Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tidak dapat kita pungkiri lagi bahwa pendidikan dan kehidupan masyarakat
(sosial dan ekonomi) adalah dua faktor yang saling mempengaruhi. Keduanya
mempunyai timbal balik yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan dipengaruhi oleh
kondisi masyarakat, antara lain keadaan sosial ekonomi. Faktor kesenjangan sosial
ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan pendidikan. Pendidikan
mempengaruhi kehidupan masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan,
keterampilan, budi pekerti dan kerohanian kepada anak didik secara langsung maupun
tidak langsung akan menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari
profesinya akan menempatkan seseorang pada tingkat sosial ekonomi tertentu.
Kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah pembangunan manusia dan
pembangunan seluruh masyarakat yang maju dan berkepribadian luhur sesuai cita-cita
pendiri bangsa. Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh
karena itu perencanaan pendidikan perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi
yang mempunyai hubungan dan peranan dalam pertumbuhan dan perubahan
pendidilkan.
Korelasi antara pendidikan dengan sosial ekonomi masyarakat akan berpengaruh
juga dengan strategi perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan yang diberikan
kepada masyarakat yang memiliki kelas sosial rendah tentu berbeda dengan masyarakat
yang memiliki kelas sosial lebih tinggi. Perbedaan itu juga dipengaruhi oleh tingkat
ekonomi suatu masyarakat. Seperti misalnya masyarakat barat yang mempunyai tingkat
ekonomi yang lebih mapan dan tingkat sosial yang tinggi memandang pendidikan
adalah hal yang sangat penting, karena dengan pendidikan itulah suatu masyarakat
maupun negara akan cepat maju dan makmur. Maka dari itu, makalah ini akan sedikit
membahas bagaimana korelasi antara sosial ekonomi terhadap perencanaan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan ekonomi masyarakat?
2. Pendekatan-pendekatan apa saja terkait korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial
dan ekonomi masyarakat?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Korelasi Perencanaan Pendidikan Dengan Sosial dan EkonomiMasyarakat


Dalam kehidupan bermasyarakat kita mengenal dua istilah penting yang saling
berhubungan, yaitu sosial dan ekonomi masyarakat. Masyarakat adalah lingkungan
sosial. Pengertian lingkungan sosial adalah semua orang lain yang mempengaruhi orang
lain itu sendiri, termasuk cara pergaulan, adat-istiadat, agama dan kepercayaan.
Masyarakat atau lingkungan sosial yang menjadi fokus hubungan sekolah dan
masyarakat adalah lingkungan sosial yang mencakup manusia dan kebudayaannya.
Selain itu ekonomi masyarakat juga ada hubungannya dengan perencanaan
pendidikan. Umumnya masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil atau
dibawah rata-rata, mereka berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah
mereka lebih terarah kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan,
pakaian, membangun rumah, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang
berpenghasilan tinggi dan berkecukupan mereka akan memenuhi segala keinginan yang
mereka inginkan termasuk keinginan untuk menyekolahkan anak mereka ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Itulah gambaran dinamika ekonomi masyarakat. Hal
tersebut tentu akan menghambat perencanaan pendidikan pada umumnya.
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus bisa merubah pemikiran-pemikiran
yang kurang pas tersebut, khususnya bagi masyarakat yang berekomoni rendah. Kita
harus bisa meyakinkan mereka bahwa pendidikan itu sangat penting dan paling utama
yang harus di prioritaskan untuk kelangsungan hidup di waktu yang akan datang,
sehingga perencanaan pendidikan dapat berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan.
Perencanaan pendidikan berdasarkan permintaan masyarakat digunakan dalam
penelitian-penelitian dimana faktor penentu target jumlah peserta didik pada masa
mendatang adalah terbatasnya ruang kelas, standar mutu yang dikombinasi dengan jatah
penerimaan, kebijakan beasiswa dan beban uang pendidikan, jangkauan geografi,
karakteristik kepercayaan calon peserta didik, standar mutu yang diterima, ujian dan
kebijakan khusus, ataupun kebijakan umum dalam sistem penerimaan terbuka atau
penerimaan terseleksi.[1]
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga dalam proses
pembentukan kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan
masyarakat akan memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam diri anak, apabila
diwujudkan dalam proses dan pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap,
keterampilan maupun performan dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam
keluarga. Karena keterbatasan dana dan kelengkapan lembaga tersebut. Kekurangan
yang dirasakan akan dapat diisi dan dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam
membina pribadi anak didik atau individual secara utuh dan terpadu.
Menurut Purwanto ada tiga jenis hubungan antara sekolah dan masyarakat yaitu:
a. Hubungan edukatif
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal mendidik murid antara guru
dan orang tua. Hubungan ini mempunyai maksud agar tidak terjadi perbedaan prinsip
yang dapat mengakibatkan keragua-raguan dalam kepribadian dan sikap seorang anak.
