Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut yayasan kanker indonesia, 2014 Kanker adalah penyakit
akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah
menjadi sel kanker. Menurut wan dessen, 2011 kanker serviks adalah kanker
yang paling sering ditemukan pada sistem reproduksi wanita. Menurut
indonesia journal of cancer, 2009 kanker serviks merupakan penyebab
kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang dan
merupakan masalah kesehatan perempuan yang cukup mendapat perhatian
berkaitan dengan angka kejadian dan angka kematian yang masih tinggi di
indonesia.
Menurut Depkes, 2014 Kanker yang menyebabkan inveksi virus
seperti Hepatitis B/Hepatitis C dan Human Papilloma Virus berkontribusi
terhadap 20% kematian akibat kanker di negara berpenghasialan rendah dan
menengah. Menurut indonesia journal of cancer, 2009 di indonesia terdapat
sekitar 52 juta perempuan yang terancam kanker serviks, dan diperkiraan
ditemukan 40 ribu kasus baru kaanker serviks setiap tahunnya.
Sarwono, 2006 Kanker serviks paling banyak disebabkan oleh infeksi
virus HPV (Human Papilloma Virus) tipe 16 dan 18 erat hubungannya
dengan aktifitas seksual dengan jumlah pasangan yang tinggi atau lebih dari 4
orang, serta usia koitus yang terlalu muda. Usia koitus pertama dibawah umur
16 tahun dapat menyebabkan perubahan pada mukosa serviks sehingga dapat
menyebabkan lesi pra kanker dan akhirnya menyebabkan kanker. Selain usia
koitus pertama, kebiasaan merokok juga sebagai salah satu pencetus kanker
serviks. Pada pemeriksaan lender serviks wanita perokok ditemukan bahan
karsinogenik tembakau yang dapat merusak sel di serviks dan jika terdapat
infeksi HPV dapat menyebabkan kerusakan pada sel dan berakhir menjadi
kanker serviks.
Dewasa ini, pengobatan terhadap pasien dengan kanker serviks
beragan tergantung dengan stadium penyakitnya. Pada stadium awal
pengobatan dapat dilakukan dengtan cara dioperasi, namun pada kanker
serviks stadium lanjut tindakan operasi tidak bisa dilakukan karena kanker
telah menyebar keluar dari serviks. Jadi penanganan yang dapat dilakukan
adalah kemoterapi atau terapi paliatif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Memperoleh informasi tentang penyakit kanker serviks dan
Asuhan Keperawatan.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu menjelaskan konsep dasar penyakit kanker serviks
a. Mampu menjelaskan pengertian kanker serviks
b. Mampu menjelaskan etiologi dan faktor resiko kanker
serviks
c. Mampu menjelaskan patofisiologi dan kanker serviks
d. Mampu menjelaskan manifestasi klinis kanker serviks
e. Mampu menjelaskan klasifikasi kanker serviks
f. Mampu menjelaskan komplikasi kanker serviks
g. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang kanker
serviks
h. Mampu menjelaskan penatalaksanaan kanker serviks
2. Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada klien kanker
serviks
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien diagnosa
kanker serviks
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien
dengan diagnosa kanker serviks
c. Mampu membuat rencana tindakan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa kanker
serviks
d. Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada
klien dengan diagnosa kanker serviks
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien
dengan kanker serviks
f. Mampu menyimpulkan dan membandingkan antara
hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dengan teori
pada klien dengan diagnosa kanker serviks
A. Konsep Dasar Penyakit Kanker Serviks
1. Pengertian Kanker Serviks
Menurut Rama, 2009 ,Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh
didalam leher rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina.
Menurut kanker yayasan Indonesia, 2014 kanker adalah penyakit akibat
pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi
sel kanker.
Menurut wan dessen, 2011 kanker adalah kanker yang sering ditemukan
pada sistem reproduksi wanita.
2 Etiologi
Menurut sarwono, 2009 ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1) Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk
terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan
yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun
mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia
lebih dari 20 tahun.
2) Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan
meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan,
salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) telah
terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan
vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita
yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu,
virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
3) Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang
menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan
melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.
4) Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung
nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung
zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas
dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel
epitel pada serviks.
5) Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi
vitamin C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan
sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker
serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).
6) Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi
timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7) Gangguan sistem kekebala
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan
penyakit yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8) Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah
tidak mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap
Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.
3. Manifestasi Klinis
Menurut wan desser, 2011 kanker serviks uteri stadium dini dapat tanpa
gejala yang jelas.
a Gejala yang utama adalah:
1) pendarahan pervaginam:
pada stadium awal terjadiperdarahan sedikit pasca kontak,
sering terjadi pasca koitus atau periksa dalam. Dengan progresi
penyakit, frekuensi dan volume perdarahan tiap kali bertambah, dapat
timbul perdarahan masif, penyebab perdarahan pervaginam adalah
eksfoliasi jaringan kanker.
2) sekret pervaginam:
pada stadium awal berupa keputihan bertambah disebabkan
iritasi oleh lesi kanker atau peradangan glandula serviks, disebabkan
hipersekresi. Dengan progresi penyakit sekret bertambah, encer
seperti air, berbau amis, bila terjadi infeksi timbul bau busuk atau
bersifat purulent.
3) nyeri:
umumnya pada stadium sedang, lanjut atau disertai infeksi.
Sering berlokasi di abdomen bawah, regiogluteal atau sakrooksigel.
Nyeri abdomen bawah tengah mungkin dusertai oleh lasi kanker
serviks atau parametrium disertai infeksi atau akumulasi cairan, pus
dalam kavum uteri, yang menyebabkan uterus berkontraksi. Nyeri
keram intermitten abdomen bawah satu atau kedua sisi mungkin
disebabkan oleh kompresi atau invasi tumor sehingga ureter obstruksi
dan dilatasi. Bila timbul hidrinefrosis dapat menyebabkan nyeri area
ginjal. Nyeri tungkai bawah, gluteal, sekrum umumnya disebabkan
desakan atau invasi tumor terhadap saraf kavum pelvis.
4) gejala saluran urinarius:
sering kali karena infeksi, dapat timbul polakisuria, urgensi,
disuria. Dengan progesi kanker, dapat mengenai buli-buli, timbul
hematuria, piuria hingga terbentuk fistel sisto-vaginal. Bila lesi
menginvasi ligamen cardinal, mendesak atau invasi ureter, timbul
hidronefrosis, akhirnya menyebabkan uremia. Tidak sedikit pasien
stadium lanjut meninggal akibat uremia.
5) gejala saluran pencernaan:
ketika lesi kanker menyebar ke ligamen kardinal, ligamen
sacral, dapat menekan rectum, timbul obstipasi, bila telah menginvasi
rectum dapat timbul hematokesia, akhirnya timbul fistel rektovaginal.
6) gejala sistemik:
semangat melemah, letih, demam, badan mengurus, anemia dan
edema.
b Tanda fisik:
Pada wanita lansia, lesi serviks uteri sering terjadi didalam kanalis
servikalis, servikalis licin, diagnosis mudah dilewatkan. Pada karsinoma
insitu atau karsinoma invasif stadium dini, pada serviks uteri dapat terjadi
erosi, tukak kecil atau tumor papilar. Dengan progresi lesi, tumor tumbuh
eksofitik berbentuk kembang kol, papilar, polipoid, jaringan rapuh
mudah berdarah dan bersekret: bilah tumor tumbuh endofitik, dapat
tumbuh lesi nodular, dari luar tampak nodul tak beraturan. Menginvasi
kedalam, dipermukaan dapat tampak erosi, perdarahan pervaginam relatif
sedikit, bila tumor disertai infeksi dapat timbul tukak, dapat berupa tukak
kecil atau agak kedalam. Bila lesi invatif dalam dan jaringan kanker
banyak yang nekrosis dan lepas, bentuk luar serviks uteri terdestruksi,
terbentuk rongga.
Pasien kanker serviks uteri, bila lesi terdapat didalam kanalis
servikalis, bentuk luar serviks pada stadium awal normal, bila kanalis
servikalis disentuh timbul perdarahan. Bila penyakit progresif lebih jauh,
serviks dapat membesar merata, bertambah kasar, konsistensi keras. Pada
stadium lanjut tumor serviks uteri dapat terlepas membentuk tukak
hingga rongga.
4. Klasifikasi Ca Serviks
Menurut sarwono, 2009 Klasifikasi internasional tentang karsinoma
serviks uteri mengenai tingkat dan kriteria kanker serviks adalah:
a. Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak
terdapat bukti invasi.
b. Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses
terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri.
c. Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak
dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel tumor tidak
terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh darah.
d. Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
menunjukkan invasi serviks uteri.
e. Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga
mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area para
servikal pada salah satu sisi atau kedua sisi.
f. Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih
bebas dari infiltrate tumor.
g. Tahap IIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum
sampai pada dinding panggul.
h. Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah
meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakitnodus limfe
yang teraba tidak merata pada dinding panggul. Urogram IV
menunjukkan salah satu atau kedua ureter tersumbat oleh tumor.
i. Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina,
sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.
j. Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
( frozen pelvic ) atau proses pada tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah
ada gangguan faal ginjal.
k. Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan secara
histologik ) atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau ketempat -
tempat yang jauh.
l. Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
m. Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
5. Penatalaksanaan
Menurut Bambang, 2011, Penatalaksanaan yang dapat diberikan
kepada pasien dengan kanker serviks adalah:
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan
stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur
keberhasilan pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan
hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium
atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan
hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang
lebih lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan
sitistatika dalam ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
1) Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua
sel pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
2) Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu
darimana proliferasi termasuk obat fase spesifik.
3) Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi
sel lebih besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.
b. Penatalaksanaan Kebidanan
Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi radiasi
eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang
digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik
dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.
Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara
lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake
cairan, beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah
pengobatan, dan melakukan perawatan kulit dan mulut.
Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam
perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas,
sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan
kebutuhan untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari,
memasang kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjang dan latihan
rom dan jelaskan pada keluarga tentang pembatasan pengunjung.
Selama terapi radiasi perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital
tiap 4 jam. Memberikan posisi semi fowler, berikan makanan berserat
dan cairan parenteral sampai 300 ml dan memberikan support mental.
Perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post
pengobatan (tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia),
monitor intake dan output cairan.
6 komplikasi
a) perdarahan profuse dapat terjadi langsung atau sesudah pengobatan
radium, eksternal radiasi, serta setelah kemoterapi.
Pengobatan yang dapat diterima:
1) Tranfusi darah
2) Substitusi cairan:
a. plasma expander
b. macrodex
c. plasmagel
3) Hemostataik
a. transamin
b. adona
c. dicynon
4) Lokal: dilakukan tamponade padat untuk beberapa hari
5) Operatif
a. Pengikatan arteri iliaka interna
b. aplikasi radium kembali
b) uremia
uremia terjadi karena metastase pada ureter sehingga terjadi
gangguan pengeluaran urin.
Penyebaba kematian kanker serviks:
1) perdarahan yang profuse
2) metastase jauh dengan komplikasi dan manifestasi klinik fistula
dengan organ sekitarnya
3) uremia
7. Patofisiologi
Menurut Anderson, 2005 dari beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya kanker sehingga menimbulkan gejala atau semacam keluhan
dan kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat berkembang menjadi
sel displasia. Apabila sel karsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf
akan timbul masalah keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel
karsinoma dapat mengganggu kerja sistem urinaria menyebabkan
hidroureter atau hidronefrosis yang menimbulkan masalah keperawatan
resiko penyebaran infeksi. Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk
biasanya menjadi keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien
dan dapat diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala
dari kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemikyang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah
keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim ini
merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa
dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman
status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati
dan selalu dihubungkan dengan kematian .
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
 Identitas:
Usia: Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan
hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3
kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pulasan kerokan serviks:
Suatu metode pemeriksaan simple, mudah dikerjakan dan tanpa
rudapaksa jelas, digunakan untuk penapisan dan diagnosis dini
kanker serviks.
2) Sitologi pulasan tipis (TCT: thinprepcytologic test)
Dibandingkan pulasan pemeriksaan sitologik serviks konvensional,
TCT memiliki keunggulan dalam mendeteksi kelainan epitel
serviks uteri. Teknik ini mengurangi hasil negative semu,
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas indentifikasi. Digunakan
untuk penapisan dan deteksi dini kanker serviks dan lesi pra
kanker.
3) Deteksi DNA HPV:
Infeksi HPV merupakan penyebab utama kanker serviks dan lesi
pra kanker. Pemeriksaan HPV resiko tinggi sebagai salah satu cara
menapis kanker serviks dan lesi prakankernya, dewasa ini
dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologik dapat memprediksi
tingkat resiko pasien yang diperiksa, menetapkan interval waktu
pemeriksaan penapisan, dan untuk pemantauan pasca terapi kanker
dan lesi pra kanker.
4) Pemeriksaan kolposkopi:
Dibawah cahay kuat dan kaca pembesar kuat dan kaca pembesar
secara visual binocular langsung melalui kolposkop mengamati lesi
diserviks uteri merupakan salah satu cara penunjang penting untuk
diagnose dini, terhadap pasien dengan hasil sitologik abnormal atau
kecurigaan klinis perlu dilakukan kolposkopi. Pemeriksaan ini
dapat menentukan lesi pre klinis yang tak tampak dengan kasat
mata, dapat dilakukan biopsy di lokasi yang dicurigai dan
meningkatkan rasio posifif dan akurasi hasil biopsy.
5) Biopsy serviks uteri dan kerokan kanalis servikalis:
Tujuannya adalah memastikan diagnosis CIN dan canker serviks.
Kanker serviks stadium dini lesinya tidak jelas, untuk dapat
memperoleh jaringan-jaringan kanker secara akurat, harus
dilakukan biopsy dari multiple titik, secara terpisah diperiksa
patologinya. Untuk meningkatkan akurat biopsy, kini sering di
gunakan reagen iodium, lampu flourecent vagina, kolposkopi dan
cara lain untuk membantub pengambilan sampel biopsy. Pada
kanker serviks sedang dan lanjut lesinya jelas, dapat secara akurat
mendapatkan jaringan kenker. Tapi untuk kanker yang disertai
infeksi sekunder, nekrosis, biopsy harus dilakukan lebih dalam,
barulah dapat diperoleh jaringan kanker segar. Pada wanita
manapause, perbatasan epitel skuamo-kolumnar bergeser ke dalam,
maka waktu pengambilan sampel harus dimasukan ke kanalis
servikalis untuk biopsy, atau menggunakan kuret kecil untuk
mengerok kanalis servikalis, barulah dapat memperoleh jaringan
kanker.
6) Konisasi serviks uteri:
Mencakup dengan pisau konvensional dan konisasi dengan eksisi
listrik (LEEP: loop electrosurgical excisional procedure), teknik
operasi ini sesuai untuk sitilogi serviks positifm tetapi biopsy insis
negative ; curiga terdapat invasive namun diagnisa belum
dutegakkan; tidak dapat menyingkirkan karsinoma invasive; pasien
CIN; pasien muda stadium IA1 yang perlu mempertahankan fungsi
reproduksi.
7) Pemeriksaan penunjang khususu:
Pemeriksaan sitoskopi; kanker serviks uteri stadium sedang dan
lanjut bila disertai gejala sistem urinarius harus dilakukan
pemeriksaan sitoskopi untuk memastikan terkena atau tidaknya
mukosa dan otot-otot buli, bila perlu dilakukan biopsy dinding
buli-buli untuk memastikan dan menentukan stadium.
Kolorektoskopi; sesuai dengan pasien dengan gangguan saluran
pencernaan bawah atau dicurigai colon, rectum terkena.
Pielografi intravena; untuk mengetahui apakah segmen bawah
ureter terdesak atau terinvasi hingga obliterasi oleh kanker atau
tidak, ini membeantu penentuan stadium dan terapi. Pemeriksaan
CT Scan atau MRI untuk mengetahui ada tidaknya invasi,
metastase di lokasi terkait dengan jalur penyebaran kanker serviks.

