna waktu hancur yang di peroleh yaitu 4,61 menit sedangkan untuk
oleum cacao syarat waktu hancurnya adalah 3 menit

12
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. A. 2005. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Materi Pelatihan Peningkatan
Pengetahuan Dan Keterampilan Memilih Obat Bagi Tenaga Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ke-IV. Jakarta: Depkes RI.

Lachman, L., et al. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.

Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung: Erlangga.

Rowe, R.C., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition.


London: Pharmaceutical Press.

Sweetnam, S.C. 2009. Martindale 36 th edition. London: Pharmaceutical Press.

Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Winarti, L. 2013. Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid (Formulasi Salep,


Krim, Gel, Pasta, dan Suppositoria). Jember: Universitas Jember.

13
DISOLUSI TABLET CTM

I. 1 Alat dan Bahan


A. Alat
1. Alat disolusi
2. Alumunium foil
3. Labu ukur
4. Pipet volume
5. spektrofotometer

B. Bahan
1. Aquadest
2. CTM tablet

1.2 Prosedur Pembuatan

 Disiapkan alat dan bahan


 Dipanaskan aquadest sebanyak 1500 ml dengan suhu 37°c
 Dimasukan air kedalam alat desolusi sebanyak 500 ml kesetiap tiga media
disolusi
 Diatur alat desolusi dengan type 2 dayung 50 Rpm selama 45 menit
 Dimasukan tablet CTM ke setiap media desolusi lalu dimulai desolusi
 Setelah 45 menit diambil setiap media disolusi 1 ml dari bagian atas,
tengah dan bawah lalu disaring
 Dihitung absorbansi ke 3 media disolusi pada bagian atas,tengah dan
bawah nya dengan menggunakan spektrofotometer

1.3 Data Pengamatan

Perlakuan Tabung 1 Tabung 3 Tabung 3


Atas 0.229 0.204 0.201

14
Tengah 0.244 0.204 0.214
Bawah 0.209 0.200 0.207

1.4 Perhitungan

 Disolusi = Berat terukur × 100 C uji = A uji × C baku


Berat teoritis A baku

 Tabung 1
 Atas
C uji = 0,229 × 8 ppm
0,460
= 3,98 ppm
 Disolusi = 3,98 ppm × 100 = 49,75 %
8 ppm

 Tengah
C uji = 0,244 × 8 ppm

0,460

= 4,243 ppm

% Disolusi= 4,243ppm × 100 % = 53,04 %

8 ppm

 Bawah
C uji = 0,209 × 8 ppm
0,460
= 3,635 ppm
% Disolusi = 3,635ppm × 100% = 45, 43%
8 ppm

% Disolusi x = % Disolusi atas + tengah + bawah


3
= 49,75 + 53,04 + 45,43 = 49,40 %
3

15
 Tabung 2
 Atas
C uji = 0,204 × 8 ppm
0,460
= 3,5478 ppm
%Disolusi = 3,5478 ppm × 100% = 44,34 %
8 ppm

 Tengah
C uji = 0,204 × 8 ppm
0,406
= 3,5478 ppm

%Disolusi = 3,5478×100% = 44,34 %


8 ppm
 Bawah
C uji = 0,200 × 8 pmm
0,460
= 3,478 ppm

%Disolusi = 3,478× 100 % = 43,47 %


8 ppm

% Disolusi x = 44,34 + 44,34 +43,47 = 44.05 %


3
 Tabung 3
 Atas
C uji = 0,2014 × 8 ppm

0.460
= 3,503 ppm

%Disolusi = 3,503 × 100% = 43,78 %


8 ppm
 Bawah
C uji = 0,214 × 8 ppm
0,460
= 3,722 ppm
%Disolusi = 3,722 ×100% = 46,52 %
8 ppm

16
 Tengah
C uji = 0,207 × 8 ppm
0,460
= 3,6 ppm

%Disolusi = 3,6 ppm × 100% = 45%


8 ppm

%Disolusi x = 43,78 + 46,52 + 45 = 45,1 %


3

1.5 Pembahasan

Disolusi obat adalah proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut . pelarut suatu zat aktif sangat penting untuk
mengetahui kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum di
serap tubuh. Tujuan disolusi ini yaitu untuk mengetahui seberapa cepat kelarutan
suatu tablet ketika kontak dengan cairan tubuh, sehingga dapat di ketahui
keefektifan obat tersebut.