Hubungan kerjasama yang lainnya adalah dengan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas
yang diperlukan dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Cara
kerjasama itu dapat direalisasikan dengan pertemuan rutin orangtua murid ke sekolah
demi membahas masalah murid yang ada.
Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah dan orangtua murid
dapat menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekolah yang dapat
meningkatkan mutu pendidikan bagi murid sehingga murid-murid dapat belajar dengan
baik.
b. Hubungan Kultural
Hubungan Kultural adalah usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat
tempat sekolah itu berada. Sekolah merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat
dijadikan barometer bagi maju-mundurnya kehidupan, cara berpikir, kepercayaan,
kesenian, dan adat-istiadat. Dan kemudian sekolah juga seharusnya dapat dijadikan titik
pusat dan sumber tempat terpancarnya norma-norma kehidupan yang baik bagi
kemajuan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah
sebaliknya sekolah hanya mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di
masyarakat.
Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional antara kehidupan di
sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan kurikulum sekolah
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari perkembangan masyarakat. Untuk
menjalankan hubungan kerja sama ini, sekolah harus mengerahkan murid-muridnya
untuk membantu kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan-
kegiatan sosial ini berarti mendidik anak-anak berpartisipasi dan turut bertanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
c. Hubungan institusional
Hubungan Institusional adalah hubungan kerja sama antara sekolah dengan
lembaga-lembaga atau instasi-instasi resmi lain, baik swasta maupun pemerintahan,
seperti hubungan kerja sama antara sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala
pemerintahan setempat, jawatan penerangan, jawatan pemerintahan, perikanan dan
peternakan, dengan perusahaan-perusahaan Negara atau swasta, yang berkaitan dengan
perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak yang nantinya
akan hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas bermacam-macam golongan,
jabatan, status sosial, dan bermacam-macam pekerjaan, sangat memerlukan adanya
hubungan kerjasama itu. Dengan adanya hubungan ini, sekolah dapat meminta bantuan
dari lembaga-lembaga lain.[2]
Menurut E. Mulyasa model manajemen sekolah atau pendidikan dengan
masyarakat merupakan seluruh proses kegiatan sekolah atau pendidikan yang
direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh, disertai
pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat pada
umumnya, dan khususnya masyarakat yang berkepentingan langsung dengan sekolah.
Simpati masyarakat akan tumbuh melalui upaya-upaya sekolah dalam menjalin
hubungan secara intensif dan proaktif, disamping membangun citra lembaga yang
baik.[3]
Perencanaan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek sosiologis seperti
yang dijelaskan diatas yaitu kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai
budaya masyarakat setempat dan aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola
konsumsi, dan sebagainya.
Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang dilaksanakan
akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat, oleh
karena itu dalam perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis
yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya yaitu :
1. Bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan di mana pendidikan dapat
memberikan kesempatan untuk memperbaiki mutu kehidupan
2. Bagaimana mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat
3. Bagaimana mempersiapkan fasilitas pendidikan dan mutu pendidikan yang baik
4. Bagaimana menghadapi situasi dan aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan
berkembang.
Secara kongkrit, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan masyarakat
adalah:
a. Mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.
b. Mendapatkan dukungan dan bantuan moral maupun financial yang diperlukan bagi
pengembangan sekolah.
c. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program
sekolah.
d. Memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat.
e. Mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam
mendidik anak-anak.
Pendidikan dapat dipandang sebagaai investasi karena pendidikan yang berhasil
akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kemajuan ekonomi mendorong
perkembangan pendidikan, dan pendidikan yang maju merupakan salah satu persyaratan
untuk perkembangan ekonomi selanjutnya.[4]
Pendidikan merupakan suatu investasi yang berguna bukan saja untuk
perorangan atau individu saja, tetapi juga merupakan investasi untuk masyarakat yang
mana dengan pendidikan sesungguhnya dapat memberikan suatu kontribusi yang
substansial untuk hidup yang lebih baik di masa yang akan datang. Hal ini, secara
langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan sangat erat kaitannya dengan
suatu konsep yang disebut dengan human capital.
Kegagalan sistem pendidikan selama ini mungkin karena gagalnya rencana awal.
Rencana yang tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, adat istiadat dan aspek
lain dalam masyarakat adalah kesalahan fatal dalam merumuskan konsep pendidikan.
Maka dari itu, untuk mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka perlu dilakukan
kajian yang mendalam terhadap masalah-masalah sosial yang berdampak terhadap
perencanaan pendidikan.
Diantara solusi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat kemiskinan. Dengan mengetahui tingkat kemiskinan pihak
pemerintah dapat menentukan tingkat pemerataan yang sudah direncanakan.
