Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008)
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun. Dengan
adanya kondisi anemia seseorang akan mudah merasa lelah, pucat sehingga
dapat mengganggu aktivitas.
Kejadian anemia bervariasi tetapi diperkiakan sekitar 30% penduduk
dunia mederita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di Negara-negara
sedang berkembang. Prevalensi anemia adalah sekitar 8-44%, dengan
prevalensi tertinggi pada laki-laki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa
hasil studi lainya dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada laki-laki adalah
27-40% dan wanita adalah 16-21%. Sebagai penyebab tersering anemia pada
adalah anemia kronik dengan prevalensinya sekitar 35%, diikuti oleh anemia
defisiensi besi sekitar 15%. Penyebab lainya yaitu defisiensi viamin B12,
defisiensi asam folat, perdarahan saluran cerna dan sindroma mielodisplastik.
Pada lansia penderita anemia berbagai penyakit lebih mudah timbul dan
penyembuhan penyakit lebih mudah timbul dan penyembuhanya akan
semakin lama. (WHO, 2015)
Hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2015 menemukan
prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia antara lain, anemia (46,3%),
hipertensi (42,9%), penyakit sendi (39,6%), penyakit jantung dan pembuluh
darah (10,7%).

1
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian anemia
khususnya di Indonesia itu sangat tinggi sekali. Oleh sebab itu perlunya
penanganan sejak dini agar masyarakat Indonesia terhindar dari anemia
sehingga masyarakat lebih produktif dan sumber daya masyarakat meningkat
dengan kualitas hidup yang baik. Penatalaksanaan yang baik agar tidak
menimbulkan komplikasi maka dari itu, kami mengambil judul makalah “
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT ANEMIA “

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Yang Dimaksud Dengan Anemia?
2. Apa Penyebab Dari Anemia ?
3. Apa Saja Klasifikasi Dari Anemia?
4. Bagaimana Tanda Gejala Yang Ditimbulkan Dari Anemia?
5. Bagaimana Patofisiologi Dari Anemia?
6. Apa Saja Pemeriksaan Diagnostic Anemia Yang Bisa Dilakukan ?
7. Bagaimana Pencegahan Dari Penyakit Anemia?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Anemia?
9. Apa Saja Komplikasi Yang Bisa Ditimbukan Oleh Anemia Jika Tidak
Diatasi ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anemia?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat menambah wawasan kita
semua agar mampu memahami konsep penyakit anemia.
2. Tujuan Khusus
Dengan dibuatnya makalah ini semoga pembaca dapat :
a. Menjelaskan pengertian Anemia
b. Menyebutkan Penyebab Dari Anemia
c. Menyebutkan Klasifikasi Dari Anemia

2
d. Menyebutkan Tanda Gejala Yang Ditimbulkan Dari Anemia
e. Menjelaskan Patofisiologi Dari Anemia
f. Menyebutkan Pemeriksaan Diagnostic Anemia Yang Bisa Dilakukan
g. Memahami dan MenerapkanPencegahan Anemia dalam kehidupan
sehari-hari
h. menyebutkan Penatalaksanaan Penyakit Anemia
i. menyebutkan Komplikasi Yang Bisa Ditimbukan Oleh Anemia Jika
Tidak Diatasi
j. Memahami dan Mempraktekan Asuhan Keperawatan Pada Anemia

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
darah. Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner &
Suddarth, 2000: 22). Anemia adalah suatu keadaan di mana kadar Hb dan/atau
hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila
Hb < 14 g/dl dan Ht < 41% pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada
wanita. (Arief Mansjoer, 201:454).
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau
jumlah eritrosit per milimeter kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan
Mentzer, 2006)
Anemia adalah tingkat kekurangan zat besi yang paling berat dan terjadi
bila konsumsi Hemogobin jauh dibawah ambang batas yang ditentukan.
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dalam darahnya kurang
dari 12gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan
kadar Hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan trimester II (
Muryanti, 2006 ).
Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat gizi,
jenis pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Kekurangan zat besi (Fe)
dalam tubuh pada ibu hamil salah satunya karena perdarahan menahun atau
berulang di semua bagian tubuh. Faktor resiko defisiensi zat besi (Fe) terjadi
pada ibu hamil karena cadangan besi dalam tubuh lebih sedikit sedangkan
kebutuhannya lebih tinggi yaitu antara 1-2 mg zat besi (Fe) secara normal
(Mulyanti, 2006).

