Anda di halaman 1dari 27

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/ Kelamin/Umur : An. A / Laki-laki / 17 bulan
b. Pekerjaan/Pendidikan :-
c. Alamat : RT.08 Olak Kemang

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Belum menikah
b. Jumlah anak/saudara : Anak tunggal
c. Status ekonomi keluarga : Mampu
d. Kondisi Rumah :
Pasien tinggal di rumah permanen dengan lantai semen, dinding
beton, dan atap seng. Di bagian dalam terdapat 1 ruang tidur dengan
ventilasi tanpa jendela, 1 dapur sekaligus ruang makan dengan
ventilasi tanpa jendela, 1 kamar mandi yang juga memiliki ventilasi.
Pencahayaan dan pertukaran udara di dalam rumah ini masih
tergolong kurang. Sumber air bersih berasal dari PDAM, air minum
dengan air galon, dan sumber listrik dari PLN.
e. Kondisi lingkungan sekitar :
Baik

III. Aspek Psikologis di Keluarga


 Pasien merupakan anak tunggal
 Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya
 Hubungan dengan anggota keluarga baik

IV. Keluhan Utama


Batuk berdahak sejak  2 hari yang lalu

1
V. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak datang dengan keluhan batuk sejak  4 hari yang lalu, awalnya
batuk kering biasa kemudian dalam 2 hari ini mulai berdahak dan batuk
dirasakan semakin memberat kemarin malam, menurut ibu anak juga terlihat
sesak dan ibu mendengar bunyi nafas ngorok saat anak tidur, selama 4 hari
ini anak belum diberikan obat batuk.
Sebelumnya  7 hari yang lalu anak sempat dibawa ke Puskesmas
karena demam tinggi naik turun terutama malam hari, menggigil (-),
berkeringat (-), kejang (-), sariawan (+), pilek (+), anak diberikan obat puyer
dan obat berwarna ungu yang dioleskan di mulut, setelah itu demam turun,
pilek dan sariawan sembuh. Nafsu makan dan minum baik, penurunan berat
badan (-), muntah (-), sakit menelan (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan,
sakit telinga (-).

VI. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga


 Riwayat dengan keluhan yang serupa (-)
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa (-)
 Riwayat TB pada keluarga atau tetangga dekat (-)

VII. Kebiasaan
Pasien ini sering bermain dengan tetangga sekitar yang yang tidak diketahui
riwayat penyakitnya.

VIII. Riwayat Imunisasi


BCG : dilakukan 1 kali
Hepatitis : dilakukan 3 kali
Polio : dilakukan 3 kali
DTP : dilakukan 3 kali
Campak : dilakukan 1 kali
Ibu pasien selalu membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi.

2
IX. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Nadi : 120 x/menit
4. Pernafasan : 41 x/menit
5. Suhu : 37,7°C
6. Berat Badan : 9,5 kg
7. Tinggi Badan : 76 cm
8. LP / LK / LLA : 49 cm / 47 cm / 14 cm
9. Status Gizi :
BB/U : -2SD s/d +2SD (Gizi baik)
TB/U : -2SD s/d +2SD (Normal)
BB/TB : -2SD s/d +2SD (Normal)
Pemeriksaan Organ
 Kepala Bentuk : normocephal, simetris
 Mata Enophtalmus (cekung) : (+/+)
Kelopak : edema (-/-)
Conjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya +/+
 Telinga : Sekret (-), serumen (-)
 Hidung : Nafas cuping hidung (-)
 Mulut Bibir : lembab
Gigi geligi : belum lengkap, caries (-)
Palatum : deviasi (-)
Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
Lidah : kotor (-), ulkus (-), stomatitis (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
 Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiriod (-)
 Thoraks; Cor (Jantung)
3
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II linea midclavicularis sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Kiri : ICS V linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo (Paru)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Inspeksi Statis & dinamis: simetris, Statis & dinamis : simetris,
retraksi dinding dada (-) retraksi dinding dada (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler, Wheezing (-), Vesikuler, Wheezing (-),
ronkhi basah kasar (+) di rhonki (-)
apeks dan basal
 Abdomen
Inspeksi Datar, sikatriks (-), dilatasi vena (-)
Palpasi Turgor baik, supel, nyeri tekan (-), hati dan lien
tidak teraba
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
 Ekstremitas Atas : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik

X. Pemeriksaan Penunjang
Belum dilakukan pemeriksaan

XI. Pemeriksaan Penunjang Anjuran


a. Darah rutin
b. Foto rontgen thoraks
c. Swab tenggorok (kultur)
4
d. CRP

XII. Diagnosis Kerja


Bronkopneumonia (J18.0 Bronchopneumonia, unspecified organism)

XIII. Diagnosis Banding


- Bronkiolitis akut (J21)
- Bronkitis (J20)
- Asma bronkial (J45.9)

XIV. Manajemen
a. Promotif :
 Menjelaskan pada ibu pasien mengenai penyakit bronkopneumonia
yang pasien derita mulai dari penyebab, faktor risiko, pengobatan,
pencegahan, serta komplikasi dari penyakit ini.
 Menjelaskan pentingnya pemberian ASI serta makanan bergizi
beserta manfaatnya terhadap status gizi maupun untuk membantu
proses pemulihan penyakitnya.
 Menjelaskan bagaimana cara meningkatkan kesehatan lingkungan
di antaranya dengan menambah pencahayaan di dalam rumah,
mungkin dengan menambah jendela sehingga pertukaran udara
juga menjadi lebih baik, membersihkan ventilasi yang tertutup
debu, mencuci sprei dan sarung bantal dua minggu sekali, tidak
menggantung pakaian terlalu banyak, menguras bak mandi 2-3
minggu sekali, serta meningkatkan kebersihan diri dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah makan, memastikan alat-alat makan
sudah dicuci dengan bersih sebelum digunakan, memotong kuku
anak 1-2 minggu sekali.
 Menjaga keseimbangan nutrisi dengan tetap memberikan ASI
dibarengi pemberian makanan bergizi, bersih, dan sehat sebaiknya
yang ibu buat sendiri seperti bubur atau nasi tim, daging, ikan,
5
telur, serta sayur dan buah yang disukai anak, serta banyak minum
air putih 1500-2000 ml sehari.
 Imunisasi dasar yang lengkap sehingga daya tahan tubuh anak baik.
Salah satu imunisasi yang dianjurkan adalah imunisasi yang khusus
untuk mencegah pneumonia, yaitu HiB (Haemophilus Influenzae
type B) dan pneumokokus. Imunisasi ini diberikan sebanyak tiga
kali dalam kurun waktu satu tahun.
 Pasien tidur cukup  12-14 jam sehari,  10-11 jam tidur malam, 2
jam tidur siang dan rajin diajak bergerak aktif.

b. Preventif :
 Hindari paparan asap rokok dan polusi udara
 Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit terutama sakit
dengan batuk-batuk disertai demam
 Kurangi aktifitas bermain diluar rumah
 Hindari lingkungan rumah yang pengap dengan rutin membuka
jendela dan ventilasi

c. Kuratif :
Non Farmakologi
Kompres untuk membantu menurunkan demam
Farmakologi
 Amoxicillin tab 3x1/2
 Puyer ISPA II 3x1

Tradisional
 Ramuan dari jahe dan daun pegagan. Campurkan 15 gr jahe
dengan 30 gr daun pegagan, direbus ke dalam 500cc air. Minum
rebusan ramuan ini setelah air rebusan berkurang hingga
setengahnya, yaitu sekitar 250cc. Obat ini biasa dikonsumsi

6
dalam jangka waktu pengobatan yang cukup lama, yaitu  12
hari. Dosis konsumsi obat ini 2 kali sehari secara teratur.
 Ramuan bunga sepatu. Siapkan 2 buah bunga sepatu yang telah
dicuci, ditumbuk hingga halus, dicampurkan dengan sedikit
garam dan 1 gelas air yang masak. Campuran ini tidak boleh
langsung diminum dan harus disaring dahulu. Setelah itu, air
campuran dapat diminum dengan dosis konsumsi 3 kali sehari.

d. Rehabilitatif
 Menjaga asupan makanan bergizi dan ASI untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak.
 Kontrol ulang ke puskesmas 2 hari kemudian untuk melihat apakah
keadaan membaik atau tidak.

