Anda di halaman 1dari 9

Hal-Hal Yang Dilarang Karena Hadas Kecil

Irmansah Mirt
Kitab Taharah , Larang Ketika Berhadas
Sunday, October 7, 2012
Belum ada komentar
a. Mengerjakan shalat, baik shalat fardhu ataupun shalat sunat. Begitu juga sujud tilawah, sujud
syukur, dan khotbah Jumat.
Rasulullah SAW bersabda :
‫ا‬
‫دث‬ ‫اح‬
‫ْا‬ ‫اا ا‬
‫ِذ‬‫ْ ا‬‫ُم‬
‫ِك‬ ‫اح‬
‫اد‬ ‫ااَلا‬
‫ة ا‬ ‫ُ هللاُ ص‬
‫ال‬‫ْب‬
‫يق‬‫اَلا‬
‫اض ا‬
.‫ رواه البخارى ومسلم‬-‫َّأ‬ ‫او‬ ‫َّى ا‬
‫يت‬ ‫ات‬
‫ح‬
Artinya : “Allah tidak menerima shalat salah seorang kamu apabila ia berhadas hingga ia
berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Tawaf, baik tawaf fardhu ataupun tawaf sunat.

Rasulullah SAW bersabda :

‫ْه‬
ِ ‫اي‬‫َّ ف‬‫ال‬ ‫اح‬
‫ن هللاا ا‬َّ‫ا‬ َّ‫ٌ ا‬
‫َِلا‬ ‫ااَلة‬
‫ُ ص‬
‫ااف‬ ‫اط‬
‫َّو‬ ‫ا‬
ْ
‫لم‬َّ‫ا‬
‫اك‬ ‫ااَلا‬
‫يت‬ ‫ف‬ ‫ا‬‫لم‬َّ‫ا‬
‫تك‬‫ا‬ ْ
‫ان‬‫ام‬
‫ف‬ ‫ااَلم‬
‫ا‬ ْ
‫الك‬
‫ِخاي‬
‫ رواه الحاكم‬-‫ْر‬ َّ‫ا‬
‫َِلب‬
Artinya : “Tawaf itu shalat. Hanya, Allah SWT halalkan sewaktu tawaf bercakap-cakap. Maka
barang siapa berkata-kata, hendaklah ia tidak berkata melainkan dengan perkataan yang baik.”
(Riwayat Hakim)

c. Menyentuh, membawa atau mengangkat Mushaf (Al-Qur’an), kecuali jika dalam keadaan terpaksa
untuk menjaganya agar jangan rusak, jangan terbakar atau tenggelam. Dalam keadaan demikian
mengambil Al-Qur’an menjadi wajib, untuk menjaga kehormatannya.
Sabda Rasulullah SAW :

‫َّب‬
َّ‫ِى‬ ‫ن الن‬َّ‫ا‬
‫ ا‬،‫َّد‬‫ام‬
‫مح‬ُ ِ‫بن‬ ‫ْر‬
ِْ ‫بك‬ ‫اب‬
‫ِىْ ا‬ ‫ْ ا‬‫ان‬‫ع‬
‫هل‬
ِ ْ‫ا‬‫ٰ ا‬ ‫ا ا‬
‫ِلى‬ ‫ات‬
‫اب‬ ‫ا ك‬
‫لم‬َّ‫اسا‬
‫ِ و‬‫ْه‬ ‫اا‬
‫لي‬ ‫لى هللاُ ع‬َّ‫ا‬
‫ص‬
ُّ‫اس‬
‫يم‬ ‫ِ ا‬
‫"َلا‬ ‫ْه‬
‫ِي‬‫ن ف‬‫ااا‬‫اك‬‫با و‬ ً‫اا‬ ‫انِ ك‬
‫ِت‬ ‫ام‬ ْ
‫الي‬
‫رواه‬ ."ً ‫ااه‬
‫ِر‬ ‫ط‬ َّ‫ا‬
‫َِل‬ ‫ٰا‬
‫ن‬‫ْا‬ ‫ُر‬ ْ
‫الق‬
‫الدارقطنى‬
Artinya : Dari Bakri bin Muhammad. Sesungguhnya Nabi besar SAW telah berkirim surat
kepada penduduk Yaman. Dalam surat itu beliau menyebutkan kalimat: “Tidak boleh menyentuh
Al-Qur’an melainkan orang suci.”
(Riwayat Daruqutni)
Macam-macam Air untuk Bersuci dalam Islam

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2017/06/macam-macam-air-untuk-bersuci-


dalam.html
Terima kasih sudah berkunjung.

