Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

VITILIGO

Pembimbing

Dr. Hj. Vita Noor’aini Atmadi Hartati, Sp.KK

Disusun oleh :

Lisa Nopiyanti

2013730149

STASE KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM SAYANG CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
pada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kepaniteraan stase ilmu kulit
dan kelamin serta penyusun berharap pembaca bisa mengetahui serta memahami lebih dalam
tentang pembahasan penyusun yaitu tentang dasar-dasar ilmu kedokteran (preklinik) yang
berkaitan dengan Vitiligo.

Penyusun mengakui masih banyak terdapat kesalahan di dalam pembuatan laporan


kasus ini sehingga laporan kasus ini masih belum sempurna. Penyusun harapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk menambah kesempurnaan laporan ini.

Terimakasih penulis ucapkan pada pembimbing yang telah membantu penyusun


hingga penyusun dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus serta membantu dalam
kelancaran pembuatan laporan kasus.

Penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya
serta bagi pembaca pada umumnya.

Cianjur, Oktober 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai
semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada
perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari
banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga dapat
terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia
10–30 tahun.3
Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah
suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau secara autosomal dominan.
Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari 30% dari penderita vitiligo mempunyai penyakit
yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo
yang terjadi pada kembar identik. 3,4
Vitiligo biasanya bermula pada masa anak-anak atau dewasa muda, dengan jenjang usia
antara 10 dan 30 tahun. Sekitar setengah dari kasus bermula sebelum usia 20 tahun.2
Pada laporan kasus ini akan di bahas sebuah kasus wanita berusia 62 tahun dengan
kecurigaan vitiligo berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan dermatologis yang ditemukan.
Pembahasan terbatas pada keadaan klinis yang ditemukan baik melalui anamnesis maupun
pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan serta prognosis pasien setelah mendapatkan
terapi.
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NU
No CM : 86.32.xx
Tanggal Lahir :22-01-2004
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 14 tahun
Alamat : Kampung Sukawening RT 04/RW 07 Desa Kertajaya
Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur
Pendidikan : SMP
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2018

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik kulit dan kelamin RSUD Sayang Cianjur pada
tanggal 22 Oktober 2018 pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama :
Bercak putih pada leher dan dagu sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Cianjur dengan keluhan bercak putih
pada daerah leher dan dagu sejak 1 bulan SMRS, pasien mengeluh bercak dirasa semakin
membesar sejak kurang lebih 1 bulan, Keluhan yang diderita pasien tidak disertai dengan
rasa gatal, nyeri dan juga baal. Pasien juga menyangkal adanya luka sebelumnya di
bercak kulit yang memutih. Pasien mengatakan belum pernah berobat sebelumnya
mengenai keluhan ini.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat Alergi

Alergi terhadap makan-makanan laut, obat, debu dan cuaca disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan bahwa dirumah tidak ada yang merasakan keluhan yang sama
dengan pasien.

Riwayat Psikososial & Kebiasaan :


Pada saat beraktivitas di luar rumah pasien mengenakan jilbab. Pasien berkata tidak
pernah menggunakan lotion yang mengandung perlindungan terhadap sinar matahari.
Pasien sering beraktivitas di bawah sinar matahari.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit Ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda-tanda vital :
o TD : 120/90 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Pernapasan : 20 x/menit
o Suhu : 36.8oC
 Status Gizi :
o BB : 60 kg
o TB : 155 cm
 Status Generalisata:
 Kepala (Normocephal)
o Rambut : Rambut bewarna hitam distribusi rata, ketombe (-) lesi kulit
(-)
o Mata : Conjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
o Hidung : Deviasi septum nasi(-), Sekret (-)
o Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Serumen (-/-)
o Mulut : Bibir kering (-), mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
tidak hiperemis, caries dentis (-)
o Kulit Wajah : Pada status dermatologikus
 Leher
o Pembesaran KGB : Tidak teraba membesar
o Pembesaran tiroid : Tidak teraba membesar
 Thoraks
o Paru-paru
 Inspeksi
Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS dan SS (-)
 Palpasi
Vokal fremitus (+/+) di kedua lapang paru, nyeri tekan (-/-)
 Perkusi
Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi
Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
o Jantung
 Inspeksi
Ictus Cordis tidak terlihat
 Palpasi
Ictus Cordis tidak teraba.
 Perkusi
Tidak dilakukan
 Auskultasi
Bunyi jantung I / II regular, murni, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi
Datar, Scar (-)
 Auskultasi
Bising usus (+) normal.
 Palpasi
Supel, turgor baik, nyeri tekan epigastrium (+), hepatosplenomegali (-)
 Perkusi
Timpani diseluruh kuadran abdomen
 Ekstremitas
Atas : Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.
Bawah : Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.

