Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk pir yang terletak
tepat di bawah lobus kanan hati. Empedu merupakan sekresi eksokrin dari
hati dan diproduksi secara terus-menerus oleh hepatosit. Cairan empedu
berisi kolesterol, bilirubin dan garam empedu. Cairan empedu ini membantu
dalam penyerapan lemak. Sebagian dari cairan empedu dialirkan secara
langsung dari hati ke dalam duodenum melalui kanalikuli (saluran-saluran
kecil) yang kemudian kanalikuli ini bersatu dan akhirnya membentuk suatu
sistem saluran empedu (Common Bile Duct) yang lebih besar, dan 50%
sisanya disimpan di dalam kandung empedu. Cairan empedu ini dialirkan
dari kandung empedu melalui duktus sistikus yang bergabung dengan
duktus hepatikus dari hati yang membentuk sistem saluran empedu
(Common Bile Duct). Common Bile Duct berakhir pada sfingter di usus
halus dan disini menerima enzim dari pankreas melalui duktus pankreatikus.
Ikterus obstruksi adalah keadaan terhambatnya aliran empedu
mencapai duodenum dalam jumlah normal biasa juga disebut kolestasis.
Menurut letak kelainannya, kolestasis dibagi merjadi 2 yaitu : koleslasis
intrahepatik dan koleslasis ekstrahepatik. Kolestatsis intrahepatik biasanya
terjadi pada tumor intrahepatik baik jinak maupun ganas dan batu pada
saluran bilier intrahepatik, sedangkan penyebab kolestasis ekstrahepatik
adalah batu ductus choledochus, Ca Pancreas, skiktura ductus choledochus,
keganasal ductus choledochus, pancrealitis dan sklerosing cholangitis.
Berdasarkan penelitian pada 139 pasien terdapat 131 (94,2%) pasien
terdiagnosis klinis ikterus obstruksi (tingkat bilirubin direk > bilirubin
indirek). Pasien laki-laki 73 (55,7%) dan rentang usia pasien 20-84 tahun.
Angka kejadian obstruksi bilier atau disebut juga kolestasis
diperkirakan 5 kasus per 1000 orang per tahun di AS. Angka kesakitan dan
kematian akibat obstruksi bilier bergantung pada penyebab terjadinya
obstruksi. Penyebab obstruksi bilier secara klinis terbagi dua yaitu
intrahepatik (hepatoseluler) yaitu terjadi gangguan pembentukan empedu
dan ekstrahepatik (obstruktif) yaitu terjadi hambatan aliran empedu, dan
yang terbanyak akibat batu empedu (kolelitiasis). Berdasarkan jenis
kelamin wanita lebih sering terkena kolelitiasis dari pada pria.
Secara epidemiologi, insidensi obstruksi jaundice antara laki dan
perempuan adalah sama. Namun terdapat dominasi perempuan pada
beberapa kondisi misal obtruksi jaundice akibat atresia bilier, drug induced
kolelithiasis dan tentu cholelithiasis pada kehamilan. Kejadian obstruksi
jaundice dapat terjadi pada semua umur namun pada usia tertentu dapat
terjadi peningkatan kejadian ostruksi jaundice. Misal pada bayi baru lahir
atau umur pertengahan antara 30-40 tahun.
Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan
pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
Angka kejadian di ruang kumala lantai III Rumah Sakit Umun Daerah
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin didapatkan data pada tahun 2018 hanya
terdapat satu pasien. Ruang Kumala lantai III adalah ruang khusus THT dan
Jantung sehingga jarang ditemukan penyakit seperti obstruksi joundis di
ruangan ini.

B. Manfaat Penulisan
1. Instalasi Rumah sakit
Agar dapat digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Obstruksi Joundice, serta dapat
meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan pada pasien.
2. Instalasi pendidikan
Agar dapat digunakan sebagai wacana dan pengetahuan tentang
perkembangan ilmu keperawatan, terutama kajian pada pasien dengan
Obstruksi Joundice.
3. Penulis
Untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman tentang
perawatan pada pasien dengan Obstruksi Joundice.
4. Pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui cara pencegahan, perawatan,
penyebab, tanda dan gejala, serta pertolongan pertama yang dilakukan
jika mengalami Obstruksi Joundice.

C. Batasan Masalah
Penulis hanya melakukan asuhan keperawatan kepada Tn. K dengan
Masalah Obstruksi Joundice di ruang Kumala RSUD H. Moch Anshari
Saleh Banjarmasin dari tanggal 23 Oktober 2018 – 27 Oktober 2018.

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui
Asuhan keperawatan yang benar pada pasien Obstruksi Joundice.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan laporan ini adalah agar penulis mampu
:
a. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan Obstruksi Joundice
b. Menegakkan Diagnose keperawatan pada pasien dengan Obstruksi
Joundice
c. Melakukan perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Obstruksi Joundice
d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan
Obstruksi Joundice
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah di lakukan
pada pasien dengan Obstruksi Joundice

E. Metode
Metode yang digunakan yaitu menggunakan metode anamnesa,
pemeriksaan fisik, observasi, tinjauan diagnostic, studi literatur.
a. Anamnesa
Anamnesa merupakan suatu istilah yang dapat diartikan sebagai
wawancara terhadap pasien. Tehnik anamnesis yang baik hendaknya
disertai dengan empati. Empati mendorong keinginan pasien agar
sembuh karena rasa percaya terhadap dokter. Anamnesis dapat langsung
dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya
(allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk
diwawancarai.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan untuk menentukan respon pasien
terhadap penyakit/berfokus pada respon yang ditimbulkan pasien akibat
masalah kesehatan yang sudah di diagnose oleh dokter.
c. Observasi
Dilakukan untuk mendapatkan data secara subjektif dan objektif
d. Tinjauan Diagnostik
Dilakukan untuk dapat menegakkan diagnose
e. Studi Literatur
Mengumpulkan bahan-bahan dan buku-buku, diklat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, mempunyai


berat sekitar 1.5 kg. Walaupun berat hati hanya 2-3% dari berat tubuh,
namun hati terlibat dalam 25-30% pemakaian oksigen. Sekitar 300
milyar sel-sel hati terutama hepatosit yang jumlahnya kurang lebih
80%, merupakan tempat utama metabolisme intermedier (Koolman, J
& Rohm K.H, 2001)
Hati manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, dibawah
diafragma, dikedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200-1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan dibawah diafragma, permukaan bawah terletak
bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat
oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritonium kecuali di
daerah posterior-posterior yang berdekatan dengan vena cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma.
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen
dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk
ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan
duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg
disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke
dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-
sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang
lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel
fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya
mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang
lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya
hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak
parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1
vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena
yang menyalurkan darah keluar dari hepar).Di bagian tepi di antara
lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus
portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-
cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan
A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid
setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris
yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari
saluran empedu menuju kandung empedu. (Kelompok Diskusi Medikal
Bedah, Universitas Indonesia)
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan
sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25%
oksigen darah.
Ada beberapa fungsi hati yaitu :
a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
f. Fungsi hati sebagai detoksikasi
g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
h. Fungsi hemodinamik

2. Anatomi Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi


untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning
kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Empedu mengalir dari hati
melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, lalu keduanya bergabung
membentuk duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus utama
bergabung dengan saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus
sistikus) membentuk saluran empedu utama.
Saluran empedu utama masuk ke usus bagian atas pada sfingter
Oddi, yang terletak beberapa sentimeter dibawah lambung. Sekitar
separuh empedu dikeluarkan diantara jam-jam makan dan dialirkan
melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. Sisanya langsung
mengalir ke dalam saluran empedu utama, menuju ke usus halus. Jika
kita makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengosongkan
empedu ke dalam usus untuk membantu pencernaan lemak dan vitamin-
vitamin tertentu.
Empedu terdiri dari:
a. garam-garam empedu
b. elektrolit
c. pigmen empedu (misalnya bilirubin)
d. kolesterol
e. lemak.
Fungsi empedu adalah untuk membuang limbah tubuh tertentu
(terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan
kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam
empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya
dari usus.

Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah


menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam
empedu. Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam
fungsi empedu juga disekresi dalam empedu.

