Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI


1. Selayang Pandang
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI merupakan unsur
penunjang pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan yang merupakan
satu-satunya rumah sakit umum milik Pemerintah Kota Palembang.Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI terletak di jalan Panca Usaha No.1 Kelurahan
5 Ulu Darat Kecamatan Seberang Ulu, dan berdiri di atas tanah seluas 4, 5 H.
Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan raya jurusan Kertapati.
Sejak tahun 2001 dibuat jalan alternative dari jalan Jakabaring menuju RSUD
Palembang BARI dari jalan poros Jakabaring.

2. Visi, Misi Dan Motto RSUD Palembang BARI


a. Visi RSUD Palembang BARI
Menjadi Rumah Sakit Unggul, Amanah dan Terpercaya di Indonesia.
1) Misi RSUD Palembang BARI
a) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan berorientasi pada
keselamatan dan ketetapan sesuai standar mutu berdasarkan pada etika
dan profesionalisme yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat
b) Meningkatkan mutu manajemen sumber daya kesehatan
c) Menjadikan RSUD palembang BARI sebagai rumah sakit pendidikan
dan pelatihan di indonesia
2) Motto RSUD Palembang BARI
Kesembuhan dan kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami

3. Sejarah Berdirinya RSUD Palembang BARI


a. Sejarah Berdirinya
1) Pada tahun 1985 sampai dengan 1994 RSUD Palembang BARI merupakan
gedung poliklinik/Puskesmas Panca Usaha.

5
2) Pada tanggal 19 Juni 1995 diresmikan menjadi RSUD Palembang BARI.
Maka dengan SK Depkes nomor 1326/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10
November 1997 ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah kelas C.
Kepmenkes RI Nomor : HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian status
Akreditasi penuh tingkat dasar kepada Rumah Sakit Umum Daerah
Palembang BARI, tanggal 7 November 2003
3) Kepmenkes RI Nomor : YM. 01.10/111/334/08 tentang peningkatan kelas
Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI menjadi kelas B, tanggal 2
April 2009.
4) Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang BARI berdasarkan
keputusan Walikota Palembang No.915. B tahun 2008 tentang penetapan
RSUD Palembang BARI sebagai SKPD Palembang yang menerapkan pola
pengelolaan keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh
b. Sejarah Pemegang Jabatan Direktur
1) Tahun 1986 s.d 1995: Dr. Jane Lidya Titahelu sebagai kepala
Poliklinik/Puskesmas Panca Usaha.
2) Tanggal 1 Juli 1995 s.d Juni 2000 : Dr. Eddy Zarkaty Monasir, SpOG
sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.
3) Bulan Juli 2000 s.d November 2000 : Pelaksana Tugas Dr. H. Dahlan
Abbas SpB.
4) Bulan Desember 2000 s.d Februari 2001 : Pelaksana tugas Dr. M. Faisal
Soleh, SpPD.
5) Tanggal 14 November 2000 s.d 18 Januari 2012 :Dr. Hj. Indah Puspita, H.
A, MARS sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.
6) Tanggal 19 Januari 2012 s.d sekarang : Dr. Hj. Makiani, M.M selaku
Direktur RSUD Palembang BARI.

4. Fasilitas dan Pelayanan


a. Fasilitas
1) Instalasi Rawat Darurat (IRD) 24 jam
2) Farmasi/Apotek 24 jam
3) Rawat Jalan/poliklinik spesialis

6
4) Bedah Sentral
5) Central Sterilizied Suplay Departement (CSSD)
6) Unit Rawat Intensif (ICU, NICU)
7) Rehabilitasi Medik
8) Radiologi
b. Laboratorium Klinik
a. Patologi anatomi
b. Bank Darah
c. Pelayanan Rawat Jalan
1) Poliklinik Spesialis Bedah
2) Poliklinik Spesialis Dalam
3) Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Kandungan
4) Poliklinik Spesialis Anak
5) Poliklinik Spesialis Mata
6) Poliklinik Spesialis THT
7) Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin
8) Poliklinik Spesialis Syaraf
9) Poliklinik Spesialis Jiwa
10) Poliklinik Spesialis Jantung
11) Poliklinik Gigi
12) Poliklinik Rehabilitasi Medik
13) Poliklinik Akupuntur
14) Poliklinik Psikologi
15) Poliklinik Terpadu
d. Pelayanan Rawat Inap
1) Perawatan VVIP dan VIP
2) Perawatan kelas I, II, III
3) Perawatan Penyakit Dalam Perempuan
4) Perawatan Penyakit Dalam Laki-laki
5) Perawatan Anak
6) Perawatan Bedah
7) Perawatan ICU

