PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk pir yang terletak
tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu merupakan sekresi eksokrin dari
hati dan diproduksi secara terus-menerus oleh hepatosit. Cairan empedu
berisi kolesterol, bilirubin dan garam empedu. Cairan empedu ini membantu
dalam penyerapan lemak. Sebagian dari cairan empedu dialirkan secara
langsung dari hati ke dalam duodenum melalui kanalikuli (saluran-saluran
kecil) yang kemudian kanalikuli ini bersatu dan akhirnya membentuk suatu
sistem saluran empedu (Common Bile Duct) yang lebih besar, dan 50%
sisanya disimpan di dalam kandung empedu. Cairan empedu ini dialirkan
dari kandung empedu melalui duktus sistikus yang bergabung dengan
duktus hepatikus dari hati yang membentuk sistem saluran empedu
(Common Bile Duct). Common Bile Duct berakhir pada sfingter di usus
halus dan disini menerima enzim dari pankreas melalui duktus pankreatikus.
Ikterus obstruksi adalah keadaan terhambatnya aliran empedu
mencapai duodenum dalam jumlah normal biasa juga disebut kolestasis.
Menurut letak kelainannya, kolestasis dibagi merjadi 2 yaitu : koleslasis
intrahepatik dan koleslasis ekstrahepatik. Kolestatsis intrahepatik biasanya
terjadi pada tumor intrahepatik baik jinak maupun ganas dan batu pada
saluran bilier intrahepatik, sedangkan penyebab kolestasis ekstrahepatik
adalah batu ductus choledochus, Ca Pancreas, skiktura ductus choledochus,
keganasal ductus choledochus, pancrealitis dan sklerosing cholangitis.
Berdasarkan penelitian pada 139 pasien terdapat 131 (94,2%) pasien
terdiagnosis klinis ikterus obstruksi (tingkat bilirubin direk > bilirubin
indirek). Pasien laki-laki 73 (55,7%) dan rentang usia pasien 20-84 tahun.
Angka kejadian obstruksi bilier atau disebut juga kolestasis
diperkirakan 5 kasus per 1000 orang per tahun di AS. Angka kesakitan dan
kematian akibat obstruksi bilier bergantung pada penyebab terjadinya
obstruksi. Penyebab obstruksi bilier secara klinis terbagi dua yaitu
intrahepatik (hepatoseluler) yaitu terjadi gangguan pembentukan empedu
dan ekstrahepatik (obstruktif) yaitu terjadi hambatan aliran empedu, dan
yang terbanyak akibat batu empedu (kolelitiasis). Berdasarkan jenis
kelamin wanita lebih sering terkena kolelitiasis dari pada pria.
Secara epidemiologi, insidensi obstruksi jaundice antara laki dan
perempuan adalah sama. Namun terdapat dominasi perempuan pada
beberapa kondisi misal obtruksi jaundice akibat atresia bilier, drug induced
kolelithiasis dan tentu cholelithiasis pada kehamilan. Kejadian obstruksi
jaundice dapat terjadi pada semua umur namun pada usia tertentu dapat
terjadi peningkatan kejadian ostruksi jaundice. Misal pada bayi baru lahir
atau umur pertengahan antara 30-40 tahun.
Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan
pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
Angka kejadian di ruang kumala lantai III Rumah Sakit Umun Daerah
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin didapatkan data pada tahun 2018 hanya
terdapat satu pasien. Ruang Kumala lantai III adalah ruang khusus THT dan
Jantung sehingga jarang ditemukan penyakit seperti obstruksi joundis di
ruangan ini.
B. Manfaat Penulisan
1. Instalasi Rumah sakit
Agar dapat digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Obstruksi Joundice, serta dapat
meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan pada pasien.
2. Instalasi pendidikan
Agar dapat digunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang
perkembangan ilmu keperawatan, terutama kajian pada pasien dengan
Obstruksi Joundice.
3. Penulis
Untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman tentang
perawatan pada pasien dengan Obstruksi Joundice.
4. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui cara pencegahan, perawatan,
penyebab, tanda dan gejala, serta pertolongan pertama yang dilakukan
jika mengalami Obstruksi Joundice.
C. Batasan Masalah
Penulis hanya melakukan asuhan keperawatan kepada Tn. K dengan
Masalah Obstruksi Joundice di ruang Kumala RSUD H. Moch Anshari
Saleh Banjarmasin dari tanggal 23 Oktober 2018 – 27 Oktober 2018.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui
Asuhan keperawatan yang benar pada pasien Obstruksi Joundice.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan laporan ini adalah agar penulis mampu
:
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan Obstruksi Joundice
b. Menegakkan Diagnose keperawatan pada pasien dengan Obstruksi
Joundice
c. Melakukan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Obstruksi Joundice
d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan
Obstruksi Joundice
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah di lakukan
pada pasien dengan Obstruksi Joundice
E. Metode
Metode yang digunakan yaitu menggunakan metode anamnesa,
pemeriksaan fisik, observasi, tinjauan diagnostic, studi literatur.
a. Anamnesa
Anamnesa merupakan suatu istilah yang dapat diartikan sebagai
wawancara terhadap pasien. Tehnik anamnesis yang baik hendaknya
disertai dengan empati. Empati mendorong keinginan pasien agar
sembuh karena rasa percaya terhadap dokter. Anamnesis dapat langsung
dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya
(allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan untuk menentukan respon pasien
terhadap penyakit/berfokus pada respon yang ditimbulkan pasien akibat
masalah kesehatan yang sudah di diagnose oleh dokter.
c. Observasi
Dilakukan untuk mendapatkan data secara subjektif dan objektif
d. Tinjauan Diagnostik
Dilakukan untuk dapat menegakkan diagnose
e. Studi Literatur
Mengumpulkan bahan-bahan dan buku-buku, diklat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya karena ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,2008).
Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran
empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada
dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma
(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai
penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah
ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang
dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses
amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter
papila vater.
C. Etiologi
Secara umum, obstruksi bilier menyebabkan terjadinya ikterus
obtruktif. Ikterus (jaundice) yaitu perubahan warna kulit, sklera mata atau
jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam darah. Bilirubin
sebagai akibat pemecahan cincin heme dari metabolisme sel darah merah.
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan ini
menunjukkan kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl, sedangkan
jika ikterus jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin diperkirakan
sudah mencapai 7 mg/dl.
Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung melalui 3 fase yaitu fase
prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik, atau dikenal juga melalui
tahapan 5 fase yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma terjadi
pada fase prahepatik, liver uptake dan konyugasi pada fase intrahepatik,
serta ekskresi bilirubin pada fase ekstrahepatik.
Obstruksi bilier (kolestasis) secara etiologi dibedakan menjadi 2
bagian yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik, yaitu :
1. Obstruksi bilier (kolestasis) intrahepatik
Kolestasis intrahepatik umumnya terjadi pada tingkat hepatosit
atau membran kanalikuli. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik
adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan
penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah
sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma
metastatik, dan penyakit-penyakit lain yang jarang.
Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin
terkonjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan
penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang
timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan
ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan kronik dan
menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan
sudah menjadi sirosis hati. Alkohol dapat mempengaruhi gangguan
pengambilan empedu dan sekresinya, sehingga mengakibatkan
kolestasis.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun. Dua
penyakit autoimun yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu
menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis
sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat
progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejala yang
mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan
awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian.
Kolangitis sklerosis primer (Primary Sclerosing Cholangitis/PSC)
merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering pada laki-laki, dan
sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSC dapat mengarah
pada kolangio karsinoma. Obat seperti anabolik steroid dan
klorpromazid sekarang diketahui merupakan penyebab langsung dari
kolestasis dengan mekanisme yang tidak diketahui. Golongan diuretik
tiazid dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu empedu.
Amoksisillin dengan asam klavulanat (Augmentin) sering
menyebabkan kolestasis akut yang menyerupai keadaan obstruksi
bilier. Drug induced jaundice memberikan gejala pruritus, namun
hanya terdapat pada sebagian pasien, dan gejala ini segera hilang
apabila penggunaan obat tersebut dihentikan.
2. Obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik
Penyebab paling sering obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik
adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya
yang relatif jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus
koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis, dan kolangitis
sklerosing, AIDS-related cholangiopathy, TB bilier, dan infeksi parasit
(Ascaris lumbricoides). Kolestasis mencermin kegagalan seksresi
empedu.
Efek patofisiologi mencerminkan efek balik empedu (bilirubin,
garam empedu, dan kolesterol) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk untuk eksresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin
konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena
lebih sedikit yang dapat mencapai usus halus. Penigkatan garam
empedu dalam sirkulasi diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal
(pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga
patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti.
Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin
K. Gangguan eksresi garam empedu dapat mengakibatkan steatorrhea
dan hipoprotombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung
lama, dapat menyebabkan gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan
vitamin lain yang larut dalam lemak dapat terjadi dan dapat
menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan
fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia.
Kolestasis menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi alkali
fosfatase, sehingga terjadi kerusakan sel hepatosit. Hal ini akan
menghambat sintesis protein dan faktor-faktor pembekuan. Fungsi
detoksifikasi pun akan menurun. Akibatnya akan terjadi peningkatan
asam empedu dan alkali fosfatase di dalam darah.
Efek primer kolestasis terutama menyerang fungsi hati dan usus,
sedangkan efek sekundernya mempengaruhi tiap sistem organ. Efek
primer meliputi retensi empedu, regurgitasi empedu ke dalam serum,
dan penurunan sekresi bilier ke dalam usus. Efek sekundernya
menyebabkan pemburukan penyakit hati serta penyakit sistemik.
Kolestasis menyebabkan beberapa kondisi berikut, yaitu :
a. Retensi konjugasi dan regurgitasi bilirubin ke dalam serum
Peningkatan kadar serum bilirubin terkonjugasi merupakan
tanda primer kolestasis. Hal ini menyebabkan jaundice yang dapat
dideteksi dengan ikterus sklera dan urine berwarna gelap.
b. Peningkatan kadar serum bilirubin non konjugasi
Laju konjugasi bilirubin mengalami penurunan akibat jejas
hepatosit. Laju produksi bilirubin dapat pula mengalami
peningkatan akibat hemolisis yang dapat menyertai kolestasis
c. Hiperkolemia (peningkatan kadar garam empedu serum)
d. Pruritus
e. Hiperlipidemia
Pada kolestasis, kolesterol serum mengalami peningkatan
karena terjadi gangguan degradasi dan ekskresi metabolik. Dengan
penurunan pembentukan empedu, kolesterol mengalami retensi
sehingga kandungan kolesterol pada membran meningkat,
menyebabkan penurunan fluiditas dan fungsi membran.
f. Xanthoma
Xanthoma terutama terjadi pada kolestasis obstruktif
disebabkan deposisi kolesterol ke dalam dermis.
g. Gangguan perkembangan
Gangguan perkembangan adalah efek klinis terpenting dari
kolestasis. Terjadi malabsorpsi, anoreksia, penggunaan nutrien
yang rendah (penurunan kadar serum protein), gangguan hormon
dan jejas jaringan sekunder.
D. Epidemiologi
Angka kejadian obstruksi bilier (kolestasis) diperkirakan 5 kasus per
1000 orang per tahun di AS. Angka kesakitan dan kematian akibat obstruksi
bilier bergantung pada penyebab terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus yang
terbanyak adalah kolelitiasis (batu empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang
tua berusia ≥65 tahun menderita kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus
baru batu empedu didiagnosa setiap tahunnya. Resiko terjadinya kolelitiasis
terkenal dengan kriteria 4F yaitu female, fourty, fat, dan fertile. Resiko
terjadinya batu empedu meningkat pada usia >40 tahun. Insiden teringgi
terjadi pada usia 50-60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin wanita lebih sering
terkena kolelitiasis dari pada pria. Hampir 25% wanita AS menderita batu
empedu dengan 50% diantaranya berusia 75 tahun, dan 20% pria dengan
usia yang sama menderita batu empedu. Rasio penderita wanita terhadap
pria yakni 3:1 pada kelompok usia dewasa masa reproduktif dan berkurang
menjadi >2:1 pada usia di atas 70 tahun. Faktor predisposisi terjadinya batu
empedu antara lain obesitas terutama pada wanita, kehamilan, penurunan
berat badan yang cepat, kontrasepsi oral, dan diabetes mellitus.
Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu yang
dibuktikan oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara
berbagai berbagai bangsa dan kelompok etnik tertentu. Prevalensi paling
menyolok pada suku Indian Pima di Amerika Utara (>75%), Chili dan
kaukasia di Amerika Serikat. Prevalensi terendah pada orang Asia.
Jenis batu empedu yang banyak ditemukan adalah batu kolesterol
(75%), berhubungan dengan obesitas terutama pada wanita. Pada penderita
diabetes mellitus paling banyak ditemukan mixed stones (80%), sedangkan
batu kolesterol murni hanya 10%. 25% dari batu empedu merupakan batu
pigmen (bilirubin, kalsium, and berbagai material organik lainnya)
berhubungan dengan hemolisis dan sirosis. Sedangkan batu pigmen hitam
ditemukan pada kolelitiasis yang tidak sembuh dengan medikamentosa.
Batu kolesterol banyak ditemukan di negara barat (80-90%),
sedangkan batu pigmen sekitar 10%. Batu pigmen lebih banyak ditemukan
di negara Asia dan Afrika. Walaupun demikian akhir-akhir ini batu
kolesterol meningkat di Asia dan Afrika, terutama di Jepang ketika
westernisasi pola diet dan gaya hidup.
Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan
pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Pentahapan metabolisme bilirubin
terbagi menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor
plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh
gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.
1. Fase Prahepatik
Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang
disebabkan oleh hal- hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya
sel darah merah) per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80%
berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan
sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis
sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan
bilirubin. Transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air
seni.
2. Fase Intrahepatik
3. Fase Pascahepatik
b. Kurang pengetahuan
DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
e. Resiko infeksi
A. Assesment
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. K
No. RM : 40 53 XX
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl. MRS : 23 Oktober 2018
Tgl. Pengkajian : 23 Oktober 2018
Alamat : Jl. Belitung darat
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan Terakhir: SLTA
Pekerjaan : TNI
Diagnosa medis : Obstruktive Jaundice
Dokter yang merawat : dr. Anton Purnomo Sp. PD
KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Nyeri ulu hati
Saat Pengkajian : Klien mengatakan “masih nyeri ulu hati” P : ulu hati, Q : seperti di tusuk-tusuk,
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri ulu hati, badan
gatal-gatal, mual, lemas, nafsu makan menurun, mata dan seluruh tubuh berwarna kuning.
Pada tanggal 23-10-2018 pukul 02.00 wita klien dibawa ke UGD RSUD Dr.Moch Ansari
oleh istri dengan keluhan nyeri ulu hati, mual, lemas, badan gatal-gatal, mata dan seluruh
tubuh kuning di IGD didapatkan hasil TTV: T: 360C, P: 80 x/menit, R: 20 x/menit, BP:
120/70 mmHg dengan diagnosa sementara obstruktive jaundice dan dipasang terapi infus
RL 20 tpm. Pada saat pengkajian tanggal 23-10-2018 pukul 09.00 wita ditemukan data klien
mengeluh nyeri ulu hati, mual, nafsu makan menurun, badan gatal-gatal, mata dan seluruh
badan kuning, kesadaran compos mentis, GCS E4 V5 M6, TTV: T: 36,50C, P: 82 x/menit,
R: 21 x/menit, BP: 120/80 mmHg, tampak mata dan seluruh tubuh kuning.