Batu kandung empedu bisa menyumbat aliran empedu dari kandung


empedu, dan menyebabkan nyeri (kolik bilier) atau peradangan
kandung empedu (kolesistitis). Batu juga bisa berpindah dari kandung
empedu ke dalam saluran empedu, sehingga terjadi jaundice (sakit
kuning) karena menyumbat aliran empedu yang normal ke usus.

3. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua


fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan atau fungsi eksokrin
serta menghasilkan beberapa hormon atau fungsi endokrin. Pankreas
terletak pada kuadran kiri atas abdomen atau perut dan bagian
kaput/kepalanya menempel pada organ duodenum. Produk enzim akan
disalurkan dari pankreas ke duodenum melalui saluran pankreas
utama.Pankreas dikenal manusia sejak lama. Pankreas diidentifikasi
oleh dokter bedah Yunani Herophilus yang hidup di tahun 335-280 SM.
Pankreas dapat didefinisikan sebagai organ kelenjar yang hadir dalam
endokrin dan sistem pencernaan dari semua vertebrata. Pankreas seperti
spons dengan warna kekuningan.
Bentuk pankreas menyerupai seperti ikan. Pankreas ini sekitar
panjang 15 cm dan sekitar 3,8 cm lebar. Pankreas meluas sampai ke
bagian belakang perut, di belakang daerah perut dan melekat ke bagian
pertama dari usus yang disebut duodenum. Sebagai kelenjar endokrin,
menghasilkan hormon seperti insulin, somatostatin dan glukagon dan
sebagai kelenjar eksokrin yang mensintesis dan mengeluarkan cairan
pankreas yang mengandung enzim pencernaan yang selanjutnya
diteruskan ke usus kecil. Enzim-enzim pencernaan berkontribusi pada
pemecahan dari karbohidrat, lemak dan protein yang hadir di paruh
makanan yang dicerna.
a. Kepala Pankreas yang paling lebar, terletak disebelah kanan
rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum.
b. Badan Pankreas merupakan bagian utama pada organ tersebut,
letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis
pertama.
c. Ekor Pankreas adalah bagian yang runcing disebelah kiri, dan
sebenarnya menyetuh limpa.
Fungsi Pankreas
a. Mengatur kadar gula dalam darah melalui pengeluaran glucogen,
yang menambah kadar gula dalam darah dengan mempercepat
tingkat pelepasan dari hati.
b. Pengurangan kadar gula dalam darah dengan mengeluarkan insulin
yang mana mempercepat aliran glukosa ke dalam sel pada tubuh,
terutama otot. Insulin juga merangsang hati untuk mengubah
glukosa menjadi glikogen dan menyimpannya di dalam sel-selnya
c. Kelenjar endokrin Bagian dari pankreas yang melakukan fungsi
endokrin terbentuk dari jutaan cluster sel. cluster sel dikenal
sebagai pulau Langerhans. Pulau terdiri dari empat jenis sel, yang
diklasifikasikan berdasarkan hormon yang mereka keluarkan. Sel
mensekresi glukagon disebut sel alfa. Sel-sel mensekresi insulin
dikenal sebagai sel beta sementara somatostatin disekresikan oleh
sel delta. Polipeptida pankreas disekresikan oleh sel-sel PP.
Struktur pulau terdiri dari kelenjar endokrin diatur dalam kabel dan
cluster. Kelenjar endokrin yang saling silang dengan rantai tebal
kapiler. Kapiler yang berbaris lapisan sel endokrin yang berada
dalam kontak langsung dengan pembuluh darah. Beberapa sel
endokrin berada dalam kontak langsung sementara yang lain
terhubung melalui proses sitoplasma.
d. Eksokrin Pankreas eksokrin menghasilkan enzim pencernaan
bersama dengan cairan alkali. Keduaduanya ini disekresi ke dalam
usus kecil melalui saluran eksokrin. Fungsi sekresi dilakukan
sebagai respon terhadap hormon usus kecil yang disebut
cholecystokinin dan secretin. Enzim pencernaan yang dihasilkan
oleh kelenjar eksokrin terdiri dari chymotrypsin, tripsin, lipase
pankreas, dan amilase pankreas. Enzim pencernaan sebenarnya
diproduksi oleh sel-sel asinar hadir dalam pankreas eksokrin. Sel
yang melapisi saluran pankreas disebut sel centroacinar. Sel-sel
centroacinar mengeluarkan larutan kaya isi garam dan bikarbonat
ke dalam usus. Dengan demikian, fungsi pankreas memainkan
peran penting dalam aktivitas tubuh.
Pankreas berfungsi dengan benar penting karena masalah
pankreas dapat menyebabkan penyakit seperti pankreatitis dan
diabetes. Pankreatitis adalah peradangan pankreas sedangkan
diabetes dikaitkan dengan sekresi insulin dari pankreas.
Menghentikan konsumsi alkohol dapat menyembuhkan
pankreatitis. Berolahraga secara teratur dan mengikuti diet diabetes
untuk mengontrol kadar gula darah bisa menjadi pilihan
pengobatan diabetes yang baik. Tapi, sebagai pencegahan lebih
baik daripada mengobati, yang terbaik adalah untuk mencegah
masalah pankreas dan memastikan berfungsinya pankreas.
Hormon Yang Dihasilkan Oleh Pankreas
a. Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah
b. Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah
c. Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormon
lainnya (insulin dan glukagon).
Hasil Sekresi Pankreas:
a. Hormon insulin, hormon insulin ini langsung dialirkan ke dalam
darah tanpa melewati duktus. Sel-sel kelenjar yang menghasilkan
insulin ini termasuk sel-sel kelenjar endokrin. Kumpulan dari sel-sel
ini berbentuk seperti pulau-pulau yang disebut pulau langerhans.
b. Getah pankreas. Sel-sel yang memproduksi getah pankreas ini
termasuk kelenjar eksokrin. Getah pankereas ini dikirim ke dalam
duodenum melalui duktus pankreatikus. Duktus ini bermuara pada
papila vateri yang terletak pada dinding duodenum. Jaringan
pankreas terdiri atas lobulus dari sel sekretori yang tersusun
mengitari saluran-saluran halus. Saluran ini mulai dari sambungan
saluran-saluran kecil dari lobulus yang terletak di dalam ekor
pankreas dan berjalan melalui badan pankreas dari kiri ke kanan.
Saluran kecil ini menerima saluran dari lobulus lain dan kemudian
bersatu untuk membentuk saluran utama yaitu duktus wirsungi.

Fungsi Hormon-Hormon yang Dihasilkan Oleh Pankreas

a. Hormon Insulin : Mengatur kadar glukosa dalam darah dan


mengubah gula darah (glukosa) menjadi gula otot (glikogen) di hati
b. Hormon Glukagon : Mengubah glikogen menjadi glukosa