7
8) Perawatan Kebidanan
9) Perawatan Neonatus/ NICU/ PICU
e. Fasilitas dan Kendaraan Operasional
1) Ambulance 118
2) Ambulance Bangsal
3) Ambulance siaga bencana
4) Ambulance trauma center
5) Mobil Jenazah
f. Instalasi Gawat Darurat
1) Dokter jaga 24 jam
2) Ambulan 24 jam
g. Pelayanan Penunjang
1) Instalasi Laboratorium Klinis
2) Instalasi Radiologi
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Gizi
5) Instalasi Pemeliharan Sarana Rumah Sakit
6) Instalasi Pemeliharan Lingkungan
7) CSSD

B. Asuhan Kebidanan Pada Persalinan


1. Pengertian Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan, dan tanggung jawab
bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki, kebutuhan
dan atau masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir,
keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita, dan pelayanan kesehatan
masyarakat (Asrinah, 2010).

2. Persalinan
1) Pengertian
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar
dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia

8
kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit
(Depkes, 2008).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba,2010).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin, air
ketuban, plasenta dan selaput ketuban) dari rahim ibu melalui jalan lahir atau
dengan jalan lain, yang kemudian janin dapat hidup di dunia luar (Rohani
dkk.,2011).
Proses persalinan akan dialami dengan menggantungkan harapan pada
Alloh. Dzikir dan doa akan menguatkan jiwanya dan disisi lain kebaikan serta
pahala akan dia dapatkan. Firman Allah dalam Q,S An-Nahl (16) ;78 ; yang
berbunyi :

Artinya : “Allah yang mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam


keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S An-Nahl:78).

2) Macam- macam Persalinan


Menurut Baety (2011) persalina dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan
cara pengeluaranny:
a) Persalinan Spontan atau Partus Biasa (Normal) Proses lahirnya bayi pada
letak belakang kepala melalui jalan lahir yang berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat dan tidak melalui ibu
maupun bayinya, umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
b) Persalinan Buatan atau Partus Luar Biasa(Abnormal) Persalinan
pervaginam atau persalinan melalui dinding perut ibu dengan bantuan
alat-alat dan tenaga dari luar, misalnya Sectio Caesarea(SC), forcep dan
vacum.

9
c) Persalinan Anjuran Persalinan dengan kekuatan yang diperlukan
ditimbulkan dari luar dengan pemberian obat-obatan atau rangsangan
baik disertai dengan pemecahan ketuban atau tanpa pemecahan ketuban.

Menurut Baety (2011), persalinan berdasarkan umur kehamilan dapat


dibedakan menjadi 5 diantarnya:
a) Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi (janin) sebelum dapat hidup
(viable), pada umur kehamilan < 20 minggu.
b) Persalinan imatur adalah keluarnya hasil konsepsi pada umur kehamilan
21-27 minggu.
c) Partus prematurus adalah keluarnya hasil konsepsi setelah janin dapat
hidup, tetapi belum cukup bulan dengan berat janin antara 1000-2500 gr
pada umur kehamilan 28-36 minggu.
d) Partusmatur atau aterm (cukup bulan) adalah keluarnya hasil konsepsi
setelah janin cukup bulan dengan berat badan diatas 2500 gram pada
umur kehamilan 37-42 minggu.kehamilan aterm yaitu umur kehamilan
37-42 minggu (Rukiyah, 2010).
e) Partus postmaturus (serotinus) adalah keluarnya hasil konsepsi yang
terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir yaitu umur
kehamilan > 42 minggu, jani disebut postmatur.