Tn. K
Keterangan :
: Laki-laki : Garis perkawinan
: Perempuan : Tinggal serumah
/ : Sudah meninggal : Garis keturunan
: Klien
4. Riwayat Sosial
Klien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai anggota TNI, klien dapat bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar, tentangga klien dan teman-teman sejawatnya, tampak juga
teman-temannya sering mengunjunginya saat di Rumah Sakit
B. KEADAAN UMUM
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Scale Coma Glosgow : E4 V5 M6
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Pernapasan : 21 x/menit
d. Suhu : 36,50 C
C. PEMERIKSAAN FISIK
Area
No. Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan
1 Kulit dan Kepala I : Struktur kepala simetris, kulit kepala bersih, tidak ada luka atau lesi,
rambut berwarna hitam, rambut merata dan terlihat tipis.
P : Massa abnormal tidak ada, nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada
2 Mata I : Mata kiri dan kanan simetris, konjungtiva anemis, sklera ikterik,
palpebra tidak ada luka atau lesi, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya
miosis, tidak ada gangguan penglihatan, dapat melihat dalam jarak ± 5
meter.
3 Hidung I : Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada luka maupun lesi.
Fungsi penciuman normal, dapat membedakan bau minyak kayu putih
dan parfum.
4 Bibir dan Mulut I : Mukosa mulut kering, lidah dan mulut bersih, jumlah gigi lengkap,
tidak ada peradangan, tidak ada luka atau lesi.
Fungsi pengecapan baik, mampu merasakan rasa asin, manis, pahit dan
asam.
5 Telinga I : Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada sekret di telinga, tidak ada
serumen, tidak ada perdarahan dan peradangan, fungsi pendengaran baik.
P : Tidak ada nyeri tekan
6 Leher I : Tidak ada luka atau lesi, tidak ada deviasi trakea.
P : tidak teraba adanya masa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
7 Dada I : Bentuk dada normal, kondisi kulit bersih, tidak ada luka atau lesi, tidak
ada tanda-tanda peradangan, ekspansi dinding dada simetris.
P : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa abnormal (-), ictus cordis teraba.
Taktil premitus teraba kiri dan kanan.
P : Jantung pekak, bunyi jantung normal, paru sonor.
A : Suara jantung lup dup, suara nafas vesikuler,
8 Axilla I : Axilla terlihat bersih, tidak ada luka atau lesi, tidak ada peradangan dan
perdarahan.
P : Tidak teraba massa abnormal dan tidak ada nyeri tekan.
9 Abdomen I : Bentuk abdomen normal, tidak ada luka atau lesi, tidak ada perdarahan
dan peradangan,
A : Bising usus 12 x/menit
P : Thympani
P : Tidak teraba massa abnormal, tidak ada edema dan tidak ada nyeri
tekan.
10 Genetalia dan Klien mengatakan tidak ada riwayat hemoroid atau gangguan anus
Anus lainnya, tidak ada kelainan genetalia, pasien berjenis kelamin laki-laki.
11 Ektremitas atas I : Ekstremitas atas (kiri dan kanan simetris), ekstremitas bawah (kiri dan
dan bawah kanan simetris), tidak ada luka atau lesi dan lebam.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada kekakuan otot, akral teraba hangat.
P : Refleks patella kiri (+) Kanan (+), Babinski kiri (+) kanan (+)
Skala otot:
5 5
5 5
Masalah : .................................................................................................................................
4. Pola Nutrisi
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan makan teratur 3 x sehari dengan porsi 1 piring nasi habis dengan
komposisi makanan: nasi, lauk dan sayur, klien juga suka makanan yang berlemak, dan
makanan yang dibakar seperti ikan bakar, ayam bakar,sate, dll. Klien minum air putih ±
1- 2 botol air mineral yang besar (± 1500 ml) /hari.
BB : 78 ; TB: 165; IMT :
Masalah : .................................................................................................................................
5. Pola Eliminasi
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan tidak ada keluhan saat BAB/BAK. BAB lancar 1 kali sehari setiap
pagi dengan konsistensi lembek, berwarna kuning sedangkan BAK lancar 4-5 kali sehari
tergantung pada banyaknya minum, berwarna kuning bening.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini BAB masih lancar 1 kali sehari setiap pagi dengan konsistensi
lembek berwarna kuning sedangkan BAK tergantung dari banyaknya minum air putih
berwarna kuning pekat dan urin berbau pesing.