Macam-macam Air untuk Bersuci dalam Islam Bacaan madani 12:44:00 AM Bacaan Islami , Fiqih 3
Comments Secara bahasa, thaharah artinya bersih atau suci. Sedangkan menurut istilah, thaharah
adalah mensucikan badan, tempat maupun pakaian dari najis dan hadats. Salah satu contoh
pekerjaan thaharah adalah berwudhu, mandi dan istinja'. Islam sangat memperhatikan kebersihan,
sebab kebersihan itu juga sebahagian dari iman. Sehingga syarat utama dari beberapa ibadah
conohnya shalat harus bersih dan suci badan, pakaian dan tempat ibadah. begitulah pentingnya
thaharah atau bersuci dalam agama Islam. Jika thaharahnya tidak sah, maka shalatnya pun tidak sah.
Air yang di gunakan untuk bersuci bukanlah air sembarangan karena setiap bentuk dan jenis air yang
ada memiliki hukum yang berbeda beda dalam agama Islam. Agama Islam sendiri mengklasifikasikan
pembagian air kedalam empat macam jenis. Adapun pembagian air ditinjau dari segi hukumnya , air
itu dapat dibagi empat bagian : 1. Air Mutlak (Air suci dan mensucikan), artinya air yang masih
murni, tidak tercampur apapun di dalamnya, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh
(air mutlak artinya air yang sewajarnya). Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih , ( suci
dan mensucikan ) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk
bersuci. Seluruh ulama sepakat, bahwa air mutlak bisa digunakan untuk bersuci. Tidak ada
perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Air yang suci dan mensucikan ialah : 1. Air hujan 2. Air
sumur 3. Air laut 4. Air sungai 5. Air salju 6. Air telaga 7. Air embun Dalil tentang air suci lagi
mensucikan. 1. Firman Allah Swt. ‫س َماءَِ مِ نََ َوأ َ ْنزَ ْلنَا‬ َ "Dan Kami turunkan dan langit air yang suci
َّ ‫ط ُهورا َماءَ ال‬
lagi mensucikan." (QS. Al-Furqan: 48) 2. Air telaga, sumur dan sejenisnya karena apa yang
diriwayatkan dan Ali : Artinya: "Bahwa Rasulullah Saw meminta seember penuh dan air zamzam, lalu
diminumnya sedikit dan dipakainya buat berwudhuk." (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya (I/76)) 3.
Air laut, berdasarkan hadits Abu Hurairah katanya: Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah,
katanya: "Ya Rasulullah, kami biasa berlayar di lautan dan hanya membawa air sedikit. Jika kami
pakai air itu untuk berwudhuk, akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah. kami berwudhuk
dengan air laut?" Berkatalah Rasulullah Saw : "Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya
halal dimakan." (HR. Malik dalam Al-Muwatho’ (1/22) Syafi’i dalam Al-Umm (1/16) Ahmad
(2/237,361, 392) Abu Daud (83) Tirmidzi (69) Nasa’i (59) Ibnu Majah (386) Darimi (735) Ibnu
Huzaimah (111) Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo’ (43) Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (505)) Berkata
Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih, dan ketika kutanyakan kepada Muhammad bin Ismail al-
Bukhari tentang hadits ini, jawabnya ialah: Hadits itu shahih. 2. Air Suci dan Dapat Mensucikan,
Tetapi Makruh Digunakan, yaitu, a. air yang musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di
tempat logam yang bukan emas. b. Air yang sangat panas, karena ditakutkan orang yang
menggunakannya tidak akan menyempurnakan wudhu nya. c. Air yang sangat dingin, karena juga
ditakutkan orang yang menggunakannya tidak menyempurnakan wudhu’nya. 3. Air Suci Tetapi Tidak
Dapat Mensucikan. a. Air musta’mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadats dan
menghilangkan naijs walaupun tidak berubah rupanya , rasanya dan baunya. Perbedaan pendapat di
kalangan ulama terjadi saat menentukan apakah air musta’mal itu suci dan mensucikan ataukah suci
tetapi tidak mensucikan. Dan perbedaan ini terjadi dikarenakan sudut pandang yang berbeda
mengenai dalil yang ada, dan dalil tersebut juga sama-sama shahih. Pendapat Yang Mengatakan Air