3) Tanda-Tanda Persalinan
Menurut Yanti (2009) ada tanda-tanda persalinan yang dapat dibedakan
menjadi 4 diantaranya:
a) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
semakin pendek.
b) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir, lendir
bercampur darah).
c) Dapat disertai ketuban pecah.
d) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan servik (perlunakan servik,
pendataran servik, terjadi pembukaan servik).

10
4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
Menurut Yanti (2009) faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu:
a) Power (kekuatan ibu untuk mendorong jalan keluar).
1. His (kontraksi otot rahim).
2. Kontraksi otot dinding perut.
3. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
4. Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
b) Passanger (keadaan janin atau bagian yang ada didalam uterus).
1. Janin dan plasenta.
c) Passage (keadaan jalan lahir yang dilalui oleh passanger).
1. Jalan lahir lunak (otot-otot, sendi ligamen).
2. Jalan lahir keras (tulang).

5) Tahapan persalinan
Menurut Oxorn dan Forte (2010), tahapan dibedakan menjadi 4 tahapan
antara lain :
a) Kala I
Dimulai sejak persalinan sungguhan sampai pembukaan lengkap.
Pada primigravida lamanya 6 jam sampai 18 jam dan pada multipara 2
sampai 10 jam. Menurut Baety (2011) dibagi menjadi 2 fase antara
lain:
(a) Fase Laten
Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan
pembukaan serviks secara bertahap, berlangsung lambat dari
pembukaan 1-3 cm, lama 7-8 jam.
(b) Fase Aktif
Tanda inpartu kala I fase aktif adalah pembukaan dari 4 cm, keluar
air-air (cairan ketuban) (Lilis Lisnawati 2013). Terjadi penurunan
bagian bawah janin, frekuensi dan lama kontraksi uterus meningkat
(kontraksi uterus dianggap adekuat bila terjadi 3 kali atau lebih
dalam 10 menit lama 40 detik atau lebih).
Fase aktif dibagi menjadi 3 tahap diantaranya :

11
(1) Periode akselerasi (pembukaan 3-4, lama 2 jam).
(2) Periode dilatasi maksimal (pembukaan 4-9 cm, lama 2 jam).
(3) Periode deselerasi (pembukaan 9-10 cm, lama 2 jam).

b) Kala II
Fase yang dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi.Pada
primigravida lamanya 30 menit sampai 3 jam, dan pada multipara 5
sampai 30 menit.Median lamanya persalinan kala II pada multipara
sedikit berkurang dari 20 menit dan pada primigravida sedikit kurang
dari 50 menit (Baety, 2011).
Adanya perubahan pada serviks diantaranya perlunakan serviks,
pendataran dan pembukaan serviks serta pecahnya selaput ketuban
merupakan tanda kala II (Asrinah, 2010).
Menurut Baety (2011), tanda gejala kala II dapat ditandai dengan:
a) Dorongan meneran (Doran)
b) Tekanan pada anus (Teknus)
c) Perineum menonjol (Perjol)
d) Vulva, vagina dan spingter Ani membuka
e) Peningkatan pengeluaran lendir darah
f) Tanda pasti (pembukaan lengkap, terlihat kepala di introitusvagina,
kepala tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm disebut crowning.

c) Kala III
Disebut juga kala uri, dimulai dari lahirnya bayi hingga
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban yang lamanya 5-30 menit,
biasanya primigravida dan multigravida berlangsung 6-15 menit (Baety,
2011). Manajemen aktifkala III bertujuan , untuk mempersingkat kala
III, mengurangi jumlah kehilangan darah, dan mengurangikejadian
retensio plasenta dengan pemberian suntikan oksitosin 1 menit pertama
setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali pusat terkendali dan
masase fundus uteri(Rohani dkk., 2011). Pemberian induksin adalah

12
untuk merangsangnya keluar plasenta hingga keluarnya plasenta
(Sarwono, 2010).

d) Kala IV
Dimulai dari keluarnya plasenta sampai keadaan ibu postpartum
menjadi stabil. Pemantauan kala IV dilakukan secara menyeluruh mulai
dari pemantauan tekanan darah, suhu, tonus uteri dan kontraksi, tinggi
fundus uteri,kandung kemih, serta perdarahan pervaginam yang
dilakukan setiap15 menitpada satu jam pertama postpartum dan
dilanjutkan dengan setiap 30 menit setelah jam kedua pasca persalinan
(Rohani dkk., 2011).
Menurut teori dari Prawirohardjo (2009), perkiraan pengeluaran
darah normal ± 500 cc bila pengeluaran darah ≥ 500 cc yaitu
pengeluaran abnormal. Perlu dipastikan plasenta telah lahir lengkap dan
tidak ada yang tersisa dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak
terjadi pendarahan lanjut (Sumarah, 2008).

6) Langkah Asuhan Persalinan Normal

60 langkah asuhan persalinan normal yaitu sebagai berikut :


1) Mengamati tanda gejala persalinan kala II.
2) Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk
mematahkan ampul oksitosin dan masukan kedalam suntik sesuai pakai
2,5 ml wadah partus set.
3) Memakai celemek plastik.
4) Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun
dan air mengalir.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan.
6) Mengambil alat suntik dan masukan oksitosin.
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas dan air DTT.
8) Melakukan pemeriksaan dalam.
9) Mencelupkan sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5 % dengan cara
di balik.

13
10) Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai.
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin
meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
13) Melakukan pimpinan meneran.
14) Jika kepala telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm letakakan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15) Meletakkan kain bersih dilipatan 1/3 bagian, di bawah bokong ibu.
16) Membuka partus set.
17) Memakai sarung tangan DDT atau steril pada kedua tangan.
18) Saat kepala janin terlihat divulva dengan diameter 5-6 cm, tahan
perineum dengan tangan kanan menggunakan kain bersih yang ada
dibawah bokong untuk menghindari rupture perineum, tetapi jangan
terlalu menekan kepala bayi.
19) Dengan lembut menyeka muka, mulut, hidung bayi dengan kain atau
kasa bersih
20) Memeriksa adanya lilitantali pusat pada leher janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
22) Setelah kepala sudah melakukan putaran paksi luar, pegang secara
bipariental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu
depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan
distal untuk melahirkan bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir geser tangan kearah perineum ibu untuk menganggah
kepala, lengan dan siku sebelah bawah, gunakan tangan atas untuk
menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24) Setelah badan dan lengan lahir tangan kiri menyusuri punggung kearah
bokong dan tungkai bawah.
25) Melakukan penilaian sepintas.

14
26) Segara membukus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu-bayi, lakukan penyuntikan oxytosin/im.
27) Menjepit dengan klem kira-kira 3 cm dari pusatbayi.
28) Memegang tali pusat dengan satu tangan pegang tali pusat yang dijepit
dengan dilakukan pengguntigan diantara 2 klem tersebut.
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti
bayi dengan kain bersih atau selimut yang bersih dan kering, menutupi
bagian kepala, membiarkan tali pusat tetap terbuka.
30) Memberi bayi kepada ibu dengan menganjurkan ibu untuk memeluk
bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendaki.
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering, melakukan palpasi abdomen
untuk mengetahui kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberitahukan kepada ibu bahwa ia akan di suntik.
33) Dalam waktu dua menit setelah kelahiran bayi, beri suntikan oksitosin
10 unit im, di gleteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah
mengaspirasi terlebih dahulu.
34) Memindahkan klem pada tali pusat.
35) Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simpisis
untuk mendeteksi tanda-tanda pelepasan plasenta tangan yang lain
menegangkan tali pusat.
36) Menunggu uterus berkontraksi menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan sementara tangga kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah
dorso cranial.
37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik
tali pusat ke arah bawah kemudian kearah atas, mengikuti kurva jalan
lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
38) Jika plasenta tampak pada vulva, pegang plasenta pada kedua tangan
dan lakukan putaran searah.
39) Segera setelah plasenta lakukan masase pada fundus uteri.
40) Periksa bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan
bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap.
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