 Status Dermatologikus:
Distribusi: Lokalisata
Lokasi: regio leher dan dagu
Lesi: Sirkumskrip, plakat ukuran 5cm x 3cm, tidak timbul, kering,tidak teratur
Efloresensi: makula depigmentasi
D. RESUME
Seorang perempuan berusia 14 tahun datang dengan keluhan bercak putih
pada daerah sekitar leher dan dagu sejak 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh bercak
dirasa semakin membesar sejak 1 bulan yang lalu, Keluhan yang diderita pasien tidak
disertai dengan rasa gatal, nyeri dan juga baal. Pasien juga menyangkal adanya luka
sebelumnya di bercak kulit yang memutih. Pasien mengatakan belum pernah berobat
sebelumnya mengenai keluhan ini.
-Status Dermatologi-
Status Dermatologikus:
Distribusi: lokal
Lokasi: regio leher dan dagu
Lesi: Sirkumskrip, plakat ukuran 5cm x 3cm, tidak timbul, kering.
Efloresensi: makula depigmentasi

E. DIAGNOSIS KERJA
 Vitiligo

F. DIAGNOSIS BANDING
 Pitiriasis Alba

G. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan histopatologi

H. PENATALAKSANAAN
 UMUM
o Menerangkan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien.
o Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan tabir surya jika pergi
keluar rumah saat siang hari
o Memberikan informasi kepada pasien untuk bersabar karena pengobatan
yang cukup lama.
KHUSUS :
o Topikal : Clobetasol propionate ointment 0.05% 2x sehari. Selama 1-2
bulan lalu tappering-off dan mengganti terapi dengan Hydrocortisone butyrate
cream, 0,1%.

I. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam : Ad Bonam
b. Quo Ad Functionam : Ad Bonam
c. Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
BAB III
ANALISIS KASUS

Temuan Kasus Tinjauan Teori


Berdasarkan Anamnesis
Perempuan , 14 tahun  Vitiligo tidak membedakan gender.
 Kelainan ini dapat muncul pada semua umur.
Keluhan bercak putih di wajah  Vitiligo adalah kelainan kulit yang ditandai
sejak 1 bulan yang lalu, lama dengan adanya kegagalan fokal dari
kelamaan bercak putih semakin pigmentasi oleh karena adanya penghancuran
melebar , tidak disertai rasa gatal melanosit yang diperantarai oleh mekanisme
dan baal. imunologi
 Kelainan kulit pada vitiligo mangalami
pelebaran ukuran lesi biasanya dalam
beberapa bulan bahkan beberapa tahun.
Makula hipomelanosit merupakan tanda awal
pada area yang sering terpapar sinar matahari,
yaitu pada wajah atau pada dorsum manus.

Berdasarkan Pemeriksaan Fisik dan Status Dermatologikus

Daerah sekitar leher dan dagu Gejala klinis yang dapat ditemukan satu atau lebih makula
berwarna putih seperti bercak kapur atau susu dengan
, Sirkumskrip, plakat
diameter beberapa milimeter hingga sentimeter, bentul
Makula depigmentasi. bulat atau lonjong dengan batas tegas tanpa ada perubahan
epidermis yang lain.2

Lesi dapat muncul dibagian tubuh mana saja, tapi lebih


sering pada tangan, lengan, kaki dan wajah.2
Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang, dan Diagnosis Banding

Pemeriksaan penunjang tidak Diagnosis didasarkan gambaran klinis sudah dapat


dilakukan ditegakan.

Pitriasis alba Diagnosis banding vitiligo dapat berupa pitriasis alba,


kesamaan penyebab yang belum diketahui serta lesi yang
timbul pada kulit.