4
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008)
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Secara fisiologi, harga normal hemoglobin bervariasi tergantung umur,
jenis kelamin, kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu,
perlu ditentukan batasan kadar hemoglobin pada anemia.
Tabel.1 Batasan Kadar Hemoglobin Anemia Berdasarkan Usia menurut
WHO 2001
Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)
Anak 6 bulan- 6 Tahun <11
6 tahun- 14 Tahun <12
Dewasa Wanita dewasa <12
Laki-Laki Dewasa <13
Ibu Hamil <11

2.2 Etiologi
Menurut Tarwoto, dkk (2010) adalah:
1. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih
banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh
akan zat besi tidak terpenuhi
2. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan
makanan
3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khusunya
melalui feses (tinja)

5
4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi
±1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala anemia


timbul karena dua hal berikut ini:

1. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat


dibawa oleh darah kejaringan.
2. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap Anemia.

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena:

1. Kandungan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak mencukupi


kebutuhan
a. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang
berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati, ayam)
b. Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua,
yang walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa
diserap dengan baik oleh usus.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
a. Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan
tubuh akan zat besi meningkat tajam.
b. Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi
diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.
c. Pada penderita menahun seperti TBC.

3. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Perdarahan atau


kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada
penderita:

a. Kecacingan (terutama cacing tambang), infeksi cacing tambang


menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi

6
terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat
besi.

b. Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan


anemianya.

c. Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang
ada dalam darah.

Selain itu, Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi
substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam
folat), asam amino, serta gangguan pada sumsum tulang.
2. Perdarahan
Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total sel
darah merah dalam sirkulasi.
3. Hemolisis
Hemolisis adalah proses penghancuran eritrosit.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi anemia dibagi menjadi 5 yaitu Anemia mikrositik hipokrom
(anemia defisiensi besi, anemia penyakit kronis), Anemia makrositik
(defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat), Anemia karena perdarahan,
Anemia hemolitik, Anemia aplastik (Mansjoer, 1999:547).
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga
jenis anemia:
1. Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut,
hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum
tulang. Terjadi penurunan jumlah eritrosit tidak disertai dengan

7
perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal pada anak:
MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan
ukuran eritrosit.
2. Anemia makrositik hiperkrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks
eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC = > 35 %).
Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam
folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan
myelodisplasia)
3. Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
a. Berkurangnya zat besi: Anemia Defisiensi Besi.
b. Berkurangnya sintesis globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati.
c. Berkurangnya sintesis heme: Anemia Sideroblastik.
Menurut Mochtar (1998) klasifikasi anemia dalam kehamilan adalah sebagai
berikut:
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah. Pengobatannya yaitu bagi wanita hamil, tidak hamil dan
dalam laktasi yang memerlukan asupan besi dianjurkan untuk diberikan
tablet besi. Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi dapat
dilakukan dengan anamnesa. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu
rata-rata mendekati 800 mg.
2. Anemia Hipoplastik
Anemia Hipoplastik adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungs
sumsum pemecahan sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan

8
pemeriksaan diantaranya darah tepi lengkap, pemeriksaan fungsi eksternal
dan pemeriksaan retikulasi.
3. Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran
atau oemecahan sel darah merah yang lebih cepat pembuatannya. Gejala
utama kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan serta gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.

2.4 Tanda Gejala Anemia


Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat,
takikardi, sakit dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan,
tinitus, penderita defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus,
kuku tipis rata mudah patah, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak
pucat, licin, mengkilat, merah daging meradang dan sakit (Guyton, 1997).
Manifestasi klinis anemia besi adalah pusing, cepat lelah, takikardi, sakit
kepala, edema mata kaki dan dispnea waktu bekerja. (Gasche C., 1997:126).
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
1. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:

1. Gejala Umum anemia


Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena
anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap

9
penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan
menurut organ yang terkena adalah:
a. Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c. Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.

3. Gejala Akibat Penyakit Dasar


Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul
karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat
akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan
kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas
dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain,
seperti :

10
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang
b. Glositis : iritasi lidah
c. Keilosis : bibir pecah-pecah
d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.

