ACARA : Ke I
PENGUKUR KEMIRINGAN LERENG
I. PENDAHULUAN
Kemiringan lereng (Slope) merupakan unsure topografi dan factor dari terjadinya
erosi. Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai tempat
yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi
sehingga mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi.
Kemiringan lereng mempengaruhi erosi melalui runoff. Makin curam lereng makin
besar laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu
particle tanah yang terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad,
1985). Jika kemiringan lereng bertambah dua kali banyaknya erosi meningkat 2-2,5
kali lebih tinggi. Zing (1940) mendapatkan hubungan erosi dengan kemiringan lereng
seperti rumus sebagai berikut.
Xe = 0,065 S1,45………………………….……..…….4. 8
Xe = jumlah erosi, S = kemiringan lereng dalam (%), rumus tersebut cocok
diterapkan untuk kemiringan lereng di atas 10 %.
a. Panjang lereng
Pengaruh panjang lereng terhadap erosi ditentukan oleh sifat tanah dan intensitas
hujan. Erosi meningkat dengan meningkatnya panjang lereng untuk intensitas hujan
tinggi, jika intensitas hujan rendah, erosi menurun (Baver, 1956). Jika runff terjadi
disepanjang lereng, maka laju runoff pada lereng bagian bawah lebih cepat akibat
akumulasi runoff semakin tinggi.
Umumnya makin panjang lereng, makin tinggi potensial air untuk
menimbulkan erosi. Makin panjang lereng, maka volume dan laju runoff semakin
tinggi. dan kapasitas penghancuran agregat dan pengikisan tanah semakin tinggi pula.
Namun hasil penelitian membuktikan bahwa, jika panjang lereng bertambah dua kali,
maka erosi bertambah 2 kali, tetapi erosi rata-rata per ha kurang dari dua kali lebih
banyak. Hal ini dimungkinkan akibat laju dan volume runoff disepanjang lereng tidak
sama.
b. Arah lereng
Arah lereng turut mempengaruhi erosi, sebagaimana dikemukakan oleh Kohnke
dan Bertrand (1959). Di belahan bumi bagian utara, lereng yang menghadap ke arah
selatan mengalami erosi lebih besar daripada lereng yang menghadap ke utara. Hal ini
disebabkan karena tanah yang terletak di bagian lereng yang menghadap ke selatan
lebih mudah terdispersi karena secara langsung dan intensif terkena sinar matahari.
Sebaliknya hal yang sama dapat terjadi dengan belahan bumi bagian selatan. Di daerah
tropis belun dilakukan penelitian tentang pengaruh arah lerengterhadap erosi, namun
dapat diduga radiasi matahari yang diterima oleh lereng yang menghadap ke utara atau
ke selatan boleh dikatakan tidak akan jauh berbeda.
c. Konfigurasi lereng
Bentuk permukaan lereng tidak selalu datar, tetapi ada yang cembung dan ada
yang cekung. Menurut pengamatan, erosi lembar kebanyakan terjadi pada
permukaan tanah yang cembung, sedangkan erosi alur dan parit pada permukaan yang
cekung.
d. Keseragaman lereng
Bentuk kecuraman lereng pada suatu areal tidak selalu seragam dan dampaknya
terhadap erosi akan berbeda. Erosi akan lebih besar pada lereng yang seragam dari
pada yang tidak seragam. Masalah lain timbul dari kemiringan lereng yang tidak
seragam adalah tentang pengelolaan lahan. Bentuk lereng yang seragam lebih mudah
dikelola untuk pertanian daripada lereng yang tidak seragam (Arsyad, 1985).
II. TUJUAN
Mengukur kemiringan lereng pada berbagai tempat
Membandingkan dua macam metode pengukuran kemiringan lereng dengan alat tipe
A dan dengan menggunakan abney level.
Keadaan kemiringan lereng pada areal pengamatan di ambil lima titik pengamatan
dengan keadaan lereng yang berbeda-beda. Dari lereng yang rendah tingkat kemiringannya,
sedang dan lereng dengan tingkat kemiringan yang tinggi. Kemiringan lereng erat
hubungannya dengan tingkat besarnya erosi yang dihasilkan. Semakin tinggi tingkat
kemiringan maka erosi juga semakin besar. Untuk menentukan kemiringan lereng antara lain
dapat dengan menggunakan alat sederhana (alat tipe A/ondol-ondol) dan menggunakan alat
abney level.
