Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hipertensi merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya serangan penyakit
pembuluh darah lainnya. Namun sebagian besar masyarakat belum menyadari bahwa
hipertensi juga memiliki kaitan erat dengan kesehatan ginjal. Penyakit ginjal
merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Ditemukan peningkatan
insiden dan prevalensi di Amerika Serikat. Sedangkan di negara berkembang, insiden
ini diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahunnya. Prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar
25,8 persen dan sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi dimasyarakat tidak
terdiagnosis. Prevalensi hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada
laki-laki (Riskesdas, 2013).
Hipertensi merupakan faktor pemicu utama terjadinya penyakit ginjal akut
maupun penyakit ginjal kronik. Bahkan, hipertensi merupakan penyebab kejadian
gagal ginjal tahap akhir kedua terbanyak setelah diabetes mellitus. Dari 4.000
penderita hipertensi, sekitar 17 persen di antaranya juga menyumbang penyakit gagal
ginjal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurlaili Farida Muhajir 2010,
seseorang dengan hipertensi mempunyai kemungkinan untuk sakit Gagal Ginjal
Kronik 16,000 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang
tidak hipertensi.Untuk penyakit ginjal kronik, peningkatan terjadi sekitar 2-3 kali lipat
dari tahun sebelumnya.
Penyakit ginjal yang disebabkan karena hipertensi disebut nefropati hipertensi
(nefrosklerosis hipertensi) adalah penyakit ginjal yang disebabkan karena terjadinya
kerusakan vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah akut maupun
kronik. Nefropati hipertensi terbagi menjadi dua yakni nefropati hipertensi benigna
(Neproskelerosis benigna) dan nefropati hipertensi maligna (nefrosklerosis maligna)
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya jantung koroner, penyakit
kardiovaskuler, gagal ginjal, retinopati, stroke (Wibowo dkk, 2011).
Hipertensi dapat menjadi sebab maupun akibat dari disfungsi ginjal dan
penyakit ginjal. Nefrosklerosis hipertensi juga salah satu bentuk komplikasi target
akibat hipertensi. Di Asia, Jepang melaporkan bahwa kejadian nefrosklerosis sekitar
6%, sedangkan di Cina sekitar 7%.Di Indonesia sendiri, angka kejadian hipertensi

1
sebagai etiologi Penyakit GinjalKronik pada populasi berkisar 8,46% (Firmansyah,
2013).
Hipertensi yang berlangsung lama akan menyebabkan perubahan resistensi
arteriol aferen dan eferen yang telah menyempit akibat perubahan struktur
mikrovaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan iskemi glomerular dan mengaktivasi
respons inflamasi yang pada akhirnya akan mengaktivasi apoptosis, meningkatkan
produksi matriks dan deposit pada mikrovaskular glomerulus dan terjadilah
glomerulosklerosis atau nefrosklerosis (Firmansyah, 2013).
Nefrosklerosis yang terjadi akibat hipertensi terbagi menjadi dua yakni
nefrosklerosis maligna dan beningna. Nefrosklerosis benigna ditandai dengan
penebalan dinding arteri kecil dan arteriol, dikenal sebagai arteriolosklerosis hialin,
dan penyempitan lumen yang mengakibatkan aliran darah ke ginjal berkurang
(Firmansyah, 2013).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi dari Nefrosklerosis?
2. Bagaimana klasifikasi dari Nefrosklerosis?
3. Bagaimana etiologi dari Nefrosklerosis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Nefrosklerosis?
5. Bagaimana Woc dari Nefrosklerosis?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Nefrosklerosis?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Nefrosklerosis?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Nefrosklerosis?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Nefrosklerosis?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari Nefrosklerosis
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Nefrosklerosis
3. Untuk mengetahui etiologi dari Nefrosklerosis
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Nefrosklerosis
5. Untuk mengetahui Woc dari Nefrosklerosis
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Nefrosklerosis
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Nefrosklerosis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Nefrosklerosis