B. Definisi
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti
kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan
lainnya (membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin
serum yang menjurus ke arah terjadinya karena ikterus atau ensefalopati
bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan (Mansjoer,2008).
Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran
empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada
dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma
(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai
penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput
pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah
ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang
dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses
amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter
papila vater.
C. Etiologi
Secara umum, obstruksi bilier menyebabkan terjadinya ikterus
obtruktif. Ikterus (jaundice) yaitu perubahan warna kulit, sklera mata atau
jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena
pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam darah. Bilirubin
sebagai akibat pemecahan cincin heme dari metabolisme sel darah merah.
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan ini
menunjukkan kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl, sedangkan
jika ikterus jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin diperkirakan
sudah mencapai 7 mg/dl.
Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung melalui 3 fase yaitu fase
prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik, atau dikenal juga melalui
tahapan 5 fase yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma terjadi
pada fase prahepatik, liver uptake dan konyugasi pada fase intrahepatik,
serta ekskresi bilirubin pada fase ekstrahepatik.
Obstruksi bilier (kolestasis) secara etiologi dibedakan menjadi 2
bagian yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik, yaitu :
1. Obstruksi bilier (kolestasis) intrahepatik
Kolestasis intrahepatik umumnya terjadi pada tingkat hepatosit
atau membran kanalikuli. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik
adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan
penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah
sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma
metastatik, dan penyakit-penyakit lain yang jarang.
Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin
terkonjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan
penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang
timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan
ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan kronik dan
menahun, dan mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan
sudah menjadi sirosis hati. Alkohol dapat mempengaruhi gangguan
pengambilan empedu dan sekresinya, sehingga mengakibatkan
kolestasis.
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun. Dua
penyakit autoimun yang berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu
menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis bilier primer dan kolangitis
sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati bersifat
progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejala yang
mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan
awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian.
Kolangitis sklerosis primer (Primary Sclerosing Cholangitis/PSC)
merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering pada laki-laki, dan
sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSC dapat mengarah
pada kolangio karsinoma. Obat seperti anabolik steroid dan
klorpromazid sekarang diketahui merupakan penyebab langsung dari
kolestasis dengan mekanisme yang tidak diketahui. Golongan diuretik
tiazid dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu empedu.
Amoksisillin dengan asam klavulanat (Augmentin) sering
menyebabkan kolestasis akut yang menyerupai keadaan obstruksi
bilier. Drug induced jaundice memberikan gejala pruritus, namun
hanya terdapat pada sebagian pasien, dan gejala ini segera hilang
apabila penggunaan obat tersebut dihentikan.
2. Obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik
Penyebab paling sering obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik
adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya
yang relatif jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus
koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis, dan kolangitis
sklerosing, AIDS-related cholangiopathy, TB bilier, dan infeksi parasit
(Ascaris lumbricoides). Kolestasis mencermin kegagalan seksresi
empedu.
Efek patofisiologi mencerminkan efek balik empedu (bilirubin,
garam empedu, dan kolesterol) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk untuk eksresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin
konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena
lebih sedikit yang dapat mencapai usus halus. Penigkatan garam
empedu dalam sirkulasi diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal
(pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga
patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti.
Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin
K. Gangguan eksresi garam empedu dapat mengakibatkan steatorrhea
dan hipoprotombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung
lama, dapat menyebabkan gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan
vitamin lain yang larut dalam lemak dapat terjadi dan dapat
menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan
fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia.
Kolestasis menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi alkali
fosfatase, sehingga terjadi kerusakan sel hepatosit. Hal ini akan
menghambat sintesis protein dan faktor-faktor pembekuan. Fungsi
detoksifikasi pun akan menurun. Akibatnya akan terjadi peningkatan
asam empedu dan alkali fosfatase di dalam darah.
Efek primer kolestasis terutama menyerang fungsi hati dan usus,
sedangkan efek sekundernya mempengaruhi tiap sistem organ. Efek
primer meliputi retensi empedu, regurgitasi empedu ke dalam serum,
dan penurunan sekresi bilier ke dalam usus. Efek sekundernya
menyebabkan pemburukan penyakit hati serta penyakit sistemik.
Kolestasis menyebabkan beberapa kondisi berikut, yaitu :
a. Retensi konjugasi dan regurgitasi bilirubin ke dalam serum
Peningkatan kadar serum bilirubin terkonjugasi merupakan
tanda primer kolestasis. Hal ini menyebabkan jaundice yang dapat
dideteksi dengan ikterus sklera dan urine berwarna gelap.
b. Peningkatan kadar serum bilirubin non konjugasi
Laju konjugasi bilirubin mengalami penurunan akibat jejas
hepatosit. Laju produksi bilirubin dapat pula mengalami
peningkatan akibat hemolisis yang dapat menyertai kolestasis
c. Hiperkolemia (peningkatan kadar garam empedu serum)
d. Pruritus
e. Hiperlipidemia
Pada kolestasis, kolesterol serum mengalami peningkatan
karena terjadi gangguan degradasi dan ekskresi metabolik. Dengan
penurunan pembentukan empedu, kolesterol mengalami retensi
sehingga kandungan kolesterol pada membran meningkat,
menyebabkan penurunan fluiditas dan fungsi membran.
f. Xanthoma
Xanthoma terutama terjadi pada kolestasis obstruktif
disebabkan deposisi kolesterol ke dalam dermis.
g. Gangguan perkembangan
Gangguan perkembangan adalah efek klinis terpenting dari
kolestasis. Terjadi malabsorpsi, anoreksia, penggunaan nutrien
yang rendah (penurunan kadar serum protein), gangguan hormon
dan jejas jaringan sekunder.
D. Epidemiologi
Angka kejadian obstruksi bilier (kolestasis) diperkirakan 5 kasus per
1000 orang per tahun di AS. Angka kesakitan dan kematian akibat obstruksi
bilier bergantung pada penyebab terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus yang
terbanyak adalah kolelitiasis (batu empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang
tua berusia ≥65 tahun menderita kolelitiasis (batu empedu) dan 1 juta kasus
baru batu empedu didiagnosa setiap tahunnya. Resiko terjadinya kolelitiasis
terkenal dengan kriteria 4F yaitu female, fourty, fat, dan fertile. Resiko
terjadinya batu empedu meningkat pada usia >40 tahun. Insiden teringgi
terjadi pada usia 50-60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin wanita lebih sering
terkena kolelitiasis dari pada pria. Hampir 25% wanita AS menderita batu
empedu dengan 50% diantaranya berusia 75 tahun, dan 20% pria dengan
usia yang sama menderita batu empedu. Rasio penderita wanita terhadap
pria yakni 3:1 pada kelompok usia dewasa masa reproduktif dan berkurang
menjadi >2:1 pada usia di atas 70 tahun. Faktor predisposisi terjadinya batu
empedu antara lain obesitas terutama pada wanita, kehamilan, penurunan
berat badan yang cepat, kontrasepsi oral, dan diabetes mellitus.
Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu yang
dibuktikan oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara
berbagai berbagai bangsa dan kelompok etnik tertentu. Prevalensi paling
menyolok pada suku Indian Pima di Amerika Utara (>75%), Chili dan
kaukasia di Amerika Serikat. Prevalensi terendah pada orang Asia.
Jenis batu empedu yang banyak ditemukan adalah batu kolesterol
(75%), berhubungan dengan obesitas terutama pada wanita. Pada penderita
diabetes mellitus paling banyak ditemukan mixed stones (80%), sedangkan
batu kolesterol murni hanya 10%. 25% dari batu empedu merupakan batu
pigmen (bilirubin, kalsium, and berbagai material organik lainnya)
berhubungan dengan hemolisis dan sirosis. Sedangkan batu pigmen hitam
ditemukan pada kolelitiasis yang tidak sembuh dengan medikamentosa.
Batu kolesterol banyak ditemukan di negara barat (80-90%),
sedangkan batu pigmen sekitar 10%. Batu pigmen lebih banyak ditemukan
di negara Asia dan Afrika. Walaupun demikian akhir-akhir ini batu
kolesterol meningkat di Asia dan Afrika, terutama di Jepang ketika
westernisasi pola diet dan gaya hidup.
Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran
empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk
primer di dalam saluran empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan
kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan
pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat.
E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari
senyawa lain seperti mioglobin. Pentahapan metabolisme bilirubin
terbagi menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor
plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh
gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.
1. Fase Prahepatik
Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang
disebabkan oleh hal- hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya
sel darah merah) per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80%
berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan
sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya yang berada
terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis
sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan
bilirubin. Transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air
seni.
2. Fase Intrahepatik

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan


pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin. konjugasi dengan asam
glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang
tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai
kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin
tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi
derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem
bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada
asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin
terkonjugasi / bilirubin direk.

3. Fase Pascahepatik

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di


luar hati oleh batu empedu atau tumor.
a. Eksresi Bilirubin
Bilirubin konjungasi dikeluarkan kedalam kanalikus bersama
bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi
bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya
sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.
Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu,
dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi
tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air
seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis
intrahepatik.

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus


akan muncul pada dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada
bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl
(Cloherty et al, 2008)

Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu


dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan
hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin
ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi
mekanik ekstrahepatik).
PATWAYS
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mempunyai keterbatasan diagnosis.
Kelainan laboratorium yang khas adalah peningkatan nilai alkali
fosfatase yang diakibatkan terutama peningkatan sintesis karena
gangguan eksresi akibat obstruksi bilier, namun tetap belum dapat
menjelaskan penyebabnya (intrahepatik atau ekstrahepatik). Alkali
fosfatase merupakan enzim yang terdapat pada membrane kanalikuli
hepatosit.
Nilai bilirubin juga mencerminkan beratnya tetapi bukan
penyebab kolestasisnya. Pada obstruksi ekstrahepatik kadar bilirubin
direk dan indirek meningkat. Peningkatan bilirubin direk disebabkan
karena adanya obstruksi saluran empedu sehingga menghambat
ekskresinya ke duodenum, sedangkan bilirubin indirek meningkat di
dalam darah karena mekanisme liver uptake terganggu disebabkan oleh
kadar bilirubin direk meningkat di dalam hati. Pada obtruksi
intrahepatik, bilirubin direk dan indirek kemungkinan juga meningkat.
Bilirubin indirek meningkat karena ketidakmampuan sel hati yang
rusak untuk mengubah bilirubin indirek menjadi direk, sedangkan
peningkatan bilirubin direk terjadi karena gangguan ekskresi akibat
proses peradangan.
Nilai aminotrasnferase bergantung terutama pada penyakit
dasarnya, namun seringkali meningkat tidak tinggi. Apabila
peningkatan tinggi sangat mungkin karena proses hepatoselular, namun
kadang-kadang terjadi juga pada kolestasis ekstrahepatik, terutama
pada sumbatan akut yang diakibatkan oleh adanya batu di duktus
koledokus. Pada obstruksi ekstrahepatik umumnya kadar aspartat
aminotransferase (AST) tidak terlalu meningkat kecuali sekunder
terdapat kerusakan akut dari parenkim hati, biasanya peningkatan AST
<10 kali kadar normal. Apabila obstruksi ekstrahepatik terjadi secara
akut maka AST akan sangat meningkat ≥10 kali kadar normal dan
menurun setelah 72 jam. Sedangkan alanin aminotransferase (ALT)
meningkat pada obstruksi intrahepatik, namun terkadang AST juga ikut
meningkat. Peningkatan ALT dan AST secara bersamaan terjadi pada
pasien dengan hepatitis dan drug-induced liver damage. Pasien dengan
penyakit hati alkohol, sirosis, dan metastase ke hati, kadar AST lebih
meningkat dibandingkan dengan ALT.
Enzim GGT (γ-Glutamiltransferase) terutama terdapat di hati,
ginjal, dan pankreas. Enzim ini diperiksa untuk menentukan disfungsi
sel hati dan mendeteksi penyakit hati yang diinduksi alkohol. Aktivitas
GGT meningkat pada semua bentuk penyakit hati.
Perbaikan waktu protrombin setelah pemberian vitamin K
mengarah kepada adanya bendungan ekstrahepatik, namun
hepatoselular juga dapat berespon. Ditemukannya antibodi terhadap
antimitokondria mendukung kemungkinan sirosis bilier primer. Pada
pemeriksaan urin, normalnya tidak ditemukan bilirubin, apabila
ditemukan bilirubin urin dan pasien melihat urin berwarna gelap atau
seperti teh pekat, menunjukaan adanya ikterus obstruktif atau kelainan
hepatoselular.
2. Rontgen
Pemeriksaan rontgen abdomen dapat menunjukkan adanya batu
empedu.
3. Sonografi abdomen, CT Scan, dan MRI (MRCP)
Pada sonografi abdomen, CT Scan, dan MRI (MRCP)
memperlihatkan adanya pelebaran saluran bilier, yang menunjukkan
adanya sumbatan mekanik, walaupun jika tidak ada tidak selalu berarti
sumbatan intrahepatik, terutama dalam keadaan masih akut.
Lesi di pankreas dapat dilihat dengan CT Scan. Endoscopic
Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP) dapat melihat secara
langsung saluran bilier dan sangat bermanfaat untuk menetapkan
sumbatan ekstrahepatik. Percutaneous Transhepatic Cholangigraphy
(PTC) dapat pula digunakan untuk tujuan yang sama. Kedua cara
tersebut mempunyai potensi terapeutik. ERCP bersifat invasif dan
dapat menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang dapat
berakibat fatal.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP)
merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan
zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. MRCP cocok untuk
mendignosis batu saluran empedu. Studi terkini MRCP menunjukkan
nilai sensivisitas antara 91-100%, nilai spesivisitas antara 92-100% dan
nilai prediktif positif antara 93-100% pada keadaan dengan dugaan batu
saluran empedu. Nilai diagnostik MRCP yang tinggi membuat teknik
ini makin sering dikerjakan untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran
empedu khususnya pada pasien dengan kemungkinan kecil
mengandung batu. Selain itu cara ini bersifat non invasif, namun bukan
merupakan modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada
operator.
4. Ultrasonografi (USG)
Umumnya batu kandung empedu dapat dipastikan dengan
ultrasonografi . USG merupakan pilihan pertama untuk mendiagnosis
batu kandung empedu dengan sensivisitas tinggi melebihi 95%
sedangkan untuk mendeteksi batu saluran empedu sensivisitasnya
relatif rendah berkisar antara 18-74%, namun nilai diagnosis USG
rendah pada pasien dengan obesitas. Endoscopic Ultrasonography
(EUS) mempunyai sensitivitas yang tinggi (97%) dalam mendeteksi
batu saluran empedu dibandingkan dengan USG transabdominal.
5. EUS
EUS merupakan suatu metode pemeriksaan dengan memakai
instrumen gastroskop dengan echoprobe di ujung skop yang dapat terus
berputar. Dibandingkan dengan USG transabdominal, EUS
memberikan gambaran pencitraan yang jauh lebih jelas sebab
echoprobe-nya diletakkan di dekat organ yang diperiksa. Teknik
pencitraan ini belum banyak diikuti oleh praktisi kedokteran di
Indonesia sebab hal ini berhubungan dengan masalah latihan,
pengalaman, dan ketersediaan instrumen EUS.
6. Biopsi Hati
Biopsi hati akan menjelaskan diagnosis pada kolestasis
intrahepatik. Walaupun demikian dapat timbul juga kesalahan,
terutama jika penilaian dilakukan oleh orang yang kurang
berpengalaman. Umumnya biopsi aman pada kasus kolestasis, namun
berbahaya pada keadaan obtruksi ekstrahepatik yang berkepanjangan,
karenanya harus disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan
sebelum biopsi dilakukan.
G. Colaborative Management
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut
biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak.Suplemen
bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu
skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat
menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa
lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk
gas, roti, kopi atau teh. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk
terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi
terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala
gastrointestinal ringan.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat
(chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu
empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun
dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan dengan asam
kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan dapat
diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk mendapatkan efek
yang sama.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah
empedu.
c. Pelarutan Batu Empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu
empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion
atau Metal Tertier Butil Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini :
melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke
dalam kandung empedu; melaui selang atau drain yang dimasukan
melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP
(Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter
bilier transnalas.
d. Pengangkatan Nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan
batu yang belum terangkat pada saat cholesistektomy atau yang
terjepit dalam duktus koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai
jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T-tube atau
lewat fistule yang terbentuk pada saat insersi T-tube, jaring
digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit
dalam duktus koledokus.
e. Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah
batu empedu tanpa pembedahan. Prosedur noninvasif ini
menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock waves)
kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau duktus
koledokus.
f. Litotripsi Intrakorporeal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung
empedu atau duktus koledokus dapat dipecah dengan
menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi
hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan langsung
pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris dikeluarkan dengan
cara irigasi dan aspirasi.
2. Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu
empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung
lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi
kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan
klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat
bilamana kondisi pasien mengharuskannya.
a. Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling
sering dilakukan, di Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani
pembedahan ini setiap tahunnya. Dalam prosedur ini, kandung
empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk
mengeluarkan kandung empedu lewat insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka
tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur
kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas
karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu
pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat
struktur abdomen.
d. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus
koledokus untuk mengeluarkan batu.
e. Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan operasi yang lebih luas atau bila
reaksi infalamasi yang akut membuat system bilier tidak jelas.
(Smeltzer & Bare, 2002 ).
H. Nursing Care Management
a. Nyeri akut

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan jaringan  pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 comfort level kualitas dan faktor presipitasi
DS: Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
DO: hasil: menemukan dukungan
- Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
- Tingkah laku berhati-hati mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
capek, sulit atau gerakan kacau,  Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
menyeringai) menggunakan manajemen nyeri intervensi
- Terfokus pada diri sendiri  Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
- Fokus menyempit (penurunan frekuensi dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
persepsi waktu, kerusakan proses  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
berpikir, penurunan interaksi dengan berkurang  Tingkatkan istirahat
orang dan lingkungan)  Tanda vital dalam rentang normal  Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-  Tidak mengalami gangguan tidur nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
jalan, menemui orang lain dan/atau antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
- Respon autonom (seperti diaphoresis, analgesik pertama kali
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

b. Kurang pengetahuan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan : keterbatasan  Kowlwdge : disease process  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
kognitif, interpretasi terhadap informasi  Kowledge : health Behavior  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
yang salah, kurangnya keinginan untuk Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
mencari informasi, tidak mengetahui …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang dengan cara yang tepat.
sumber-sumber informasi. proses penyakit dengan kriteria hasil:  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman pada penyakit, dengan cara yang tepat
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
DS: Menyatakan secara verbal adanya program pengobatan tepat
masalah  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
DO: ketidakakuratan mengikuti prosedur yang dijelaskan secara benar yang tepat
instruksi, perilaku tidak sesuai  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya
 Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC:  Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy of nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food and Fluid Intake jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk memasukkan c. Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
atau mencerna nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan tindakan keperawatan serat untuk mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau ekonomi. selama….nutrisi kurang teratasi dengan  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
DS: indikator: harian.
- Nyeri abdomen  Albumin serum  Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Muntah  Pre albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
- Kejang perut  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
- Rasa penuh tiba-tiba setelah makan  Hemoglobin jam makan
DO:  Total iron binding capacity  Monitor turgor kulit
- Diare  Jumlah limfosit  Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb
- Rontok rambut yang berlebih dan kadar Ht
- Kurang nafsu makan  Monitor mual dan muntah
- Bising usus berlebih  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
- Konjungtiva pucat konjungtiva
- Denyut nadi lemah  Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

d. Kerusakan integritas kulit

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Eksternal : Wound Healing : primer dan sekunder longgar
- Hipertermia atau hipotermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hindari kerutan pada tempat tidur
- Substansi kimia selama….. kerusakan integritas kulit pasien Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Kelembaban teratasi dengan kriteria hasil: Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
- Faktor mekanik (misalnya : alat yang  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan jam sekali
dapat menimbulkan luka, tekanan, (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, Monitor kulit akan adanya kemerahan
restraint) pigmentasi) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
- Immobilitas fisik  Tidak ada luka/lesi pada kulit yang tertekan
- Radiasi  Perfusi jaringan baik Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Usia yang ekstrim Monitor status nutrisi pasien
- Kelembaban kulit  Menunjukkan pemahaman dalam proses Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Obat-obatan perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
Internal : sedera berulang tekanan
- Perubahan status metabolik  Mampu melindungi kulit dan Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
- Tonjolan tulang mempertahankan kelembaban kulit dan karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
- Defisit imunologi perawatan alami nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
- Berhubungan dengan dengan  Menunjukkan terjadinya proses Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan
perkembangan penyembuhan luka luka
- Perubahan sensasi Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
- Perubahan status nutrisi (obesitas, Cegah kontaminasi feses dan urin
kekurusan) Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
- Perubahan status cairan Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
- Perubahan turgor (elastisitas kulit)

DO:
- Gangguan pada bagian tubuh
- Kerusakan lapisa kulit (dermis)
- Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
e. Resiko infeksi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif  Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
- Kerusakan jaringan dan peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan
paparan lingkungan selama…… pasien tidak mengalami infeksi  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
- Malnutrisi dengan kriteria hasil: pelindung
- Peningkatan paparan lingkungan  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
patogen  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah petunjuk umum
- Imonusupresi timbulnya infeksi  Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
- Tidak adekuat pertahanan sekunder  Jumlah leukosit dalam batas normal infeksi kandung kencing
(penurunan Hb, Leukopenia,  Menunjukkan perilaku hidup sehat  Tingkatkan intake nutrisi
penekanan respon inflamasi)  Status imun, gastrointestinal, genitourinaria  Berikan terapi antibiotik:.................................
- Penyakit kronik dalam batas normal  Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Imunosupresi  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi  Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
- Pertahan primer tidak adekuat kemerahan, panas, drainase
(kerusakan kulit, trauma jaringan,  Monitor adanya luka
gangguan peristaltik)  Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
BAB III
STUDI KASUS

A. Assesment
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn. K
No. RM : 40 53 XX
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl. MRS : 23 Oktober 2018
Tgl. Pengkajian : 23 Oktober 2018
Alamat : Jl. Belitung darat
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan Terakhir: SLTA
Pekerjaan : TNI
Diagnosa medis : Obstruktive Jaundice
Dokter yang merawat : dr. Anton Purnomo Sp. PD

KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Nyeri ulu hati
Saat Pengkajian : Klien mengatakan “masih nyeri ulu hati” P : ulu hati, Q : seperti di tusuk-tusuk,

R : menjalar hingga kebelakang, S : 4-5 (nyeri sedang), T : hilang timbul.

A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien mengeluh nyeri ulu hati, badan
gatal-gatal, mual, lemas, nafsu makan menurun, mata dan seluruh tubuh berwarna kuning.
Pada tanggal 23-10-2018 pukul 02.00 wita klien dibawa ke UGD RSUD Dr.Moch Ansari
oleh istri dengan keluhan nyeri ulu hati, mual, lemas, badan gatal-gatal, mata dan seluruh
tubuh kuning di IGD didapatkan hasil TTV: T: 360C, P: 80 x/menit, R: 20 x/menit, BP:
120/70 mmHg dengan diagnosa sementara obstruktive jaundice dan dipasang terapi infus
RL 20 tpm. Pada saat pengkajian tanggal 23-10-2018 pukul 09.00 wita ditemukan data klien
mengeluh nyeri ulu hati, mual, nafsu makan menurun, badan gatal-gatal, mata dan seluruh
badan kuning, kesadaran compos mentis, GCS E4 V5 M6, TTV: T: 36,50C, P: 82 x/menit,
R: 21 x/menit, BP: 120/80 mmHg, tampak mata dan seluruh tubuh kuning.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien mengatakan ±1 bulan yang lalu pernah dirawat dirumah sakit TPT dengan keluhan
nyeri ulu hati, badan lemas, mata dan seluruh tubuh kuning, nafsu makan berkurang, dan
seuruh tubuh gatal-gatal.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan tidak ada menderita penyakit serupa, tidak ada yang menderita penyakit
menular seperti TB paru, hepatitis dan tidak ada penyakit keturunan seperti diabetes,
hipertensi, dan asma.
Genogram :

Tn. K

Keterangan :
: Laki-laki : Garis perkawinan
: Perempuan : Tinggal serumah
/ : Sudah meninggal : Garis keturunan
: Klien
4. Riwayat Sosial
Klien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai anggota TNI, klien dapat bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar, tentangga klien dan teman-teman sejawatnya, tampak juga
teman-temannya sering mengunjunginya saat di Rumah Sakit
B. KEADAAN UMUM
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Scale Coma Glosgow : E4 V5 M6
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 80 x/menit
c. Pernapasan : 21 x/menit
d. Suhu : 36,50 C

C. PEMERIKSAAN FISIK
Area
No. Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan
1 Kulit dan Kepala I : Struktur kepala simetris, kulit kepala bersih, tidak ada luka atau lesi,
rambut berwarna hitam, rambut merata dan terlihat tipis.
P : Massa abnormal tidak ada, nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada

2 Mata I : Mata kiri dan kanan simetris, konjungtiva anemis, sklera ikterik,
palpebra tidak ada luka atau lesi, pupil isokor, reaksi terhadap cahaya
miosis, tidak ada gangguan penglihatan, dapat melihat dalam jarak ± 5
meter.
3 Hidung I : Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada luka maupun lesi.
Fungsi penciuman normal, dapat membedakan bau minyak kayu putih
dan parfum.

