Anda di halaman 1dari 6

GAMBARAN PERAN ORANG TUA MENINGKATKAN KEPERCAYAAN DIRI

ANAK PRASEKOLAH (4-6 Tahun) DALAM KETERLAMBATAN PROSES


BERPIKIR DI …….

(PROPOSAL)

OLEH
PITALOKA LESTARI
NIM. 1601100023

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MALANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan


perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah
anak yang berumur 36-60 bulan, pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah,
dimana panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori
harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik, proses belajar pada masa
ini adalah dengan cara bermain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Populasi anak-anak di dunia saat ini berjumlah 1,9 miliar anak yaitu 27% dari
populasi penduduk dunia (Hansroling, 2014). Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk
2010 (SP 2010), menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta jiwa,
yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan. Dari jumlah tersebut,
sekitar 81,4 juta orang atau sekitar 34,26 persen diantaranya anak berumur di bawah
18 tahun. Jumlah anak pada kelompok usia pendidikan pra sekolah 0-6 tahun tercatat
sebanyak 32,6 juta orang (Profil Anak Indonesia, 2012).

Dari hasil kajian neurologi, pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-5
tahun mencapai 50%, oleh karena itu, anak-anak pada rentang usia ini wajib 2
mendapat perhatian khusus keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan guna
mengoptimalkan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2008). Perkembangan adalah
perubahan yang menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari
tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi
dan pembelajaran (Supartini, 2004). Tumbuh kembang anak merupakan proses yang
kontinu, yang dimulai sejak di dalam kandungan sampai dewasa. Dalam
perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan stimulasi yang berguna
agar potensi berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial
sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya (Adriana,
2013).

Kognitif merupakan proses berpikir yaitu kemampuan individu untuk


menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.
Dengan kemampuan kognitif ini maka anak dipandang sebagai 4 individu yang secara
aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia. Perkembangan kognitif
merupakan salah satu perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengetahuan,
yakni semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Menurut Piaget dalam (Darsinah,
2011:79) menyebutkan bahwa “kognitif adalah bagaimana anak beradaptasi dan
menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya”. Pieget memandang
bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusunpengetahuannya mengenai
realitas, anak tidak pasif menerima informasi. Selanjutnya walaupun proses berpikir
dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalamannya dengan
dunia sekitar dia, namun anak juga aktif menginterpretasikan informasi yang ia
peroleh dari pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan
konsepsi. Kegiatan untuk mengasah kognitif pada anak usia dini antara lain adalah,
pengenalan angka, huruf, bentuk-bentuk geometri, dan warna.

Keluarga merupakan unit terkecil dalam sebuah negara yang memiliki fungsi
yang sangat penting dalam usaha membina generasi yang akan datang untuk
menggantikan posisi orang tuanya dimasa yang akan datang. Keluarga dan suasana
rumah sangat berpengaruh atas taraf-taraf pemula perkembangan anak dan dapat
menentukan apakah terbentuk perkembangan tersebut pada anak. Di dalam
keluargalah anak akan mendapat ransagan, hambatan, dan pengaruh pertama dalam
perkembangan anak baik psikologis maupun boilogis. Sejalan dengan pernyataan di
atas menurut Yulian Singgih (2002:45) orang tua harus membesarkan, memelihara,
dan membiarkan anak berkembang sebagaimana mestinya. Tuntutan orang tua dan
masyarakat terhadap prestasi anak didik yang terus meningkat dalam bidang
akademik, menyebabkan sekolah dengan segala daya upaya mencoba memenuhi
tuntutan tersebut dengan berbagai kegiatan yang cenderung akademis. Waktu mereka
untuk bermain dan bersosialisasi dengan teman sebaya tidak ada lagi. Padahal sudah
sangat banyak ahli pendidikan dan psikologi yang mengingatkan bahwa
perkembangan seorang anak tidak hanya diukur dari sisi intelektualnya saja tetapi
juga perkembangan aspek-aspek fisik, moral, sosial, kultural, dan emosionalnya. Anak
usia prasekolah diharapkan menguasai belajar menulis, bahasa, matematika dan ilmu
pengetahuan lain. Pengetahuan akan konsep ini jauh lebih mudah diperoleh melalui
kegiatan bermain. Anak usia prasekolah mempunyai rentang perhatian yang terbatas
dan masih sulit diatur, apalagi belajar dengan “serius”. Tetapi bila pengalaman konsep
tersebut dilakukan sambil bermain, membuat anak senang, tanpa disadari ternyata ia
sudah banyak belajar. Melalui kegiatan bermain, semua aspek perkembangan anak
ditumbuhkan sehingga anakanak menjadi lebih sehat sekaligus cerdas.