Alat tipe A berbentuk segitiga dan memiliki bandul yang di tarik dengan tali di tengah-
tengahnya. Bandul ini yang akan mengukur besarnya nilai a dan nilai b yang akan digunakan
untuk menentukan sudut kemiringan lereng. Pada alat tipe A, titik yang di ambil yaitu daerah
yang tingkat kemiringannya rendah yaitu 1,5 cm pada nilai a. kemiringan lereng yang rendah
menghasilkan sudut lereng sebesar 7,420 dan persentase kelerengan 13,04%. Dengan nilai
sudut dan persentase sedemikian rupa tingkat erosi sangat kecil. Untuk lereng dengan
kondisi sedang, titik pengamatan pada nilai b yaitu 5 cm. dengan sudut lereng yang
dihasilkan sebesar 23,260 atau persentasenya 43%. Nilai dalam kodisi lereng yang belum
mendekati kemiringannya yang curam. Namun sudah masuk dalam erosi yang diwaspadai.
Tingkat kemiringan yang tinggi mengambil titik nilai b 6,5 cm, 7 cm dan 7,3 cm. pada titi ini.
sudut kemiringan yang dihasilkan yaitu 6,5 sebesar 29,47 0 persentase 56,52%. Untk nilai 7
cm sudut kemiringan yang dihasilkan sebesar 31,290 persentase 60,86% dan pada nilai 7,3
sudut kemiringan lereng yang dihasilkan sebesar 32,40 0 persentase 63,47%. Nilai yang
dihasilkan sebesar ini akan menjadikan tingkat erosi yang cukup tiinggi. Keadaan lereng yang
curam membhuat tekanan air dari atas akan tinggi. Sehingga mudah melautkan butir-butir
tanah poada permukaan tanah. Namun tingkat vegetasi akan berpengaruh. Pada lahan
percobaan vegetasi rumput cukup tinggi. Sehingga dapat menekan tingkat erosi.
Alat abney level ini lebih mudah dioperasikan. Karena nilai yang dihasilkan secara
otomatis membentuk sudut yang di hasilakan. abney meter merupakan alat pengukur
kemiringan lereng yang terdiri dari bodi, tabung kaca yang berisi air dan didalamnya terdapat
gelembung air disebut nivo, sekala kemiringan lereng dan celah bidik. Cara kerja alat ini
dibidikan pada target yang berada pada atas lereng yang memiliki ketinggian sama dan dibaca
skala hingga gelembung nivo berada di tengah-tengah tabung kaca. Hasil pengamatan dengan
lima titik yang berbeda. Hasil pengamatan dengan sudut terendah 7 0 dan sudut tertinggi 100.
Kemiringa lereng tidak begitu curam. Hanya mencapai tingkat sedang. Sudut yang dihasilkan
Abney level kecil namun dapat menunjukkan persentase yang lebih besar di bandingkan Alat
Tipe A. abney level memiliki tingkat kemiringan yang secara merata pada jarak tertentu.
BAB VII. KESIMPULAN
Kasimpulan yang didapat yaitu keadaan kemiringan lereng pada areal pengamatan di
ambil lima titik pengamatan dengan keadaan lereng yang berbeda-beda. Untuk menentukan
kemiringan lereng antara lain dapat dengan menggunakan alat sederhana (alat tipe A/ondol-
ondol) dan menggunakan alat abney level. Antara sudut dan tingkat persentase kemiringan
yang dihasilkanantara kedua alat juga berbeda. Jika dibandingkan dengan Abney Level alat
tipe A lebih menghasilkan sudut yang kecil namun persentase besar sedangkan alat Tipe A
menghasilkan sudut yang besar dengan persentase kemiringan kecil. Semakin besar
kemiringan lereng maka tingkat erosi yanh dihasilkan juga semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
M. Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi, Yogyakarta
Seta, A.K. 1987. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam Mulia.
Saleh, Busri. 2010. Penuntun Praktikum Ilmu Konservasi Tanah dan Air. Fakultas
Pertanian Universitas Bengkulu.
LAMPIRAN
Perhitungan % lereng pada alat tipe A
( ) = 23,26 0
( = 29,470
( ) = 31,290
( ) = 32,400
() = 7,420