2
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Nefrosklerosis

1.4 MANFAAT
a. Bagi pembaca
Manfaat penyusunan askep Nefrosklerosis ini adalah agar pembaca dapat
mengetahui segala sesuatu tentang Nefrosklerosis
b. Bagi penulis
1. Penulis dapat mengetahui tentang Nefrosklerosis secara lebih mendalam.
2. Penulis dapat mengungkapkan pemikirannya dalam bentuk ilmiah.
3. Penulis dapat menhargai karya orang lain ( dalam bentuk kutipan dan daftar
pustaka.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Secara sederhana, nefrosklerosis diartikan sebagai pengerasan ginjal. Kata ini
diperkenalkan oleh Theodor Fahr lebih dari satu abad yang lalu. Secara terminologi,
nefrosklerosis hipertensif diartikan sebagai nefrosklerosis benigna, dengan
ditemukannya kerusakan pada arteriola arkuata, interlobular, serta arteriola aferen dan
eferen. Gambaran histopatologi ditandai adanya hialinoisis arteriolar dan hipertrofi
otot vaskular.
Nefrosklerosis adalah pengerasan atau sklerosis arteri ginjal akibat hipertensi
yang lama. Penyakit ini menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan bercak
nekrosis parenkim renal. Kadang-kadang terjadi fibrosis dan kerusakan glomerulus.
Nefrosklerosis hipertensi adalah penyakit ginjal yang disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal oleh adanya peningkatan tekanan darah.
Nefrosklerosis yang terjadi akibat hipertensi (nefrosklerosis hipertensive) terbagi
menjadi dua yakni Neproskelerosis benigna dan nefrosklerosis
maligna.(suryono,2001)

2.2 KLASIFIKASI
1. Nefrosklerosis maligna
Nefrosklerosis ganas terjadi pada hipertensi maligna. Komplikasi ini terjadi pada
sekitar 5% pasien hipertensi. Sering dihubungkan dengan hipertensi maligna
(tekanan darah diastolik > 130 mm Hg). Hal ini biasanya terjadi pada dewasa
muda,dan pria terkena dua kali lipat lebih sering dari pada wanita. Proses penyakit
berkembang cepat dan lebih dari 50% pasien meninggal akibat uremia dalam
beberapa tahun.
Ginjal berukuran normal atau sedikit membesar dan mempunyai permukaan yang
licin dengan banyak perdarahan petekia kecil. Secara mikroskopis, terdapat
nekrosis fibrinoid (nekrosis fibrinoid tampak sebagai bahan granular merah muda
yang tampak dengan imunofluoresen) arteriol dan glomerulus. Arteri interlobus
memperlihatkan proliferasi selular intimal dan fibrosis yang berlapis-lapis (kulit
bawang). Penyempitan lumen menyebabkan iskemia. Secara klinis, nefrosklerosis

4
ganas bermanifestasi sebagai proteinuria dan hematuria,yang kemudian dengan
cepat diikuti oleh gagal ginjal akut.
2. Nefrosklerosis benigna
Neproskelerosis benigna adalah kerusakan vaskularisasi pada ginjal yang
disebabkan karena peningkatan tekanan darah yang menetap (hipertensi stage 2)
baik primer maupun sekunder dalam kurun waktu lebih dari 3 bulan dengan LFG
< 60 mL/menit/1,73m2 .
Nefrosklerosis jinak terjadi pada sebagian besar pasien hipertensi esensial.
Perubahan serupa tampak pada autopsi pasien usia lanjut tanpa hipertensi, akibat
proses penuaan. Terdapat pengurangan ukuran ginjal yang simetris bilateral.
Permukaan ginjal bergranular merata halus dan terjadi penipisan yang seragam
pada korteks ginjal. Secara mikroskopis, terdapat penebalan hialin dinding arteri
kecil dan arteriol (penyempitan lumen pembuluh darah ini menyebabkan iskemia
glomerulus kronis), sklerosis global pada glomerulus, dan atrofi nefron dengan
fibrosis intertisial