Musta’mal adalah suci Tetapi Tidak Mensucikan. Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang
pada pendapat ini adalah : Dari seorang sahabat Nabi Saw dia berkata, “Rasulullah Saw melarang
wanita (istri) mandi dengan air bekas mandi laki-laki (suami), atau laki-laki (suami) mandi dengan air
bekas mandi wanita (istri), dan hendaknya mereka berdua menciduk air bersama-sama.” (HR. Abu
Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih) Dalil di atas dengan jelas menggambarkan bahwa air
bekas digunakan dilarang untuk digunakan bersuci. “Janganlah seseorang dari kalian mandi di air
yang diam (tidak mengalir), sedang ia dalam keadaan junub.”(HR. Muslim no. 283). Ketika orang-
orang menanyakan : “Wahai Abu Hurairah, lantas bagaimana ia harus berbuat,”. Beliau menjawab :
“Dengan menciduk”. Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah Suci dan Mensucikan. Dalil
yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah : Dari Ibnu Abbas ra: “Nabi
Saw pernah mandi dengan air bekas mandinya Maimunah rah." (HR. Muslim no. 323). Dari Ibnu
‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi Saw pernah mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi Saw
dan beliau mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka salah
satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku, pen). Rasulullah Saw
pun bersabda: Sesungguhnya air itu tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi
no. 65, dan Ibnu Majah no. 370) b. Air Mutlak Yang Berubah Sifatnya Sedangkan macam kedua dari
air yang dihukumi suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci (thaharah) adalah air mutlak yang
berubah salah satu sifatnya atau semuanya (bau, warna dan rasanya). misalnya air itu berubah
dikarenakan bercampur dengan sesuatu yang suci, seperti air teh, kopi, sirup dan lain-lain. Maka
hukumnya suci dapat dikonsumsi, tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci. 4. Air Mutanajis. Yaitu
air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah , maka air yang
semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan . Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah
sifatnya , maka sah untuk bersuci . Dua kullah sama dengan 216 liter , jika berbentuk bak , maka
besarnya = panjang 60 cm dan dalam / tinggi 60 cm . “Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak
ada sesuatupun yang menajiskannya.” (HR. Ibnu Majah dan Ad Darimi) Pendapat yang mengatakan
bahwa : jika air tidak merubah bau, rasa, atau warnanya, maka air tersebut tidak najis (suci). Ini
adalah pendapat dan Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Hasan Basri, Ibnul Musaiyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila,
Tsauri, Daud Azh-Zhahiri, Nakhai, Malik dan lain-lain. Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi :
“Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang
menghardiknya, lalu Nabi Saw melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Saw menyuruh
untuk di ambilkan setimba air lalu di siramkan di atas bekas kencing itu.” (HR. Bukhari no. 221 dan
Muslim no. 284) Dari hadits di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa air yang sedikit tetapi bisa
menghilangkan bau, rasa dan warnanya, maka air tersebut bisa mensucikan. Demikianlah sahabat
bacaan madani ulasan tentang macam-macam air yang dapat di gunakan untuk bersuci dalam Islam.
Dari beberapa penjelasan macam-macam air tersebut ada beberepa poin yang muncul perbedaan
ulama. Dari perbedaan sudut pandang para Imam Madzhab yang sama-sama mempunyai dalil.
Selama dalil tersebut adalah shahih, maka tidak masalah perbedaan itu terjadi. Dan di atas telah
disajikan bagaimana perbedaan yang ada ternyata masing-masing pihak juga sama-sama mengambil
dari dalil yang shahih