Berdasarkan tatalaksana

Clobetasol propionate ointment 0.05% 2x  PUVA


sehari. Selama 1-2 bulan lalu tappering-off  PUVB
dan mengganti terapi dengan  Kortikosteroid
Hydrocortisone butyrate cream, 0,1%.  Takrolimus
 MBEH
 Terapi laser
 Terapi bedah
 Pengobatan dengan kortikosteroid
merupakan pilihan pertama untuk
vitiligo lokalisata dan sangat
dianjurkan untuk lesi kecil di wajah.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Vitiligo adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kegagalan fokal dari
pigmentasi oleh karena adanya penghancuran melanosit yang diperantarai oleh
mekanisme imunologi.5

B. EPIDEMIOLOGI
Vitiligo terjadi di seluruh dunia dengan prevalensi 0,5 – 1 %. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang
terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap
berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik.
Vitiligo biasanya mulai terlihat pada saat anak – anak dan remaja dengan puncaknya pada
usia 10 – 30 tahun.1
Vitiligo hampir menyerang 1 dari 4% populasi dunia, termasuk 1-2 juta orang di
Amerika, dan memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup oleh karena efek
psikologi yang dialami oleh penderita vitiligo.8
Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%.3 Survey
epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan prevalensi vitiligo
mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga berlaku untuk negara-negara lain di
utara-barat Eropa.4
Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan
puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada
semua usia. Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama dengan
perempuan.3

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Vitiligo adalah kelainan pilogenik, dengan patogenesis yang kompleks yang hingga
sekarang belum dimengeri secara pasti. Walaupun banyak teori yang mencoba
menjelaskan mengenai kehilangannya melanosit epidermal pada vitiligo namun penyebab
pastinya tidak diketahui. Teori yang paling dapat diterima adalah faktor genetik dan non-
genetik yang berikatan mempengaruhi fungsi dan kehidupan melanosit, walaupun pada
akhirnya mengarah pada kerusakan autoimun dari melanosit.1 Masih belum pasti apa yang
menyebabkan kerusakan pada melanosit sehingga menghilang dan mempengaruhi kulit.6
Ada 4 mekanisme yang mungkin bisa menjelaskan mengenai terjadinya vitiligo, yaitu
autoimun, neurogenik, genetik, dan pajanan bahan kimia.

1. Hipotesis Autoimun
Terdapat perdebatan mengenai fakta yang mendukung autoimun sebagai dasar
terjadinya vitiligo generalisata. Vitiligo generalisata sering terjadi pada orang yang
memiliki riwayat penyakit autoimun sebelumnya. Imunitas humoral adalah yang
pertama terlibat dengan ditemukannya pada beberapa kasus terdapatnya autoantibodi
melanosit yang menyerang berbagai antigen melanosit, termasuk tirosinase,
tyrosinase-related protein-1, dopachrome tautomerase dan lainnya yang memiliki
kekuatan untuk membunuh melanosit secara in vitro dan in vivo. Terdapat hubungan
antara vitiligo dengan kondisi autoimun. Gangguan tiroid seperti tiroiditis hashimoto
dan Grave’s disease biasanya muncul dengan vitiligo.1 Autoantibodi organ spesifik
untuk tiroid, sel parietal lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada
serum pasien dengan vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap
melanosit orang normal dapat dideteksi dengan menggunakan tes
immunoprecipitation spesifik yang memiliki pengaruh sitolisis. Didapati profil sel-T
yang abnormal pada pasien vitiligo dengan penurunan sel T-helper.4

2. Hipotesis Neurogenik
Pada hipotesis ini dijelaskan bahwa adanya bahan campuran yang dilepaskan
di sekitar neuralcrest yang menghambat melanogenesis dan memberikan efek toksik
pada melanosit. Walaupun terkadang vitiligo timbul pada distribusi dermatom dan
secara mikroskopik menunjukknya adanya kelainan pada saraf sekelilingnya,
penelitian terakhir mengenai neuropeptid dan neuronal pada vitiligo menjelaskan
bahwa neuropeptide Y memiliki keterlibatan.4
3. Genetik pada vitiligo
Survey epidemiologi dalam jumlah besar menunjukkan bahwa kebanyakan kasus
vitiligo timbul secara jarang., walaupun sekitar 15%-20% dari pasien memiliki satu
bahkan lebih yang dipengaruhi oleh kerabat tingkat pertama. Pada penelitian
terbanyak mengatakan bahwa genetik pada vitiligo berfokus pada vitiligo
generalisata. Beberapa gen yang terkait dengan fungsi imun, termasuk loci dalam
MHC, CTLA4, PTPN22, IL10, MBL2, dan NALP1 diduga memiliki keterlibatan
pada vitiligo generalisata dalam hubungan genetik. Vitiligo segmental memiliki
perbedaan genetik yang berbeda dari vitiligo generalisata dilihat dari perkembangan
dan ketahanan hidup melanoblast dan melanosit, walaupun hipotesis tersebut masih
harus dikonfirmasi kembali.1
4. Hipotesis pajanan bahan kimiawi
Terdapat beberapa bukti bahwa vitiligo merupakan penyakit yang menyerang
seluruh epidermis kulit, kemungkinan memiliki keterkaitan dengan abnormalitas
biokimia dari melanosit dan keratinosit. Kelainan spesifik dari fungsi dan morfologi
dipantau pada melanosit dan keratinosit vitiligo yang memiliki dasar genetik.
Kelainan bentuk keratinosit dari lesi vitiligo memiliki hubungan pada kerusakan
aktivitas mitokondria, dan memiliki efek pada produksi dari faktor pertumbuhan
melanosit dan sitokin yang mengatur kehidupan melanosit. Pajanan bahan kimiawi
tersebut menekan kadar H2O2 yang memberikan dampak terhadap epidermis,
sehingga menyebabkan berkurangnya sebagian dari enzim antioksidan pada
keratinosit dan melanosit.1

D. DIAGNOSIS
Diagnosis vitiligo ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dari pasien dengan
adanya makula berbatas tegas, “chalk-white”, bilateral (biasanya simetris), progresif dan
didapat.3
a. Gambaran klinis
Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo menunjukan
gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau
oleh hiperpigmentasi.2 Pada vitiligo, ditemukan makula dengan gambaran seperti
“white-milk” macules dengan depigmentasi homogen dan batas yang tegas. Memiliki
dasar dari distribusi polimorfik, melebar dan banyak bercak putih.1
Gambar 4.1 Bercak depigmentasi pada bagian atas bibir12

Klasifikasi :

1. Generalisata, terdiri dari :


a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ektremitas dan wajah
dalam bentuk lingkaran.
b. Vulgaris: multipel lesi dengan distribusi diskret dengan bentuk yang simetris.
c. Mixed vitiligo: campuran dari acrofasial dan vulgaris atau segmental dan tioe
akrofasial.
2. Universalis
3. Lokalisata, terdiri dari :
a. Fokal : satu atau lebih makula pada satu area tapi tidak segmental.
b. Segmental: makula unilateral dengan distribusi menurut dermatom yang tidak
melewati garis tengah tubuh.
c. Mukosal: hanya terdapat depigmentasi pada membran mukosa.
Gambar 4.2 Vitiligo vulgaris pada dewasa1 Gambar 4.3 Vitiligo Acrofasial1

Gambar 4.4 Vitiligo Universal1 Gambar 4.5 Vitiligo segmental dari wajah dan leher1

Gambar 4.6 Vitiligo fokal-makula unik dari vitiligo fokal1


Gambar 4.7 Gambaran lokasi predileksi vitiligo.3

Fenotip klinis langka tertentu1


 Vitiligo Thrichrome dikarakteristikan dengan adanya bercak yang
berukuran sedang hipopigmentasi diantara kulit normal dan depigmentasi
kulit keseluruhan
 Vitiligo Quadrichrome dikarakteristikkan dengan adanya empat warna
(coklat gelap) pada repigmentasi folikuler. Sering pada pasien dengan
fototerapi kulit gelap
 Vitiligo Pentachrome merupakan vitiligo dengan lima bayangan warna :
putih, gelap, coklat sedang, coklat gelap dan hitam
 Vitiligo Conferri atau Vitiligo Ponture seperti makula depigmentasi dalam
makula hiperpigmentasi pada kulit normal
 Vitiligo Red , lesi depigmentasi yang memiliki batas eritematous
 Vitiligo Blue, muncul warna kulit biru keabu-abuan oleh karena hilangnya
melanosit epidermal
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes laboratorium
Tes laboraturium dapat membantu untuk melihat level TSH, anti-nuclear antibodi
dan jumlah darah. Tes ini juga dapat menentukan serum antitiroglobulin dan antibodi
tyroid peroxidase. Antibodi tyroid peroxidase petanda yang spesifik dan sensitif untuk
gangguan tyroid autoimun.1
2. Pemeriksaan histopatologi.
Biopsi kulit sangat jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis vitiligo.
Biasanya pada pemeriksaan histologi didapati pada area lesi tidak adanya melanosit
pada epidermis dan dermal yang tipis, perivaskular, dan infiltrat limfosit perifolikular
pada batas lesi baru dan lesi aktif, dengan adanya proses cell-mediated immune
menghancurkan melanosit insitu.1