2.3 ETIOLOGI
Nefrosklrosis maligna merupakan suatu keadaan yang lebih berat, yang terjadi
bersamaan dengan hipertensi maligna. Hipertensi maligna paling sering terjadi akibat
tekanan darah tinggi yang tidak terkendali, tetapi juga bisa terjadi akibat :
- Glomerulonefritis
- Gagal ginjal kronis
- Penyempitan arteri renalis (hipertensi vaskuler renalis)
- Peradangan pembuluh darah ginjal (vaskulitis renalis)
Nefrosklerosis benigna biasanya ditemukan pada dewasa lanjut. Penyebabnya
dikarenakan nefrosklerosis benigna ini sering dihubungkan dengan arterisklerosis/usia
tua dan hipertensi

2.4 PATOFISIOLOGI
Tekanan glumerular dipengaruhi oleh tiga faktor yakni tekanan arteri rerata (mean
arterial pressure – MAP) atau tekanan perfusi, dan kedua arteriol aferen dan arteriol
eferen. Kondisi normal tekanan darah sistemik yang mengalami peningkatan secara
kontinyu tidak berakibat banyak pada mikrovaskular glomerular. Hal ini karena
adanya perlindungan oleh suatu mekanisme autoregulasi dengan vasokontriksi arteriol

5
aferen untuk mempertahankan “renal blod flow” dan agar tekanan hidrostatik
intraglomerular dalam keadaan relative konstan. Respon peningkatan MAP
(Mekanisme Autoregulasi Kapiler) adalah peningkatan resistensi arteriol aferen untuk
mencegah tekanan sistemik yang tinggi dalam kapiler. Sedangkan pada resistensi
arteriol eferen dapat menurunkan dan menyebabkan dekompresi pada glumerulus. Hal
ini berguna untuk membatasi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler glumerular,
guna mempertahankan aliran plasma renal agar dalam kondisi konstan. Jika MAP
berada sedikit diatas batas autoregulasi, yang terjadi adalah nefrosklerosis benigna,
namun jika terjadi peningkkatan akselerasi tekanan darah yang mendadak dapat
mengakibatkan terjadinya nefrosklerosis maligna. Hipertensi yang berlangsung lama
akan menyebabkan perubahan resistensi arteriol aferen dan eferen yang menyempit
akibat perubahan struktur mikrovaskuler. Pada kondisi ini akan menyebabkan iskemi
glomerular dan mengaktivasi respon inflamsi. Hasilnya, akan terjadi pelepasan
mediator inflamasi, dan aktivasi angiotensin II intrarenal. Kondisi ini pada akhirnya
akan mengaktivasi apoptosis guna meningkatkan produksi matriks dan deposit pada
mikrovaskular glumerulus dan terjadilah sklerosis glomerulus atau nefrosklerosis.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


- Nokturia
- Proteinuria ringan
- Gelisah
- Linglung
- Mengantuk
- Penglihatan kabur
- Sakit kepala
- Mual,muntah
- Hematuria makroskopik
- Proteinuria berat
- Peningkatan kreatinin plasma

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Biopsi ginjal pada nefrosklerosis hipertensif serupa kondisi pada nefropati
diabetic. Biopsi ginjal hanya dilakukan pada keadaan tertentu saja yakni pada
penderita yang tidak mengalami askselerasi hipertensi atau riwayat hipertensi yang

6
lama disertai dengan kadar serum kreatinin kurang dari 2,5mg/dl dan proteinuria lebih
dari 1.500 mg/24 jam meski ada juga yang menyebutkan proteinuria dapat kurang dari
500 mg/24 jam .