2. Membangun kepercayaan masyarakat melalui sosialisasi pentingnya pendidikan serta
memberi beasiswa kepada anak-anak miskin untuk turut mengenyam pendidikan.
3. Dalam merencanakan pendidikan harus memperhatikan dan menerapkan pembentukan
karakter peserta didik.
4. Pemerintah memberikan bekal ketrampilan sesuai dengan lingkungan kerja.
5. Penyelanggaraan kerja lebih menekankan kepada keahlian sesuai dengan
kompetensinya, ini terkait masalah sosial yang berhubungan dengan aspek pendidikan.
Jika hal ini diterapkan, pendidikan tidak hanya menekankan pada sisi kognitifnya saja,
melainkan lebih berfokus pada sisi karakter dan keterampilan setiap individu.[5]

2. Pendekatan-Pendekatan Terkait Korelasi Perencanaan Pendidikan Dengan Sosial


Dan Ekonomi Masyarakat
1. Pendekatan Social Demand
Menurut Vembrianto “Pendekatan kebutuhan sosial atau social demand adalah
suatu pendekatan dalam perencanaan pendidikan yang didasarkan atas tuntutan atau
kebutuhan sosial akan pendidikan”.
Diantara sisi positif dari pendekatan ini antara lain adalah pendekatan ini lebih
cocok untuk diterapkan pada suatu masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan
kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau
masih banyak yang buta huruf. Selain itu pendekatan ini akan lebih cepat dalam
memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga
masyarakat karena keterbelakangan dibidang pendidikan akibat penjajahan sehingga
layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan kehidupan sosial yang
mendasar yang dirasakan oleh masyarakat.
Kekurangan pendekatan sosial ini antara lain adalah:
a. Pendekatan ini cenderung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan
masyarakat pada saat itu
b. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kualitas (jumlah yang terlayani sebanyak-
banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan. Oleh
karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros.
c. Output pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
d. Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi
kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan ini lebih menekankan pemerataan
kesempatan atu kuantitatif, dibandingkan dengan aspek kualitatif. Karena itu pendidikan
dasar merupakan prioritas utama yang harus diberikan kepada setiap anak usis SD.
Kewajiban belajar merupakan manifestasi dari tuntutan sosial ini untuk membebaskan
sekolah dari tuna aksara.
Tujuan pendekatan ini adalah untuk memenuhi tuntutan atau permintaan seluruh
individu terhadap pendidikan pada tempat dan waktu tertentu dalam situasi
perekonomian politik dan kebudayan yang ada pada waktu itu. Ini berarti bahwa sektor
pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan serta fasilitas untuk
menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima pendidikan. Jika jumlah
tempat yang tersedia masih lebih kecil daripada jumlah tempat yang seharusnya ada,
maka dikatakan bahwa permintaan masyarakat melebihi penyediaan.[6]
2. Pendekatan Man Power
Menurut effendi pendekatan Man Power adalah pendekatan yang lebih
menekanakan pada pendayagunaan tenaga kerja hasil suatu sistem pendidikan,
Sedangkan menurut Yagi ”Pendekatan ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang
mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan pengembangan tenaga manusia
melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan kebutuhan sektor perekonomian”
Bagaimana seharusnya proporsi relatif dari orang yang berpendidikan atau
tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendidikan menengah, dan berbagai latihan
setelah pendidikan tingkat menengah. Hal ini sangat berguna untuk diketahui para
perencana pendidikan, tetapi jauh berbeda dari syarat-syarat tenaga kerja yang
terperinci. Perlu diperhatikan pula bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja sesuai
dengan lapangan kerja yang tersedia maupun yang akan tersedia tidak terlepas dari
faktor kualitas yang diharapkan.
Pengembangan sumber manusia melalui sistem pendidikan adalah suatu syarat
penting untuk pertumbuhan ekonomi dan suatu investasi yang baik dari sumber-sumber
yang langka, dengan menentukan pola dan mutu output pendidikan sesuai dengan
kebutuhan tenaga kerja di bidang perekonomian”.
Banyak ahli ekonomi yang menyukai pendekatan man power terhadap
perencanaan pendidikan.” Argumen yang mendukungnya secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi adalah sumber utama suatu
pembangunan nasional secara menyeluruh dan oleh karenanya menjadi pertimbangan
utama dalam mengalokasikan sumber-sumbernya”.
Kelebihan pendekatan Man Power Prospek pembelajaran atau layanan
pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek korelasionalyang tinggi dengan
tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pendekatan ini mengharuskan
adanya keterjalinan yang erat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan
industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya kesenjangan antara
dunia pendidikan dengan dunia industri dan usaha.
