KELAS : III A
Nuh adalah putra Lamik bin Matta Syalih bin Idris. Menurut Al-Quran usia Nabi Nuh ialah 950
tahun (QS. Al-'Ankabuut:14). Setelah Nabi Idris meninggal dunia, perilaku masyarakat semakin
menyimpang. Begitu juga kaum Nuh, yang ketika itu menyembah berhala. Al-Quran menyebutkan hal ini
dalam Surah Nuuh ayat 23. "Mereka berkata "Jangan kamu tinggalkan tuhan-tuhan kamu dan jangan
kamu tinggalkan Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr."
Selain itu, kaum Nuh terkenal zalim dan sewenang-wenang. Kejayaan dan kekayaan membuat
mereka sombong. Martabat dan harga diri diukur dari banyaknya harta. Karena itu, orang-orang miskin
dipandang rendah. Para budak diperlakukan seperti binatang. Melihat keadaan itu, Allah memerintahkan
Nuh untuk mengajak mereka ke jalan yang benar. Dengan sabarnya, Nabi Nuh menyampaikan ajaran-
ajaran Allah kepada masyarakat yang musyrik. Nabi Nuh berkata kepada kaumnya, "Dan sesungguhnya
aku memperingatkan kamu akan siksaan Allah dan aku menjelaskan kepadamu jalan keselamatan. Maka,
sembahlah Allah saja dan jangan menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Karena aku khawatir apabila
kamu menyembah selain Dia, atau menyekutukan-Nya dengan yang lain, Dia akan menyiksamu pada hari
kiamat dengan siksaan yang sangat menyedihkan." (QS. Huud: 25-26).
Ternyata, dakwah Nabi Nuh tidak mendapat sambutan yang baik. Mereka malah mencemooh dan
menghina Nabi Nuh. Mereka juga meremehkan Nabi Nuh dan pengikutnya yang miskin. "Maka,
berkatalah pemimpin-peminpin yang kafir dari kaumnya, 'Kami tidak melihat kamu melainkan (sebagai)
seorang manusia seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan
orang-orang yang hina dina diantara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki
sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang berdusta."
(QS. Huud: 27).
Pembuatan Kapal
Sudah tidak ada harapan lagi kaum Nuh akan beriman, kecuali sedikit. Akhirnya, Nabi Nuh
berdoa agar Allah menimpakan azab kepada kaumnya. Allah pun mengabulkan doa Nabi Nuh. Sebelum
membinasakan kaum kafir itu. Allah memerintahkan Nabi Nuh dan kaum Muslim menyiapkan alat untuk
menyelamatkan diri. Allah menyuruh mereka untuk membuat kapal. Nabi Nuh dan pengikutnya segera
menjalankan perintah Allah itu. Mereka mulai membuat kapal. Namun, pembuatan kapal diejek oleh
orang-orang kafir. Untuk menghadapi ejekan orang-orang kafir itu, Nabi Nuh berkata, "Jika kamu
mengejek Kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalin, mengejek
(kami). Kelak, kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya, dan
yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Huud : 38-39).
Air Bah
Nabi Nuh dan pengikutnya, kaum Muslim, akhirnya selesai membuat kapal. Selanjutnya, Allah
memerintahkan Nabi Nuh untuk mengumpulkan sepasang dari setiap jenis hewan yang hidup. Lalu,
hewan-hewan itu dimasukkan ke dalam kapal. Hal ini supaya mereka bisa berkembang biak lagi. Sebab,
nanti setelah bencana besar melanda, makhluk hidup di bumi akan musnah. Kecuali yang ikut naik ke
kapal Nabi Nuh. Setelah itu, Nabi Nuh menyuruh semua pengikutnya naik ke kapal. Nabi Nuh berkata
kepada orang-orang beriman, "Naiklah ke kapal dengan menyebut nama Allah Ta'ala di waktu berlayar
dan berlabuh."
Mereka berdoa demikian karena bukan kapal itu yang menyelamatkan mereka. Hanya Allah-lah
yang menjalankan dan menghentikan kapal itu. Sehingga, wajiblah atas mereka berharap kepada Allah.
Setelah semuanya siap di dalam kapal, Allah menurunkan hujan dari langit. Allah menyuruh bumi
memancarkan air dari segenap penjurunya. Dalam sekejap, air dari langit dan bumi berkumpul sehingga
timbullah air bah yang dahsyat. Itulah bencana yang ditakdirkan Allah, dengan doa Nabi-Nya, untuk
membinasakan orang-orang kafir. Sementara itu, kapal berlayar dengan perlindungan Allah dan
pemeliharaan-Nya. Allah telah menyelamatkan Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman.
Putra Nabi Nuh memang durhaka. Dalam situasi demikian, ia tetap tidak mau beriman kepada
Allah. Karena ia menduga bahwa apa yang terjadi merupakan peristiwa alam biasa. Tanpa naik ke kapal
pun, ia bisa selamat. Begitu pikirnya. Maka, ia berkata kepada bapaknya, "Aku akan berlindung ke
puncak gunung yang tidak bisa dicapai oleh air, sehingga aku tidak akan tenggelam."
Nabi Nuh mengingatkan, "Tidak ada satu kekuatan pun yang sanggup mencegah takdir Allah.
Jika seseorang ditakdirkan tenggelam, ia pasti tenggelam, sebagai balasan bagi orang-orang kafir."
Putranya tetap menolak ajakan Nabi Nuh. Ia yakin bisa mencapai puncak gunung dan berlindung di sana.
Akan tetapi, bukan itu yang terjadi. Air bah terus meninggi dan menenggelamkan putra Nabi Nuh.