2.7 PENATALAKSANAAN
Hingga saat ini, penatalaksanaan NH (nefrosklerosis hipertensif) masih
mengacu pada penelitian AASK (African American Study of Kidney Disease and
Hypertension). AASK meneliti 1094 orang ras Afrika-Amerika yang hipertensi kronik
dengan gangguan fungsi ginjal yang tidak dapat dijelaksan sebabnya serta adanya
proteinuria ringan berkisar 500-600 mg per hari. Digunakan tiga obat antihipertensi
yakni ramipril, metoprolol dan amlodipin. Target penurunan tekanan darah adalah
125/75 mmHg atau 140/90 mmHg. Sasaran primer pada akhir penelitian ini adalah
perubahan LFG yakni saat pertama terjadi penurunan LFG 50% atau LFG 25
ml/menit/1,73 m2, saat terjadi gagal ginjal atau saat kematian. Penelitian ini selama
4tahun, didapatkan rerata penuruan tekanan darah tertinggi adalah 141/85 mmHg dan
rerata penurunan tekanan darah terendah adalah 128/78 mmHg. Sasaran primer
ternyata tidak berbeda bermakna pada kelompok dengan target 140/90 mmHg atau
125/75 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa target tekanan darah kurang 140/90
mmHg tidak memberikan hasil lebih baik. Dari segi kelompok jenis obat, ramipril
menunjukkan hasil sasaran primer yang lebih baik dibandingkan dengan metoprolol
atau berbeda bermaknadengan amlodipin. Namun setelah 10 tahun penelitian, tidak
didapatkan perbedaan bermakna antara ketiga jenis antihipertensi maupun penurunan
tekanan darah serendah mungkin terhadap progesi penurunan LFG.
Dari hasil penelitian jurnal yang dilakukan oleh Siewer-Delle dkk di Swedia,
diteliti 23 pasien pria dengan hipertensi primer baru dan 11 pasien pria dengan
normotensi dengan usia yang sama. Antihipertensi yang dipakai adalah penyekat beta
dan penambah hidroklorotiazid jika diperlukan. lFG dinilai pada saat awal, saat 7
tahun dan saat 14 tahun. Setelah 7 tahun penelitian, ternyata didapatkan penurunan
LFG dari 103 ml/menit/1,73m2 menjadi 84ml/menit/ 1,73m2. Namun setelah itu tidak
terjadi penurunan LFG sampai dengan tahun ke 14. Selama 14 tahun penelitian,
didapatkan rerata tekanan darah berkisar 139/88 mmHg. Siewert menyimpulkan
bahwa pada pasien Swedia (ras kulit putih), pengendalian hipertensi dengan obat
konvensional dapat mencegah penurunan fungsi ginjal selama 14 tahun.

7
Jadi dapat disimpulkan bahwa target (1) penurunan tekanan darah pada pasien
dengan nefrosklerosis hipertensif adalah <140/90 mmHg. Dan target (2) semua jenis
antihipertensi menunjukkan hasil yang tidak berbeda dalam mencegah progesi
penurunan LFG. Penatalaksaan lain dengan operasi by pass rekontruksi vascular.
Dimana tujuan operasi adalah untuk menghilangkan hipertensi dan memperbaiki
perfusi/atrofi ginjal lebih lanjut. Dan sebagai hasil dari tindakan operasi rekontruksi
vascular salah satu komplikasinya yakni perdarahan, thrombosis arterial, thrombosis
V.renalis, restenosis dan gagal ginjal akut. Penyebab utama kematian adalah uremia
pasca bedah, perdarahan dan infark jantung. Serta tidak membaiknya hipertensi pasca
bedah adalah thrombosis dalam arteri yang diperbaiki. Apabila tidak ada komplikasi
yang berhubngan dengan teknik operasi, hasil rekontruksi lebih baik.
Pengobatan terhadap nefrosklerosis berfokus pada deteksi awal terhadap
hipertensi dan pengobatannya. Faktor penyebab harus dicari dan dilakukan tindakan
untuk menurunkan hipertensi. Apabila terjadi kerusakan ginjal yang berarti,
pemulihan kesehatan umum pasien dan perlambatan laju kerusakan ginjal dapat
menjadi tujuan pengobatan. Pengendalian hipertensi tetap dilaksanakan. Untuk
menangani kedaruratan hipertensif, vasodilator yang poten, missal diazoksid dan
natrium nitroprusid, perludipakai. Obat ini diberikan secara drip IV dan dapat
menurunkan tekanan darah dengan cepat. Pemantauan terhadap hipotensi, takikardia,
kegelisahan, sakitkepala, kejangotot, dan nyeri retrosternum atau abdominal
dilakukan secaraterus-menerus. Perawatan untuk pasien dengan nefrosklerosis sama
dengan gagal ginjal kronik.