Mekanisme disolusi sediaan pada tablet, tablet yang di telan akan masuk
ked lama lambung dan di dalam lambung akan di pecah, tablet mengalam
disintegrasi menjadi granul granul kecil yang tediri dari zat zat aktif dan zat
tambahna lainnya. Granul selanjutnya di pecah menjadi zat aktif atau serbuk yang
larit dalam cairan lambung atau usus tergantung dengan tablet tersebut bekerja.
Kegunaan uji disolusi yaitu untuk menjamin keseragaman suatu bacth, menjamin
bahwa suatu obat akan mencapai efek obat yang di inginkan,

Pada praktikum ini kami melakukan uji disolusi tablet CTM (


Chlorampheniramin Maleat ) menggunakan media air karna sebagian besar tubuh
kita berisi air. CTM ( Chlorampheniramin Maleat ) berkhasiat sebagai
antihistamin, memiliki kelarutan mudah larut dalam air. Pada pengujian ini tablet

17
CTM di larutkan dengan alat disolusi denagn RPM 50 dengan waktu 45 menit
pada suhu 37 ̊C. Pengujian dilakukan pada 3 tablet CTM . di lakukan absorbansi
pada 3 area yaitu bagian atas , bawah , dan tengah untuk mendapat hasil yang
merata.

Hasil persentase Absorpsi tablet CTM :

Tabung 1:

Bagian atas : 49,75 Tabung 2: Tabung 3:

Bagian tengah :53,04 % Bagian atas : 44,34% Bagian atas : 43,78%

Bagian bawah: 45,43% Bagian tengah :44,34 % Bagian tengah: 46,2%

Bagian bawah : 43,47 % Bagian bawah : 45%

Berdasarkan hasil persentase di atas semakin rendah posisi tablet dalam


tabung maka persentase menurun hasil disolusi ini kurang bagus seharusnya
semain rendah posisi tabung posisi persentase semakin tinggi , berdasarkan
literature disolusi tablet yang bagus adalah .75% . hal ini dapat di karenakan
beberapa factor di antara lain : ketikdaktepatan jumlah dari medium disolusi
setelah di pipet berapa ml, terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan
sampel menggunakan pipet volume.

Selain factor di atas hal yang dapat mempengaruhi disolusi yaitu faktor
pengikat tablet dan desintegran dimana bahan pengikat atau desintegran
mempengaruhi kuat atau tidaknya ikatan partikel – partikel dalam tablet tersebut
yang mempengaruhi kemudaham cairan yang berpenetrasi ke dalam lapisan difusi
tablet menembus ikatan dalam tablet tersebut. Selain itu juga dapat dipengaruhi
factor formulasi tablet yang kurang baik. Factor disolusi yang mempengaruhi
tablet antara lain disentegrasi obat dengan eksipien dan kekerasan.

18
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat di simpulkan sebagai berikut :


1. Disolusi obat adalah proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan
padat ke dalam media pelarut . pelarut suatu zat aktif sangat penting untuk
mengetahui kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut
sebelum di serap tubuh
2. Hasil persenrase disolusi kurang baik , seharusnya semakin tinggi tabung
persentase semakin menurun
3. Factor yang dapat mempengaruhi disolusi tablet antara lain : suhu,
pengadukan, formulasi tablet, ketidak akuratan dalam menggunakan pipet
tetes, dan lain lain

19

Anda mungkin juga menyukai