2. Diagnose keperawatan
1. Kekurangan voleme cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Nyeri akut b.d agens cedera biologis
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d Penurunan komponen
seluler yang dperlukan untuk pengiriman nutrisi ke sel.
3. Perencanaan
1) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Goal: klien tidak akan mengalami kekurangan volume cairan selama
dalam perawatan
Objektif: klien terbebas dari kehilangan cairan aktif selama dalam
perawatan
Outcomes:selama dalam perawatan klien akan menunjukan:
Noc label 1: keseimbangan cairan
1. Turgor kulit 5
2. Kelembapanmembraneemukosa 5
3. Beratjenisurin 5
4. Pusing 5
Indikator
1 Sangatterganggu
2 Banyakterganggu
3Cukup terganggu
4 Sedikitterganggu
5Tidak terganggu

Nic label 1: Pencegahan perdarahan

1. Monitor dengan resiko terjadinya perdarahan pada pasien


2. Catat nilai hemoglobin hematoktrit sebelum dan setelah
pasien kehilangan darah sesuai indikasi
3. Monitor tanda dan gejala perdarahan menetap
4. Pertahankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi
perdarahan aktif.
2) Nyeri akut b.d agens cedera biologis
Goal: klien tidak akan mengalami nyeri akut selama dalam perawatan.
Objektif: klien akan terbebas dari agens cedera biologis selama dalam
perawatan.
Outcomes: selama dalam perawatan klien akan menunjukan:
NOC label 1: control nyeri
1. mengenal kapan nyer iterjadi (5)
2. Menggambarkan factor penyebab (5)
1. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic
2. Menggunakan analgesic yang direkomendasikan (5)
3. Melaporkannyeri yang terkomtrol (5)
Nic label 1: Manajemen nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri
4. Kolaborasikan dalam pemberian obat analgesic
5. Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman nutrisi ke sel
Goal: klientidak akan mengalami ketidakefektifan perfussi jaringan
perifer selama dalam perawatan
Objektif: klien akan meningkatkan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman nutrisi kesel
Outcomes: selama dalam perawatan klien akan tidak akan mengalami:
Noc label 1 perfusi jaringan: perifer
1. Aliran darah memlalui pembuluh dara hepar (5)
2. Aliran darah melalui pembulu darah ginjal (5)
3. Aliran darah melalui pembuluh darah gastrointestinal (5)
4. Aaliran darah melalui pembulu darah limpa (5)
5. Aliran darah melalui pembulu darah jantung (5)
6. Aliran darah melalui pembulu darah pankreas (5)
7. Aliran darah melalui pembuluh darah cerebral (5)
Indikator
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup dari kisaran norml
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi

Nic Label label 1: manajemen hipoglikemia

1. Identifikasi pasien mengalami hipoglikemia


2. Kenali tanda dan gejala hipoglikemia
3. Monitor kadar glukosa darah
4. Berikan karbohidrat sesuai indikasi
5. Berikan glukosa secara intravena
6. Pertahankan kepatenan jalan napas

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi.


Yayasan bina pustaka: jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Edisi Pertama Cetakan Ketiga, PT. Bina
Pustaka: Jakarta

Wan dessen. 2011. Buku ajar onkologi klinis. Edisi 2. Balai penerbit FKUI:
jakarta

Winkjisastro H, 2008. Ilmu kandungan. Edisi 2. Yayasan bina pustaka: jakarta

Gloria, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Ed. 6


Penerjemah: Intansari dan Roxana.Singapura: Elsever Inc

Sue, Dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Ed. 5.


Penerjemah: Intansari dan Roxana.Singapura: Elsever Inc

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan: Defenisi dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Kanker serviks indonesia journal of cancer. 2009

http://yayasankankerindonesia.org/kanker/a. diakses tanggal 8 februari 2018

Anda mungkin juga menyukai