15
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam.
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5% dan membilas kedua tangan yang masih bersarung
tangan tersebut dengan air DTT dan mengeringkan dengan kain bersih
dan kering.
44) Menetapkan klem tali pusat DTT atau steril atau mengikatkan tali DTT
dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45) Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan
dengan simpul mati yang pertama.
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkan ke dalam larutan klorin 0,5%
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya memastikan
handuk atau kain bersih dan kering.
48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49) Melenjutkan pemantauan kontraksi dan perdarahan pervaginam yakni:
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalianan, setiap 15 menit pada
1 jam pertama pasca persalianan, setiap 20-30 menit pada jam kedua
pasca persalinan.
50) Mengajarkan pada ibu/keluarga bagiamana melakukan masase uterus
dan memeriksa kontraksi uterus.
51) Mengevaluasi kehilangan darah
52) Memeriksa nadi ibu dan kandung kemih 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalianan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca
persalinan.
53) Menetapkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0.5% untuk
dekomentasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54) Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat sampah yang sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan air DTT.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu ibu keluargauntuk
membantu apabila ibu ingin minum.
57) Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5 %.

16
58) Membersihkan sarung tangan dengan larutan klorin 0,5 % secara
terbalik.
59) Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi patograf.
(Buku APN 60 langkah, 2017).

C. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW) atau Ketuban Pecah Dini


(KPD)
1. Pengertian
KPSW atau disebut juga dengan Ketuban Pecah Dini (KPD), memiliki
banyak pegertian, yaitu:š Ketuban Pecah Dini ( KPD ) atau spontaneous / early
/premature rupture of the membrane (PROM ) adalah pecahnya ketuban
sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurangdari 3 cm dan pada
multi para kurang dari 5 cm. Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban
sudah pecah, maka dapat terjadi infeksi yangdapat meningkatkan angka
kematian ibu dan anak (Helen Varney, 2007).
Ketuban Pecah Dini (KPD) atau prematur ruptur of the membrane
(PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan atau
inpartu (Manuaba, 2010).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelumwaktunya
melahirkan atau sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm (fase laten). Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan (Taufan Nugroho, 2012).
Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan (Fadlun,2011).

2. Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat

17
dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang berperan sulit diketahui (Nugroho,
2011). Faktor-faktor presdisposisi itu antara lain adalah :
a. Infeksi (Amnionitis atau Korioamnionitis).
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,
amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis (Prawirahardjo,2008).
b. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini
secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban
pecah dini preterm terutama pada pasien resiko tinggi (Nugroho, 2010).
Wanita yang mengalamiketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah
mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya
kembali antara 3-4 kali daripada wanita yang tidak mengalami ketuban
pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah
rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya (Nugroho, 2010).
c. Tekanan Intra Uterin
Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum
37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37
minggu lebih sering mengalami ketuban pecah dini. Tekanan intra uterin
juga bisa disebabkan oleh Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
(Nugroho, 2010).
d. Serviks yang Tidak Lagi Mengalami Kontraksi (Inkompetensia)
Serviks yang tidak lagi mengalamikontraksi (inkompetensia) didasarkan
pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan
kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan
kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan

18
kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian
besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada
konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks
pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Prawirohardjo, 2008).
e. Paritas
Paritas terbagi menjadi primipara dan multipara. Primiparitas adalah
seorang wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati untuk pertama
kali. Multiparitas adalah wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau
mati beberapa kali (sampai 5 kali atau lebih ) (Varney, 2007).
f. Kehamilan dengan Janin Kembar.
Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban
pecah dini dan juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh
peningkatan masa plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan
sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati
gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban
pecah (Varney,2007).
g. Usia ibu yang ≤ 20 Tahun
Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥35 tahun
tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu
primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini (Nugroho,
2010).
h. Difisiensi Vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan emeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan
mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam
darah ibu.
i. Faktor Tingkat Sosial-Ekonomi
Sosial-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak,
serta jarak kelahiran yang dekat.

