Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae (Kumar et al. 2013).
Organisme ini dalam proses infeksinya memerlukan kontak langsung dengan mukosa
dari individu yang terinfeksi, biasanya saat hubungan seksual (Kumar et al. 2013).
Kasus baru penyakit gonore dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut
Annual Epidemiological Report 2013 oleh European Disease Control and Prevention
(ECDC) dari tahun 2007 - 2011 terdapat peningkatan jumlah kasus gonore sebesar
19%. Berdasarkan data WHO pada tahun 2005 diperkirakan terdapat 88 juta kasus
baru gonore pada kelompok usia 15-49 tahun dan prevalensinya 31 juta kasus.
Menurut Kandun, et. al. 2011 dalam Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku
(STBP) 2011 prevalensi gonore di Negara Indonesia paling tinggi pada kelompok
Wanita Pekerja Seks Langsung (WPSL) yakni sebesar 38%, kemudian diikuti oleh
waria (29%), LSL (21%), dan Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) (19%).
Jumlah pasangan seks yang multipel merupakan suatu faktor yang berperan
dalam meningkatkan penularan penyakit infeksi menular seksual (IMS). Pasangan
seks multipel dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu monogami secara serial atau
konkurensi, yaitu memiliki lebih dari satu pasangan dalam periode waktu yang sama
(Manhart, 2002).
Dalam pembahasan tentang N. gonorrhoeae terdapat istilah yang disebut
dengan kelompok core-group. Kelompok tersebut adalah kelompok dengan perilaku
risiko tinggi dalam transmisi (terinfeksi dan menginfeksi) bakteri N. gonorrhea
(Tapsall, 2001). Kelompok ini dapat diidentifikasi dengan pekerjaan (PSK,
pengemudi truk jarak jauh, pelayar) atau dari orientasi seksual ,misal LSL (Tapsall,
2001). Pada core-group, tingkat berganti pasangan seks tinggi. Lebih lanjut, setiap
pasangannya dapat terinfeksi dan menginfeksi N. gonorrheae (Tapsall, 2001) Individu
yang melakukan hubungan seks dengan makin banyak pasangan seks akan makin
meningkatkan peluang untuk terpapar terhadap agen infeksius yang berasal dari
pasangan yang terinfeksi (Anderson, 1992).

1
Faktor lain yang berperan dalam penularan penyakit gonore dalam populasi adalah
banyak jumlah individu terinfeksi N. gonorrheae yang asimptomatis atau gejalanya
minor sehingga diabaikan. Individu-individu tersebut tidak berhenti melakukan
aktivitas seksual sehingga terus melanjutkan transmisi N. Gonorrhoeae (Ram, 2013).
Menurut Skerlev (2014) risiko terinfeksi N. gonorrheae setelah sekali paparan
hubungan seksual dengan individu yang terinfeksi adalah sekitar 20%, kemudian
risiko meningkat menjadi 60-80% setelah 4 kali paparan atau lebih. Dengan asumsi
seorang individu berganti paling tidak 1 pasangan setelah 1 bulan berhubungan
dengan pasangan pertama, maka perlu untuk melacak berapakah jumlah pasangan
seksual dalam 6 bulan terakhir.
Oleh karena pada penderita gonore dapat dijumpai ketidakmunculan gejala
dan interval periode inkubasi yang memanjang, sehingga perlu untuk dilakukan
pelacakan mengenai kontak seksual yang telah dilakukan oleh pasienya yaitu
mengenai riwayat jumlah pasangan seks dari pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan latar belakang di atas didapatkan rumusan masalah :
1) Apa Definisi Gonorhea?
2) Apa Etiologi Gonorhea?
3) Bagaimana Pathogenesis Gonorhea?
4) Apa Klasifikasi Gonorhea ?
5) Bagaimana Manifestasi Klinis Gonorhea?
6) Bagaimana Potofisiologis Keperawatan Gonorhea?
7) Apa Komplikasi Gonorhea?
8) Apa Pemeriksaan Penunjang Gonorhea?
9) Bagaimana Penatalaksanaan Gonorhea?
10) Bagaimana Asuhan keperawatan klien Gonorhea?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
Makalah ini dibuat agar mahasiswa mengerti dan memahami tentang Asuhan
Keperawatan Gonorhea
1.3.2 Tujuan Umum
1) Definisi Gonorhea

