REFERAT
SINDROM MARFAN
DISUSUN OLEH :
Venia Endah Tamara
406172065
PEMBIMBING :
dr.Irastri Anggraini, Sp.M
Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmat-Nya kepada penulis
sehingga referat dengan judul “Sindrom Marfan” ini dapat selesai dengan baik.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang, periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018.
Dalam referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama dari
berbagai pihak.Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. dr. Irastri Anggraini, Sp.M, selaku pembimbing dalam penulisan referat ini.
2. Rekan – rekan anggota kepaniteraan klinik baik dari UNTAR, Unisula dan
Trisakti di bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang,
periode 17 September 2018 – 21 Oktober 2018.
Penulis menyadari bahwa referat yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan
karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat bermanfaat demi kesempurnaan referat ini. Akhir
kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
2.1 DEFINISI
2.2 ANATOMI
Sindrom marfan melibatkan beberapa organ, termasuk mata. Oleh karena
itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang mata. Mata merupakan salah
satu indra yang paling berharga. Tiap kondisi yang mengancam penglihatan
harus kita anggap sebagai darurat. Mata terdiri dari :
Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior ( kornea) dan opak di
posterior (sklera). Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot – otot
ekstraokular melekat pada sklera sementara saraf optik meninggalkan sklera di
posterior melalui lempeng kribiformis.
Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior
mata dan memberi nutrisi pada permukaan dalam retina,
Korpus siliaris terletak di anterior, korpus siliaris mengandung otot
siliaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan
focus mata berubah-ubah. Epitel siliaris mensekresi akueous humor dan
mempertahankan tekanan ocular. Korpus siliaris merupakan tempat perlekatan
iris.
Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus
(zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus silaris.
Sudut yang terbentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi
oleh suatu jaringan sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sclera di luar
jalinan ini, kanal Schlemm mengalirkan akueous humor dari bilik anterior ke
dalam system vena, sehingga terjadi drainase akueous. Daerah ini dinamakan
sudut drainase.
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik
mata anterior. Diantara iris, lensa dan korpus siliar terdapat bilik mata posterior
( yang berbeda dari korpus vitreous). Kedua bilik ini terisi oleh akueous humor.
Diantara lensa dan retina terletak korpus vitreous. Dianterior, konjungtiva akan
berlanjut dari sclera ke bagian bawah kelopak mata atas dan bawah. Satu lapis
jaringan ikat (kapsul tenon) memisah konjungtiva dari sclera dan memanjang ke
belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus..
Di antara bagian-bagian mata tersebut sindrom marfan merupakan suatu
gangguan pada jaringan ikat yang mengenai bagian mata yaitu lensa.
2.2 Insiden
Sindrom marfan dapat terjadi pada pria maupun wanita dengan presentase
yang sama.Semua gen yang diterima dari orang tua masing-masing satu dari
ayah dan ibu hanya satu gen saja dari sepasang gen itu yang terkena sindrom
Marfan maka kemungkinannya 50% dari anak-anaknya akan terwarisi sindrom
yang sama. Kemungkinan ini dapat dijelaskan dari fakta bahwa gen dalam hal
ini merupakan faktor dominan. Sindrom Marfan cukup sering terjadi karena
diidap satu di antara 5.000 populasi sampai 1:10.000.
Gambar 2. Pewarisan sindrom Marfan
2.3 Etiologi
Mutasi nonsense menghasilkan stop kodon dan terkadang menyebabkan
pergeseran kerangka baca. Sindrom Marfan terungkap setelah ditemukannya
abnormalitas genetik pada penderita sindrom Marfan, yaitu pada gene fibrillin
satu (FBN1) yang teletak pada kromosom 15 pada lengan panjang (q) 15q21.1
dan fibrillin dua (FBN2) yang berlokasi pada khromosom 5.
Protein FBN1 yang dihasilkan oleh penderita tidak normal atau kurang dari
jumlah yang seharusnya berkaitan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan
FBN2 menyangkut masalah arachnodactyly dan masalah lensa mata. Fibrillin
adalah salah satu elemen dari matriks ekstra-seluler dan ditemukan diberbagai
jaringan seperti: periosteum di tulang, stroma kornea mata, glomerulus di ginjal,
bronchioli pada paru-paru, ligamentum serta lapisan tunika media dari aorta.
Lebih dari 500 mutasi gen fibrilin telah teridentifikasi. Hampir semua dari
mutasi gen ini sangat khas didapatkan pada individu atau keluarga dengan
sindrom marfan, namun sekitar 30%, merupakan mutasi genetic denovo.
2.4 Patofisiologi
Sindrom marfan terjadi oleh karena adanya mutasi pada gen FBN 1 pada
kromosom 15 yang berperan dalam mengkode glikoprotein fibrillin-1,
komponen matriks ekstraseluler. Protein fibrillin-1 berperan penting dalam
memperbaiki pembentukan matriks ekstraseluler, meliputi biogenesis dan
pertumbuhan serabut-serabut elastin. Matriks ekstraseluler tidak hanya
berperan dalam struktural integritas jaringan ikat tetapi juga sebagai reservoir
untuk faktor pertumbuhan.Serabut-serabut elastin dapat ditemukan pada seluruh
tubuh, namun serabut ini akan lebih banyak ditemukan pada aorta, ligamen, dan
zonula siliaris pada mata.
Peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 600 mutasi FBN1 yang
menyebabkan sindrom Marfan Lebih dari 60% mutasi tersebut merubah satu
dari sekian banyak protein asam amino dalam pementukan fibrilin-1. FBN1
yang termutasi menghasilkan abnormal fibrillin-1 yang tidak dapat menjalankan
fungsi seharusnya. mutasi FBNI mengurangi jumlah fibrilin yang dihasilkan
oleh sel. Alhasil, jumlah fibrilliin-1 yang tersedia tidak cukup untuk
membentuk mikrofibril. Menurunnya produksi mikrofibril akan melemahkan
elastisitas dan menyebabkan aktivasi berlebih dari faktor TGF-beta. Hal itu
akan menjadi penyebab dan gejala sindrom Marfan.5
Bentuk kaki yang panjang dan tangannya melebihi tinggi tubuhnya. Jari-
jarinya sedemikian panjang sehingga jika dilingkarkan pada pergelangan tangan
jari-jarinya akan melebihi ibu jarinya. Jari-jemari sangat panjang seperti jari
laba-laba yang disebut ‘arachnodactyly’ dan disertai langit-langit didalam
rongga mulut yang melengkung tinggi. Wajah lonjong tetapi sempit, gigi
bertumpuk-tumpuk, atap rongga mulut melengkung dan tinggi, dan tulang
dadanya menonjol. Selain itu kedua kakinya ceper, lensa matanya subluksasi,
dan tulang punggungnya skoliosis. Normalnya, tulang punggung membengkok
sedikit ke arah dalam dan keluar, namun dari belakang tampak seperti garis
lurus hingga ke leher dan tulang tengkorak.Tulang rusuk melengkung dan
menyebabkan "kebengkokan" di punggung, tidak heran bila dapat
menyebabkan nyeri punggung yang hebat –tergantung berapa derajat
kecenderungan pembengkokannya. Gejala lainnya, pada usia pertumbuhan saat
pertumbuhan tidak lagi secepat sebelumnya. Tubuh pengidap sindrom Marfan
akan terus meninggi tanpa henti. Jika tidak dihentikan, maka tulangnya tetap
akan tumbuh.
Lensa mata terlepas karena urat mata terus memanjang (Dislokasi lensa
mata), miopi, ablasioretina.
Pada mata, lebih dari setengah individu dengan sindrom marfan akan
didapatkan dislokasi pada salah satu atau kedua lensa. Dislokasi lensa sendiri
dapat terjadi minimal atau bahkan terlihat sangat jelas. Selain dislokasi lensa,
kelainan pada mata lainnya yang dapat terjadi pada sindrom marfan adalah
katarak, glaucoma, miopia, serta retinal detachment.