Kekurangan pendekatan Man Power Pendekatan ini memberi bimbingan terbatas
kepada para perencana pendidikan. Tidak pernah membicarakan pendidikan dasar
(karena memang kurang berhubungan dengan pekerjaan. Klasifikasi pekerjaan dan rasio
tenaga kerja tidak sesuai dengan kenyataan di negara sedang berkembang tersebut.
Rencana pendidikan yang didasarkan pada asumsi yang salah dapat berakibat salahnya
persiapan generasi muda untuk jabatan yang akan dipangkunya. Ketidakmungkinan
membuat perkiraan yang dapat dipercaya tentang kebutuhan man power untuk menjadi
nilai nyata perencanaan pendidikan, karena banyaknnya faktor terlibat.
Tujuan Pendekatan Man Power
Menurut Guruge pendekatan ini bertujuan mengarahkan kegiatan pendidikan
kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja. Tekanan utama
adalah relevansi program pendidikan dengan berbagai sektor pembangunan dilihat dari
pemenuhan ketenagaan. Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada tingkat menengah
maupun tingkat universitas merupakan prioritas.
Pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia
kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin.
b. Melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan keterampilan
apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik
c. Mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan
mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunian kerja

3. Pendekatan Cost Benefit


Pendekatan cost benefit adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada
keseimbangan antara keuntungan dan kerugian.
Ciri-ciri pendekatan Cost Benefit adalah:
a. Pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar
b. Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa kualitas layanan pendidikan akan
menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada
pertumbuhan ekonomi masyarakat.
c. Sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat
pendidikannya.
d. Perbedaan pendapat seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan
bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya.
e. Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan
kualitas SDM (penguasan IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka
diharapkan incomemasyarakat akan meningkat
f. Program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas
pembiayaan yang besar.
Kelebihan pendekatan Cost Benefit Pendekatan ini selalu memilih alternatif
yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada biaya yang dikeluarkan.
Kekurangan pendekatan Cost Benefit
 Akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost
dan benefit) dari layanan pendidikan
 Sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang
dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan
pendidikan sebelumnya.
 Faktor internal individu hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
penghasilan.
 Perbedaan pendapat seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan
produktifitas individual
 Keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan
finansial (material)
Pendekatan ini adalah bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep investment
in human capital atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus
mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan
memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari investasi tersebut
harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai nilai
ekonomi. [7]
4. Pendekatan Integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu)
dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik dari pada ketiga
pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan “pendekatan sistemik atau
pendekatan sinergik”.
Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan
pendidikan yang disusun berdasarkan pada;
1. Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan
pengembangan sosial (kelompok).
2. Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan
juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk
mempersiapkan studi lanjut.
3. Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan layanan
sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi
sosial-budaya.
4. Keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya internal
maupun sumber daya eksternal.
5. Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan
(pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan “suatu sistem”.
6. Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan)
melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan,
dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan.
Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan
perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah: Kepala sekolah, Guru,
Siswa, Komite Sekolah, Pengawas sekolah dan Dinas pendidikan.
Kelebihan-Kelebihan Pendekatan Integratif
1. Semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan
pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang
2. Dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang
secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa
dan komite sekolah) (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara positif
sesuai dengan status dan peran masing-masing.
3. Peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif,
karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi
pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut
partisipasi aktif dari semua warga sekolah
4. Perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau
dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu
tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi.
5. Pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu
mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap
mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam
memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat
6. Output dari proses layanan pendidikan pada peserta didik akan lebih menampilkan
potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas
kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.
Kelemahan-Kelemahan Pendekatan Integratif
1. Pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan
tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya,
dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya
tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan
paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas
guru yang professional masih kurang dari 20%, atau kurang lebih 80 % guru-guru di
Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional. Hal ini tentu
sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif
2. Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen
kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya
masih banyak dijumpai pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang
tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS)
3. Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM),
dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam
melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai: Pemberi pertimbangan (advisory),
Pendukung (supporting), Pengontrol (controlling) dan Mediator. [8]
Critical Thingking
Pendidikan dan kehidupan masyarakat adalah dua faktor yang saling
mempengaruhi. Keduanya mempunyai timbal balik yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, antara lain keadaan sosial ekonomi.
Faktor kesenjangan sosial ekonomi akan mempengaruhi strategi dalam perencanaan
pendidikan. Misalnya pada tingkat masyarakat yang berekonomi tinggi pasti akan lebih
memperhatikan dan mengedepankan pendidikan bagi anak-anaknya dibandingkan
dengan masyarakat yang berekonomi rendah. Karena mereka yang berekonomi tinggi
selain sudah bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya juga memandang bahwa
pendidikan itu penting karena dengan itulah sebagai bekal anak-anaknya akan bisa
melanjutkan kehidupan di masa yang akan datang. Pendidikan mempengaruhi
kehidupan masyarakat, dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, budi
pekerti dan kerohanian kepada anak didik secara langsung maupun tidak langsung akan
menentukan jenis pekerjaan dan penghidupan di kemudian hari, profesinya akan
menempatkan seseorang pada tingkat sosial ekonomi tertentu.
Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan tidak berdiri sendiri, oleh karena itu
perencanaan pendidikan perlu mengetahui aspek-aspek sosial dan ekonomi yang
mempunyai hubungan dan peranan dalam pertumbuhan dan perubahan
pendidilkan. Masyarakat memiliki peran yang sangat penting terhadap keberadaan,
keberlangsungan, bahkan kemajuan lembaga pendidikan. Apabila ada lembaga
pendidikan yang maju, salah satu faktor keberhasilan tersebut adalah keterlibatan
masyarakat yang maksimal. Begitu pula sebaliknya, apabila ada lembaga pendidikan
yang bernasib memprihatinkan, salah satu penyebabnya kurangnya dukungan
masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Maka dari itu, jika kita ingin lembaga pendidikan yang ada di indonesia
ini khususnya yang ada di desa kita maju terlebih dalam hal perencanaanya, maka kita
harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa lembaga yang ada.tersebut baik dan cocok
untuk anak-anaknya dan mengajak masyarakat untuk mau ikut terlibat dan memberikan
dukungan dalam lembaga pendidikan tersebut yang nantinya hubungan antara
pendidikan dan masyarakat (sosial ekonomi) akan berjalan dengan baik.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Secara kongkrit tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan masyarakat adalah
mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat, mendapatkan dukungan dan bantuan
moral maupun financial yang diperlukan bagi pengembangan sekolah, memberikan
informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program sekolah,
memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat, mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan
sekolah dalam mendidik anak-anak.
Pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menaikkan status sosial
seseorang. Bersamaan dengan peningkatan tersebut, individu yang bersangkutan dapat
meningkatkan kualitas hidupnya misalnya memperpanjang kesempatan dalam hidup
yang sifatnya produktif, lebih giat bekerja, lebih mampu mengikuti beraneka ragam
kegiatan yang memberikan kepuasan, lebih dapat menikmati hasil kerja dan sebagainya.
Karena itu tidak mengherankan jikalau masyarakat desa dan kota makin cenderung
menaruh minat kepada pendidikan. Makin disadari bahwa pendidikan adalah salah satu
jalan untuk meningkatkan kesejahteraan perorangan dan masyarakat.
2. Pendekatan-pendekatan terkait korelasi perencanaan pendidikan dengan sosial dan
ekonomi masyarakat ada Pendekatan Social Demand, Pendekatan Man Power,
Pendekatan Cost Benefit dan Pendekatan Integratif.

DAFTAR PUSTAKA

Endang Soenarya. 2000. Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan


Berdasarkan Pendekatan Sistem. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa
E. Mulyasa. 2014. Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Dedi Supriyadi, Fasli Jalal. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta. Adicita Karya Nusa,
http://daripada.com/perencanaan-pendidikan-sosial-dan-ekonomi/,
Made Pidarta. 2005. Perencanaan Pendidikan Parsipatori dengan Pendekatan
Sistem. Jakarta. Adi Mahasatya
Purwanto. M. Ngalim. 1990. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung.
PT Remaja Rosdakarya
[1] Endang Soenarya, Pengantar Teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem,
Adicitata Karya Nusa, Yogyakarta, 2000, hlm. 71
[2] Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1990, hlm. 77-78
[3] E. Mulyasa, Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2014, hlm. 37
[4] http://daripada.com/perencanaan-pendidikan-sosial-dan-ekonomi/, diakses pada tanggal
15/4/2015
[5] Endang Soenarya., Op.Cit., hlm. 74
[6] Made Pidarta, Perencanaan Pendidikan Parsipatori dengan Pendekatan Sistem, Jakarta, Adi
Mahasatya, 2005, hlm. 97-98
[7] Dedi Supriyadi dan Fasli Jalal, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah,
Yogyakarta, Adicita Karya Nusa, 2001, hlm. 177-178
[8] Dedi Supriyadi dan Fasli Jalal, Op.,Cit., , hlm. 179-180

Pandangan Tentang Manajemen


Manajemen sering diartikan sebagai ilmu. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther
Gulick karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara
sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama.
Manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain
menjalankan dalam tugas. Manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai
prestasi manajer, dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik.
Manajemen dilihat sebagai suatu sistem yang setiap komponennya menampilkan
sesuatu proses sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi (orang – sruktur –
tugas - teknologi) dan bagaimana mengaitkan aspek yang satu dengan yang lain, serta
bagaimana mengaturnya sehingga tercapai tujuan sistem.
Proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok, yaitu:
 Fungsi perencanaan antara lain merupakan tujuan atau kerangka tindakan yang
diperlukan untuk pencapaian tujuan tertentu.
 Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur.
 Fungsi pemimpin menggambarkan bagaimana manajer mengarahkan dan mempengaruhi
para bawahan, bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial dengan
menciptakan suasana yang menyenangkan untuk bekerja sama.
 Fungsi pengawasan meliputi penentuan standar, supervisi, dan mengukur penampilan/
pelaksanaan terhadap standar dan memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi
tercapai. Pengawasan sangat erat kaitannya dengan perencanaan, karena melalui
pengawasan efektivitas manajemen dapat diukur.

Pandangan Tentang pendidikan


Pendidikan adalah:
a) Proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di
dalam masyarakat tempat mereka hidup.
b) Proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat
memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimum.
Dengan kata lain pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan atas individu untuk
menghasilkan perubahan – perubahan yang sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah
laku, pikiran, dan sikapnya.
Beberapa ciri pendidikan, antara lain, yaitu:
a. Pendidikan mengandung tujuan, yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidup.
b. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan melakukan usaha yang terencam dalam memilih
isi (materi), strategi, dan teknik penilaiannya yang sesuai.
c. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
(formal dan non formal).
Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara
perkembangan aspek individual dan aspek sosial. Aspek lain yang dikembangkan
adalah kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dan
nilai-nilai dalam kehidupannya, sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku mana
yang baik dan tingkah laku mana yang tidak baik dan tidak bersifat susila.
Pendidikan itu sebagai suatu sistem. Pandangan pendidikan sebagai suatu sistem
itu dapat dilihat secara mikro dan makro. Secara mikro pendidikan dapat dilihat dari
hubungan elemen peserta didik, pendidik, dan interaksi keduanya dalam usaha
pendidikan. Sedangkan secara makro menjangkau elemen-elemen yang lebih luas.
Pendekatan sistem itu dipandang sebagai gaya manajerial. Dalam hubungan ini
aplikasi faham sistem terhadap proses manajemen dan proses pendidikan itu nyata
dalam wadah-wadah keorganisasian yang menjelaskan tentang adanya modal umum
dari suatu sistem.
Konsep Dasar Manajemen Pendidikan
Untuk seorang manajer, suatu teori tentang manajemen sangat berfungsi dalam
memecahkan masalah-masalah yang timbul. Oleh karena itu, falsafah, asumsi, prinsip-
prinsip, dan teori tentang manajemen merupakan landasan manajerial yang harus
dipahami dan dihayati oleh manajer.
Pandangan manajemen meliputi:
 Falsafah Manajemen, Di dalam pengetahuan manajemen, falsafah pada hakikatnya
menyediakan seperangkat pengetahuan untuk berpikir efektif dalam memecahkan
masalah-masalah manajemen. Ini merupakan hakikat manajemen sebagai suatu disiplin
ilmu dalam mengatasi masalah organisasi berdasarkan pendekatan yang intelegen.
 Teori Manajemen, juga mempunyai peran atau membantu menjelaskan perilaku
organisasi yang berkaitan dengan motivasi, produktivitas, dan kepuasan. Karakteristik
teori manajemen secara garis besar dapat dinyatakan, yaitu:
1. mengacu pada pengalaman empirik,
2. adanya keterkaitan antara satu teori dengan teori lain,
3. mengaku kemungkinan adanya penolakan.
 Prinsip Manajemen, pentingnya praktik manajemen antara lain:
1. Menentukan cara/metode kerja,
2. Pemilihan pekerja dan pengembangan keahliannya,
3. Pemilihan prosedur kerja,
4. Menentukan batas-batas tugas,
5. Mempersiapkan dan membuat spesipikasi tugas,
6. Melakukan pendidikan dan latihan,
7. Menetukan sistem dan besarnya imbalan.
 Praktik Manajerial, adalah kegiatan yang dilakukan oleh manajer. Kegiatan manjerial
ini meliputi banyak aspek, namun aspek utama utama dan sangat esensial yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengawasan.
 Sumber Daya Alam, Dalam manajemen banyak yang terlibat dalam organiasi atau
lembaaga-lembaga termasuk lembaga pendidikan, antara lain: manusia, sarana dan
prasarana, biaya, teknologi, dan informasi. Namun demikian suber daya yang paling
penting dalam pendidikan adalah sumber daya manusia. Bagaimana manajer
menyediakan tenaga, bakat kreativitas, dan semangatnya bagi organisasi.
Falsafah Manajemen
Falsafah manajemen dapat dibedakan dalam tiga jenis hakikat, yaitu:
1. Hakikat Tujuan Manajemen
Tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasan. Seperti peningkatan
mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan kesempatan
kerja, pembangunan daerah/nasional, tanggung jawab sosial. Tujuan ini ditentukan
berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi.