2
2) Etiologi Gonorhea
3) Pathogenesis Gonorhea
4) Klasifikasi Gonorhea
5) Manifestasi Klinis Gonorhea
6) Potofisiologis Keperawatan Gonorhea
7) Komplikasi Gonorhea
8) Pemeriksaan Penunjang Gonorhea
9) Penatalaksanaan Gonorhea
10) Asuhan keperawatan klien Gonorhea

3
BAB II

PEMBAHASAAN

2.1 Definisi
Gonore (GO) adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh
kuman yang bernama Neisseria Gonorrhoaea yang menginfeksikan lapisan dalam
uretra. Leher Rahim, rectum (usus bagian bawah). Tenggorokan maupun bagian putih
mata (Gonorhaea Conjungtiva).
Selama beberapa abad bermacam-macam telah di gunakan untuk
mendeskripsikan infeksi yang disebabkan oleh Neisseria Gonorrhoaea ini diantaranya:
‘Strangurv’ yang digunakan oleh Hipocrates. Penamaan gonore sendiri diberikan oleh
Galen (130 SM) untuk menggambarkan eksudat uretra yang sifatnya seperti aliran air
mata (flow of sad) dan M.Neisser dikenalkan oleh Albert Neisser yang menemukan
mikroorganisme tersebut pada tahun 1879 dari pewarnaan apusan yang diambil dari
vagina , uretra dan eksudat konjungtiva

2.2 Etiologi
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea yang
bersifat patogen. Neisseria Gonorrhoaea adalah bakteri yang tidak dapat bergerak,
tidak memiliki spora, jenis diplokokkus gram negative dengan ukuran 0,8 -1,6 mikro.
Bakteri genokokkus tidak tahan terhadap kelembaban. Yang cenderung
mempengaruhi transmisi seksual . bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen tetapi
biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya diatmosfer. Bakteri ini
membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui transferrin,

4
laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan
suhu rendah. Tumbuh optimal pada suhu 35-370 dan pH 7,2-7,6 untuk pertumbuhan
yang optimal.
Gonokokkus terdiri dari 4 morfologi, type 1 dan 2 memiliki pili yang bersifat
virulen dan terdapat pada permukaannya. Sedang tipe 3 dan 4 tidak memiliki pili dan
bersifat non-virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan
reaksi radang.
Gonore bisa menyebar melalui aliran darah kebagian tubuh lainnya terutama
kulit dan persendian. Pada wanita gonore bisa naik ke saluran kelamin dan
menginfeksi selaput dalam panggul sehingga menimbulkan nyeri panggul dan
gangguan reproduksi.

2.3 Patogenesis Gonorhe


Meskipun telah banyak peningkatan dalam pengetahuan tentang pathogenesis
dari mikroorganisme, mekanisme molecular yang tepat tentang invasi gonokokkus
kedalam sel Host tetap belum diketahui. Ada beberapa factor virulen yang terlibat
dalam mekanisme perlekatan, inflamasi dan invasi mukosa. Pili memainkan peranan
penting dalam pathogenesis gonorhe. Pili meningkatkan adesi ke sel Host, yang
mungkin merupakan alasan mengapa gonokokkus yang tidak memiliki pili kurang
mampu menginfeksi manusia. Antibody antipili memblok adesi epithelial dan
meningkatkan kemampuan dari sel fagosit.
Juga diketahui bahwa ekspresi reseptor transferrin mempunyai peranan
penting dan ekspresi full-length lipo-oligosaccharide (LOS) . daerah yang paling
mudah terinfeksi ialah daerah epitel kolumnar dari uretra dan endoserviks, kelenjar
dan ductus parauretra pada pria dan wanita, kelenjar bartolini, konjungtiva mata dan
rectum.infeksi primer yang terjadi pada wanita yang belum pubertas terjadi didaerah
epitel skuamosa dari vagina

2.4 Klasifikasi
Famili Neisseriaceae meliputi spesies Neisseria dan Moxarella catarralis
seperti acinetobacter dan kingella serta spesies moxarella lainnya. Neisseria adalah
cocci gram negatif yang biasanya berpasangan. Neisseria gonorrhoeae ( gonococci )
dan Neisseria meningitidis ( meningococci ) adalah patogen pada manusia dan
biasanya ditemukan bergabung atau di dalam sel polimorfonuklear. Beberapa

5
neisseriae berhabitat di saluran pernafasan manusia, jarang menimbulkan penyakit
dan terjadi ekstraselular. Gonococci dan meningococci saling berhubungan erat,
dengan 70% DNA homolog, dan dapat dibedakan melalui beberapa tes laboratorium
dengan ciri-ciri spesifik : meningococci memiliki kapsul polisakarida sedangkan
gonococci tidak, dan meningococci jarang memiliki plasmid dimana kebanyakan
gonococci memilikinya. Yang paling penting, kedua spesies tersebut dapat dibedakan
dengan presentasi klinis dari penyakit yang disebabkannya : meningococci biasanya
ditemukan pada saluran pernafasan atas dan menyebabkan meningitis, sementara
gonococci menyebabkan infeksi alat kelamin. Spektrum klinis dari penyakit
disebabkan oleh kelebihan gonococci dan meningococci.