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2017/06/macam-macam-air-untuk-bersuci-


dalam.html
Terima kasih sudah berkunjung.

Di dalam fiqih Islam air menjadi sesuatu yang penting sebagai sarana utama dalam bersuci,
baik bersuci dari hadas maupun dari najis. Dengannya seorang Muslim bisa melaksanakan
berbagai ibadah secara sah karena telah bersih dari hadas dan najis yang dihasilkan dengan
menggunakan air.

Mengingat begitu pentingnya air dalam beribadah fiqih Islam mengatur sedemikian rupa
perihal air, dari membaginya dalam berbagai macam kategori hingga menentukan hukum-
hukumnya.

Di dalam madzhab Imam Syafi’i para ulama membagi air menjadi 4 (empat) kategori
masing-masing beserta hukum penggunaannya dalam bersuci. Keempat kategori itu adalah
air suci dan menyucikan, air musyammas, air suci namun tidak menyucikan, dan air
mutanajis.

Sebelum membahas lebih jauh perihal pembagian air tersebut akan lebih baik bila diketahui
terlebih dahulu perihal ukuran volume air yang biasa disebut di dalam kajian fiqih.

Di dalam kajian fiqih air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air
sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak.

Lalu apa batasan volume air bisa dianggap mencapai dua qullah atau tidak? Para ulama
madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila
volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah
adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing
satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji,
(Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

Air Suci dan Menyucikan

Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air
ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7
(tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:

‫ وماء‬,‫ وماء البئر‬,‫ وماء النهر‬,‫ وماء البحر‬,‫ ماء السماء‬:‫المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه‬
‫ وماء البرد‬,‫ وماء الثلج‬,‫العين‬
“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air
sungai, air sumur, air mata air, dan air es atau salju, dan air embun.“
Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya.
Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak dan hukum
penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan
kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama,
karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau
karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak
belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam,
2013), jil. 1, hal. 34).

Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi
dengan sifat asli penciptaannya.

Air Musyammas

Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan
menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau
tembaga.

Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Secara
umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa
terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau
lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin
kembali.

Air Suci Namun Tidak Menyucikan

Air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadas
maupun dari najis.

Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air musta’mal
dan air mutaghayar.

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan
hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak
berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang
yang dibasuh.

Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah.
Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air
musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

Sebagai contoh kasus bila di sebuah masjid terdapat sebuah bak air dengan ukuran 2 x 2
meter persegi umpamanya, dan bak itu penuh dengan air, lalu setiap orang berwudlu dengan
langsung memasukkan anggota badannya ke dalam air di bak tersebut, bukan dengan
menciduknya, maka air yang masih berada di bak tersebut masih dihukumi suci dan
menyucikan. Namun bila volume airnya kurang dari dua qullah, meskipun ukuran bak airnya
cukup besar, maka air tersebut menjadi musta’mal dan tidak bisa dipakai untuk bersuci.
Hanya saja dzat air tersebut masih dihukumi suci sehingga masih bisa digunakan untuk
keperluan lain selain menghilangkan hadas dan najis.
Juga perlu diketahui bahwa air yang menjadi musta’mal adalah air yang dipakai untuk
bersuci yang wajib hukumnya. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudlu bukan dalam
rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudlu (tajdidul wudlu)
tidak menjadi musta’mal. Sebab orang yang memperbarui wudlu sesungguhnya tidak wajib
berwudlu ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih dalam keadaan suci tidak
berhadas.

Sebagai contoh pula, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada anggota badan saat
berwudlu menjadi musta’mal karena basuhan pertama hukumnya wajib. Sedangkan air yang
dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga tidak menjadi musta’mal karena basuhan kedua dan
ketiga hukumnya sunah.

Adapun air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan
tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan
nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut air mutlak dengan
nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-
sifatnya maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang
menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya.

Contoh lainnya, air hujan yang dimasak tetap pada kemutlakannya sebagai air hujan. Ketika
ia dicampur dengan susu sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka air hujan itu
kehilangan kemutlakannya dengan berubah nama menjadi air susu.

Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai untuk bersuci.

Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan?

Air mineral dalam kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada
pencampuran barang suci yang menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya.
Adapun penamaannya dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang
tidak berpengaruh pada kemutlakan airnya.

Air Mutanajis

Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah
atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya—warna,
bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut.

Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis
meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.

Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada
kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau
lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis.

Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci
sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)
Macam-Macam Air Untuk Bersuci Dalam Fiqih Islam Posted by Khamid Qurays Label: Fiqih Macam-
Macam Air Untuk Bersuci Dalam Fiqih Islam - Kita sebagai seorang muslim wajib hukumnya untuk
mengetahui segala hal tentang thaharah atau bersuci. thaharah berhubungan langsung dengan
berbagai ibadah kita seperti sholat misalnya. jika thoharohnya tidak sah, maka shalat kita pun tidak
sah. thaharah sendiri secara umum adalah suatu pekerjaan yang bertujuan untuk menghiangkan
najis dan hadast yang ada pada tubuh badan dan pakaian. salah satu contoh pekerjaan thaharah
adalah berwudhu, mandi dan istinja'. Dan salah satu hal penting pula dalam proses bersuci adalah
media yang kita gunakan yaitu air. jadi air yang kita gunakan untuk bersuci bukanlah air
sembarangan karena setiap bentuk dan jenis jenis air yang ada memiliki hukum yang berbeda beda
dalam agama islam. islam sendiri mengklasifikasikan pembagian air kedalam beberapa macam jenis.
ada air yang mensucikan, air suci yang tidak mensucikan, air makruh hingga air yang najis untuk
digunakan. air dalam islam sendiri dibagi menjadi 4 macam bagian yang semuanya akan kita bahas
pada kesempatan kali ini secara detail dan lengkap. Baca Juga : Sebab-Sebab Mandi Wajib dan
Penjelasannya So, berikut ini daftar jenis dan Macam-Macam Air Untuk Bersuci Dalam Fiqih Islam
lengkap beserta contohnya. dan semua hukum air yang ada tidak mungkin terlepas dari salah satu
dari 4 pembagian air dibawah ini . . . macam macam air Macam Macam Air 1. Air Suci Yang
Mensucikan (Air Mutlak) Pertama ada air yang suci dan dapat mensucikan (air mutlak/air tohur).
Yang termasuk kategori air mutlak ini adalah setiap air yang tidak ada sifatnya sama sekali, Sekiranya
kita tanyakan kepada seseorang, Benda apakah yang ada digelas itu ? misalnya, maka mereka akan