2.8 PENCEGAHAN
Pencegahan yang baik adalah penapisan rutin untuk mendeteksi hipertensi,pengobatan
hipertensi,dan perawatan lanjutan. Strategi pencegahan yang efektif dalam
mengidentifikasi individu beresiko tinggi (usia, obesitas, diabetes mellitus, riwayat
keluarga positif, perokok, dan tidak melakukan gerak badan) dan menerapkan
modifikasi hidup yang sesuai. Pasien dengan nefrosklerosis perlu juga mengatasi jenis
obat, modifikasi diet, dan perawatan lanjut. Ia perlu diberi pengetahuan dan
ketrampilan memantau tekanan darahnya serta mengukur asupan dan pengeluaran
cairan.

8
2.9 WOC
Mekanisme autoregulasi
yang tidak adekuat

Iskemi glomerular

hipertensi

Kerusakan ginjal

NEFROSKLEROSIS

Kerusakan pada Laju glomelurus Kerusakan pada


glomelurus meningkat glomelurus

Gangguan filtasi Peningkatan MAP Muncul tanda dan


gelaja poliuri
Peningkatan protein
Poliuri,
dalam tubuh
hematuria Kurang
pengetahuan
MK: Peningkatan katabolisme
HIPOVOLEMIA protein
MK: ANSIETAS

Penumpukan
toksin/racun di lambung

nokturia

Mual, muntah dan anorexia


MK:
GANGGUAN
MK: NUTRISI
POLA TIDUR
KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. ILUSTRASI KASUS


Tn P berumur 30 tahun datang ke RSUD gambiran pada tanggal 21 mei 2018
pukul 08:00 WIB. Pada saat datang ke RS pasien mengatakan mengatakan mual muntah
dan tidak nafsu makan, makan 3x1 sehari hanya habis 1-2 sendok bert badan pasien
juga turun.pasien juga mengeluh urine nya berwarna merah dan sangat serimg berkemih
di malam hari Hasil pemeriksaan fisik kesadaran composmetis, TTV : TD: 90/60
mmHg , suhu: 39,5ºC, N: 110x/mnt, RR : 20x/mnt, BB : 50kg, TB: 170cm
3.2. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Tn. P
Jenis kelamin : laki-laki
Usia : 30 tahun

Suku/Bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : wiraswasta

Status perkawinan : Menikah

Alamat : jl. Kalimantan mojoroto,kota kediri


B. PENANGGUNG JAWAB

Nama istri : Ny T

jenis kelamin : perempuan

usia : 28 tahun

agama : islam

suku : jawa

pendidikan : SMA

10
status perkawinan : menikah

pekerjaan : IRT

alama : jl. Kalimantan mojoroto,kota kediri

C. Riwayat kesehatan saat ini


1. Keluhan utama
Pasien mengatakan mual muntah
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan mual muntah dan tidak nafsu makan, makan 3x1 sehari hanya
habis 1-2 sendok.pasien juga mengeluh urine nya berwarna merah dan sangat
serimg berkemih di malam hari
3. Penyakit dahulu
Pasien mengatakan mengalami hipertensi
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluraga tidak mempunyaui riawayat penyakit seperti klien
D. Pola aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi
Pasien mengatakan makan tidak nafsu makan 3x1 sehari hanya habis 1-2 sendok
2. Eliminasi
Pasien mengatakan urine berwarna merah saat berkemih
3. Istirahat dan tidur
Pasien mengatakan tidur 4 jam perhari, dan sering terbangun
4. Aktivitas fisik
Pasien hanya tidur dan terbaring lemah
5. Personal hygine
Diseka oleh istrinya 2xsehari

E. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : composmetis
TTV : TD: 90/60mmHg , suhu: 39,5ºC, N: 110x/mnt, RR : 20x/mnt
BB : 50kg

11
TB: 170cm
IMT: 17,3
b. Kepala
Rambut: hitam, pendek, lurus, dan mengalami kerontokan
Wajah: bentuk simetris tidak ada oedem, dan ekspresi wajah menyeringai
Mata: simetris, konjungtiva anemis, mata cowong dan sclera ikterus
Hidung: tidak ada serumen dan polip
Mulut: mukosa bibir kering, bau mulut amonia, tidak ada perdarahan pada bibir
c. Leher
Tidak ada pembesaran pada kelenjar tyroid, tidak ada gangguan fungsi menelan
d. Dada dan Thorax
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi dan benjolan
Palpasi: normal
Auskultasi: tidak ada suara wheezing dan ronchi
Perkusi: simetrsi, paru kanan dan kiri sonor
e. Abdomen
Inspeksi: bentuk tidak simetris
Auskultasi: terdengar bunyi bising pada aorta abdomen
Palpasi: adanya masa atau pembekakan
Perkusi: adanya bunyi redup
f. Ekstremitas
Atas: tangan kanan dan kiri simetris, terpasang infuse ditangan kanan, turgor kulit
menurun dan berwarna kuning
Bawah: kaki kanan dan kiri simetris
g. Genetalia
Genetalia terpasang kateter dan ada pembengkakan
F. Pemeriksaan penunjang
Kadar serum kreatinin :2,0 mg/dl
USG : bentuk ginjal iregular

12
3.3. ANALISA DATA
Data Etiologi masalah
DS: Laju glomelurus meningkat Defisit nutrisi
- Pasien mengatakan sering
mual muntah peningkatanMAP
- Pasien mengatakan makan
tidak nafsu makan 3x1 peningkatan protein
sehari hanya habis 1-2
sendok peningkatan katabolisme
DO: protein
- Berat badan menurun
- Membran mukosa pucat penumpukan racun
- Otot menelan lemah
- BB : 50kg mual muntah
- TB: 170cm
- IMT: 17,3
- TTV : TD: 90/60mmHg
- suhu: 39,5ºC
- N: 110x/mnt
- RR : 20x/mnt
DS: Kerusakan pd glomerulus hipovolemia
- Pasien mengatakan
mengeluh haus Gangguan filtrasi
- Pasien mengatakan merasa
lemah poliuri
- Pasien mengatakan BAK
sehari sampai 15x
- Pasien mengatakan tidak
mau banyak minum karena

takut terus BAK ±800ml

DO:
- Turgor kulit menurun
- Nadi teraba lemah

13
- Membran mukosa kering
- Urine output: 2500ml
- TTV : TD: 90/60mmHg
- suhu: 39,5ºC
- N: 110x/mnt
- RR : 20x/mnt
DS: Kerusakan pd glomrlurus Ansietas
- Pasien mengatakan merasa
bingung Tanda dan gejala poliuri
- Pasien mengatakan kwatir
dengan penyakitnya Kurang pengetahuan
DO:
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak tegang
- Pasien tterlihat sulit tidur
- Pasien terlihat puca
- TTV : TD: 90/60mmHg
- suhu: 39,5ºC
- N: 110x/mnt
- RR : 20x/mnt

