Anda di halaman 1dari 28

Dr. Andi Irawan Asfar, Sp.

FK
1
1. Sistem saraf Pusat

2. Sistem saraf otonom

2
 Psikofarmaka (Psikotropik)
 Psikoleptika : menekan atau mengambat
fungsi-fungsi tertentu dari susunan saraf
pusat yakni hipnotika, sedatif, dan
transquilizer serta antipsikotika
 Psiko-analeptik : menstimulasi seluruh
susunan saraf pusat yakni anti depresi dan
psikostimulansia
 Umum dan lokal
 Jenis obat vertigo dan obat migrain

3
 Jenis obat untuk gangguan neurologis, seperti
anti epileptika, multiple sclerosis dan
parkinson
 Jenis obat yang menghalau atau memblokir
perasaan sakit, yauti analgetik, anastetik
umum dan lokal
 Jenis obat vertigo dan obat migrain

4
 Analgetika atau obat penghilang rasa
nyeri adalah zat-zat yang mengurangi
atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (perbedaan
dengan anastetika umum)

5
 Atas dasar kerja farmakologisnya,
analgetik dibagi dalam 2 kelompok
besar, yaitu:
1. Analgetik perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral.
2. Analgetik narkotik, khusus digunakan
untuk menghalau nyeri hebat seperti
pada kanker.

6
 Menghalangi terbentuknya rangsangan
pada reseptor nyeri perifer dengan
analgetik perifer
 Merintangi penyaluran rangsangan di
saraf-saraf sensoris, misal dengan
anastetik lokal
 Blokade pusat nyeri di susunan saraf
pusat dengan analgetik sentral (narkotik)
atau dengan anastetik umum.
7
 Parasetamol
 Salisilat : Asetosal, salisilamid, dan
benorilat
 Penghambat prostaglandin (NSAID’S) ;
ibupropen
 Derivat-derivat Pirazolinon :
aminofenazon
 Derivat-derivat antranilat : mefenaminat
 Lainnya : benzidamin
8
 Efek Analgetik
Meringankan atau menghilangkan rasa
nyeri tanpa mempengaruhi susunan
saraf pusat atau menurunkan kesadaran,
juga tidak menimbulkan ketagihan
(intensitas nyeri ringan sampai sedang)

9
 Efek antipiretik
Obat-obat ini akan menurunkan suhu
badan hanya pada keadaan demam.
Daya antipiretiknya berdasarkan
rangsangan terhadap pusat pengatur
kalor di hipotalamus yang
mengakibatkan vasodilatasi perifer (di
kulit) dan bertambahnya pengeluaran
kalor dan disertai keluar keringat yang
banyak.

10
 Efek anti radang atau anti inflamasi
Analgetik juga memiliki daya anti
radang, khususnya kelompok NSAID’S
(Non-Steroid Anti Inflamasi Drugs)
termasuk asetosal
Zat-zat ini digunakan untuk rasa nyeri
yang disertai peradangan

11
 ES yang paling umum adalah:
- gangguan lambung-usus (salisilat,
penghambat prostaglandin=NSAID’S,
derivat-derivat pirazolinon),
- kerusakan darah (parasetamol, salisilat,
derivat antranilat, derivat pirazolinon),
- kerusakan hati dan ginjal (parasetamol,
penghambat prostaglandin), dan
- juga reaksi alergi pada kulit.
 ES ini terutama terjadi pada penggunaan lama
atau dalam dosis tinggi.
12
 NSAID’S (Non Steroid Anti
InflamasiDrugs) berkhasiat analgetik,
antipiretik dan anti radang dan sering
digunakan untuk menghalau gejala
penyakit reuma, seperti arthritis
rheumatica, artrosis.

13
 Obat ini juga efektif untuk peradangan
lain akkibat trauma (pukulan, benturan,
kecelakaan). Juga pada setelah
pembedahan atau memar akibat olah
raga. Intinya obat ini mencegah
pembengkakan bila diminum sedini
mungkin dalam dosis yang cukup tinggi.

14
 Salisilat : asetosal, benorilat dan diflunisal
Dosis anti radang 2-3 kali lebih tinggi dari pada
dosis analgetik. Tetapi karena resiko efek
samping sehingga jarang digunakan dalam
obat rema.
 Asetat : diklofenak, alklofenak, indometasin,
sulindac
Alklofenak jarang digunakan lagi karena
menimbulkan reaksi kulit.
Indometasin termasuk obat yang terkuat daya
anti radangnya. Tetapi lebih sering
menyebabkan keluhan lambung.