2.5 Manifestasi Klinis


a) Pada pria
1. Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-5 hari,
kadang - kadang lebih lama karena pengobatan diri sendiri tapi dengan dosis yang
tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan.
2. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti nyeri
ketika berkemih
3. Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan keluarnya
lendir mukoid dari uretra
4. Retensi urin akibat inflamasi prostat
5. Keluarnya nanah dari penis atau kadang-kadang sedikit mengandung darah.
6. Tempat masuk kuman pada pria di uretra manimbulkan uretritis. Yang paling
sering adalah uretritis anterior akut dan dapat menjalar sehingga terjadi
komplikasi. Komplikasi bisa berupa komplikasi lokal, yaitu : tisonitis,
parauretritis, littritis, dan cowperitis. Komplikasi asenden, yaitu : prostatitis,
vesikulitis vas deferentitis/funikulitis epididimitis, trigonitis ; dan komplikasi
diseminata.
7. Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas sewaktu kencing terdapat pada ujung
penis atau bagian distal uretra, perasaan nyeri saat ereksi.

b) Pada wanita

1. Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi

6
2. Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan
(asimtomatis)
3. Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita
menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk berkemih
4. Nyeri ketika berkemih
5. Keluarnya cairan dari vagina
6. Demam
7. Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta
menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual
8. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen.
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga seks melalui anus, dapat
menderita gonore di rektumnya. Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar
anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah disekitar anus tampak merah
dan kasar serta tinja terbungkus oleh lendir dan nanah.
9. Pada umumnya terdapat rasa sakit pada punggung bagian bawah, bersama-sama
keadaan tidak enak badan

2.6 Patofisiologi
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks, saluran anus,
konjungtiva dan farings. Infeksi dapat meluas dan melibatkan prostate, vas deferens,
vesikula seminalis, epididimis dan testis pada pria dan kelenjar skene, bartholini,
endometrium, tuba fallopi dan ovarium pada wanita.
Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel dan melalui
jaringan sub epitel di mana gonokokus ini terpajan ke system imun (serum,
komplemen, immunoglobulin A(IgA), dan lain-lain), dan difagositosis oleh neutrofil.
Virulensi bergantung pada apakah gonokokus mudah melekat dan berpenetrasi ke
dalam sel penjamu, begitu pula resistensi terhadap serum, fagositosis, dan
pemusnahan intraseluler oleh polimorfonukleosit. Faktor yang mendukung virulensi
ini adalah pili, protein, membrane bagian luar, lipopolisakarida, dan protease IgA

2.7 Komplikasi
a. Pada Pria
1. Tysonitis, biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat panjang dan
kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat berdasarkan ditemukannya butir

7
pus atau pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus
tertutup akan menjadi akses dan merupakan sumber infeksi laten.
2. Parauretritis, sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau
hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara
parauretra.
3. Radang kelenjar Littre (littritis), tidak mempunyai gejala khusus. Pada urin
ditemukan benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran tersumbat dapat
terjadi abses folikular. Diagnosis komplikasi ini ditegakkan dengan uretroskopi.
4. Infeksi pada kelenjar Cowper (Cowperitis), dapat menyebabkan abses. Keluhan
berupa nyeri dan adanya benjolan di daerah perineum disertai rasa penuh dan
panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika tidak diobati, abses akan pecah
melalui kulit perineum, uretra, atau rektum dan mengakibatkan proktitis.
5. Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak di daerah perineum dan
suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing sampai hematuria, spasme otot uretra
sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi.
Pada pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri
tekan, dan adanya fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati abses akan
pecah, masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis.
6. Gejala prostatitis kronik ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang menetap.
Terasa tidak enak di perineum bagian dalam dan rasa tidak enak bila duduk terlalu
lama. pada pemeriksaan prostat teraba kenyal, berbentuk nodus, dan sedikit nyeri
pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit
menemukan kuman gonokok.
7. Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus
ejakulatorium, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau apididimitis akut.
Gejala subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, yaitu demam, polakisuria,
hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan sperma
mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula
seminalis yang membengkak dan keras seperti sosis, memanjang di atas prostat.
Ada kalanya menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
8. Pada vas deferentitis atau funikulitis, gejala berupa perasaan nyeri pada daerah
abdomen bagian bawah pada sisi yang sama.
9. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertaivas
deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini adalah