7
DINAS KESEHATAN JAMBI DINAS KESEHATAN JAMBI
PUSKESMAS OLAK KEMANG PUSKESMAS OLAK KEMANG
dr. Frizka Primadewi Fulendry dr. Frizka Primadewi Fulendry
SIP.G1A216080 SIP.G1A216080
Telp. (0741) 669354 Telp. (0741) 669354

Tanggal : 25 November 2018 Tanggal : 25 November 2018

R/ Amoxicillin tab 500 mg no.V R/ Chloramphenicol caps 250mg no.VI


S.3.d.d. tab 1/2 M.f.pulv.dtd.no.IX
R/ Puyer ISPA IV no.X S.3.d.d.pulv.I
S.3.d.d. pulv 1 R/ Paracetamol tab 500 mg no.X
S.3.d.d. tab 1 (p.r.n)

Pro : An. A
Umur : 16 tahun Pro : An. A
Umur : 16 tahun
DINAS KESEHATAN JAMBI DINAS KESEHATAN JAMBI
PUSKESMAS OLAK KEMANG PUSKESMAS OLAK KEMANG
dr. Frizka Primadewi Fulendry dr. Frizka Primadewi Fulendry
SIP.G1A216080 SIP.G1A216080
Telp. (0741) 669354 Telp. (0741) 669354

Tanggal : 25 November 2018 Tanggal : 25 November 2018

R/ R/

Pro : An. A Pro : An. A


Umur : 16 tahun Umur : 16 tahun

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas
bagian bawah yang terbanyak kasusnya di dapatkan di praktek-praktek
dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi
penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita
hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia
dapat menurunkan angka kematian anak.1
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh
tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa.1,2
Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu
suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang
sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution).1

9
2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh
penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia
lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang
melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang
biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.1,3
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta
kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5
per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan
kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita
setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.1,2,3

2.3 Etiologi1
Bronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh
faktor infeksi dan non-infeksi.
a. Faktor infeksi

Pada umumnya pneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu


Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenza. Pada bayi dan
anak kecil dapat ditemukan Staphilococcus aureus sebagai penyebab
pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas
yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronchopneumonia tersering adalah
Streptococcus grup B, batang gram negative dan Chlamidia. Namun
selain bakteri, bronchopneumonia atau pneumonia lobaris yang paling
sering dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun, biasanya juga
disebabkan oleh virus, antara lain adenovirus, virus parainfluenza, virus

10
influenza, dan enterovirus. Adapun etiologi pneumonia pada anak sesuai
dengan kelompok umur:9
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E.Colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria Haemofillus influenza
monocytogenes Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
3minggu-3bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia Bordetella pertussis
trachomatis Haemofillus influenza tipe B
Streptococcus Moraxella catharalis
pneumonia
Virus
Virus Adeno Staphyloccus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyticum
Virus parainfluenza Virus
1,2,3 Virus Sitomegalo
Respiratory Syncitial
Virus
4bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia Haemofillus influenza tipe B
pneumoniae Neisseria meningitidis
Mycoplasma Moraxella catharalis
pneumoniae Staphyloccus aureus
Streptococcus

11
pneumonia
Virus Virus
Virus Adeno Virus Varicella-Zoster
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncitial
Virus
5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia Haemofillus influenza tipe B
pneumoniae Legionella sp
Mycoplasma Staphyloccus aureus
pneumoniae Virus
Streptococcus Virus Adeno
pneumonia Virus Epstein-Barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory Syncitial Virus
Virus Varicella-Zoster

b. Faktor Non Infeksi


1. Bronkopneumonia hidrokarbon; bronkopneumonia yang terjadi
karena aspirasi, penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah, dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid; bronkopneumonia yang terjadi akibat
pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
setiap keadaan yang menggangu mekanisme menelan seperti
palatoskizis pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau
12
pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
yang sedang menangis.
Selain faktor diatas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang
belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi
terjadinya penyakit ini.

2.4 Klasifikasi1,2,3
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan
etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang
lebih relevan.
a. Pembagian secara anatomis :
- Pneumonia lobaris yaitu radang paru yang mengenai satu atau
lebih dari satu lobus.
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) yaitu radang yang
mengenai lobules-lobulus dan tersebar di dalam paru.
- Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) yaitu radang yang
mengenai jaringan interstisial paru dan bronchitis.
b. Pembagian secara etiologi :
- Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia,
Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenza.
- Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus,
Adenoviru
- Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis,
Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis.
- Corpus alienum
- Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan
amnion, benda asing

13
- Pneumoniahipostatik
- Sindroma loeffle

2.5 Patogenesis1,2,4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui
berbagai cara, antara lain :
- Inhalasi langsung dari udara
- Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
- Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
- Hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat
efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
- Susunan anatomis rongga hidung
- Jaringan limfoid di nasofaring
- Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
- Refleks batuk.
- Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi.
- Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe
regional.
- Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A.
- Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial
yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.

14
- Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang
pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.
- Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida
maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

15
bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.

3. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

2.6 Diagnosis
a. Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena
demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat
dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
b. Pemeriksaan Fisik
Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat
disertai retraksi epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila
beberapa kelainan kecil menyatu. Pada perkusi sering tidak
ditemukan kelainan, tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi

16
satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi terdengar
vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang
terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi sedangkan
pada stadium hepatisasi ronkhi tidak terdengar.
c. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC; pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya ditemukan
leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Pneumonia
bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3)
menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat
(>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri,
sering ditemukan pada keadaan bakteremia, dan resiko terjadinya
komplikasi lebih tinggi.
b. CRP (C-Reactive Protein); Suatu protein fase akut yang disintesis
oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan,
produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin (IL-6, IL-1 dan
TNF). Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superficialis dan daripada infeksi bakteri profunda.
c. Uji serologis; secara umum tidak terlalu bermanfaat dalam
mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan tetapi, untuk mendeteksi
infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta
beberapa virus seperti RSV, sitomegalo, campak, Parainfluenza
1,2,3, influenza A dan B dan adeno, peningkatan antibody IgM dan
IgG dapat dikonfirmasi.
d. Pemeriksaan mikrobiologis; tidak rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat yang dirawat di RS. Spesimen dapat berasal dari
usap tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi
pleura, atau aspirasi paru. Pada pneumonia specimen yang
memenuhi syarat yakni sputum yang mengandung lebih dari 25
leukosit, dan kurang dari 40 sel epitel/ lapangan pada pemeriksaan
mikroskopis dengan pembesaran kecil. Specimen dari nasofaring
17
untuk kultur maupun untuk deteksi antigen bakteri kurang
bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di
nasofaring. Kultur darah jarang positif pada infeksi mikoplasma
dan klamidia, oleh karena itu, tidak rutin dianjurkan.
e. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia pada
kasus berat. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
f. Pemeriksaan radiologi
Ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer
paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila
dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh
karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang
lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia
dibedakan berdasarkan:
1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral
dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan diberi antibiotika.
2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa
sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai
pernafasan yang cepat :

- 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan


- 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
- 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda
dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu
diberi antibiotika.

18
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
b. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama
virus deteksi antigen bakteri

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan bertujuan untuk mengeradikasi infeksi, menurunkan
morbiditas dan mencegah komplikasi. Sebaiknya pengobatan diberikan
berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman, akan tetapi mengingat
hal ini sulit dilakukan, maka di bagian IKA pengobatan langsung
diberikan
1. Pemberian antibiotika polifragmasi selama 10 - 15 hari, meliputi :
a. Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini
pertama secara oral, misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau
kotrimoksazol 4 mg/kgBB. Pada pneumonia ringan berobat jalan,
dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%.
b. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah
kloramfenikol; < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari, > 6 bulan : 50-75
mg/KgBB/hari dosis dibagi dalam 3-4 dosis
c. Atau ampicillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis ditambah
gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari diberikan dalam 2 dosis
d. Pada penderita yang dicurigai resisten dengan obat tersebut
berdasarkan riwayat pemakaian obat sebelumnya, atau pneumonia
berat dengan tanda bahaya, atau tidak tampak perbaikan klinis dalam
3 hari, maka obat diganti dengan cephalosporin generasi ke-3 (dosis
tergantung jenis obat) atau penderita yang tadinya mendapat
kloramfenikol diganti dengan gentamisin dengan dosis 3-5
mg/kgBB/hr diberikan dalam 2 dosis.
2. Terapi cairan (desktrose 5 % ditambah NaCl 15%) dan terapi oksigen bila
diperlukan
19
3. Simptomatik; antipiretik bila demam, bronkodilator
4. Tindak lanjut
a. Pengamatan rutin; frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan vena,
hepatomegali, tanda asidosis, dan tanda komplikasi.
b. Indikasi pulang; bila tidak sesak dan intake adekuat.

Indikasi rawat
Kriteria rawat inap, yaitu :
Pada bayi
 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
 frekuensi napas > 60 x/menit
 distress pernapasan, apneu intermitten, atau grunting
 tidak mau minum / menetek

Pada anak
 saturasi oksigen ≤ 92 %, sianosis
 frekuensi napas ≥ 50 x/menit
 distress pernapasan
 grunting
 terdapat tanda dehidrasi

Kriteria pulang:
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan peroral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah

2.8 Komplikasi

20
1. Otitis media akut (OMA); terjadi bila tidak diobati, maka sputum
yang berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, oklusi tuba,
terjadi tekanan negatif pada telinga tengah dan timbul efusi.
2. Atelektasis; pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru.
3. Efusi pleura
4. Emfisema; suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura
5. Meningoensefalitis; infeksi yang menyerang selaput otak dan/atau
parenkim otak
6. Abses paru; pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
7. Endokarditis bacterial; peradangan pada katup endokardial.

2.9 Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-
protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara
malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya
zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya
bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi
dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor
infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

2.10 Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari
kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit
yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-
hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh
kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti: cara hidup sehat,
21
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga, dan lain-lain. Melakukan vaksinasi juga
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain;
vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. Influenza, vaksinasi Varisela yang
dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah.

Gambar 2.1 Jadwal Imunisasi Tahun 2015

BAB III

22
ANALISIS KASUS

Hubungan anamnesis dan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan


sekitar:
 Pasien tinggal di rumah permanen dengan lantai semen, dinding beton, dan
atap seng. Di depan rumah terdapat warung, di bagian dalam terdapat 1 ruang
tidur dengan ventilasi tanpa jendela, 1 dapur sekaligus ruang makan dengan
ventilasi tanpa jendela, 1 kamar mandi yang juga memiliki ventilasi.
Pencahayaan dan pertukaran udara di dalam rumah ini masih tergolong kurang.
Sumber air bersih berasal dari PDAM, air minum dengan air galon, dan sumber
listrik dari PLN.
 Ada hubungan antara keadaan rumah pasien dengan penyakit yang diderita
pasien, dimana kondisi udara maupun pencahayaan di dalam rumah kurang
sehat; lembab dan gelap, cahaya matahari sukar masuk, dimana kondisi
lingkungan seperti itu merupakan keadaan yang mendukung untuk
perkembangan bakteri maupun jamur yang dapat menimbulkan berbagai
penyakit, di antaranya pneumonia.

Hubungan diagnosis dengan keluarga dan hubungan keluarga:


 Pasien merupakan anak tunggal dan tinggal bersama ayah dan ibunya,
hubungan dengan anggota keluarga baik.
 Tidak ada hubungan antara keadaan keluarga dengan penyakit yang diderita
pasien.

Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar:
 Anak biasa makan 3-4 kali sehari sesuai keinginan anak dengan porsi yang
sesuai usianya, kuat minum ASI. Anak sering diajak bermain oleh tetangga
sekitar yang tidak diketahui masing-masing tetangga tersebut mengidap
penyakit tertentu atau tidak.

23
 Ada hubungan antara perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan
sekitar dengan penyakit yang diderita pasien; Transmisi penyakit dari orang
sekitar sangat rentan pada anak-anak, pasien ini sering bermain dengan
tetangga sekitar yang bisa saja tetangga-tetangga tersebut tanpa disadari
menularkan penyakitnya kepada pasien, sehingga daya tahan tubuh pasien
semakin lemah dan akhirnya mengalami infeksi pneumonia.

Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
ini:
 Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas (pilek) sekitar
seminggu yang lalu, hal ini memungkinkan menjadi penyebab terjadinya
komplikasi penyebaran infeksi ke saluran pernafasan bagian bawah, yaitu
mencapai parenkim paru serta bronkus, keadaan ini yang disebut dengan
bronkopneumonia.
 Kondisi udara maupun pencahayaan di dalam rumah kurang sehat; lembab
dan gelap, cahaya matahari sukar masuk, dimana kondisi lingkungan
seperti itu merupakan keadaan yang mendukung untuk perkembangan
bakteri maupun jamur yang dapat menimbulkan berbagai penyakit, di
antaranya pneumonia.
 Transmisi penyakit dari orang sekitar sangat rentan pada anak-anak, pasien
ini sering bermain dengan tetangga sekitar yang bisa saja tetangga-
tetangga tersebut tanpa disadari menularkan penyakitnya kepada pasien,
sehingga daya tahan tubuh pasien semakin lemah dan akhirnya mengalami
infeksi pneumonia.

Analisis untuk mengurangi paparan:


 Menjaga keseimbangan nutrisi dengan tetap memberikan ASI dibarengi
pemberian makanan bergizi yang ibu buat sendiri seperti bubur atau nasi
tim, daging, ikan, telur, serta sayur dan buah yang disukai anak, serta
banyak minum air putih 1500-2000 ml sehari.

24
 Imunisasi dasar yang lengkap sehingga daya tahan tubuh anak baik.
Salah satu imunisasi yang dianjurkan adalah imunisasi yang khusus
untuk mencegah pneumonia, yaitu HiB (Haemophilus Influenzae type B)
dan pneumokokus. Imunisasi ini diberikan sebanyak tiga kali dalam
kurun waktu satu tahun.
 Menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal pasien.
 Pasien tidur cukup  12-14 jam sehari,  10-11 jam tidur malam dan 2
jam tidur siang dan rajin diajak bergerak aktif.
 Hindari paparan asap rokok
 Hindari tinggal di lingkungan yang tidak sehat (kumuh) dan berdempetan
 Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit terutama sakit dengan
batuk-batuk disertai demam

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Theodore C., Charles G., dalam buku Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-
18. Philadelphia : WB Saunders, 2007.
2. Garna H Herry. Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak. Bandung :
Penerbit FK Unpad. 2005. Hal : 400-402.
3. Mereinstein Gerald B, David W Kaplan, Adam A Rosenberg. Buku Pegangan
Pediatri. Edisi 17. Jakarta : Penerbit Widya Medika. 2002. Hal :506-507.
4. William W. Myron. Current diagnosis & treatment pediatrics edisi 20. USA
lange. 2010.
5. Darmawan Budi Setyanto. dalam buku Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi
Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2008. Hal : 333-347.
6. Epstein C, Leland F. dalam buku .Rudolph's Pediatrics. Edisi ke-21.
California : Prentice Hall International Inc.2003: 671-676; 1990-6

26
LAMPIRAN

Dapur dan ruang makan Ruang tidur pasien

Kamar mandi

27

Anda mungkin juga menyukai