3.4. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan
2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
3. Ansietas b.d kurang terpapar informasi
3.5. INTERVENSI KEPERAWATAN
no diagnosa Tujuan intervensi
1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan
b.d keperwatan 2x24 jam dengan 2. Kaji kemampuan pasien
ketidakmampua kriteria hasil: untuk mendapat kan nutrisi
n menelan 1. Adanya peningkatan berat yang di butuhkan
makanan badan 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Tidak ada tanda-tanda 4. Monitor jumlah nutrisi dan

14
malnutrisi kandungan kalori
3. Menunjukan peningkatan 5. Monitor mual muntah
fungsi pengecapan dan 6. Monitor turgor kulit
menelan 7. Monitor bb pasien dalam
4. Tidak terjadi penurunan batas normal
berat badan berarti 8. Monitor adanya penurunan
berat badan
2. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan catatan intake
kehilangan keperwatan 2x24 jam dengan output yang akurat
cairan aktif kriteria hasil: 2. Monitor status hidrasi
1. Mempertahankan urine 3. Monitor TTV
output sesuai dengan usia 4. Dorong pasien untuk
dan BB menambah intake oral
2. Tekanan darah ,nadi,suhu 5. Monitor status cairan
tubuh dalam batas normal termasuk intake dan output
3. Tidak ada tanda-tanda cairan
dehidrasi,elastisiras turgor 6. Monitor respon pasien thd
baik,membran mukosa penambahan cairan
lembab,tidak ada rasa 7. Kolaborasi dengan dokter
haus yang berlebihan 8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
3. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang
kurang terpapar keperwatan 2x24 jam dengan menenangkan
informasi kriteria hasil: 2. Pahami prespektif pasien
1. Klien mampu terhadap situasi stress
mengidentifikasi dan 3. Dengarkan pasien dengan
mengungkapkan gejala penuh perhatian
cemas 4. Bantu pasien mengenali
2. Mengidetifikasi,mengung situasi yang menimbulkan
kapkan dan menunjukan kecemasan
tehnik untuk kontrol 5. Dorong pasien untu
cemas mengungkapkan perasaan
3. TTV dalam batas normal ketakutan, persepsi

15
4. Postur tubuh ,ekspresi 6. Intruksikan pasien
wajah ,bahasa tubuh dan menggunakan teknik
tingkat aktivitas relaksasi
menunjukan 7. Berikan obat untuk
berkuranganya kecemasan mengurangi cemas

3.6. IMPLEMENTASI
NO diagnosa tanggal implementsi paraf
1. Defisit Nutrisi 21 mei 2018 1. mengkaji adanya alergi
b.d Jam 08.00 makanan
ketidakmampu 2. mengkaji kemampuan pasien
an menelan untuk mendapat kan nutrisi yang
makanan di butuhkan
3. mengkolaborasi dengan ahli gizi
4. memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
5. Memonitor mual muntah
6. Memonitor turgor kulit
7. Memonitor bb pasien dalam
batas normal
8. Memonitor adanya penurunan
berat badan
2. Hipovolemia 21 mei 2018 1. mempertahankan catatan intake
b.d kehilangan Jam 08.00 output yang akurat
cairan aktif 2. Memonitor status hidrasi
3. Memonitor TTV
4. mendorong pasien untuk
menambah intake oral
5. Memonitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
6. Memonitor respon pasien thd
penambahan cairan

16
7. menkolaborasi dengan dokter
8. meberikan cairan IV pada suhu
ruangan
3. Ansietas b.d 21 mei 2018 1. menggunakan pendekatan yang
kurang terpapar Jam 08.00 menenangkan
informasi 2. memahami prespektif pasien
terhadap situasi stress
3. mendengarkan pasien dengan
penuh perhatian
4. membantu pasien mengenali
situasi yang menimbulkan
kecemasan
5. medorong pasien untu
mengungkapkan perasaan
ketakutan, persepsi
6. mengintruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
7. memberikan obat untuk
mengurangi cemas