Masalah : .................................................................................................................................
6. Pola Kognitif – Perceptual
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mampu menunjukkan alamat tempat tinggalnya, mengenali hari, tanggal, bulan,
dan tahun. Klien mampu menyampaikan pendapatnya kepada orang sekitar, tetangga,
anak-anaknya dan seluruh keluarganya.
Masalah : .................................................................................................................................
8. Pola Koping
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan saat stres dan banyak masalah klien selalu bercerita dengan istri , anak
dan teman terdekat yang sangat dipercaya oleh klien.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini tidak banyak yang dipikirkan selain berharap cepat sembuh
dari sakitnya.
Masalah : .................................................................................................................................
9. Pola Seksualitas – Reproduksi
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan masih aktif melakukan hubungan seksual dengan istrinya dan tidak
ada keluhan atau masalah apapun.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini untuk sementara tidak melakukan hubungan suami istri karena
dalam keadaan sakit.
Masalah
10. Peran – Hubungan
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan hubungan klien dengan istri harmonis, dengan anak-anaknya juga
harmonis. Hubungan klien dengan keluarga, teman, orang sekitar dan tetangga.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan hubungan dengan istri masih sangat baik, tampak istri selalu menjaga
dan merawat klien, teman sejawatnya pun sering menjenguk klien.
Masalah : .................................................................................................................................
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nama : Tn. K Tanggal : 23 Oktober 2018
KIMIA KLINIK
NO PARAMETER METODE HASIL NILAI RUJUKAN
1 Blood Urea Kinetics UV Test 30,7 mg/dl 10,0 -50,0 mg/dl
2 Creatinine Jaffe Reaction 1,3 mg/dl Lk.07 – 1,2 Pr.0,6 –
1,0 mg/dl
3 Aspartat Transaminase IFCC Opt.370C 40 U/L Lk. 10 -37/Pr 8 -31
(GOT) U/l
4 Alanin Transaminase IFCC Opt. 370C 27 U/L Lk. 12 -40/Pr. 10 –
(GPT) 32 U/l
5 Bilirubin Total Jendrassik Groff 27,67 mg/dl Up to 1,00 mg/dl
6 Bilirubin Direct Schellong Wende 12,83 mg/dl Up to 0,25 mg/dl
7 Bilirubin Indirect Jend-schellong 14,84 mg/dl Up to 0,75 mg/dl
hati
P : ulu hati
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : menjalar hingga
kebelakang
T : hilang timbul
Data Objektif :
1. Kesadaran : compos
mentis
sedang)
5. TTV :
T : 36,5
P : 80 x/menit
R : 21 x/menit
BP : 120/80 mmHg
tampak kuning
2. Pasien tampak
menggaruk-garuk
garukan
4. Pruritus (+)
merasa mual
Data Objektif : -
3. Mual (+)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
3. Mual berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Keluhan utama pada pasien obstruksi joundis adalah Nyeri ulu hati sedangkan pada kasus
ditemukan keluhan utama pasien adalah nyeri ulu hati dan mual, gatal-gatal.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruktif
joundis antara lain : Nyeri akut, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko infeksi, dan kurang pengetahuan sedangkan pada kasus ditemukan
diagnosa keperawatan : Nyeri Akut berhubungan dengan cidera biologis, Kerusakan Integritas
Kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme, Anxietas berhubungan dengan Stressor, Mual
berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak dan insomnia berhubungan dengan
ketidaknyamanan fisik.