menjawab “air”. Atau ada sifatnya, tetapi tidak mengikat, misalnya air sumur, maka sifat sumur itu
tidak mengikat. Bukankah jika air tersebut kita pindah ke bak mandi menjadi air bak mandi, atau kita
letakkan digentong menjadi air gentong. Atau kita alirkan ke sungai menjadi air sungai. Air macam Ini
juga dikatakan air mutlak. Lain halnya seperti air kelapa, dimanapun kita letakkan air kelapa
tersebut, orang akan selalu mengatakan bahwa air tersebut adalah air kelapa. Maka hukum air
tersebut suci dan boleh dikonsumsi, tapi tidak dapat digunakan untuk thaharah karena air itu terikat
dengan sifat yang melekat. 2. Air Suci Tapi Tidak Mensucikan Air suci yang tidak bisa mensucikan ini
terbagi menjadi dua macam, berikut ini penjelasannya : 1) Air Musta'mal Air musta’mal adalah air
yang bekas digunakan untuk thaharah yang wajib seperti mandi dan wudhu’ wajib, akan tetapi air itu
tidak dihukumi air musta’mal kecuali jika memenuhi syarat-syarat berikut ini : a) Air itu adalah air
yang sedikit, yaitu air yang kurang dari dua qullah (216 liter). Jika air tersebut dua qullah atau lebih,
maka tidak akan menjadi air musta’mal walaupun digunakan berulang-ulang untuk thaharah. b) Air
itu digunakan untuk toharoh yang wajib. Lain halnya jika air tersebut digunakan untuk taharah yang
sunnah, seperti wudhu tajdid (memperbaharui wudhu), mandi sunnah, dan lain-lain. Maka Jika air
bekasnya ditampung lalu digunakan lagi untuk thaharah tidak apa-apa, karena air itu tidak dihukumi
air musta’mal. c) Air tersebut sudah terpisah dari anggota badan. Lain halnya jika air itu masih
mengalir di anggota badan, maka belum dihukumi air musta’mal, hingga air itu terpisah dari
badannya. d) Ketika menggunakan air tersebut tidak berniat ightirof. Lain halnya jika berniat igthirof,
yaitu berniat mengambil air itu dari tempatnya untuk digunakan diluar tempat tersebut, Maka air
yang tersisa ditempat tersebut tidak menjadi musta’mal. Dan jika tidak berniat ightiraf, begitu kita
memasukkan tangan untuk mengambil air ditempat itu setelah basuhan pertama tentunya langsung
menjadi air musta’mal. 2) Air Mutlak Yang Berubah Sifatnya Sedangkan macam kedua dari air yang
dihukumi suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci (thaharah) adalah air mutlak yang berubah
salah satu sifatnya atau semuanya (bau, warna dan rasanya). misalnya air itu berubah dikarenakan
bercampur dengan sesuatu yang suci, seperti air teh, kopi, sirup dan lain-lain. Maka hukumnya suci
dapat dikonsumsi, tetapi tidak dapat digunakan untuk thaharah. Sama hukumnya seperti air
musta’mal asalkan air itu memenuhi syarat-syarat berikut ini : a) Berubahnya air itu dengan sesuatu
yang suci, lain halnya jika berubahnya karena sesuatu yang najis, maka air itu dihukumi najis. b)
Berubahnya dengan perubahan yang banyak sekiranya tidak lagi dinamakan air, seperti air teh, kopi,
dan lain-lain. Lain halnya jika perubahannya sedikit, agak keruh, dan lain-lain akan tetapi nama air
masih melekat pada air itu, maka tidak berubah hukum asalnya yaitu suci dan dapat digunakan
untuk bersuci / thoharoh. c) Berubahnya air itu dengan sesuatu yang mukholit yaitu sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan dari air tersebut atau tidak dapat dibedakan dengan pandangan mata mana
yang air dan mana sesuatu yang merubahnya tersebut seperti air kopi, maka kita tidak dapat
membedakan mana air dan mana kopinya dan tidak dapat dipisahkan antara air dan kopinya setelah
keduanya sudah menyatu. d) Menjaga air itu dari sesuatu yang dapat merubah sifat air tersebut
adalah pekerjaan yang mudah. Lain halnya jika menjaga air tersebut supaya tidak tercampur dengan
sesuatu itu sulit untuk dilaku-kan, maka hukum air tersebut tetap tidak berubah, yaitu suci dan