4 Bibir dan Mulut I : Mukosa mulut kering, lidah dan mulut bersih, jumlah gigi lengkap,
tidak ada peradangan, tidak ada luka atau lesi.
Fungsi pengecapan baik, mampu merasakan rasa asin, manis, pahit dan
asam.
5 Telinga I : Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada sekret di telinga, tidak ada
serumen, tidak ada perdarahan dan peradangan, fungsi pendengaran baik.
P : Tidak ada nyeri tekan
6 Leher I : Tidak ada luka atau lesi, tidak ada deviasi trakea.
P : tidak teraba adanya masa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

7 Dada I : Bentuk dada normal, kondisi kulit bersih, tidak ada luka atau lesi, tidak
ada tanda-tanda peradangan, ekspansi dinding dada simetris.
P : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa abnormal (-), ictus cordis teraba.
Taktil premitus teraba kiri dan kanan.
P : Jantung pekak, bunyi jantung normal, paru sonor.
A : Suara jantung lup dup, suara nafas vesikuler,

8 Axilla I : Axilla terlihat bersih, tidak ada luka atau lesi, tidak ada peradangan dan
perdarahan.
P : Tidak teraba massa abnormal dan tidak ada nyeri tekan.

9 Abdomen I : Bentuk abdomen normal, tidak ada luka atau lesi, tidak ada perdarahan
dan peradangan,
A : Bising usus 12 x/menit
P : Thympani
P : Tidak teraba massa abnormal, tidak ada edema dan tidak ada nyeri
tekan.

10 Genetalia dan Klien mengatakan tidak ada riwayat hemoroid atau gangguan anus
Anus lainnya, tidak ada kelainan genetalia, pasien berjenis kelamin laki-laki.
11 Ektremitas atas I : Ekstremitas atas (kiri dan kanan simetris), ekstremitas bawah (kiri dan
dan bawah kanan simetris), tidak ada luka atau lesi dan lebam.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada kekakuan otot, akral teraba hangat.
P : Refleks patella kiri (+) Kanan (+), Babinski kiri (+) kanan (+)
Skala otot:
5 5
5 5

D. PENGKAJIAN 11 POLA KESEHATAN GORDON


1. Persepsi Terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan kesehatan itu sangat penting, di temppat kerja klien selalu berolahraga
setiap pagi, akan tetapi klien bersama teman-temannya selalu join dalam makan maupun
minum.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini hanya pasrah tetap berusaha dan berdoa, meski belum
mengetahui penyakit sebenarnya yang diderita klien.
Masalah : .................................................................................................................................

2. Pola Aktivitas dan Latihan


NO AKTIVITAS SKOR
1 Makan/Minum 0
2 Mandi 0
3 Berpakaian/Berdandan 0
4 Toileting 0
5 Berpindah 0
6 Berjalan 0
7 Naik tangga 0
Keterangan :
0 = mandiri
1 = alat bantu
2 = dibantu orang lain/pengawasan
3 = dibantu orang lain, pengawasan, dan alat bantu
4 = tidak mampu
Alat bantu : tongkat/ splint/ brace/ kursi roda/ pispot/ walker/ kacamata/ dan lain-lain :
Masalah : ............................................................................................................................

3. Pola Istirahat dan Tidur


a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan sebelum sakit tidak pernah mengalami kesulitan tidur, klien tidur
malam dari jam 22.00 – 05.00 sedangkan tidur siang ± 1-2 jam.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini mengalami kesulitan tidur baik siang maupun malam karena
gatal diseluruh tubuh.

Masalah : .................................................................................................................................

4. Pola Nutrisi
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan makan teratur 3 x sehari dengan porsi 1 piring nasi habis dengan
komposisi makanan: nasi, lauk dan sayur, klien juga suka makanan yang berlemak, dan
makanan yang dibakar seperti ikan bakar, ayam bakar,sate, dll. Klien minum air putih ±
1- 2 botol air mineral yang besar (± 1500 ml) /hari.
BB : 78 ; TB: 165; IMT :

b. Keadaan Saat Ini


Klien mengatakan saat ini nafsu makan berkurang, makanan yang diberikan oleh RS tidak
habis hanya 5 sendok makan dan kadang hanya makan biskuit saja. sedangkan minum air
putih ± 1 botol air mineral yang besar (± 1500 ml).
BB : 67 ; TB: 165; IMT :

Masalah : .................................................................................................................................
5. Pola Eliminasi
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan tidak ada keluhan saat BAB/BAK. BAB lancar 1 kali sehari setiap
pagi dengan konsistensi lembek, berwarna kuning sedangkan BAK lancar 4-5 kali sehari
tergantung pada banyaknya minum, berwarna kuning bening.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini BAB masih lancar 1 kali sehari setiap pagi dengan konsistensi
lembek berwarna kuning sedangkan BAK tergantung dari banyaknya minum air putih
berwarna kuning pekat dan urin berbau pesing.
Masalah : .................................................................................................................................
6. Pola Kognitif – Perceptual
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mampu menunjukkan alamat tempat tinggalnya, mengenali hari, tanggal, bulan,
dan tahun. Klien mampu menyampaikan pendapatnya kepada orang sekitar, tetangga,
anak-anaknya dan seluruh keluarganya.

b. Keadaan Saat Ini


Klien mampu mengatakan bahwa klien berada dirumah sakit saat ini, klien mampu
menyampaikan keluhan yang dirasakan klien saat ini. Klien tampak kooperatif.

Masalah : .................................................................................................................................

7. Pola Konsep Diri


a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien adalah seorang suami dan seorang ayah, klien mampu menjalankan tanggung
jawabnya sebagai seorang suami dan menjalankan perannya sebagai seorang ayah.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini memikirkan tentang penyakitnya, dan tidak mampu
menjalankan peran serta tanggung jawabnya sebagai suami dan seorang ayah bagi
anaknya.
Masalah : .................................................................................................................................

8. Pola Koping
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan saat stres dan banyak masalah klien selalu bercerita dengan istri , anak
dan teman terdekat yang sangat dipercaya oleh klien.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini tidak banyak yang dipikirkan selain berharap cepat sembuh
dari sakitnya.
Masalah : .................................................................................................................................
9. Pola Seksualitas – Reproduksi
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan masih aktif melakukan hubungan seksual dengan istrinya dan tidak
ada keluhan atau masalah apapun.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini untuk sementara tidak melakukan hubungan suami istri karena
dalam keadaan sakit.
Masalah
10. Peran – Hubungan
a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien mengatakan hubungan klien dengan istri harmonis, dengan anak-anaknya juga
harmonis. Hubungan klien dengan keluarga, teman, orang sekitar dan tetangga.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan hubungan dengan istri masih sangat baik, tampak istri selalu menjaga
dan merawat klien, teman sejawatnya pun sering menjenguk klien.
Masalah : .................................................................................................................................

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


a. Keadaan Sebelum Sakit
Klien beragama islam, klien menjalankan kewajiban sholat 5 waktu, klien mengatakan
sholat itu sangat penting karena dengan sholat pikiran menjadi tenang.
b. Keadaan Saat Ini
Klien mengatakan saat ini hanya bisa berdoa memohon kesembuhan dari sakitnya dengan
berdoa klien merasa tenang dan berserah akan penyakitnya.
Masalah : .................................................................................................................................