Pada kasus tidak ditemukan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh karena tidak terdapat tanda-tanda penurunan BB yang signifikan dan hasil perhitungan IMT
normal, tidak ada tanda-tanda kekurangan gizi, serta intake pasien meski berkurang karena
ketidaktertarikan terhadap nasi, namun masih mencukupi dengan makanan pengganti seperti
Pada kasus tidak ditemukan masalah resiko infeksi karena tidak terdapat tanda-tanda akan
terjadinya infeksi, meski terdapat bekas luka garukan tetapi tidak begitu beresiko untuk terjadinya
Pada kasus tidak ditemukan masalah kurang pengetahuan karena tidak ada data yang
mendukung untuk masalah tersebut, pasien juga tidak menunjukan tanda-tanda kurang
pengetahuan karena dokter menjelaskan sangan jelas tentang penyakit pasien dan begitu banyak
literatur yang mendukung untuk pengetahuan pasien. Selain itu pasien juga tampak kooperatif
untuk bertanya kepada dokter dan perawat, dan juga tidak menunjukan ekspresi bingung.
C. Intervensi ( rasionalnya dan analisa)
a. Kaji karakteristik nyeri dan skala penilaian nyeri untuk membantu mengobservasi
tindakan yang sudah dilakukan apakah penanganan dapat memenuhi kebutuhan
pasien dalam mengurangi nyeri
b. Berikan posisi yang nyaman untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan
untuk mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh sehingga pasien dapat
merasa nyaman dan nyeri berkurang.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas yang tenang. Lingkungan yang tenang
dan nyaman dapat mengurangi faktor penyebab yang dapat memperparah nyeri.
d. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi, untuk membantu pasien mengalihkan
perhatian dari rasa nyeri saat nyeri muncul dan membantu pasien untuk rileks.
e. Kolaborasi pemberian obat antasida untuk membantu mengurangi nyeri ulu hati
2. Mual berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak
diberikan
b. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut secara rutin untuk membersihkan mulut
c. Anjurkan makan sedikit tetapi sering untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
d. Ganti jenis makanan dengan makanan yang klien sukai seusai dengan indikasi untuk
e. Berikan edukasi istirahat dan tidur yang adekuat untuk menghindari efek mual
a. Inspeksi kulit pasien setiap pergantian tugas jaga untuk menunjukan keefektifan
b. Pertahankan kondisi lingkungan yang nyaman, seperti suhu ruangan dan ventilasi,
c. Anjurkan Pasien untuk tidak menggaruk untuk mencegah terjadinya cidera pada kulit
d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang kondisi kulitnya, untuk
meningkatkan koping pasien
e. Anjurkan pasien untuk tetap memendekkan kuku untuk menghindari terjadinya luka
saat digaruk
f. Anjurkan pasien banyak minum lebih dari 2 liter perhari untuk mencegah kulit kering
dan dehidrasi. Kulit kering dan dehidrasi dapat memperparah kerusakan kulit.
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan pada
pasien Tn.K dengan diagnosa Obstruktif joundis di Ruang Kumala lantai III RSUD
penulis berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait seluruh
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan
apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta
menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Pada tahap evaluasi yang penulis lakukan pada pasien Tn.K dengan diagnosa medis Obstruksi
Joundis di ruangan Kumala lantai III RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin adalah melihat
apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan. Pada tanggal 25
Oktober 2018 diagnosa keperawatan (1) Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis . Pengkajian
nyeri P : ulu hati, Q : nyeri yang dirasakan terasa seperti ditusuk-tusuk, R : ulu hati sampai
kebelakang, S : skala nyeri pasien 2 dari 0-10, T : hilang timbul. Kadang timbul berbaring
terlentang. (2) Mual berhubungan dengan Rasa makanan/minuman yang tidak enak. Pasien
mengatakan sudah tidak terlalu mual saat mencium bau makanan. Teratasi sepenuhnya dengan
kriteria pasien menyatakan mual sudah berkurang, nutrisi adekuat dan turgor pasien baik (3)
Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme. Pasien mengatakan gatal-
gatal seluruh tubuh masih, pruritus (+), tampak luka bekas garukan, warna kulit seluruh tubuh
kuning. Kerusakan integritas kulit belum teratasi kadar bilirubin dalam darahpun masih tingg
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Obstruksi jaundice adalah akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu
dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena
trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di
dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar
tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab
sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan
striktur sfingter papila vater. pada tanggal 30 Oktober 2018 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan mewancarai klien atau keluarga klien tentang keluhan-keluhan
serta semua data yang berhubungan dengan klien, observasi tanda dan gejala yang dialami klien
meliputi yang dapat dilihat, pemeriksaan fisik dari semua temuan klinis pada klien.