Gambar 4.8 (A) makula depigmentasi dengan distribusi simetris pada batang tubuh dan
ekstremitas. (B) infiltrat yang sangat halus dari limfosit pada epidermis. (C) melanosit
mengalami kerusakan pada epidermis10

3. Pemeriksaan Lampu Wood


Pada pemeriksaan dibutuhkan untuk mengevaluasi makula, biasanya dilakukan
pada penderita yang memiliki tipe kulit cerah, dan untuk mengidentifikasi makula
pada bagian yang dilindungi matahari.3
F. DIAGNOSIS BANDING
Pada vitiligo diagnosis banding dapat berupa Pitiriasis Versikolor, Pitiriasis Alba,
Lepra, Piebaldism, skleroderma, Nevus Pigmentous oleh karena memiliki lesi berupa
makula soliter hipopigmentasi, batas tegas, dengan tepi ireguler, ukuran yang sama,
sering timbul pada bayi baru lahir lalu dapat juga dengan Nevus Anemicus karena
memliki lesi pucat hipokromik dengan batas tegas dan tepi ireguler, biasanya soliter
berlokasi di batang tubuh.1
PENATALAKSANAAN
Kunci dari terapi vitiligo adalah memfasilitasi populasi ulang dari bercak
depigmentasi pada epidermis dengan mengaktivasi melanosit agar dapat bermigrasi,
bertahan hidup untuk berpopulasi pada kulit yang mengalami depigmentasi, dan
membawa keluar biosintesi dari melanin. 1

TOPIKAL FISIKAL SISTEMIK BEDAH


Lini Kortikosteroid Ultraviolet B (gelombang
pertama Kalsinieurin pendek)
inhibitor Psoralen sistemik dan
sinar Ultraviolet A
Lini Calcipotriol Psoralen topikal dan sinar Kortikosteroid Cangkok
kedua ultraviolet A (pulse therapy) Melanosit
Excimer laser transplantasi
Tabel 4.1 Strategi terapi untuk Vitiligo1

Terapi Topikal

Terapi dengan steroid topikal memberikan 50-75% repigmentasi dan tidak praktis
dikarenakan membutuhkan untuk mengaplikasikan pada kulit dengan frekuensi yang
sering dan juga membutuhkan waktu setahun atau lebih untuk hasil yang signifikan.
Terapi topikal seperti takrolimus dan calcipotrien juga memberikan hasil yang sama
dengan kortikostertoid topikal.9

1. Kortikosteroid Topikal
Indikasi pada lesi vitiligo yang terbatas dan merupakan terapi lini pertama
pada anak-anak. Respon terbaik didapatkan pada lesi daerah wajah, dan juga baik
untuk lesi pada leher dan ekstrimitas kecuali jari tangan dan kaki. Respon yang
baik terjadi karena pada daerah tersebut permeabilitas kulitnya tinggi, banyak
tersedia melanosit residual, follicular reservoir yang banyak atau melanosit mudah
diperbaiki. Lesi local diterapi dengan fluorinated corticosteroid potensi tinggi
(clobetasol propionate ointment, 0.05%) selama 1-2 bulan kemudian perlahan-
lahan diturunkan bertahap menjadi kortikosteroid potensi rendah (hydrocortisone
butyrate cream, 0.1%). Lesi yang lebih besar diterapi dengan non-fluorinated
corticosteroid potensi menengah. Waspadai pemakaian steroid topical di sekitar
kelopak mata karena dapat meningkatkan tekanan intraocular yang dapat
menyebabkan glaukoma.1