Aspek perkembangan anak dapat ditumbuhkan secara optimal dan maksimal


melalui kegiatan bermain. Saat bermain, anak-anak mempelajari banyak hal penting.
Setiap anak memiliki potensi, dan potensi yang dimiliki setiap anak berbeda-beda
secara kualitas maupun kuantitas. Potensi diri adalah kemampuan dan kekuatan yang
dimiliki oleh anak baik fisik maupun mental dan mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan bila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik, sedangkan diri
adalah seperangkat proses atau ciri-ciri proses fisik perilaku dan psikologis yang
dimiliki (Sri Habsari, 2005). Potensi anak dapat dikembangkan apabila anak
mempunyai rasa percaya diri. Rasa percaya diri sangatlah diperlukan oleh setiap anak,
terutama anak usia prasekolah. Tanpa rasa percaya diri anak akan berperilaku kikuk
bahkan aneh. Misal, ketika anak sedang melakukan kegiatan menyanyi, menari,
berpidato, dan sebagainya tanpa dilandasi rasa percaya diri pastilah hasilnya tidak
akan memuaskan. Hal ini akan menjadi hambatan dalam mengembangkan potensi
yang ada dalam diri anak dan akan berpengaruh pada potensi yang diperoleh. Rasa
percaya diri merupakan syarat utama untuk melanjutkan proses kegiatan belajar,
kurang percaya diri akan menghambat pembelajaran selanjutnya. Tugas guru atau
pembimbing adalah membantu anak yang sedang mengalami masalah, dalam konteks
penelitian adalah membantu anak dalam upaya meningkatkan rasa percaya diri. Salah
satu upaya untuk meningkatkan rasa percaya diri pada anak melalui terapi bermain.
Terapi bermain dipilih sebagai sesuatu metode yang tepat karena mempunyai
beberapa keunggulan dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi oleh
anak.

Membangun rasa percaya diri anak,Adanya percaya diri dalam diri seorang
anak akan membuatnya semakin berani, ceria, dan selalu berpikiran positif terhadap
apa yang dilakukan. Dariyo (2007) berpendapat bahwa “Percaya diri (self-confident)
ialah kemampuan individu untuk memahami dan meyakini seluruh potensi agar dapat
digunakan dalam menghadapi penyesuaian diri dengan lingkungan hidup”. Seseorang
yang percaya diri mempunyai inisiatif, kreatif, dan optimis terhadap masa depan,
mampu menyadari kelemahan dan kelebihan diri sendiri, berpikir positif, menganggap
semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Seseorang yang tidak percaya diri
ditandai dengan sikap-sikap yang cenderung melemahkan semangat hidupnya, seperti
minder, pesimis, pasif, dan apatis. Dapat disimpulkan bahwa percaya diri merupakan
kemampuan seseorang untuk meyakini segenap potensi yang dimilikinya untuk bisa
diaplikasikan sesuai dengan harapan dan keinginan.

Adanya kepercayaan dalam diri seorang anak akan membuatnya lebih yakin
terhadap bakat dan minat yang dimiliki. Achmad (2017) mengemukakan bahwa ciri
orang atau individu yang memiliki rasa percaya diri di antaranya adalah sebagai
berikut: (1) Bertindak mandiri, yaitu dapat bertindak terhadap diri yang dilakukan
secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk meyakini
kegiatan yang dilakukan. (2) Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri atau
husnudzan, yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari
pandangan maupun tindakan yang dilakukan sehingga menimbulkan rasa positif
terhadap diri dan masa depannya. (3) Berani mengungkapkan pendapat. Adanya suatu
sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada
orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimanakah peran orang tua meningkatkan kepercayaan diri anak


prasekolah (4-6 Tahun) dalam keterlambatan proses berpikir di …………. .?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui peran
orang tua meningkatkan kepercayaan diri pada anak prasekolah(4-6 Tahun) dalam
keterlambatan proses berpikir di ………..

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Responden


Penelitian ini berguna untuk membantu orang tua dalam mengarahkan dan
membimbing anak keterlambatan proses berpikir
1.4.2 Manfaat Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi pihak…….dalam membantu
anak yang mengalami keterlambatan proses berpikir
1.4.3 Manfaat Bagi Institusi
Penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
bidang kesehatan khususnya keperawatan tentang keterlambatan proses berpikir
anak.
1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan
penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai