PENDAHULUAN
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) adalah respon obat yang berbahaya
dan tidak diinginkan terjadi pada dosis normal yang digunakan untuk manusia sebagai
profilaksis, diagnosis, terapi suatu penyakit, dan untuk memperbaiki sistem fisiologis
(Alomar 2014). Definisi ROTD hampir mirip dengan Adverse Drug Event (ADE). WHO
mendefinisikan ADE sebagai kejadian medis tidak diinginkan yang mungkin muncul selama
pengobatan tetapi tidak selalu demikian memiliki hubungan kausal dengan perawatan (WHO
2005). Perbedaan utama antara ROTD dan ADE adalah bahwa ROTD terjadi meskipun
pemberian dan pemberian dosis yang tepat, sedangkan ADE juga dapat dikaitkan dengan
penggunaan yang obat tidak tepat atau penyebab lain yang terjadi selama terapi obat tetapi
tidak selalu disebabkan oleh farmakologi dari obat itu sendiri.
Beberapa hal dapat meningkatkan risiko terjadinya ROTD dan salah satunya adalah
usia. Masalah ROTD perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan penurunan
kualitas hidup, peningkatan kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit, bahkan kematian
(Christianie et al. 2008). Apoteker mempunyai peran dalam mengidentifikasi pasien,
penilaian, pendidikan, rujukan, dan pemantauan sistem pelaporan ROTD. Apoteker
menyerahkan laporan ROTD dengan tujuan memberikan informasi untuk dokter. Hal tersebut
menunjukan bahwa pelaporan ROTD oleh apoteker merupakan bagian penting untuk sistem
pelaporan spontan (Sarah Ulfa, Hendy Ristiono 2017)
BAB II
PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Klasifikasi dan tipe ROTD dikutip dari Schartz and Weber (2015) , Lavan
and Gallagher (2016) :
Reaksi obat yang merugikan awalnya diklasifikasikan ke dalam dua subtipe. ROTD
Tipe A tergantung pada dosis dan dapat diprediksi adalah yang berhubungan dengan
farmakologis yang dikenal efek obat, seperti hipotensi ortostatik dengan obat antihipertensi.
ROTD Tipe B adalah tidak umum dan tidak dapat diprediksi, tergantung pada yang diketahui
farmakologi obat, tidak bergantung pada dosis. Reaksi hipersensitivitas (alergi) terhadap obat
adalah contoh ROTD tipe B. Reaksi tipe A adalah kemudian disebut augmented, dan reaksi
tipe B, bizarre. Dua jenis reaksi lebih lanjut akhirnya: kronis, yang berhubungan dengan dosis
dan waktu (tipe C), dan reaksi yang terkait waktu (tipe D). Putus obat menjadi kategori
kelima (tipe E), dan yang terbaru, kegagalan terapi menjadi kategori keenam (tipe F) (Schartz
and Weber 2015)
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alomar, Muaed Jamal. 2014. “Factors Affecting the Development of Adverse Drug
Reactions (Review Article).” Saudi Pharmaceutical Journal 22(2): 83–94.
Christianie, Merry, Siti Setiati, Yulia Trisna, and Retnosari Andrajati. 2008. “Kejadian
Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki Yang Menyebabkan Pasien Usia Lanjut Dirawat
Di Ruang Perawatan Penyakit Dalam Instalasi Rawat Inap B Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo.” Majalah Ilmu Kefarmasian V(3): 138–49.
Lavan, Amanda Hanora, and Paul Gallagher. 2016. “Predicting Risk of Adverse Drug
Reactions in Older Adults.” Therapeutic Advances in Drug Safety 7(1): 11–22.
Sarah Ulfa, Hendy Ristiono, Dyah A Perwitasari. 2017. “Sistem Pelaporan Monitoring Efek
Samping.” JURNAL ILMIAH MANUNTUNG 3(2): 150–57.
Schartz, Stephanie N., and Robert J. Weber. 2015. “Adverse Drug Reactions.” Psap: 229–67.
Wester, Karin et al. 2008. “Incidence of Fatal Adverse Drug Reactions: A Population Based
Study.” British Journal of Clinical Pharmacology 65(4): 573–79.
Wulandari, Nora, Retnosari Andrajati, and Sudibyo Supardi. 2016. “Faktor Risiko Umur
Lansia Terhadap Kejadian Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki Pada Pasien Hipertensi
, Diabetes , Dislipidemia Di Tiga Puskesmas Di Kota Depok.” Jurnal Kefarmasian
Indonesia 6(1): 60–67.