3.7. EVALUASI
NO diagnosa Tanggal & waktu evaluasi
1. Defisit Nutrisi 23 mei 2018 S:
b.d 14.00 - Pasien mengatakan sudah tidk mual
ketidakmampuan muntah
menelan - Pasien mengatakan sudah nafsu makan
makanan O:
- Berat badan 50,5 kg
- Mebran mukosa lembab
- Otot menelan normal
- TB: 170cm
- IMT: 17,5
- TTV : TD: 130/80mmHg

17
- suhu: 37,5ºC
- N: 100x/mnt
- RR : 20x/mnt
A:masalah tertaasi sebgaian
P:lanjutkan intervensi 3,4,7,8
2. Hipovolemia b.d 23 mei 2018 S:
kehilangan Jam 14.00 - Pasien mengatakan sduah tidak
cairan aktif mengeluh haus
- Pasien mengatakan merasa lemah
O:
- Turgor kulit baik
- Nadi teraba lemah
- Membran mukosa lembab
- TTV : TD: 130/80mmHg
- suhu: 37,5ºC
- N: 100x/mnt
- RR : 20x/mnt
A:masalah teratasi sebagian
P:lanjutkan intervensi 1,2,3,5,6
3. Ansietas b.d 23 mei 2018 S:
kurang terpapar Jam 14.00 - Pasien mengatakan sudah tidak
informasi bingung
- Pasien mengatakan sudah tidak kwatir
dengan penyakitnya
O:
- Pasien tampak rileks
- Pasien sudah bisa tidur pulas
- Pasien terlihat tidak pucat
- TTV : TD: 130/80mmHg
- suhu: 37,5ºC
- N: 100x/mnt
- RR : 20x/mnt
O:masalah teratasi

18
P:hentikan intervensi

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Hipertensi yang lama dapat menyebabkan nefrosklerosis. Nefrosklerosis sendiri
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang serius seperti gagal ginjal akut.
Nefrosklerosis adalah pengerasan atau sklerosis arteri ginjal akibat hipertensi yang lama.
Nefrosklerosis menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan bercak nekrosis
parenkim renal.

4.2 SARAN
Pada dewasa akhir hendaknya melakukan pengontrolan tekanan darah dengan cara
mengatur pola makan dan gaya hidup supaya tidak sampai menderita nefrosklerosis,
karena usia dewasa akhir rentan akan terjadinya hipertensi yang dapat menimbulkan
terjadinya nefrosklerosis.

20
DAFTAR PUSTAKA
Nurlaili Farida Muhajir. 2010. Hubungan antara hipertensi dengan kejadian gagal Ginjal
kronik di bagian rawat inap penyakit dalam Rsud panembahan senopati bantul
yogyakarta Periode 1 januari 2009 – 31 agustus 2010. Yogyakarta : Universitas
Ahmad Dahlan.
Markum. 2006. Gagal ginjal akut dalam buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jakarta : FKUI.
Agus Tessy. 2006. Hipertensi pada penyakit ginjal. dalam buku ajar Ilmu penyakit dalam.
Jakarta : FKUI.604-6.
Prabowo, Eko dan Eka, Andi. 2014. Buku ajar asuhan keperawatan system perkemihan
pendekatan NANDA, NIC, dan NOC:Jogjakarta; Nuha Medika
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 20 Mei 2018
Padila.(2013). Asuhan keperawatan penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Abdullah, M., Firmansyah, M. A., 2013. Clinical Apporach and Management of Chronic. The
Indonesian Journal of Internal Medicine. 45 (2) : 157- 165.
Wibowo. 2011. budaya organisasi : sebuah kebutuhan untuk meningkatkan kinerja jangka
panjang , Jakarta: Rajawali Pers.

21

Anda mungkin juga menyukai