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nama : Tn. K Tanggal : 23 Oktober 2018

KIMIA KLINIK
NO PARAMETER METODE HASIL NILAI RUJUKAN
1 Blood Urea Kinetics UV Test 30,7 mg/dl 10,0 -50,0 mg/dl
2 Creatinine Jaffe Reaction 1,3 mg/dl Lk.07 – 1,2 Pr.0,6 –
1,0 mg/dl
3 Aspartat Transaminase IFCC Opt.370C 40 U/L Lk. 10 -37/Pr 8 -31
(GOT) U/l
4 Alanin Transaminase IFCC Opt. 370C 27 U/L Lk. 12 -40/Pr. 10 –
(GPT) 32 U/l
5 Bilirubin Total Jendrassik Groff 27,67 mg/dl Up to 1,00 mg/dl
6 Bilirubin Direct Schellong Wende 12,83 mg/dl Up to 0,25 mg/dl
7 Bilirubin Indirect Jend-schellong 14,84 mg/dl Up to 0,75 mg/dl

Tanggal : 25 Oktober 2018


Pemeriksaan : MSCT ABDOMEN KONTRAS
Hepar : ukuran AP 15, 18 cm, sudut tumpul, tepi reguler, deositas parenkim homogen, sistem
porta vaskuler tidak melebar, tampak dilatasi IHBD D-S nodul kista (-).
Gall Bladder : ukuran 10,22 x 3,97 cm, dinding tidak menebal, batu/sludge (-).
Tampak dilatasi CBD diameter 2,16 cm.
Pancreas : ukuran caput pancreas membesar membentuk massa solid inhomogen, batas tidak
tegas ukuran 4,3 x 4,29 x 5,43 cm dengan kontras menyangat, tampak dilatasi ductus
pancreaticus.
Lien : ukuran normal, tepi tajam regular, deositas parenkim homogen, nodul kista (-).
Ren D.S : ukuran normal, densitas cortex homogen, sistem pelviocalicas tidak melebar, batu
kista (-), fungsi sekresi baik.
Vesica urinaria : mukosa reguler, tidak tampak batu massa.
Prostat : ukuran normal, densitas parenkim homogen, kalsifikasi (-).
Kesimpulan:
Massa caput pancreas disertai obstructive billen
Hydrops gall bladder
Hepatomegali
TERAPI SAAT INI
Nama Obat, Frekuensi
Pemberian, Dosis, Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Cara Kerja Obat Konsiderasi Perawat
Cara Pemberian
Hepa Q 3 x 1 (oral) Meningkatkan kerja Ibu hamil dan Mual, muntah, diare Merupakan produk obat - Prinsip 12 benar
fungsi hati menyusui, epilepsi, dengan kandungan pemberian obat
hipertensi menahun, pyridam yang berfungsi - Observasi efek
tekanan intrakranial untuk meningkatkan samping
yang tinggi kinerja fungsi hati - Sarankan pasien
minum air putih
Hepamax 3 x 1 ( oral) Mematenkan kesehatan Epilepsi, ibu hamil dan Diare, mual, muntah Dengan memperbaiki - Prinsip 12 benar
fungsi hati, antioksidan menyusui, hipertensi kerusakan dinding sel pemberian obat
menahun, tekanan hati, precursor kolin yang - Observasi efek
intrakranial berperan dalam samping
pembentukan - Sarankan pasien
neurotransmiter dan minum air putih`
berbagai proses
metabolisme.
Ondansentron 3 x 4 mg Pencegahan mual dan Hipersensitivitas, Sakit kepala, Ondansetron bekerja
muntah sindroma perpanjangan konstipasi, kejang, sebagai antagonis selektif - Prinsip 12 benar
(injeksi)
interval bawaan. aritmia, nyeri dada dan bersifat kompetitif pemberian obat
pada reseptor 5HT3, - Observasi efek
dengan cara menghambat smping
aktivasi aferen-aferen - TTV
vagal sehingga menekan - Pemberian secara
terjadinya refleks pelan-pelan
muntah.
Nama Obat, Frekuensi
Pemberian, Dosis, Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Cara Kerja Obat Konsiderasi Perawat
Cara Pemberian
Omeprazole 2 x 1 Nyeri ulu hati, tukak Hipersensitivitas sama Mual, muntah, diare, Meskipun demikian yang - Prinsip 12 benar
lambung, mengurangi omeprazole kembung, ruam kulit, saat ini sudah diketahui pemberian obat
(injeksi)
produksi asam lambung adalah bahwa - Observasi efek
Ondansetron bekerja smping
sebagai antagonis selektif - TTV
dan bersifat kompetitif - Pemberian secara
pada reseptor 5HT3, pelan-pelan
dengan cara menghambat
aktivasi aferen-aferen
vagal sehingga menekan
terjadinya refleks muntah

Urdafalk 2 x 1 - Membantu - Hipersensitif - Diare, Feses Mengubah preciptate - Prinsip 12 benar


mengobati sirosis terhadap lembek, Nyeri kolerstrol menjadi pemberian obat
bilier primer atau Ursodeoxycholic abdomen bagian kolestrol yang mudah - Observasi efek
peradangan saluran Acid, Peradangan atas pengerasan larut sehingga smping
empedu. akut saluran jaringan hati, mengalami disolusi - TTV
- Kelainan empedu, Okulasi gangguan fungsi (mencari) dengan jalan - Pemberian secara
meransang pembentukan pelan-pelan
hepatobiliar saluran empedu, hati parah,
lapisan cair lecithin
(kelaianan hati dan Radang usus, Pengerasan batu kolestrol pada
empedu) yang Kondisi hati dan empedu karena permukaan batu.
berhubungan usus menganggu penumpukan
dengan fibrosis resirkulasi cairan kalsium, Ruam
kistik pada anak empedu, Gangguan (ulticaliar)
usia 6 tahun sampai fungsi hati akut dan
kurang dari 18 kronis.
tahun.
B. Analisa Data
DATA MASALAH ETIOLOGI

Data Subjektif : Nyeri Akut Agen Cidera Biologis

Pasien mengatakan nyeri ulu

hati

P : ulu hati

Q : seperti di tusuk-tusuk

R : menjalar hingga

kebelakang

S : 4-5 (nyeri sedang)

T : hilang timbul

Data Objektif :

1. Kesadaran : compos

mentis

2. Pasien tampak meringis

3. Skala nyeri 4-5 (nyeri

sedang)

4. Nyeri tekan (+)

5. TTV :

T : 36,5

P : 80 x/menit

R : 21 x/menit

BP : 120/80 mmHg

Data Subjektif : Kerusakan Integritas Kulit Gangguan Metabolisme

Pasien mengatakan gatal-

gatal diseluruh tubuh


Data Objektif :

1. Warna kulit seluruh tubuh

tampak kuning

2. Pasien tampak

menggaruk-garuk

3. Tampak ada luka bekas

garukan

4. Pruritus (+)

Data Subjektif : Mual Rasa makanan/minuman

Pasien mengatakan saat yang tidak enak

mencium bau nasi selalu

merasa mual

Data Objektif : -

1. Mukosa bibir kering

2. Bibir tampak pucat

3. Mual (+)
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
3. Mual berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian

Keluhan utama pada pasien obstruksi joundis adalah Nyeri ulu hati sedangkan pada kasus

ditemukan keluhan utama pasien adalah nyeri ulu hati dan mual, gatal-gatal.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruktif

joundis antara lain : Nyeri akut, kerusakan integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh, resiko infeksi, dan kurang pengetahuan sedangkan pada kasus ditemukan

diagnosa keperawatan : Nyeri Akut berhubungan dengan cidera biologis, Kerusakan Integritas

Kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme, Anxietas berhubungan dengan Stressor, Mual

berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak dan insomnia berhubungan dengan

ketidaknyamanan fisik.

Pada kasus tidak ditemukan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh karena tidak terdapat tanda-tanda penurunan BB yang signifikan dan hasil perhitungan IMT

normal, tidak ada tanda-tanda kekurangan gizi, serta intake pasien meski berkurang karena

ketidaktertarikan terhadap nasi, namun masih mencukupi dengan makanan pengganti seperti

biskuit dan roti.

Pada kasus tidak ditemukan masalah resiko infeksi karena tidak terdapat tanda-tanda akan

terjadinya infeksi, meski terdapat bekas luka garukan tetapi tidak begitu beresiko untuk terjadinya

infeksi, karena pasien selalu menjaga kebersihan kulit dan tubuhnya.