Monitor respon pengobatan dengan pemeriksaan Wood’s lamp. Jika tidak ada
respon dalam 3 bulan, terapi dihentikan. Repigmentasi maksimum terjadi 4 bulan
atau lebih (30-40% dalam 6 bulan). Pasien dengan pigmen gelap memiliki respon
yang lebih bagus daripada yang berpigmen terang. Keuntungan terapi ini adalah
kepatuhan yang tinggi dan harga terjangkau. Kekurangannya adalah terjadi
kekambuhan setelah penghentian obat dan efek samping steroid (atrofi kulit,
telangiectasis, striae, dermatitis kontak). Semua pasien terutama anak-anak harus
dimonitor secara ketat terhadap efek samping obat.1

2. Kalsineurin Inhibitor
Salep tacrolimus topical 0,03-0,1% (pimecrolimus ointment 1%) dua kali
sehari efektif menghasilkan repigmentasi vitiligo lesi local terutama pada wajah
dan leher. Lebih efektif jika dikombinasi dengan ultraviolet B (UVB) atau terapi
laser excimer (308 nm). Lebih aman daripada steroid topical pada anak-anak.1

3. Calcipotriol Topikal
Vitamin D analog-Calcipotriol topical 0,005% efektif secara kosmetik pada
beberapa pasien. Dapat dikombinasi dengan kortikosteroid topical pada anak dan
dewasa untuk mempercepat dan stabilitas repigmentasi.1

4. Pseudocatalase
Katalase adalah enzim normal yang ditemukan pada kulit berfungsi untuk
mengurangi kerusakan oleh radikal bebas. Kadarnya rendah pada pasien vitiligo.
Terapi dengan pseudocatalase dapat diberikan pada pasien dikombinasi dengan
narrowband UVB (NBUVB) fototerapi.1
Terapi Fisik

1. Sunscreens
Membantu mencegah terbakarnya kulit karena sinar matahari, mengurangi
photodamage sehingga mencegah fenomena Koebner, dan mengurangi perbedaan
warna kulit normal dengan lesi vitiligo.3

2. Kosmetik
Penggunaan kosmetik berguna bagi pasien dengan vitiligo focal. Kosmetik
dapat menutupi dan menyamarkan lesi pada wajah, leher, dan tangan.
Keuntungannya harga murah, efek samping sedikit, dan mudah digunakan.3

3. Radiasi Narrowband Ultraviolet B

NB (311nm)-UVB radiasi dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pertama


untuk sebagian besar pasien. Pada vitiligo generalisata terapi ini lebih efektif
daripada PUVA topical. Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 6 bulan, terapi
dihentikan. Pigmentasi terbaik terjadi di wajah, badan, dan ekstrimitas proksimal.1

4. Psoralen dan Terapi Ultravioleta


8-methoxypsoralen oral atau topical dikombinasi dengan UVA (320-400nm)
iradiasi (PUVA) efektif untuk penanganan vitiligo.1 fototerapi PUVA bekerja
dengan cara membuat melanosit menjadi hipertropi dan melanosom menjadi
hiperaktif. Juga meningkatkan produksi melanosit dalam folikel rambut dan
melepaskan keratinosit dari faktor yang merangsang prtumbuhan melanosit dan
mengurangi terbentuknya antigen melanosit dalam membran melanosit. 6 Terapi
pilihan Psolaren, yaitu Methoxsalen diberikan secara oral engan dosis
0,4mg/KgBB, 1 hingga 2 jam sebelum terapi UVA. Untuk PUVA topical,
Methoxsalen 0,1% diaplikasikan pada lesi 30-60 menit sebelum terapi UV. Topikal
PUVA biasa digunakan pada pasien dengan vitiligo <20% area tubuh. Efek
samping adalah hiperpigmentasi pada area yang mengelilingi vitiligo, reaksi
fototoksik yang berat, dan pruritus. Oral psoralen diberikan pada pasien dengan lesi
yang luas dan tidak berespon terhadap PUVA topical.1 Proses pengobatan ini
memakan waktu yang sangat lama. Terapi ini dilakukan kurang lebih 6 bulan
hingga beberapa tahun .4
5. Excimer Laser
Hingga saat ini terapi ini merupakan terapi yang digunakan untuk vitiligo
lokalisata. Terapi ini mirip dengan terapi NB-UVB dengan sedikit efek samping
karena hanya satu lesi yang dilakukan terapi pada satu waktu. Paling efektif jika
diberikan 3 kali seminggu dengan durasi >12 minggu. Dosis awal 50-100 mJ/cm2.
Hasil paling baik pada daerah wajah.1