8
trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh pengelolaan atau kelalaian
pasien sendiri. Epididimis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga
testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali.
Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
10. Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria.
Gejalanya berupa poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
b) Pada Wanita
1. Parauretritis. Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
2. Kelenjar bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah
dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien berjalan dan pasien sukar duduk.
Abses dapat timbul dan pecah melalui mukosa atau kulit. Bila tidak diobati dapat
rekurens atau menjadi kista.
3. Salpingitis, dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa faktor
predisposisi, yaitu masa puerpurium, setelah tindakan dilatasi dan kuretase, dan
pemakaian IUD. Infeksi langsung terjadi dari serviks melalui tuba fallopi ke daerah
salping dan ovum sehingga sehingga dapat menyebabkan penyakit radang panggul
(PRP). Gejalanya terasa nyeri didaerah abdomen bawah, duh tuba vagina, disuria,
dan menstruasi yang tidak teratur atau abnormal. PRP yang simtomatik atau
asimtomatik dapat menyebabkan jaringan parut pada tuba sehingga dapat
mengakibatkan infertilitas atau kehamilan diluar kandungan.
4. Diagnosis banding yang perlu dipikirkan antara lain kehamilan di luar kandungan,
apendisitis akut, abortus septik, endometriosis, ileitis regional, dan divertikulitis.
Penegakan diagnosis dilakukan dengan pungsi kavum Douglas, kultur, dan
laparoskopi.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
pembantu yang terdiri atas beberapa tahapan :
1. Sediaan Langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram
negatif, intraseluler dan ekstraseluler.
2. Kultur (Biakan)
Untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan (kultur).
Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.

9
3. Tes Definitif
4. Tes Oksidasi : Semua golongan Neisseria akan bereaksi positif
5. Tes fermentasi : Kuman gonokokus hanya meragikan glukosa
6. Tes Beta Laktamase
Hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning menjadi merah
apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
7. Tes Thomson
Dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan untuk
mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.

2.9 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
- Walaupun semua gonokokkus seblumnya sangat sensitive terhadap penisilin,
banyak strain yang sekarang relative resisten. Terapi penisilin, amoksisilin, dan
tetrasiklin masih tetap merupakan pengobatan pilihan.
- Untuk sebagian besar infeksi, penisilin G dalam aqua 4,8 unit ditambah 1 gr
probonesid peroral sebelum penyuntikan penisilin merupakan pengobatan yang
memadai.
- Spectinomycin berguna untuk penyakit gonokokkus yang resisten dan penderita
yang peka terhadap penisilin. Dosis : 2 gr IM untuk pria dan 4 gr untuk wanita.
- Pengobatan jangka panjang diperlukan untuk endocarditis dan meningitis
gonokokkus.
2. Non medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada klien dengan menjelaskan tentang :
- Bahaya penyakit menular seksual
- Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
- Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak
dapat dihindari
- Cara-cara menghindari infeksi PMS dimasa yang akan datang.

10
2.10 Pencegahan
1. Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan orang yang
terinfeksi
2. Pemakaian Kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama
sekali risiko penularan penyakit ini
3. Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
4. Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih
jauh dan mencegah penularan
5. Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan
keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus
Seorang Pria datang ke poliklinik dengan keluhan rasa tidak enak pada uretra
kemudian diikuti nyeri ketika berkemih. Rasa buang air kecil disertai dengan
keluarnya lendir mukoid dari uretra. Klien juga mengatakn keluar nanh dari penisnya.
Dokter mendiagnosa Gonorhea.

3.2 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Identitas klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengeluh rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika
berkemih.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan merasa nyeri saat berkemih, dan ketika buang air kecil
disertai dengan keluarnya lendir mukoid dari uretra. Klien juga
mengatakan keluar nanah dari penisnya.
c. Pemeriksaan fisik
 Tingkat Kesadaran
- GCS ? 4. 5. 6
- TTV ?
 Pengkajian Persistem
- Sistem Integume : inflamasi jaringan disekitar uretra

2. Analisa Data
No. Analisa Data Problem Etiologi
1. Ds : klien mengatakan merasa nyeri Reaksi infeksi Nyeri

12
saat berkemih
Do : klien nampak meringis
2. Ds : klien mengatakan ketika buang Proses inflamasi Perubahan
air kecil disertai dengan keluarnya pola inflamasi
lendir mukoid dari uretra urin
Do : klien nampak gelisah

3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d reaksi infeksi
2) Perubahan pola eliminasi urin b.d proses inflamasi

4. Intervensi
1) Nyeri b.d reaksi infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapakan nyeri klien akan berkurang/menghilang
Kriteria Hasil :
- Mengenali faktor penyebab
- Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
- Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
- Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol

Intervensi Rasional
1. Kaji secara komprehensif tentang 1. Menjadi parameter dasar untuk
nyeri meliputi lokasi, karakteristik, mengetahui sejauh mana rencana
dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intervensi yang diperlukan dan
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor- sebagai evaluasi keberhasilan dari
faktor presipitasi (PQRST). intervensi manajemen nyeri
2. Gunakan komunikasi terapeutik agar keperawatan.
klien dapat mengekspresikan nyeri. 2. Memberikan rasa nyaman kepada
3. Berikan dukungan terhadap klien dan pasien.
keluarga. 3. Memberikan motivasi kepada klien
4. Berikan analgesik sesuai anjuran. untuk perawatan efektif.
4. Memblok lintasan neyri sehingga

13
nyeri akan berkurang.

2) Perubahan pola eliminasi urin b.d proses inflamasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapakan panas klien normal dengan
Kriteria Hasil:
- Suhu dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi Rasional
1. Monitor vital sign 1. Peningkatan suhu tubuh menjadi
2. Kompres klien pada lipat paha dan stimulus rangsang kejang
aksila 2. Memberikan respon dingin pada
3. Berikan antipiretik bila perlu berupa pusat pengatur panas dan pada
paracetamol. pembuluh darah
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 3. Antipiretik diperlukan untuk
menurnkan panas tubuh dan
memberikan perasaan nyaman
pada pasien
4. Selain sebagai hidrasi tubuh, juga
akan meningkatkan pengeluaran
panas tubuh mellaui sistem
perkemihan, hingga panas tubuh
dapat keluar lewat urine.

5. Implementasi
No. Diagnosa Waktu Implementasi Paraf
keperawatan
1. Nyeri b.d reaksi 1. Mengkaji secara komp-
infeksi rehensif tentang nyeri me-
liputi lokasi, karakteristik,
dan onset, durasi, frekuensi,

14
kualitas, intensitas/beratnya
nyeri, dan faktor-faktor pre-
sipitasi (PQRST).
2. Menggunakan komunikasi
terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri.
3. Memberikan dukungan ter-
hadap klien dan keluarga.
4. Memberikan analgesik
sesuai anjuran
2. Perubahan pola 1. Memonitor vital sign
eliminasi urin b.d 2. Mengkompres klien pada
proses inflamasi lipat paha dan aksila
3. Memberikan antipiretik bila
perlu berupa paracetamol.
4. Meningkatkan intake cairan
dan nutrisi

6. Evaluasi
No. Diagnosa Evaluasi Paraf
keperawatan
1. Nyeri b.d reaksi S : klien mengatakan bahwa nyeri saat
infeksi berkemih sudah mulai ber-kurang.
O : klien sudah tidak nampak meringis
A : masalah teratasi
P : tindakan dihentikan
2. Perubahan pola S : klien mengatakan ketika buang air
eliminasi urin b.d kecil sudah tidak keluar lendir mukoid
proses inflamasi dari uretranya.
O : klien sudah tidak nampak gelisah
A : masalah teratasi
P : tindakan dihentikan

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gonore (GO) adalah penyakit menular seksual (PMS) yang disebabkan oleh
kuman yang bernama Neisseria Gonorrhoaea yang menginfeksikan lapisan dalam
uretra. Leher Rahim, rectum (usus bagian bawah). Tenggorokan maupun bagian putih
mata (Gonorhaea Conjungtiva).
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea yang
bersifat patogen. Neisseria Gonorrhoaea adalah bakteri yang tidak dapat bergerak,
tidak memiliki spora, jenis diplokokkus gram negative dengan ukuran 0,8 -1,6 mikro.

16

Anda mungkin juga menyukai