2.5 Patofisiologi
Faktor- faktor penyebab : penyakit kronis, factor keturunan, kurang nutrisi,
kehilangan darah

Kadar Hb, eritrosit, Ht menurun

Anemia

Kerusakan Gangguan Hipoksia


Transfort O2 Metabolisme Jaringan
Protein dan Lemak

Metabolisme Resistensi Tubuh


Pemecahan Lemak menurun
Menurun meningkat

ATP yang
Sensasi selera Resti Infeksi
dihasilkan menurun
makan menurun (
anoreksia)

Energi menurun
Resti nutrisi
kurang dari
kebutuhan

11
Kelemahan
Kelelahan

Intoleransi
Resiko Cedera
Aktivitas

Anemia terjadi apabila sel-sel darah merah sum-sum tulang terganggu


atau apabila sel-sel darah merah yang terbentuk rusak atau hilang. Kegagalan
sum-sum tulang (misalnya: berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi beserta pembentukan sel-sel darah merah seperti zat besi,
asam total B12, atau kekurangan eritropoetin dikarenakan penyakit ginjal,
invasi tumor akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Tanda-tanda anemi akan tampak
bila kapasitas sel-sel pembawa O2 berkurang. Anemi yang disebabkan
berubahnya produksi pula dirusak oleh sel-sel pagnosis pada sistem
retikuloendotial terutama hati dan lien. Bilirubin juga direaksikan pada kulit
yang menyebabkan warna kuning ini merupakan indicator terjadinya
kerusakan sel darah merah, sel darah merah yang dikenal sebagai anemia sel
berbentuk sabit dan penyakit homolitik pada bayi yang baru lahir. Anemia
yang disebabkan oleh kehilangan darah biasanya bersifat sangat cepat.
Misalnya: hemoragik atau perdarahan yang terjadi pada penyakit-penyakit
kronis seperti kanker atau penyakit peradangan perut, kehilangan sel darah
merah pada perdarahan merupakan faktor yang menyebabkan anemia.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5
gr besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada
proses penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke
sumsum tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka

12
besi dari diet tersebut diserap menjadi besi keto dalam lambung dan
duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal,
kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk
sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium
pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin,
jika zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin
akan mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah
merah yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun
sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal
ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun (Price, 1995).

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematocrit
dan SDM).
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
4. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal
pada penyakit sel sabit.
6. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B12
(Engram, 1999:430)

2.7 Pencegahan
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara
lain sebagai berikut:
1. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging,
ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna
hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).

13
2. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan
nanas.
3. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami
haid.
4. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke
dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), mencegah anemia dengan:
1. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan
hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati
(sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).
2. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin
C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas)
sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus
3. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet
Tambah Darah (TTD)
Menurut Lubis (2008) dalam referensi kesehatan.html, tindakan penting yang
dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara lain:
1. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi
yang cukup secara rutin pada usia remaja.
2. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan,
unggas, makanan laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin
C (asam askorbat) untuk meningkatkan absorbsi besi dan menghindari
atau mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang
mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.
3. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah
dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis
1 mg/KgBB/hari.

14
4. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak
diberi bersama susu, kopi, teh, minuman ringan yang mengandung
karbonat, multivitamin yang mengandung phosphate dan kalsium.
5. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih
merupakan pilihan untuk skrining anemia defisiensi besi.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien dengan anemia
yaitu :
1. Memperbaiki penyebab dasar.
2. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi)
3. Transfusi darah.
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia
perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.
Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
1. Terapi gawat darurat
Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah
jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan
transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk
mencegah perburukan payah jantung tersebut.
2. Terapi khas untuk masing-masing anemia
Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya
preparat besi untuk anemia defisiensi besi.
3. Terapi kausal
Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar
yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat
anti-cacing tambang.

15
4. Terapi ex-juvantivus (empiris)
Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat
dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat
dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas
diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini,
penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respons yang
baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka
harus dilakukan evaluasi kembali.
Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan
1. Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada
ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
2. Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi
(ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg
BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar
hemoglobin normal.
3. Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti
perdarahan karena diverticulum Meckel.
4. Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar
besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan
nabati (bayam, kacang-kacangan).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan untuk
mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi
mordibitas anemia. CDC menyarankan agar remaja putri dan wanita
dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-10 tahun melalui uji
kesehatan, meskipun tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan,
rendahnya intake Fe, dan sebagainya. Namun, jika disertai adanya faktor
risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara tahunan.
Penderita anemia harus mengkonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan
meningkatkan asupan makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus

16
dilakukan screening ulang. Bila hasilnya menunjukkan peningkatan
konsentrasi Hb minimal 1 g/dl atau hematokrit minimal 3%, pengobatan
harus diteruskan sampai tiga bulan.