Terapi Sistemik

Kortikosteroid sistemik tidak terlalu berguna sebagai terapi untuk mendapatkan


pigmentasi ulang pada Vitiligo. Akan tetapi Kortikosteroid sistemik dapat menekan
aktivitas dari Vitiligo. Dengan dosis 2,5mg/hari dari dexamethason untuk Vitiligo yang
cepat menyebar. Terapi optimal untuk dapat memberhentikan progresi dari Vitiligo
sekitar 3 dan 6 bulan.6

Pembedahan

1. Autologous skin Grafts


Terapi ini merupakan opsi pada Vitiligo yang stabil. Epidermis yang
mengalami depigmentasi termasuk papillary dermis disingkirkan dengan
dermabrasi superficial. Kemudian lapisan dermoepidermal yang sangat tipis yang
dibiakkan menurut dermatom ditanamkan. Dapat menangani area 6-100cm.1

2. Melanocyte culture Transplantation


Terapi ini sama dengan cangkok kulit dimana, cangkok kulit diambil dari wilayah
donor dan diinkubasi dalam media kultur agar melanosit dapat tumbuh atau
kombinasi dari melanosit dan keratinosit dapat tumbuh secara in vitro. Hasil dari
terapi ini sangat bagus dan pada area luas kulit dapat diterima dari satu cangkok
donor. 11
Keterlibatan luas
lesi Vitiligo pada
kulit
Bila <20% Bila ≥20%
dari kulit dari kulit

Kortikosteroid topikal, Fototerapi: NB-UVB atau PUVA


imunomodulator, atau atau PUVASOL (psoralen, UV A,
calcipotriol atau kombinasi dan solar light)
keduanya
Bila tidak merespon
Terapi PUVA topical atau Bila tidak merespon dan luas
fototerapi pada lesi target vitiligo > 50% luas kulit

Bila tidak merespon


Cangkok kulit atau transplantasi Terapi Depigmentasi
melanosit

Grafik 4.1 Algoritma Terapi untuk Vitiligo1

F. Prognosis
Vitiligo merupakan penyakit kronik dengan perjalanan penyakit yang beragam., tetapi
memiliki onset cepat yang diikuti dengan periode stabil atau progresifitas lambat adalah
karakteristik dari Vitiligo. Hingga 30% dari penderita vitiligo dilaporkan bahwa terjadi
pigmentasi ulang yang spontan pada beberapa wilayah (biasanya area yang terpapar
matahari). 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New
York. McGrawHill;2012.p.792-803.

2. James WD, Berger TG, Elston DM. Disturbances of Pigmentation. In: Andrews’ Disease of
The Skin. 11th ed. Philadelpia. Saunders Elsevier;2011. p. 854-70.

3. Wolff K and Johnson RA. Vitiligo. In: Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009. p. 335-41.

4. Burns T, Breathnach S, Cox N. Disorders of Skin Colour. In: Rook’s Textbook of


Dermatology. 7th ed. Malden. Blackwell Science;2004. p.39.53-7.

5. Marks R. Vitiligo. In : ROXBURG’S Common Skin Disease. 17thed. Miami USA. Arnold :
2003. p.297-299.

6. Author : Bilal A, Irfan A : Guidlines for the Management of Vitiligo. In : Journal of Pakistan
Association of Dermatologist : 2014.

7. Anbar T, A Rehab et al : Beyond Vitiligo Guidlines Combined Stratified/Personalized


Approaches for the Vitiligo Patient. In : Wiley Online Library Journal: 2014.

8. Bowcock A, Fernandez M, et al : Targeting Skin Vitiligo and Autoimmunity. In : Journal in


Investigative Dermatology: 2012.

9. Mouzakis A MD, Lie S, et al : Rapid Response of Facial Vitiligo to 308nm Excimer Laser
and Topical Calcipotriene. In : The Journal of Clinical an Aesthetic Dermatology: 2011

10. M.Grant, Jane. Kels. Color Atlas of Dermatopathology. NewYork. Vanderbilt Avenue;2007.
p.16.

11. Majid I : Vitiligo Management an Update. In : BJMP : 2010


12. Shaffrali F, Gawkrodger D (2000) Management of Vitiligo. Clinical and Experimental
Dermatology 25(8): 575-579.

Anda mungkin juga menyukai