19
3. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh (Saifudin, 2009). Mekanisme ketuban pecah dini adalah terjadi
pembukaan prematur serviks dan membran terkait dengan pembukaan terjadi
devaskularisasi dan nekrosis serta dapat diikuti secara spontan. Jaringan ikat
yang menyangga membran ketuban makin berkurang. Melemahnya daya tahan
ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim (enzim proteolitik,
enzim kolagenase). Massa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi
disebut fase laten. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi.
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin (Manuaba, 2008).

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala ketuban pecah dini dapat berupa :
a. Ketuban pecah secara tiba-tiba.
b. Keluar cairan ketuban dengan bau yang khas.
c. Bisa tanpa disertai kontraksi/his.
d. Terasa basah pada pakaian dalam yang konstan.
e. Keluarnya cairan pervagina pada usia paling dini 22 minggu (Aisyah, 2012).

5. Penilaian Klinis
a. Tentukan pecahnya selaput ketuban, ditentukan dengan adanya cairan
ketuban di vagina, jika tidak ada, dapat dicoba dengan gerakan sedikit
bagian bawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan
cairan ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (nitrin test) merah
menjadi biru, membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia
kehamilan kelainan janin.
b. Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan USG.

20
c. Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : suhu ibu ≥ 28oC, air
ketuban keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan Tes LEA
(Lekosit Esterase), lekosit darah >15.000/mm3, janin yang mengalami
takhicardi, mungkin mengalami intra uterine.
d. Tentukan tanda-tanda inpartu, tentukan adanya kontraksi yang teratur,
periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan) antara lain untuk melihat skor pelvile (Azizah, 2013).

6. Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu
awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya
diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai
resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya.
1. Anamnesa
Pasien mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir .
Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna cairan tersebut. Tidak ada
His dan pengeluaran lendir darah.
2. Pemeriksaan
Tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah
air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
a) Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuban di
vagina. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dari orifisium uteri eksternum (OUE). Jika tidak ada, dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau
mengedan maka akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
fornik anterior. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus
(Nitrazin test) dimana merah menjadi biru.
b) Tentukan usia kehamilan.
c) Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu
lebih dari 38⁰C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah >

21
15.000/mm³ . Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi
intrauterin.
d) Tentukan tanda-tanda persalinan dan scoring pelvic.
e) Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
f) Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan). Mengenai pemeriksaan dalam, perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan
dalam vagina hanya dilakukan jika KPD yang sudah dalam persalinan atau yang
dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. g) Diagnosis ketuban
pecah dini premature dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari
cavum uteri (Nugroho, 2010).

7. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan pH vagina wanita hamil sekitar 4,5; bila ada cairan ketuban
pHnya sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang alkalin dapat meningkatkan pH
vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus
merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH
air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilakan tes yang
positif palsu.
b) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
c) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat
jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada
penderita oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana. Pasien dengan

22
ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut.
Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk
rawat jalan. Bila terdapat persalinan kala aktif, korioamnionitis, gawat janin,
kehamilan diterminasi. Bila ketuban pecah dini pada kehamilan premature,
diperlukan penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum,
penatalaksanaan pasien ketuban pecah dini yang tidak dalam persalinan
serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya bergantung
pada usia kehamilan ( Nugroho, 2010).

8. Pengaruh
Kejadian ketuban pecah dini ada pengaruhnya baik untuk ibu maupun
janin. Adapun menurut (Mochtar,2011), ketuban pecah dini mempunya
pengaruh terhadap ibu dan janinnya : Ketuban pecah dini mempunyai pengaruh
terhadap ibu, karena jalan sudah terbuka maka akan terjadi infeksi intrapartum,
apalagi bila terlalu sering periksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi
nifas, peritonitas dan septikimia. Ibu akan merasa lelah karena berbaring di
tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan menjadi naik, nadi
cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Dimana hal-hal tersebut akan
meninggikan angka kematian dan angka morbiditas pada ibu. Ketuban pecah
dini berpengaruh terhadap janin yaitu, walaupun ibu belum menunjukkan gejala-
gejala infeksi tetapi mungkin janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intra
uterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala ibu dirasakan.
Jadi, akan meninggikan morbiditas perinatal.
8. Penatalaksanaan
Rencana tindakan pada ibu dengan ketuban pecah dini yaitu mekurus
suhu, nadi, DJJ setiap empat jam, memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan,
mengobservasi tanda-tanda infeksi, distres janin, memberikan antibiotik dan
melakukan terminasi jika tidak ada kemajuan dalam persalinan (Pudiastuti,
2012) dan (Sarwono, 2010).
Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas

23
dan mortalitas ibu maupun bayinya. Menurut Taufan Nugroho (2012), dalam
menghadapi ketuban pecah dini harus dipertimbangkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Fase Laten:
a) Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses persalinan.
b) Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi.
c) Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara lain:
Korioamnionitis:
a. Abdomen terasa tegang.
b. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
c. Kultur cairan amnion positif.
Desiduitis: Infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
2. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang
mempunyai program untuk mengukur BB janin. Semakin kecil BB janin,
semakin besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan
terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
3. Presentasi janin intrauterin Presentasi janin merupakan penunjuk untuk
melakukan terminasi kehamilan. Pada letak lintang atau bokong, harus
dilakukan dengan jalan seksio sesarea.
a) Pertimbangan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi janin dan
maternal terhadap tindakan terminasi yang akan dilakukan.
b) Usia kehamilan. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan
banyak diperlukan waktu untukmempertahankan sehingga janin lebih
matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin
besar dan membahayakan janin serta situasi maternal. Beberapa
penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinandisebut periode latent = L.P = “lag” period.
Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :
1) Usia kehamilan

24
2) Ada atau tidak adanya chorioamnionitis.

A. Konservatif
1) Rawat di rumah sakit.
2) Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari).
3) Jika umur kehamilan < 32 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
4) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negative, beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin.
5) Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
6) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterin).
7) Pada usia kehamilan 32-37 minggu, berikan steroid untuk
memacukematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.

B. Aktif
1) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin.Pada persalinan
pemberian infus Dekstrose 5% 500 ml drip oksitosin 5 unit/ 20 tetes akan
mengakibatkan uterus berkontraksi secara efektif shingga mendorong
janin melewati jalan lahir dengan cepat (Saifudin, 2009).Bila gagal,
lakukan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 μg – 50 μg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi,
berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
2) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.

25
3) Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan. Adapun penatalaksanaan ketuban
pecah dini menurut sarwono (2010), adalah sebagai berikut :
a) Ukur suhu dan nadi ibu setiap empat jam.
b) Setelah pemantauan janin elektronik, cek DJJ setiap empat jam
ketika sudah di rumah sakit.
c) Hitung sel darah putih dengan hitung jenis setiap hari atau setiap dua
hari.
d) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur.
e) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang
waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidakterjadi his spontan.
f) Pada usia kehamilan 24 sampai 32 minggu saat berat janin cukup,
perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan, dengan
kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan. Jika persalinan menuju
ke prematur maka dilakukan seksio sesarea.
g) Pemeriksaan USG untuk mengukur distansia biparietal dan perlu
melakukan aspirasi air ketuban untuk melakukan pemeriksaan
kematangan paru melalui perbandingan.

9. Komplikasi
Menurut Taufan Nugroho (2012), masalah potensial yang mungkin terjadi
pada kasus ketuban pecah dini adalah :
a. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34 minggu 50 %
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan
terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
1) Korioamnionitis
Korioamnionitisadalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion,
amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat

26
berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri
yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik
permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke
uterus.
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia,
pneumonia dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis terjadi sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering
daripada aterm.
2) Hipoksia dan Asfiksia akibat Oligohidramnion
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga
pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan
pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat (TaufanNugroho, 2012)
Menurut teori Varney (2008) bayi yang mengalami asfiksia akan
mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif
dengan segera
3) Sindrom deformitas janin.
KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai dengan
oligohidramnion yang berkepanjangan menyebabkan terjadinya deformasi
janin antara lain :
a) Sindroma Potter
Sindroma Potter dapat berbentuk “clubbed feet”, HipoplasiPulmonal
dan kelainan kranium yang terkait dengan oligohidramnion.
b) Deformitas Ekstrimitas

27

Anda mungkin juga menyukai