2.9 Komplikasi
1. Kardiomegali
2. Gagal Jantung
3. Gagal Ginjal
4. Gagal Jantung Paralisis

2.10 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian data dasar menurut Doenges, (2000) adalah :
a. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
DS : Keletihan, kelemahan, malaise umum kehilangan
produktivitas, penurunan semangat untuk bekerja toleransi
terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat
lebih banyak.
DO : Takikardi/takipnea, dispea pada bekerja atau istirahat letargi,
menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia tubuh
tidak tegak bahu menurun, postur lunglai berjalan lambat
dan tandatandamlain keletihan.
b. SIRKULASI
DS : Riwayat kehilangan darah, kronis, misal perdarahan GI
kronis, menstruasi berat angina, CHF (akibat kerja
jantung berlebihan).
DO : TD Peningkatan sistolik dan diastolic stabil dan tekanan
nadi melebar, hipotensi, postural. Distritmia;

17
abnormalitas EKG, missal depresi segmen ST dan
pendataran/depresi gelombang
T : Takikardia.
Bunyi jantung: murmur sistolik
Extremitas (warna) pucat pada kulit dan membrane
mukosa (konjungtiva, mulut, faring bibir) dan dasar kuku
(Catatan pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak
sebagai keabu-abuan), kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik) atau kuning lemon terong.
Sclera: biru atau putih seperti mutiara.
Pengisian kapiler lambat (penurunan aliran darah ke
perifer dan vasokontriksi kompensasi).
Kuku: mudah patah, berbentuk seperti, sendok
(koilomikia).
Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban
secara premature.
3. INTEGRITAS EGO
DS : Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi
pilihan pengobatan, misal, penolakan transfusi darah.
DO : Depresi
4. ELIMINASI
DS : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
Flatulen, sindrom malabsorbsi.
Hematemensis feses dengan darah segar, melena.
Diare/konstipasi.
Penurunan haluaran urine.
DO : Distensi abdomen.
5. MAKANAN/CAIRAN
DS : Penurunan masukan diet, masukan diet protein
hewan rendah atau masukan produk sereal tinggi.

18
Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring).
Mual atau muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya
penurunan BB.
Tidak pernah puas mengunyah atau pike untuk es,
kotoran, tepung jagung, cat, tanah lias dan sebagainya.
DO : Lidah tampak merah daging (halus, defisiensi asam
folat dan vitamin B12).
Membran mukosa kering pucat. Turgor kulit: buruk,
kering, tampak kusut atau hilang elastisitas.
Stomatitis dan glositis (status defisiensi).
Bibir: selitis, misal: inflamasi bibir dengan sudut mulut
pecah.
6. HIGIENE
DO : Kurang bertenaga, penampilan tidak rapi.
7. NEUROSENSORI
DS : Sakit kepala, berdenyut, vertigo, tinnitus,
ketidakmampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan
penglihatan dan bayangan pada mata. Kelemahan,
keseimbangan buruk kaki goyah, parestesia tangan atau
kaki klaudikosi sensasi menjadi dingin.
DO : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur,
apatis, mental: tidak mampu berespons lambat dan
dangkal. Oftalmik: hemoragis retina (aplastik, epistaksis,
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan
koordinasi , ataksia.
8. NYERI ATAU KENYAMANAN
DS : Nyeri abdomen samara, sakit kepala.
9. PERNAFASAN

19
DS : Riwayat TB, asbes, paru, nafas pendek pada istirahat
dan aktivitas.
DO : Takipnea, ortopnea dan dispnea.
10. KEAMANAN
DS : Riwayat pekerjaan terpanjang terhadap bahan kimia,
misal bensin, insektisida, fenilbutabon, naftalen.
Riwayat terpanjang pada radiasi baik sebagai
pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi
kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas.
Transfusi darah sebelumnya gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
DO : Demam rendah, menggigil, berkeringat malam,
limfa denopati umum. Petekie dan ekimosis
(Aplastik).
11. SEXUALITAS
DS : Perubahan aliran menstruasi, misal menoragi
(amenore). Hilang libido (pria dan wanita)
impoten.
DO : Serviks dan dinding vagina pucat.
12. PENYULUHAN
DS : Kecenderungan keluarga untuk anemia, penggunaan
antikonvulsan masa lalu atau saat ini, antibiotik,
agen hemoterapi (gagal sumsum belakang) aspirin,
obat anti inflamasi atau anti koagulan.
Penggunaan alkoholis kronis. Adanya atau
berulangnya episode perdarahan aktif. Riwayat
penyakit hati, ginjal: masalah hematology, penyakit
seliak atau penyakit malabsorbsi lain, enteritis
regional, poliendokrinopati, masalah autoimun
(Mis: antibody pada sel parietal, faktor intrinsik,