dapat digunakan untuk bersuci, seperti air yang bercampur dengan lumut, atau tanah di sungai, dan
lain-lain. 3. Air Suci Tapi Makruh Digunakan Ada beberapa macam air yang jika kita gunakan untuk
thaharah makruh hukumnya, akan tetapi sah thaharahnya karena air tersebut memang suci
sebanrnya, macam macam dan jenis airnya seperti dibawah ini : 1) Air yang sangat panas, karena
ditakutkan orang yang menggunakannya tidak akan menyempurnakan wudhu nya. 2) Air yang
sangat dingin, karena juga ditakutkan orang yang menggunakannya tidak menyempurnakan
wudhu’nya. 3) Air yang berada ditempat tempat yang pernah diturunkan Adzab oleh Allah di tempat
itu. Karena ditakutkan ada Adzab susulan dan juga karena semua hal yang ada ditempat tersebut
akan membawa keapesan (tidak ada keberkahan). 4) Air yang panas karena sengatan matahari.
Adapun sebab makruhya menggunakan air tersebut, karena dari bejana yang terkena sengatan
matahari itu akan mengeluarkan dzat yang akan menyebabkan orang yang menggunakannya akan
terkena penyakit lepra. Akan tetapi tidak makruh menggunakan air yang panas karena sengatan
matahari kecuali jika memenuhi syarat-syarat dibawah ini : a) Air itu sudah terasa panas dengan
sengatan matahari. Lain halnya jika belum panas, misalnya baru hangat kuku, maka tidak makruh
menggunakannya. b) Air itu digunakan disaat masih panas. Lain halnya jika air tersebut digunakan
setelah menjadi dingin, maka hukumnya tidak makruh menggunakannya. c) Air itu digunakan untuk
orang yang hidup. Dan harom jika digunakan untuk orang yang sudah mati jika hal itu menyakitkan.
d) Air itu ditampung oleh bejana yang dapat dipatri/ las, seperti besi, tembaga dan timah.
Dikecualikan bejana yang terbuat dari emas dan perak, karena tidak akan mengeluarkan zat yang
membahayakan kulit manusia, akan tetapi hukumnya harom dari segi menggunakan tempat yang
terbuat dari emas dan perak. Lain halnya jika bejana yang menampung air itu terbuat dari tanah liat,
beling, plastik, dan lain-lain maka tidak makruh hukum menggunakannya. e) Air tersebut digunakan
pada musim panas. Lain halnya jika digunakan pada musim dingin, maka tidak makruh
menggunakannya walaupun air itu masih panas. f) Air itu digunakan untuk badan. Lain halnya jika air
tersebut digunakan untuk mencuci baju, maka tidak makruh. g) Air itu terkena panas matahari
disuatu kota yang panas. Lain halnya jika berada dikota yang tidak panas, maka tidak makruh. h)
Orang yang menggunakannya tidak takut akan terjadi penyakit pada dirinya. Lain halnya jika dia
yakin kalau menggunakan air itu akan terkena penyakit lepra, maka hukumnya menjadi harom
menggunakannya. i) Air tersebut bukan satu-satunya yang dia punya. Lain halnya jika tidak ada air
lagi selain air tersebut, maka hukumnya wajib menggunakannya untuk thaharahnya (bersuci) dan
tidak boleh bertayammum karenanya. 4. Air Najis (Air Mutanajis) Adapun macam air yang ketiga
adalah air yang terkena benda najis dan dinamakan air mutanajis. Sedangkan hukum dari air
tersebut diperinci sebagai berikut: Jika air itu sedikit (kurang dari dua qullah / 216 liter) lalu
kejatuhan benda najis, maka hukum air tersebut menjadi najis walaupun tidak berubah sifatnya
(bau, warna maupun rasanya). Dan jika air itu banyak (dua qullah atau lebih) lalu kejatuhan najis,
maka air itu tidak dihukumi najis, kecuali jika berubah salah satu sifatnya (warna, bau ataupun
rasanya). Itu tadi penjelasan mengenai jenis dan Macam-Macam Air Untuk Bersuci Dalam Hukum
Fiqih Islam. semoga bermanfaat dan menjadikan kita semakin mengerti akan klasifikasi pembagian
air dalam islam supaya proses bersuci kita menjadi lebih baik dan sempurna. wallahu a'lam.

Source: https://www.fiqihmuslim.com/2017/03/macam-macam-air-untuk-bersuci.html

Anda mungkin juga menyukai