Pada kasus tidak ditemukan masalah kurang pengetahuan karena tidak ada data yang

mendukung untuk masalah tersebut, pasien juga tidak menunjukan tanda-tanda kurang

pengetahuan karena dokter menjelaskan sangan jelas tentang penyakit pasien dan begitu banyak

literatur yang mendukung untuk pengetahuan pasien. Selain itu pasien juga tampak kooperatif

untuk bertanya kepada dokter dan perawat, dan juga tidak menunjukan ekspresi bingung.
C. Intervensi ( rasionalnya dan analisa)

1. Nyeri Akut berhubungan dengan cidera biologis

a. Kaji karakteristik nyeri dan skala penilaian nyeri untuk membantu mengobservasi
tindakan yang sudah dilakukan apakah penanganan dapat memenuhi kebutuhan
pasien dalam mengurangi nyeri
b. Berikan posisi yang nyaman untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan
untuk mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh sehingga pasien dapat
merasa nyaman dan nyeri berkurang.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas yang tenang. Lingkungan yang tenang
dan nyaman dapat mengurangi faktor penyebab yang dapat memperparah nyeri.
d. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi, untuk membantu pasien mengalihkan
perhatian dari rasa nyeri saat nyeri muncul dan membantu pasien untuk rileks.
e. Kolaborasi pemberian obat antasida untuk membantu mengurangi nyeri ulu hati
2. Mual berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak

a. Lakukan pengkajian mual untuk Mengidentifikasi keefektifan intervensi yang

diberikan

b. Anjurkan pasien menjaga kebersihan mulut secara rutin untuk membersihkan mulut

dan meminimalkan rasa tidak enak, sehingga memacu nafsu makan.

c. Anjurkan makan sedikit tetapi sering untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
d. Ganti jenis makanan dengan makanan yang klien sukai seusai dengan indikasi untuk

membantu meningkatkan nafsu makan klien.

e. Berikan edukasi istirahat dan tidur yang adekuat untuk menghindari efek mual

f. Kolaborasi dengan dokter pemberian antimietik untuk mengatasi masalah mual

3. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme

a. Inspeksi kulit pasien setiap pergantian tugas jaga untuk menunjukan keefektifan

program perawatan kulit

b. Pertahankan kondisi lingkungan yang nyaman, seperti suhu ruangan dan ventilasi,

karena lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan kesejahteraan pasien

c. Anjurkan Pasien untuk tidak menggaruk untuk mencegah terjadinya cidera pada kulit
d. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang kondisi kulitnya, untuk
meningkatkan koping pasien
e. Anjurkan pasien untuk tetap memendekkan kuku untuk menghindari terjadinya luka
saat digaruk
f. Anjurkan pasien banyak minum lebih dari 2 liter perhari untuk mencegah kulit kering

dan dehidrasi. Kulit kering dan dehidrasi dapat memperparah kerusakan kulit.

4. Mual berhubungan dengan

D. Implementasi (intervensi yg tidak dilakukan + analisa)

Setelah rencana tindakan keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan.

Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan pada

pasien Tn.K dengan diagnosa Obstruktif joundis di Ruang Kumala lantai III RSUD

Dr.H.Moch.Anshari Saleh Banjarmasin. Dengan menerapkan penegetahuan klinik yang dimiliki

penulis berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait seluruh

perencanaan tindakan yang telah dibuat terlaksana dengan baik.

E. Evaluasi ( evaluasi tindakan teratasi atau tidak teratasi, kenapa)

Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam proses
keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang akan menunjukkan
apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta
menentukan masalah apa yang perlu di kaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali.
Pada tahap evaluasi yang penulis lakukan pada pasien Tn.K dengan diagnosa medis Obstruksi
Joundis di ruangan Kumala lantai III RSUD Dr. H. Moch. Anshari Saleh Banjarmasin adalah melihat
apakah masalah yang telah diatasi sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan. Pada tanggal 25
Oktober 2018 diagnosa keperawatan (1) Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis . Pengkajian
nyeri P : ulu hati, Q : nyeri yang dirasakan terasa seperti ditusuk-tusuk, R : ulu hati sampai
kebelakang, S : skala nyeri pasien 2 dari 0-10, T : hilang timbul. Kadang timbul berbaring
terlentang. (2) Mual berhubungan dengan Rasa makanan/minuman yang tidak enak. Pasien
mengatakan sudah tidak terlalu mual saat mencium bau makanan. Teratasi sepenuhnya dengan
kriteria pasien menyatakan mual sudah berkurang, nutrisi adekuat dan turgor pasien baik (3)
Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme. Pasien mengatakan gatal-
gatal seluruh tubuh masih, pruritus (+), tampak luka bekas garukan, warna kulit seluruh tubuh
kuning. Kerusakan integritas kulit belum teratasi kadar bilirubin dalam darahpun masih tingg
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Obstruksi jaundice adalah akibat adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu
dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena
trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di
dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar
tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar
menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab
sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan
striktur sfingter papila vater. pada tanggal 30 Oktober 2018 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
:

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan mewancarai klien atau keluarga klien tentang keluhan-keluhan
serta semua data yang berhubungan dengan klien, observasi tanda dan gejala yang dialami klien
meliputi yang dapat dilihat, pemeriksaan fisik dari semua temuan klinis pada klien.
Berdasarakan pengkajian ditemukan data, Pasien mengatakan, masih merasa nyeri ulu hati
dikepala, terasa merenyut, pusing, kadang hilang, kadang timbul sendiri, Pengkajian nyeri:
P : ulu hati
Q : seperti ditusuk tusuk
R : menjalar sampai ke belakang
S : skala nyeri pasien 2 (ringan)
T : hilang timbul
Klien mengatakan sering merasa mual tanpa sebab apalagi saat sedang makan, TTV : TTV: T:
36,50C, P: 82 x/menit, R: 21 x/menit, BP: 120/80 mmHg
2. Diagnosa keperawatan
Setelah data dikumpulkan dan analisa, maka didapat diagnosa keperawatan yang
muncul berdasarkan data yang ditemukan pada Tn.K yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
c. Mual berhubungan dengan rasa makanan atau minuman tidak enak
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa menentukan diagnosa pada klien
dengan obstruksi jaundice tidak dapat selalu difokuskan kepada landasan teori, walaupun klien
mendapatkan masalah kesehatan yang sama akan tetapi manusia mempunyai respon berbeda-
beda terhadap tubuhnya.
3. Perencanaan
Penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan prioritas maupun resiko yang
muncul dari masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang dibuat. Untuk mengatasi
obstruksi jaundice intervensi yang diharapkan adalah, klien tidak mengeluh nyeri ulu hati, kulit
gatal gatal, mual dan nafsu makan menurun, susah tidur , gelisah untuk mengatasi nyeri ulu hati
menganjurkan klien tekhnik relaksasi dan distraksi dan kolaborasi untuk pemberian obat
antiemesis.
4. Pelaksanaan
Penulis mengimplementasikan rencana tindakan yang dilakukan kepada klien pada hari
pertama. Penulis melaksanakan tindakan keperawatan kepada klien sesuai dengan masalah yang
dirasakan klien pada saat ini. Hal ini dilakukan karena manusia mempunyai respon yang berbeda-
beda. Pelaksanaan tindakan keperawatan untuk hari perkembangan pertama berjalan dengan
baik, klien mengikuti setiap instruksi maupun prosedur yang diberikan oleh perawat sesuai
standar keperawatan dan klien menerima dengan baik terapi yang diberikan.
5. Evaluasi
Tahap akhir dari asuhan keperawatan yang penulis lakukan adalah evaluasi, yang juga
dituliskan dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk mendokumentasi keadaan klien
baik berupa kemajuan maupun kemunduran kesehatan klien.
B. SARAN
1. Bagi Klien Dan Keluarga
Diharapkan kepada klien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien, keluarga juga
biasa melihat sendiri cara-cara perawatan klien dan bisa melakukan sendiri bila pulang kerumah
karena untuk melakukan perawatan memerlukan keterampilan dan kesabaran.
2. Bagi Pihak Rumah Sakit Suaka Insan
Diharapkan mampu memberikan mutu pelayanan yang optimal dan meningkatkan sumber daya
manusia serta mengembangkan ilmu, wawasan dan pengetahuan seperti seminar tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan obstruksi jaundice dan pendidikan berkelanjutan bagi perawat
agar lebih memahami tentang asuhan keperawatan klien dengan obstruksi jaundice.
3. Bagi Pihak Institusi STIKES Suaka Insan
Diharapkan bagi pihak institusi STIKES Suaka Insan menambah buku-buku di perpustakaan
tentang asuhan keperawatan dengan kasus obstruksi jaundice yang terbaru.
4. Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawan pada
klien obstruksi jaundice sehingga siap ketika menemukan masalah yang bersangkutan dengan
klien obstruksi jaundice. Mahasiswa tidak selalu harus belajar dari teori akan tetapi pengalaman
adalah guru yang sangat berharga ketika mahasiswa berada pada lahan praktik klinis karena
dengan hal itu mahasiswa mampu meningkatkan pelayanan secara holistic dan komperhensif.

Anda mungkin juga menyukai