20
anti bodi tiroid dan sel T). pembedahan
sebelumnya, mis: splenektomi, eksisi tumor,
penggantian katup prostetik, eksisi bedah
duodenum. Reseksi gaster, gastrektomi parsial atau
total riwayat adanya masalah dari penyembuhan
luka atau perdarahan, infeksi kronis penyakit
granulomatus kronis atau kanker.
Pertimbangan rencana penulangan: DRG menuju
rerata lama dirawat 4,6 hari. Dapat memerlukan
bantuan dalam pengobatan (injeksi), aktivitas
perawatan diri dan atau pemeliharaan ramah,
perubahan rencana diet.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplay oksigen dan kebutuhan
b. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, absorbsi nutrient yang
diperlukan
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak
adekuat
d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan fungsi otak
sekunder terhadap hipoksia jaringan

3. Intervensi
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay
oksigen dan kebutuhan (Doenges, 2000:574).
Ditandai dengan:
1) Kelemahan dan keletihan.
2) Mengeluh penurunan toleransi aktivitas atau latihan.
3) Lebih banyak memerlukan istirahat dan tidur.

21
4) Palpitasi, takikardi, peningkatan tekanan darah.
Tujuan: tolesansi aktivitas meningkat.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat
kelelahan, keletihan dan kesulitan menyesuaikan aktivitas sehari-
hari.
2) Awasi tekanan darah, nadi, pernafasan selama dan sesudah
aktivitas.
3) Berikan lingkungan tenang.
4) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
5) Gunakan teknik penghematan energi.
6) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nafas
pendek, kelemahan atau pusing.
b. Resti nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan, absorbsi nutrient yang
diperlukan (Doenges, 1999).
Ditandai dengan:
1) Berat badan menurun.
2) Perubahan membran mukosa mulut.
3) Penurunan toleransi untuk aktivitas, kelemahan
Tujuan: Berat badan meningkat/stabil dengan nilai laboratorium
normal.
Intervensi:
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2) Observasi dan catat untuk makanan pasien.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Berikan makanan sedikit tapi sering.
5) Catat adanya mual muntah.
6) Berikan obat sesuai indikasi.

22
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak
adekuat (Doenges, 1999:578).
Tujuan: tidak terjadi infeksi.
Intervensi:
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan pada
pasien.
2) Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur atau perawatan
luka.
3) Beri posisi atau atur posisi.
4) Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
5) Catat adanya menggigil dan takikardi dengan atau tanpa demam.
6) Amati eritema atau cairan luka.
7) Kolaborasi berikan antiseptic topical atau antibiotik sistemik.
d. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan perubahan fungsi otak
sekunder terhadap hipoksia jaringan
Tujuan: tidak terjadi cidera.
Intervensi:
1) Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama
untuk mengkaji keamanan.
2) Pertahankan tempat tidur pada ketinggian paling rendah.
3) Menggunakan lampu malam.
4) Anjurkan individu untuk meminta bantuan selama malam hari.
5) Jauhkan benda-benda yang memungkinkan terjadinya cidera.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin
(protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat
memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun. Dengan
adanya kondisi anemia seseorang akan mudah merasa lelah, pucat sehingga
dapat mengganggu aktivitas.
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga
jenis anemia Anemia normositik normokrom., Anemia makrositik hiperkrom ,
Anemia mikrositik hipokrom . Tanda gejala yang mungkin muncul yaitu
Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L), Sering mengeluh pusing dan mata
berkunang-kunang , Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah,
kulit, dan telapak tangan menjadi pucat.
Pemeriksaan diagnostik pada anemia yang bisa dilakukan yaitu
pemeriksaan hemoglobin, hematocrit dan SDM, kadar besi serum, Kadar B12
serum , Tes Comb, Tes schilling. Sedangkan untuk pencegahan sekaligus
penatalaksanaan bisa dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung zat
besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan
nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe), anyak
makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas dan minum 1
tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
Anemia jika tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi yaitu
Kardiomegali, gagal Jantung, Gagal Ginjal, gagal Jantung dan paralisis.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul diantaranya yaitu Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen dan
kebutuhan, Resti nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

24
ketidakmampuan mencerna makanan, absorbsi nutrient yang diperlukan,
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh tidak adekuat

3.2 Saran
Salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan cara
membaca ataupun mencari tahu, kurang nya minat membaca dikalangan
mahasiswa sangat minim sekali oleh karena itu untuk mewujudkan dunia ilmu
pengetahuan dan juga menjadi perawat yang professional perlu banyak
membaca diharapkan adanya program perpustakaan yang bisa meningkatkan
minat membaca dengan dekorasi yang unik ataupun tempat perpustakaan yang
lebih nyaman. Serta pasilitas di perbagus seperti infokus, AC dan lain
sebagainya untuk mendukung proses belajar mengajar.
Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kemudian hari.

25

Anda mungkin juga menyukai