Pencapaian produktivitas yang tiggi ada kaitannya dengan kepuasan individu dan
kelompok. Oleh karena itu, E.M Mayo menyatakan bahwa yang penting untuk
meningkatkan produktivitas perlu diperhatikan perilaku manusia dan sosial dengan
segala aspeknya. Dalam kaitan ini Mc Gregor sangat yakin bahwa manajer akan
mendapatkan manfaat besar, apabila ia menaruh perhatian pada kebutuhan sosial dan
aktualisasi diri bawahannya.
2. Hakikat Manusia
Pada dasarnya memiliki tenaga dalam yang menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan. Terdapat fungsi yang rasional, bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial. Mampu mengarahkan diri ke tujuan yang positif, mampu
mengatur, dan mengontrol diri, dan menentukan nabibnya. Pada hakikatnya dalam
proses berkembang dan tidak pernah selesai. Melibatkan diri untuk kepentingan dirinya,
dan orang lain. Mempunyai potensi yang perwujudannya sering tak terduga, dan potensi
itu terbatas.
3. Hakikat kerja
Kerja merupakan kegiatan dalam melakukan sesuatu dan orang yang kerja ada
kaitannya dengan mencari nafkah atau tujuan untuk mendapatkan imbalan atas perstasi
yang telah diberikan atas kepentingan organisasi. Prestasi kerja atau penampilan kerja
(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan,
sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Masalah kerja selalu
mandapatkan perhatian dalam manajemen karena berkaitan dengan produktivitas
organisasi.
Pada hakikatnya orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan atas dorongan atau
motivasi tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku,
sedangkan tujuan berfungsi mengarahkan perilaku. Proses motivasi sebagian besar
diarahkan untuk memenuhi dan mencapai kebutuhan.
Teori Manajemen
1. Teori klasik
Tori klasik berasumsi bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya raasional,
berfikir logik, dan kerja merupakan suatu yang diharapkan. Oleh karena itu teori klasik
berangkat dari premis bahwa organisasi bekerja dalam proses yang logis dan
rasionaldengan pendekatan ilmiah dan berlangsung menurut struktur/anatomi
organisasi.
Salah satu teori klasik adalah managemen ilmiah (scientivic Management) dopelopori
oleh Frederik W. Tailor (1856-1915). Pendekatan ilmiah ini berpandangan bahwa yang
menjadi sasaran managemen adalah mendapatkan kemakmuran maksimum bagi
pengusaha dan karyawannya. Untuk iti managemen harus melaksanakan prinsip-prinsip:
1. Perlunya dikembangkan ilmu bagi setiap tugas (pedoman gerak, im-plementasi kerja
yang standar dan iklim kerja yang layak).
2. Pemilihan karyawan yang tepat sesuai dengan persyaratan kerja.
3. Perlunya pelatihan dan pemberian rangsangan.
4. Perlunya dilakukan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan.
2. Teori Neo-klasik
Teori ini timbul sebagian karena pada para manajer terdapat berbagai kelemahan
dengan pendekatan klasik. Pada kenyataannya manajer ada kesulitan dan menjadi
frustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang rasional. Di sini
perlu upaya untuk membantu para manajer dalam menghadapi manusia, agar organisasi
lebih efektif. Teori ini berasumsi bahwa manusia itu makhluk sosial dengan
mengaktualisasikan dirinya.
3. Teori Modern
Pendekatan modern berdasarkan hal-hal yang sifatnya situasional. Artinya orang
menyesuaikan diri dengan situasi dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan
situasi dan kondisi lingkungan. Asumsi yang dipakai ialah bahwa orang itu berlainan
dan berubah baik kebutuhannya, reaksinya, tindakannya yang semuanya bergantung
pada lingkungan. Selanjutnya orang itu bekerja di dalam suatu sistem untuk mencapai
tujuan bersama.
Pendekatan sistem terhadap manajemen berusaha untuk memandang organisasi
sebagai sebuah sistem yang menyatu dengan maksud tertentu yang terdiri atas bagian-
bagian yang saling berhubungan. Pendekatan sistem-sistem tidak secara terpisah
berhubungan dengan berbagai bagian dari sebuah organisasi melainkan memberikan
kepada manajer suatu cara untuk memandang organisasi sebagai keseluruhan dan
sebagai bagian dari yang lebih besar (lingkungan).
Prinsip-Prinsip Manajemen
A. Prinsip Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBS)
MBS merupakan teknik manajemen yang membantu memperjelas dan
menjabarkan tahapan tujuan organisasi. Dengan MBS dilakukan proses penentuan
tujuan bersama antara atasan dan bawahan. Manajer tingkat atas bersama-sama dengan
manajer tingkat bawah menentukan tujuan unit kerja agar serasi dengan tujuan
organisasi.