Berdasarakan pengkajian ditemukan data, Pasien mengatakan, masih merasa nyeri ulu hati
dikepala, terasa merenyut, pusing, kadang hilang, kadang timbul sendiri, Pengkajian nyeri:
P : ulu hati
Q : seperti ditusuk tusuk
R : menjalar sampai ke belakang
S : skala nyeri pasien 2 (ringan)
T : hilang timbul
Klien mengatakan sering merasa mual tanpa sebab apalagi saat sedang makan, TTV : TTV: T:
36,50C, P: 82 x/menit, R: 21 x/menit, BP: 120/80 mmHg
2. Diagnosa keperawatan
Setelah data dikumpulkan dan analisa, maka didapat diagnosa keperawatan yang
muncul berdasarkan data yang ditemukan pada Tn.K yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
c. Mual berhubungan dengan rasa makanan atau minuman tidak enak
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa menentukan diagnosa pada klien
dengan obstruksi jaundice tidak dapat selalu difokuskan kepada landasan teori, walaupun klien
mendapatkan masalah kesehatan yang sama akan tetapi manusia mempunyai respon berbeda-
beda terhadap tubuhnya.
3. Perencanaan
Penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan prioritas maupun resiko yang
muncul dari masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang dibuat. Untuk mengatasi
obstruksi jaundice intervensi yang diharapkan adalah, klien tidak mengeluh nyeri ulu hati, kulit
gatal gatal, mual dan nafsu makan menurun, susah tidur , gelisah untuk mengatasi nyeri ulu hati
menganjurkan klien tekhnik relaksasi dan distraksi dan kolaborasi untuk pemberian obat
antiemesis.
4. Pelaksanaan
Penulis mengimplementasikan rencana tindakan yang dilakukan kepada klien pada hari
pertama. Penulis melaksanakan tindakan keperawatan kepada klien sesuai dengan masalah yang
dirasakan klien pada saat ini. Hal ini dilakukan karena manusia mempunyai respon yang berbeda-
beda. Pelaksanaan tindakan keperawatan untuk hari perkembangan pertama berjalan dengan
baik, klien mengikuti setiap instruksi maupun prosedur yang diberikan oleh perawat sesuai
standar keperawatan dan klien menerima dengan baik terapi yang diberikan.
5. Evaluasi
Tahap akhir dari asuhan keperawatan yang penulis lakukan adalah evaluasi, yang juga
dituliskan dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasi keadaan klien
baik berupa kemajuan maupun kemunduran kesehatan klien.
B. SARAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Diharapkan kepada klien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien, keluarga juga
biasa melihat sendiri cara-cara perawatan klien dan bisa melakukan sendiri bila pulang kerumah
karena untuk melakukan perawatan memerlukan keterampilan dan kesabaran.
2. Bagi Pihak Rumah Sakit Suaka Insan
Diharapkan mampu memberikan mutu pelayanan yang optimal dan meningkatkan sumber daya
manusia serta mengembangkan ilmu, wawasan dan pengetahuan seperti seminar tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan obstruksi jaundice dan pendidikan berkelanjutan bagi perawat
agar lebih memahami tentang asuhan keperawatan klien dengan obstruksi jaundice.
3. Bagi Pihak Institusi STIKES Suaka Insan
Diharapkan bagi pihak institusi STIKES Suaka Insan menambah buku-buku di perpustakaan
tentang asuhan keperawatan dengan kasus obstruksi jaundice yang terbaru.
4. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawan pada
klien obstruksi jaundice sehingga siap ketika menemukan masalah yang bersangkutan dengan
klien obstruksi jaundice. Mahasiswa tidak selalu harus belajar dari teori akan tetapi pengalaman
adalah guru yang sangat berharga ketika mahasiswa berada pada lahan praktik klinis karena
dengan hal itu mahasiswa mampu meningkatkan pelayanan secara holistic dan komperhensif.