2.6 Diagnosis
Seseorang dapat didiagnosa mengidap sindrom Marfan setelah melakukan
beberapa tes, seperti mengisi sejarah detail tentang riwayat kesehatan keluarga,
menyelesaikan tes fisik, mengecek jantung dengan elektrokardiogram dan
tulang, melakukan slip-lamp eye examination,
Diagnosis mudah ditegakkan apabila pasien dan anggota keluarga lainnya
mengalami dislokasi lensa, dilatasi aorta, dan extremitas yang panjang dan tipis
disertai kifoskoliosis atau deformitas dada lainnya. Diagnosis sering ditegakkan
jika dijumpai ektopia lentis dan aneurisma aorta asendens tanpa habitus Marfan
atau riwayat penyakit pada keluarga. Semua pasien yang dicurigai mengidap
kelainan harus diperiksa dengan slit lamp dan ekokardiogram.
Homosistinuria juga harus disingkirkan dengan uji sianida nitroprusid
untuk disulfida urin yang negatif. Beberapa pasien dengan Sindroma Ehlers Dan
los (SED) tipe I, II, dan III menderita ektopia lentis tetapi tidak memperlihatkan
habitus Marfan namun penderita kelainan kulit yang tidak dijumpai pada
sindrom marfan. Pasien dengan aneurisma aorta familial cenderung mengalami
aneurisma di dasar aorta abdomen. Namun, letak aneurisma bervariasi, dan
tingginya insidensi aneurisma (1:100) menyebabkan diagnosa banding sulit
ditegakkan kecuali apabila jelas dijumpai gambaran sindrom marfan lainnya.
Beberapa keluarga dengan aneurisma aorta familial mengalami mutasi di gen
untuk prokolagen tipe III.7,8,9
Table 1. kriteria diagnosis sindrom marfan 10
2.7 Penatalaksanaan
Terapi difokuskan pada pencegahan komplikasi dan konseling
genetik.Mengingat kemungkinan kerumitan penanganan yang diperlukan oleh
penderita, anjurkanlah untuk merujuknya secara berkala ke pusat kesehatan
yang lengkap dan berpengalaman dalam sindroma Marfan. 1
Dokter anak harus bekerja sama dengan subspesialis pediatri untuk
mengkoordinasi pendekatan rasional pada pemantauan kehamilan dan
pengobatan kemungkinan komplikasi. Evaluasi setiap tahun untuk masalah
skoliosis, penyakit katup jantung, atau masalah oftalmologi merupakan
keharusan.Terapi fisik dapat memperbaiki tonus neuromuskuler pada masa
bayi.Doronglah aktivitas fisik nontraumatik sedang, seperti berenang atau
bersepeda, bila dapat ditoleransi. Pengerahan tenaga maksimal harus dihindari
karena stress akan meningkatkan curah jantung pada aorta. 1
Penderita yang terkena harus mendapat profilaksis sebelum pembedahan
gigi atau invasif lain. Bukti baru menunjukkan bahwa penyekat 𝛽-adrenergik
dengan agen seperti propranolol atau atenolol memperbaiki ketahanan hidup
sehubungan dengan gangguan jantung dan dilatasi aorta.Pecahnya aorta akut
dapat diatasi dengan cangkok kombinasi. 1
2.8 Prognosis
Ketahanan hidup penderita sindroma Marfan lebih kurang dibanding
dengan populasi normal, terutama karena kenaikan risiko komplikasi
kardiovaskuler. Dilatasi arcus aorta dan aorta pars ascendens adalah progresif
dan dapat menyebabkan pembentukkan aneurisma dan kenaikan risiko
pecahnya aorta. Hal ini dan kekhawatiran lain tidak hanya mengajukan masalah
medis tetapi juga stress psikologik pada anak dan orang tua yang terkena,
terutama selama masa remaja. Memahami masalah dan usaha untuk merujuk ke
pelayanan pendukung dapat mempermudah pandangan positif mengenai
keadaan ini.
BAB III
KESIMPULAN
1. Nelson, W.E. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, Vol. 3. EGC. 2000: 2406-
2407.
2. Arslan-Kirchner, M. Arbustini, E. Boileau, C. et al. Clinical utility gene card
for: Marfan syndrome type 1 and related phenotypes [FBN1].European
Journal of Human Genetics.2010.http://dx.doi.org/10.1038/ejhg.2010.42.