MBS mempunyai siklus dan proses, yang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Identifikasi tujuan, tanggung jawab, dan tugas-tugas,
2) Pengembangan standar prestasi (performance),
3) Pengukuran dan penilaian prestasi.
Sistem MBO yaitu:
1. Tentukan hasil-hasil akhir.
2. Tentukan apakah dia bertautan dengan tujuan organisasi.
3. Atasan bersama-sama dengan bawahan berunding dalam menentukan sasaran-sasaran.
4. Menusun kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran.
5. Susunlah tugas-tugas.
6. Tentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan oleh
atasan.
7. Monitor dan laporan.
B. Prinsip Manajemen Berdasarkan Orang
Manajemen berdasarkan orang merupakan suatu konsep manajemen modern yang
mengkaji keterkaitan dimensi prilaku, komponen sistem dalam kaitannya dengan
perubahan dan pengembangan organisasi. Tuntutan perubahan dan pengembangan yang
muncul sebagai akibat tuntutan lingkungan internal dan eksternal, membawa implikasi
terhadap perubahan perilaku dan kelompok dan wadahnya.
C. Prinsip Manajemen Berdasarkan Informasi
Perencanaan pengorganisasian, pemimpin dan pengawasan merupakan kegiatan
manajerial yang pada hakikatnya merupakan proses pengambilan keputusan. Semua
kegiatan tersebut membutuhkan informasi.
Informasi yang dibutuhkan oleh manajer disediakan oleh suatu sistem informasi
manajemen yaitu suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajer secara
teratur. Informasi ini dimanfaatkan sebagai dasar untuk melakukan pemantauan dan
penilaian kegiatan serta hasil-hasil yang dicapai. Informasi yang dibutuhkan oleh
manajer berkenaan dengan konsumen, pemasok, dan lingkungan untuk menentukan
pilihan dan perencanaan.
Ada beberapa persyaratan agar informasi yang dibutuhkan itu dapat berfungsi,
bermanfaat bagi pengambil keputusan, yaitu:
1) Uniformitas.
2) Jelas.
3) Lengkap.
4) Tepat waktu.
Perencanaan
Perencaaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan
menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefesien dan
seefektif mungkin. Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang
meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya dalam proses perencanaan. ketiga kegiatan itu adalah:
1) Perumusan tujuan yang ingin dicapai,
2) Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu,
3) Identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.
Perencanaan merupakan tindakan menetapkan terlebih dahulu apa yang ada
dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, apa harus dikerjakan dan siapa yang
mengerjakannya.
Perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan
tindakan selama waktu tertentu agar penyelenggaraan sistem pendidikan menjadi lebih
efektif dan efesien, serta menghasilkan lulusan yang lebih bermutu, dan relevan dengan
kebutuhan pembangunan.
Beberapa model perencanaan pendidikan yang patut diketahui, antara lain:
a. Model perencanaan komprehensif
Digunakan untuk menanalisis perubahan-perubahan dalam sistem pendidikan secara
keseluruhan
b. Model target setting
Digunakan dalam upaya melaksanakan proyeksi ataupun memperkirakan tingkat
perkembangan dalam kurun waktu tertentu.
c. Model costing (pembiayaan) dan keefektifan biaya
Sering digunakan untuk menganalisis proyek-proyek dalam kriteria efisien dan
efektifitas ekonomis. Dengan model ini dapat diketahui proyek yang paling fisibel dan
memberikan suatu pebandingan yang paling baik diantara proyek-proyek yang menjadi
alternatif penanggulangan masalah yang dihadapi.
d. Model PPBS
PPBS (planning, programming, budgeting system), dalam bahasa Indonesia
adalah sistem perencanaan, penyusunan program dan penganggaran. PPBS merupakan
suatu proses yang komprehensif untuk pengambilan keputusan yang lebih efektif. PPBs
merupakan pendekatan yang sistematik. Oleh karenaa itu, untuk menerapkan PPBS
diperlukan pemahaman tentang konsep dan teori sistem. PPBS merupakan suatu proses
perencanaan komprehensif. Penerapannya hanya dimungkinkan untk masalah-masalah
yang kompleks dan dalam organisasi yang dihadapkan pada masalah yang rumit dan
komprehensif.
Beberapa metode-metode yang digunakan secara umum dalam perencanaan, tetapi
dapt diteraapkan dibidang pendidikan ditemukan oleh Augus W. Smith, Antara lain:
a) Metode mean-ways and analysis (analisis mengenai alat-cara-tujuan)
b) Metode input-output analysis (analisis masukan dan keluaran)
c) Metode econometric analysis (analisis ekonometrik)
d) Metode Cause-effect diagram (diagram sebab akibat)
e) Metode delphi
f) Metode heuristik
g) Metode analisis siklus kehidupan (life-cycle analisis)
h) Metode value added analysis (analisis nilai tambah)

Anda mungkin juga menyukai