15
 Propionat: Ibupropen, ketopropen, naproksen
 Oxicam : piroksikam, tenoxicam, meloxicam
 Antranilat: mefenaminat, nifluminat dan
meclofenamic acid
 Pirazolon : (oxy) fenilbutazon, azapropazon
 Lainnya : Nabumeton, benzidamin kream 3%,
bufexamac kream 5%
Benzidamin berkhasiat anti radang tetapi
kkurang efektif pada gangguan rematik

16
 Cara kerja NSAID’S sebagian besar
berdasarkan hambatan sintesa prostaglandin
dimana kedua jenis ciklo-oksigenase diblokir
 NSAID’S idealnya hanya menghambat ciklo-
oksigenase II/COX-II (peradangan) dan tidak
COX-I (perlindungan mukosa lambung)

17
 Efek ulcerogan : mual, muntah, nyeri lambung,
gastritis
 Obat yang banyak menimbulkan keluhan
lambung serius adalah indometasin,
piroksikam.
 Gangguan fungsi ginjal: insufisiensi, kelainan
pada regulasi elektrolit dan air (udem,
hiperkalemia). Prostaglandin (PG) memelihara
volume darah yang mengalir melalui ginjal
(perfusi) karena terhambatnya sintesa PG
maka perfusi dan laju filtrasi glomeruler
berkurang dengan efek-efek tersebut.

18
 Agregasi trombosit dikurangi, sehingga
masa perdarahan dapat diperpanjang.
Efek ini reversible kecuali asetosal.
 Reaksi kulit : ruam dan urtikaria
(diklofenak dan sulindac)
 Lain-lain : bronkokontriksi, efek sentral,
gangguan fungsi hati (diklofenak)

19
 Disebut juga OPIOIDA (=mirip opiat) adalah
zat yang bekerja terrhadap reseptor opioid
khas di susunan saraf pusat (SSP) hingga
persepsi nyeri dan respon emosional terhadap
nyeri berubah (dikurangi).
 Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya
sendiri, yakni zat endorfin (adalah kelompok
polipeptida endogen yang terdapat di cairan
cerebrospinal (CCS) dan dapat menimbulkan
efek yang menyerupai efek morfin).

20
 Agonis Opiat
 Alkaloid candu : morfin, kodein,
heroin, nicomorfin
 Zat sintesis : metadon dan derivat-
derivatnya (propoksifen), petidin dan
derivatnya serta tramadol
 Cara kerja obat ini sama dengan morfin,
hanya berbeda mengenai potensi dan
lama kerjanya, efek samping serta resiko
habituasi dan adiksi.

21
 Antagonis Opiat : Nalokson, nalorfin,
pentazosin
Bila digunakan sebagai analgetik, obat
ini dapat menduduki reseptor
 Kombinasi
Zat ini juga dapat mengikat pada
reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktivasi kerjanya dengan sempurna

22
 Endorfin bekerja dengan jalan menduduki
reseptor-reseptor nyeri di susunan saraf pusat
hingga perasaan nyeri dapat diblokir.
 Khasiat analgetik opioida berdasarkan
kemampuannya menduduki sisa-sisa reseptor
nyeri yang belum ditempati endorfin.
 Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus-
menerus. Pembentukan reseptor-reseptor baru
distimulasi dan produksi endorfin di ujung
saraf di rintangi. Akibatnya terjadilah
kebiasaan dan ketagihan.

23
 Tangga analgetik. WHO telah menyusun suatu
program penggunaan analgetik untuk nyeri
hebat (misal pada kanker), digolongkan dalam 3
kelas :
1. Non-opioid : NSAID’S, termasuk asetosal dan
kodein
2. Opioida lemah : d-propoksifen, tramadol dan
kodein atau kombinasi parasetamol+kodein
3. Opioida kuat : morfin dan derivatnya serta zat
sintesis opioida.

24
 Pertama obat 4 dd 1 g Parasetamol (4 kali sehari
1 gram parasetamol), bila efeknya kurang ke 4-6
dd kodein 30-60 mg (bersama parasetamol).
 Bila tidak juga baru opioid kuat : morfin (oral,
subkutan, kontinu, IV).
 Tujuannya di buat suatu tangga pengobatan
teresbut diatas untuk menghindari resiko
habituasi dan adiksi untuk opioid.

25
 Supresi SSP, mual sedasi, menekan pernafasan,
batuk, pada dosis lebih tinggi mengakibatkan
menurunnya aktivitas mental dan motoris.
 Saluran cerna : motilitas berkurang
(obstipansi), kontraksi sfingter kandung
empedu (kolik batu empedu)

26
 Saluran urogenital : retensi urin (karena
naiknya tonus dari sfingter kandung kemih)
 Saluran nafas : bronkokontriksi, pernafasan
menjadi lebih dangkal dan frekuensinya turun
 Sistem sirkulasi : vasodilatasi, hipertensi,
bradikardia
 Kebiasaan : dengan resiko adiksi pada
penggunaan lama.

27
28

Anda mungkin juga menyukai