Anda di halaman 1dari 2

Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukakan Skinner tentang belajar mampu mengungguli


konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
lebih komperhensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan tokoh-tokoh sebelumnya. Dikatakan
bahwa respon yang diberikan oleh seseorang/siswa tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada
dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan
interaksi antara stimulus-stimulus tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan
diberikan. Demikian dengan respon yang dimunculkan inipun akan mempunyai
konsekuansi-konsekuensi. Konsekuansi-konsekuensi inilah yang pada gilirannya akan
mempengaruhi atau menjadi pertimbangan munculnya perilaku. Oleh sebab itu, untuk
memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan
antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan
dan berbagai konsekuansi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut.
Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental
sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang digunakan perlu dijelaskan lagi, demikian dan seterusnya.
(Budiningsih, 2005:23-24)

Pandangan teori belajar behavioristik ini cukup lama dianut oleh para guru dan
pendidik. Namun, dari semua pendukung teori ini, teori Skinner lah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program
pembelajaran seperti teaching machine, pembelajaran berprogram, modul, dan program-
program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus respon serta
mementingkan factor penguat (reinforcement) merupakan program-program pembelajaran
yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner. (Budiningsih, 2005:24)

Skinner pernah membuat eksperimen yaitu dalam laboratorium, Skinner memasukkan


tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut skinner box, yang sudah dilengkapi
dengan peralatan, yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang
dapat diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar, tikus
berusaha keluar mencari makanan. Selama tikus bergerak ke sana kemari untuk keluar dari
kotak, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal, deberikan
makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan tikus tersebut, proses
ini disebut shapping. (Muhammad dan Arif, 2012: 79-80)

Bedasarkan percobaan tersebut, Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam


belajat adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguat. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negative. Bentuk-bentuk penguat positif
berupa hadiah, perilaku atau penghargaan. bentuk-bentuk penguat negative antara lain
menunda atau tidak memberi penghargaan, memberi tugas tambahan, atau menunjukkan
perilaku tidak senang (Muhammad dan Arif, 2012: 80)

Berikut beberapa prinsip Skinner antara lain:

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa. Jika salah, dibetulkan; jika
benar, diberi penguat.
2. proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3. Materi pelajaran menggunakan system modul.
4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman.
5. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakan jadwal Variabel rasio reinforce.
7. Proses pembelajaran menggunakan teknik shapping. (Muhammad dan Arif, 2012: 80)

Teori Belajar menurut Ivan Petrovich Pavlov

Pavlov pernah bereksperimen dengan menggunakan anjing yang sering dikenal


dengan Classic condition (pengondisian atau persyaratan klasik) yaitu percobaab terhadap
anjing, perangsang asli, dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-
ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Pavlov bereksperimen menggunakan
hewan (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun
demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia
mengadakan percobaan dengan cara operasi leher pada seekor anjing sehingga terlihat
kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, akan keluarlah air liur
anjing tersebut. Kemudian sebelum makanan diperlihatkan, yang diperlihatkan adalah sinar
merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya, air liur pun akan keluar pula.
Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan, air liur pun akan kaluar pula. Makanan
adalah rangsangan wajar, sedangkan merah adalah rangsangan buatan. Ternyata, kalau
perbuatan yang dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat
(kondisi) untuk timbulnya ir liur pada anjing tersebut. Peristiwa tersebut disebut reflek
bersyarat atau conditioned respons. (Muhammad dan Arif, 2012: 83-84)

Dari contoh tersebut, dapat dikemukakan bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov,
ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami denagn stimulus
yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
(Muhammad dan Arif, 2012: 84-85)

Budiningsih Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Rineka Cipta

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: AR-
Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai