Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“Analisis Sejarah Perkembangan Kesehatan Reproduksi di Dunia”


(Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kebijakan dan perencanaan KIA-KB)

Oleh:
101714153002 : Nour Arriza Dwi Melani
101714153019 : Dining Fijri Radina
101714153027 : Diana Septaria Abidin

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


MINAT STUDI KESEHATAN IBU DAN ANAK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan Reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak
lahir hingga mati. Secara internasional kesehatan reproduksi telah menjadi
bagian dari Hak Asasi manusia dan setiap Negara berkewajiban agar setiap
warga Negara mendapatkan pelayanan kesehatan reproduk yang
baik.Pelaksanaan Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus
hidup (life-cycle approch) agar diperoleh sasaran yang pasti dan komponen
pelayanan yang jelas dan dilaksanakan secara terpadu serta berkualitas dengan
memperhatikan hak reproduksi perorangan dengan bertumpu pada program
pelayanan yang tersedia.
Banyak faktor yang menyebabkan kesehatan seseorang tidak baik,
dianataranya status pendidikan, status ekonomi, sarana pelayanan kesehatan
tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Ada 10 elemen pelayanan KR yang ditetapkan pada ICPD Kairo untuk
mengatasi msalah berkaitan dengan ogan reproduksi dan fungsinya pada laki
laki dan perempuan. Seseorang bisa mengalami masalah KR lebih dari satu
pada waktu yang bersamaan. Misal ibu yang memeriksakan kehamilannya bisa
saja merupakan korban KDRT dan mengidap Infeksi Saluran Reproduksi (ISR).
Dalam sistem kesehatan, bidan yang sensitif akan menerapkan paket KR dan
memberikan penanganan yang lebih dari sekedar pelayanan prenatal, tetapi juga
memerlukan dengan penanganan kekerasan dan ISR. Idealnya ke 10 elemen
harus diberikan di setiap tingkatan sistem kesehatan, namun banyak negara
miskin menghadapi kendala mengenai pembiayaan penyelengagaraan
pelayanan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah kesehatan reproduksi dan pengertiannya?
1.2.2 Apa saja elemen kesehatan reproduksi dalam system kesehatan
masyarakat Indonesia
1.2.3 Bagaimana hubungan hak asasi dengan hak reproduksi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mempelajari sejarah kesehatan reproduksi dan pengertiannya,
1.3.2 Mengidentifikasi berbagai elemen kesehatan reproduksi dalam system
kesehatan masyarakat Indonesia
1.3.3 Mengetahui hubungan hak asasi hubungan dengan hak reproduksi.

1.4 Manfaat
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi


Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memberikan batasan:
kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Batasan yang diangkat dari batasan kesehatan menurut Organisasi Kesahatan
Dunia ( WHO ) yang paling baru ini, memang lebih luas dan dinamis
dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan, bahwa kesehatan
adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya
bebas dari penyakit dan cacat. Pada batasan yang terdahulu, kesehataan itu
hanya mencakup tiga aspek, yakni : fisik, mental, dan sosial, tetapi menurut
Undang-Undang No. 23/1992, kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik
(badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Hal ini berarti kesehatan seseorang
tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur
dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan
secara ekonomi.
Dalam Konfrensi Kependudukan di Kairo 1994, disusun pula definisi
kesehatan reproduksi yang dilandaskan kepada definisi sehat menurut WHO:
keadaan sehat yang menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental dan sosial, dan
bukan sekedar tidak adanya penyakit disegala hal yang berkaitan dengan sistem
reproduksi, fungsinya, maupun proses reproduksi itu sendiri.

2.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Ruang lingkup Kesehatan reproduksi adalah “keadaan sejahtera fisik,
mental dan sosial secara utuh (tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan) dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta
fungsi dan prosesnya. Kesehatan Reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan
manusia sejak lahir hingga mati. Pelaksanaan Kesehatan Reproduksi
menggunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approch) agar diperoleh
sasaran yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas dan dilaksanakan secara
terpadu serta berkualitas dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan
dengan bertumpu pada program pelayanan yang tersedia. Ada empat komponen
prioritas Kesehatan Reproduksi nasional, yaitu :
a. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
b. Keluarga berencana
c. Kesehatan Reproduksi Remaja
d. Pencegahan/ penanggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS),
termasuk HIV/AIDS.

2.3 Sejarah Kesehatan Reproduksi


Sejarah perkembangan kesehatan repduksi sudah mulai dirintis sejak
terjadinya peningkatan penduduk. Pertambahan penduduk yang semakin cepat
di banyak Negara mulai menimbulkan keprihatinan. Pada pertemuan PBB yang
diadakan pada tahun 1995 dan 1965 hal ini menjadi isu yang penting. Pada
tahun 1960 Perkmpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
memperkenalkan program Keluarga Berencana yangmendapatkan dukungan
dari banyak Negara, namun karena ada efek sampingnya, maka pada tahun
1975-1985 timbulah isu kependudukan.
Pada tahun 1975 dilangsungkan Konferensi Perempuan yang I yang
mendiskusikan tentang isu perempun. Pada tahun 1980 dilangsungkan
konferensi perempuan yang kedua yang masih membahas isu perempuan dan
belum mendiskusikan tentang gender. Pada tahun 1985 dalam kenferensi III isu
gender mulai dibahas. Pada tahun 1990 an mulai muncul pandangan baru
,mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi perempaun dan hal asasi
manusia berdasrakan HAM. Hal ini ditandai dengan terselenggaranya beberapa
konferensi internasional yang membahas tersebut (Wallsam 1997) ,
diantaranya:
2.3.1 Konferensi Wina (1993) Konferensi Internasional tentang HAM di
Wina tahun 1993 mendiskusikan HAM dalam perspektif gender serta
isu isu controversial mengenai hak hak reproduksi dan seksual.
Deklasrasi dan Platform Aksi Wina menyebutkan bahwa “hak asasi
manusia dan anak perempuan adalah mutlaj, terpadu dan merupakan
bagian dari HAM (wallstam 1997)
2.3.2 ICPD Kairo 1994 Konferensi Internasional Kependudukan dan
pembangunan yang dispons oleh PBB di Kairo Mesir pada tahun
1994, dihadiri oleh 11000 perwakilan lebih dari 180 negara.
Konferensi tersebut melahirkan kebijakan baru tentang
pembangunan dan kependudukan seperti tercantum dalam program
aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target
populasi tertentu tetapi lebih ditujukan untuk menstabilkan
pertumbuhan penduduk yang berorinetasi pada kepentingan
pembangunan manusia. Program aksi ini menyerukan agar setiap
Negara meningkatkan status kesheatan , pendidikan dan hak hak
individu khusunya bagi perempuan dan dan anak dan
mengintegrasilkan program KB di dalam agenda kesehatan
perempuan yang lebih luas. (wallstam, 1997) Bagian terpenting dari
program tersebut adalah penyediaan pelayanan KR menyeluruh yang
memasukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman,
pencegahan dan pengobatan infeksi menular seksual/IMS, informasi
dan konseling seksualitas serta pelayanan kesehtan perempuan
mendasar lainnya. Termasuk penghapusan bentuk bentuk kekerasan
terhadap perempuan seperti sunat perempuan dan berbagai bentuk
kekerasan lainnnya (wallsatm 1997)
2.3.3 Konferensi Perempuan sedunia ke empat di Beijing /FWCW 1995
Deklarasi dan Flatform Aksi Beijing (Fourth World Conference on
Women) 4-15 September 1995, yang diadopsi oleh perwakilan dari
189 negara mencerminkan komitmen internasional terhadap tujuan
kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan
di dunia. Platform tersebut terdiri dari enam bab, mengidentifikasi 12
area kritis kepedulian yang dianggap sebagai penghambat utama
kemajuan kaum perempuan yaitu :
a. Kemiskinan. Jumlah perempuan yang hidup dalam
kemiskinan lebih banyak dibandingkan laki laki karena
terbatasnya akses perempuan terhadap sumber sumber
ekonomi. Misalnya lapangan pekerjaan, kepemilikan harta
benda dan pelatihan serta pelayanan masyarakat, misalnya
kesehatan
b. Pendidikan dan pelatihan. Pendidikan merupakan HAM dan
sarana penting untk mencapai kesetaraan, pengembangan dan
perdamaian. Namun anak perempuan masih mengalami
diskriminasi akses pandangan budaya, pernikahan dan
kehamilan dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi
pendidikan yang bias gender.
c. Kesehatan. Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan
fisik dan emosi mereka, yang tidak hanya dipengaruhi oleh
konteks social, politik dan ekonomi. Tercapainya standar
kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan
kesejahteraan perempuan. Hal ini mendukung perempuan
untuk berpartsisipasi baik di masysrakat maupun dalam
kehidupan pribadinya. Hak kesehatan permpuan harus
terpenuhi secara adil sepanjang siklus hidupnya.
d. Kekerasan. Perempuan dan anak perempuan merupakan
subyek kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi
tanpa dibatasi oleh status social ekonomi dan budayanya baik
di kehidupan pribadi maupun masyarakat. Segalan betuk
kekerasan berarti melanggar, merusak atau merenggut
kemerdekaan perempuan untuk menikmati hak asasinya.
e. Konflik Bersenjata. Selama konflik bersenjata, perkosaan
merupakan cara untuk memusnahkan kelompok masyarakat.
Praktik praktik tersebut harus dihentikan dan pelakunya harus
dikenai sangsi hukum.
f. Ekonomi. Perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan
keputusan ekonomi, dan sering diperlakukan secara tidak
layak, seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak memadai
dan terbatasnya kesempatan kerja professional
g. Pengambilan keputusan. Keterwakilan perempuan dalam
pengambilan keputusan belum mencapai target 30% di hamper
semiua tongkatan pemerintahan, sebagaimana ditetapkan oleh
Lembaga social dan ekonomi PBB tahun 1995.
h. Mekanisme Institusional. Perempuan sering terpinggirkan
dalam struktur kepemerintahan nasional, seperti tdak memiliki
mandat yang jelas, keterbatasan sumber daya dan dukungan
dari para politis nasional.
i. Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia bersifat universal.
Dinikmatinya hak tersebut secara penuh dan setara oleh
perempuan dan anak perempuan merupakan kewajiban
pemerintah dan PBB dalam mecapaia kemajuan perempuan
j. Media. Media masih terus menonjolkan gambaran yang
negative dan merendahkan perempuan, misalnya
menampilkan kekerasan, pelecehan dan paornografi yang
berdampak buruk bagi perempuan
k. Ligkungan. Perusakan alam menimbulkan dampak negatif
bagi kesehatan, kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat
terutama thd perempuan di segala usia.
l. Diskriminasi. Diskriminasi sudah dialami sejak awal
kehidupannya. Perilaku dan praktik praktik yang berbahaya
menyebabkan banyaknya anak perempuan tidak mampu
bertahan dihup hingga usia dewasa. Kurangnya perlindungan
hukum atau kegagalan dalam penerapannya., menyebabkan
anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan serta
mengalami konsekunesi hubungan seksual dini dan tidak aman
tms HIV AIDS.
2.3.4 Telaah Lima Tahunan
ICPD+5 tahun 1999 Lima tahun setelah ICPD kairo, PDD
mengundang para pemimpin Negara untuk membah tentang
kemajuan dan kegagalan pemerintah dalam melaksanakan kebijkaan
yang terkait dengan pembangunan dan kependudukan. Pada ICPD +5
isu seksualitas remaja dan aborsi, masih mengundang kontroversi.
Selain itu muncul kontroversi baru mengenai kontrasepsi darurat dan
peran lembaga Swadaya Masyarakat dalam negosiasi antar
pemerintah. Pertemuan ICPD+5 ditutup dengan mengadopsi
beberapa tindak lanjut penerapan program Aksi ICPD. Termasuk di
dalamnya adalah target baru untuk tahun 2015 yang memeprtjam
focus dari tuuan tujuan apda tahun 1994.
2.3.5 Target Baru 2015
ICPD +5 menetapkan target baru untukmnegukur penerapan ICPD
yaitu:
a. Akses terhadap pendidikan dasar pada tahun 2015.
Meningkatnya keikutsertaan anak laki laki dan perempuan di
sekolah dasar hingga sekurang kurangnya 90% sebelum 2010
serta menurunkan angka buta huruf pada perempuan dan anak
perempuan pada tahun 1990 hingga setengahnya pada tahun
2005.
b. Semua fasilitas kesehatan menyediakan metode metode KB
yang aman dan efektif, pelayanan kebidanan, pencegahan dan
penanganan infeksi menular seksual, serta metode pelindung
untuk mencegah infeksi baik secara langsung maupun rujukan.
c. Mengurangi kesenjangan antara pemakaian kontrasepsi dengan
proporsi individu yang ingin membatasi jumlah anak atau
menjarangkan kehamilan tanpa menggunakan target atau kuota
d. Memastikan bahwa sekurangnya 60% persalinan ditolong oleh
tenaga terlatih, terutama di Negara Negara dengan kematian ibu
yang tinggi.
e. Pelayanan pencegahan HIV untuk laki laki dan perempuan
muda usia 15-24 tahun. Termasuk penyediaan kondom secara
sukarela, konseling dan tindak lanjut (www. Unfpa.org/icpd)
2.3.6 Milleneum Develoment Goals (2000)
UN Millenium Summit di New York tahun 2000 menghasilkan
Milleneum Development Goals yang disetujui 189 negara,
mengandung 8 goals, 18 target dan 48 Indikator. Beberapatujuan
yang ingin dicapai berkaitan dengan kewenngana bidan , antara lain
: menurunkan angka kematian bayi sebesar 2/3 menjadi hanya 1/3
anatara tahu 1990 dan 2015. Dan menurunkan angka kematian ibu
menjadi ¼ dari tahun 1990 hingga 2015 dan meningkatkan
pencegahan dan penyebaran HIV AIDS antara tahun 1990 samapai
tahun 2015 (WHO, 2004, safe motherhood, 2004)

2.4 Elemen-elemen Pelayanan Kesehatan Reproduksi


Ada 10 elemen pelayanan KR yang ditetapkan pada ICPD Kairo untuk
mengatasi masalah berkaitan dengan ogan reproduksi dan fungsinya pada laki
laki dan perempuan. Seseorang bisa mengalami masalah KR lebih dari satu
pada waktu yang bersamaan. Misal ibu yang memeriksakan kehamilannya bisa
saja merupakan korban KDRT dan mengidap Infeksi Saluran Reproduksi (ISR).
Dalam sistem kesehatan, bidan yang sensitif akan menerapkan paket KR dan
memberikan penanganan yang lebih dari sekedar pelayanan prenatal, tetapi juga
memerlukan penanganan kekerasan dan ISR. Idealnya ke 10 elemen harus
diberikan di setiap tingkatan sistem kesehatan, namun banyak negara miskin
menghadapi kendala mengenai pembiayaan penyelengagaraan pelayanan
tersebut. Selain itu lembaga donor biasanya hanya memfokuskan pada program
KR tertentu seperti KB dan HIV AIDS.
Pelayanan kesehatan reproduksi dalam konteks pelayanan kesehatan dasar
mencakup elemen elemen berikut :
a. Pelayanan dan konseling, informasi edukasi dan komuniaksi KB yang
berkualitas
b. Pelayanan prenatal, persalinan dan post partum yang aman, termasuk
menyusui
c. Pencegahan dan pengobatan kemandulan
d. Pencegahan dan penanganan aborsi tidak aman
e. Pelayanan aborsi aman, bila tidak menlanggar hokum
f. Pengiabatan ISR, IMS dan kondisi lain dalam sistem reproduksi
g. Informasi dan konseling mengenia seksualitas, menjadi orangtua yang
bertanggung jawab serta kesehatan reprosuksi dan seksual
h. Pencegahan secara aktif praktik-praktik berbahaya seperti sunat
perempuan/ multilasi kelamin
i. Pelayanan rujukan uintuk komplikasi KB, kehamilan, persalinan, dan
aborsi, kemandulan, ISR, IMS dan HIV AIDS, serta kanker kandungan
j. Jika mungkin program KR dan KB harus meliputi fasilitas diagnosis dan
pengobatan IMS sering dengan meningkatnya risiko penularan HIV.
(Alcala, 1994)

2.4.1 Keluarga Berencana


Sebagai Komponen Kesehatan Reproduksi pelayanan Keluarga
Berencana (KB) diarahkan untuk menunjang tercapainya kesehatan
ibu dan bayi. Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau
membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Kehamilan yang
diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan
kebih menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Dengan demikian pelayanan KB Sangat berguna dalam pengaturan
kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan atau
tidak tepat waktu.. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
sebagai berikut:
a. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada pasangan
usia subur yang isterinya mempunyai keadaan “4 terlalu” yaitu
terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak
(lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan ( kurang dari
2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).
b. Tanggung jawab dalam kesertaan ber-KB merupakan tanggung
jawab bersama antara suazi dan misteri. Sayangnya, pada saat
ini hanya 1,1% suazi yang berpartisipasi aktif dalam ver-KB,
padahal tersedia juga alat/ metoda kontrasepsi untuk pria
c. Setiap metoda kontrasepsi mempunyai keuntungan dan
kelemahan masing-masing. Setiap klien berhak untuk
mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat
mempertimbangkan metoda yang paling cocok bagi dirinya.
d. Pelaksana pelayanan KB wajib memberikan nasihat tentang
metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan
fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien. Dengan
demikian, klien akan lebih mudah menentukan pilihannnya.
e. Klien juga harus diberi informasi tentang kontra indikasi
pemakaian berbagai metoda kontrasepsi. Pelaksana pelayanan
KB perlu melakaukan skrining atau penyaringan melalui
pemeriksaan fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa
tidak terdapat kontra indikasi dalam pemakaian metoda
kontrsepsi yang akan dipilih. Khusus untuk tindakan operatif
diperlukan surat pernyataan setuju (informed concent) dari
klien.
2.4.2 Kesehatan Reproduksi Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai
oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikhis. Masa remaja yaitu
usia 10-19 tahun, merupakan masa yang khusus dan penting, karena
merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering
disebut pubertas. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa
anak ke masa dewasa.
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik (organidiologi) secara
tepat, yang tidak seimbang kejiwaan (mental emosional). Perubahan
yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang
mengalaminya. Karena itu mereka memerlukan pengertian,
bimbingan, dan dukungan lingkungan sekitarnya agar tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yanag sehat baiki jasmani,
maupun mental dan psikhososial.
Dalam lingkungan sosial tertentu, masa remaja bagi pria
merupakan saat diperolehnya kebebasan, sementara untuk remaja
wanita merupakan saat dimulainya segala bentuk pembatasan. Pada
masa yang lalu, anak gadis mulai dipingit ketika merka mulai
mengalami haid. Walaupun dewasa ini praktik seperti itu telah jarang
ditemukan, namum perlakuan terhadap remaja pria dan wanita masih
sering berbeda, yang menempatkan remaja putridalam posisi yang
dirugikan. Kesetaraan perlakuan terhadap remaja pria dan wanita
diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja,
agar masalahnya dapat tertangani secara tuntas.
A. Pengaruh Buruk Akibat Terjadinya Hubungan Seks Pranikah
bagi Remaja
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja
tak mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga
tergoda untuk melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini akan
menimbulkan akibat yang dapat dirasakan bukan saja oleh
pasangan, khususnya remaja puteri, tetapi juga orang tua,
keluarga, bahkan masyarakat. Akibat hubungan seks pranikah:
a. Bagi remaja
 Remaja pria menjadi tidak perjaka, dan remaja
wanita tidak perawan
 Menambah resiko tertukar penyakit menular
seksual (PMS), seperti: gonore (GO), sifilis,
Herpes simpleks (genitalis), Clamidia, Kondiloma
akuminata, HIV/AIDS.
 Remaja puteri terancam kehamilan yang tidak
diinginkan, pengguguran kandungan yang tidak
aman, infeksi organ-organ reproduksi, anemia,
kemandulan dan kematian karena perdarahan atau
keracunan kehamilan.
 Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, rasa
berdosa, hilang harapan masa depan).
 Kemungkinan hilangnya kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan dan kesempatan bekerja.
 Melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat.
b. Bagi keluarga
 Menimbulkan aib keluarga.
 Menambah beban ekonomi keluarga
 Pengaruh kejiwaan bagi anak yang dilahirkan
akibat tekanan masyarakat di lingkungannya
(ejekan).
c. Bagi masyarakat
 Meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga
kualitas masyarakat menurun
 Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi
 Menambah beban ekonomi masyarakat, sehingga
derajat kesejahteraan masyarakat menurun.
B. Kaitan antara Kesehatan Remaja dan Kesehatan Reproduksi
Remaja
Kesehatan reproduksi remaja sulit dipisahkan dari kesehatan
remaja secara keseluruhan, karena gangguan kesehatan remaja
akan menimbulkan gangguan pula pada sistem reproduksi.
Berikut adalah beberapa keadaan yang berpengaruh buruk
terhadap Kesehatan Remaja termasuk Kesehatan Reproduksi
Remaja.
a. Masalah gizi yang meliputi:
 Anemia dan kurang energi khronis
 Pertumbuhan yang terhambat pada remaja putri,
sehingga mengakibatkan panggul sempit dan
resiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah di
kemudian hari.
b. Masalah pendidikan yang meliputi:
 Buta huruf, yang mengakibatkan remaja tidak
mempunyai akses terhadap informasi yang
dibutuhkannya; serta mungkin kurang mampu
mengambil keputusan yang terbaik untuk
kesehatan dirinya
 Pendidkan rendah dapat mengakibatkan remaja
kurang mampu memenuhii kebutuhan fisik dasar
ketika berkeluarga, dan hal ini akan berpengaruh
buruk terhadap derajat kesehatan diri dan keluarga.
c. Masalah lingkungan dan pekerjaan:
 Lingkungan dan suasana kerja yanmg kurang
memperhatikan kesehatan remaja yang bekerja
akan mengganggu kesehatan remaja.
 Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat
menghambat, bahkan merusak kesehatan fisik,
mental, dan emosional remaja.
d. Masalah seks dan seksualitas:
 Pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat
tentang masalah seksualitas, misalnya mitos yang
tidak benar.
 Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif
dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas.
 Penyalah gunaan dan ketergantungan NAPZA,
yang mengarah kepada menularan HIV/AIDS
melalui jarum suntik dan melalui hubungan seks
bebas. Masalah ini semakin mengkhawatirkan
dewasa ini.
 Penyalah gunaan seksual
 Kehamilan remaja
 Kehamilan pranikah/luar ikatan pernikahan
e. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
 Ketidak matangan secara fisik dan mental
 Resiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih
besar
 Kehilangan desempatan untuk pengembangan diri
remaja
 Resiko bertambah untuk melakukan aborsi yang
tidak aman
C. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja bertujuan untuk
memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan
dengan perilaku hidup bagi remaja, disamping mengatasi yang
ada. Dengan pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi
untuk menjalani masa remaja secara sehat, para remaja
diharapkan mampu memelihara kesehatan dirinya agar dapat
memasuki masa kehidupan berkeluarga dengan reproduksi
yang sehat. Pembekalan pengetahuan yang diperlukan remaja
meliputi :
a. Perkembangan fisik, kejiwaan dan kematangan seksual
remaja
Pembekalan pengetahuan tentang perunahan yang terjadi
secara fisik, kejiwaan dan kematangan seksual akan
memudahkan remaja untuk memahami serta mengatasi
berbagai keadaan yang membingungkannya. Informasi
tentang haid dan mimpi basah serta tentang alat
reproduksi remaja laki-laki dan perempuan perlu
diperoleh setiap remaja.
b. Proses reproduksi yang bertanggung jawab
Manusia secara biologi mempunyai kebutuhan seksual.
Remaja perlu mengendalaikan naluri seksualnya dan
menyalurkannya menjadi kegiatan yang positif, seperti
olah raga dan mengembangkan hobi yang dibangun.
Penyaluran yang berupa hubungan seksual dilakukan
setelah berkeluarga, untuk melanjutkan keturunan.
c. Pergaulan yang sehat antara remaja laki-laki dan
perempuan, serta kewaspadaan terhadap masalah remaja
yang banyak ditemukan. Remaja memerlukan informasi
tersebut agar selalu waspada dan berperilaku reproduksi
sehat dalam bergaul dengan lawan jenisnya. Disamping
itu remaja memerlukan pembekalan tentang kiat-kiat
untuk mempertahankan diri secara fisik maupun psikis
d. Persiapan pra nikah
Kesehatan seorang perempuan sebelum menikah sangat
penting, hal ini untuk memastikan bahwa untuk
melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu
maka kesehatan fisik, emosinya harus dipersipakan
dengan baik. Sebagai contoh jika calon ibu memiliki
penyakit infeksi maka dengan dengan persipaan pranikah
ini penyakit infeksi yang kemungkinan dapat
mengganggu kehamilan dapat diobati terlebih dahulu.
e. Kehamilan dan persalinan, serta cara pencegahannya
Keadaan fisik dan emosi ibu pada saat masa kehamilan
persalinan sangat dipengaruhi juga oleh kondisi fisik
sebelum masa hamil. Jika seorang calon ibu hamil telah
emnderita anemia maka kehamilan saat ini juga dapat
diperbutuk dengan anemia jika tidak segera diatasi secara
adekuat. Dalam pelayanan kebidanan seorang perempuan
diupayakan agar selama hamil mendapatkan asupan yang
adekuat agar kehamilannya dalam kondisi baik sehaingga
persalinan dan bayinya dalam kondisi yang baik.

2.5 Hak Asasi dengan Hak Reproduksi


2.5.1 Sejarah Hak reproduksi
Sebelum tahun 1960, beberapa konsesus PBB tentang populasi
tidak memfokuskan pada hak. Demikian pula dengan konvensi tentang
perempuan, juga belum memberi penekanan pada hak asasi manusia
atau isu yang memperdulikan reproduksi dan seksualitas.
Pada konferensi Hak Asasi Manusia I yang diselenggarakan di
Teheran tahun 1960, mulai menyebutkan adanya hak untuk
mementukan jumlah dan jarak anak. Konferensi Hak Asasi Manusia II
pada tahun 1993 di Wiena mulai membuat tahapan mengenai hasil
konvensi di Kairo dan Beijing yang menegaskan bahwa hak perempuan
adalah hak asasi manusia yang memangkas semua bentuk diskriminasi
berdasarkan seks harus menjadi prioritas pemerintah. Dari konvensi ini
akhirnya perempuan mempunyai hak untuk menikmati standar tertinggi
dari kesehaan fisik dan psikhis sepanjang kehidupan. Termasuk hak
untuk akses dan pelayanan kesehatan yang adekuat. Termasuk hak
untuk melindungi dan meningkatkan kesetaraan gender dalam
kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual.
2.5.2 Hak hak Reproduksi
Hak hak reproduksi merupakan hak asasi manusia. Baik ICPD 1994
di Kairo maupun FWCW 1995 di Beijing mengakui hak hak reproduksi
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan mendasara dari kesehatan
reproduksi dan seksual (cottingham dkk, 2001)
Pemenuhan hak hak reproduksi merupakan bentuk perlindungan
bagi setiap individu serta prakondisi untuk memeproleh hak hak lainnya
tanpa diskriminasi. Hak hak reproduksi mengawsi pemerintah dalam
memenuhi dokumen dokumen HAM. Misalnya tidak terpenuhinya hak
atas pendidikan, pelayanan kesehatan dan social yang menyebbakan
kemtian ibu. Hak-hak reproduksi berarti pasangan dan individu berhak
untuk memutuskan apakah dan kapan mereka ingin memiliki anak tanpa
diskriminasi, oaksaan dan kekersana. Hak hak reprodksi berlaku untuk
semua peremuan dan laki laki dewasa tanpa memandang
statuskewarganegaraan. Mereka berhak untuk mengetahui tentang
seksualitas dan kesehatan reproduksi serta pelayanannya termasuk
pengaturan kesuburan.
Konsep informed consent pada pelayanan KB merupakan contoh
penerapan hak hak reproduksi, karena mencerminkan kebutuhan klien
sesuai dengan keinginan dan nilai nilai yang dianutnya. Perempuan
berhak untuk memutuskan apakah dia mengingkinkan pelayanan
kesehatan reproduksi dan jika ya, metode atau prosedur apa yang diplih
dan didapatkannya. Piagam IPPF tentang hak hak reproduksi dan
Seksual :
a. Hak untuk hidup
b. Hak untuk mendapatkan kebebasan dan keamana
c. Hak atas kesetaraan dan terbebas dari segala bentuk diskriminasi
d. Hak privasi
e. Hak kebebasan berfikir
f. Hak atas informasi dan edukasi
g. Hak untuk meilih menikah atau tidak serta untuk membentuk
sebuah keluarga
h. Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan pnya anak
i. Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
j. Hak untuk menikmati kemjuan ilmu pengetahuan
k. Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam arena
politik
l. Hak untuk terbebas dari kesakitan dann kesalahan pengobatan
(sss. Ippf. org/charter)
Di indonesia seringkali hukum dan kebijakan tidak berpihak pada
perempuan. Seperti halnya Undang Undang No 10 tahun 1992, perlunya
ijin tertulis dari suami untuk pemasangan IUD. Begitu juga dengan
Undang undang perkawinan Nomor 1/1974 juga tidak memeberikan
perlindungan kepada hak hak reproduksi perempuan ayat 4 pada undang
undang ini mengijinkan suami untum memiliki lebih dari satu istrti bila
istroinya tidak dapat hamil, padahal tidak terjadinya kehamilan belum
tentu akibat kemandulan istriinya. Pemerintahan yang tidak memenuhi
hal perempuan muda akan pendidikan , peayanan kesehatan dan sosial
dapat dikatakan melanggar hak hak reproduksi perempuan.
2.5.3 Perkembangan Hak Asasi Perempuan
Pemerintah Indonesia yang sebelumnya telah meratifikasi Konvensi
Penghapusan Segalan Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan melalui
UU nomor 7 tahun 1984, bertanggung jawab untuk secara simultan
melaksanakan peraturan peraturan di bawah UU tersebut. Hak hak
tersebut lebih ke arah hak hak sipil dan politis misalnya: hak untuk
hidup, ekonomi, sosial, dan budaya misalnya mendapatkan pendidikan,
bekerja dan stdnar hidup yang sehat fisik dan mental. Dalam setiap hak,
pemerintah mempunyai 3 tingkat peraturan:
 Menghormati HAM yang berarti pemerintah tidak melakukan
kekerasan
 Melindungi HAM yang berarti pemerintah membuat suatu
hukum yang mengatur mekanisme untuk melindungi dari
kekerasan
 Memenuhi HAM yang berarti pemerintah mengambil suatu
tindakan yang bertahap dan ditempatkan dalam sutu perturan
yang prosedural dalam suatu institusi.
Pada refleksi lima tahun pertama pelaksanaan Deklarasi Beijing (1995-
2000) pemeintah Indonesia mencatat sejumlah besar advokasi yang
dilakukan berbagai pihak, baik di tingkat lokal, nasional maupu
internasional yang pada akhirnya terbentuklah instititusi baru dan
menerbitkan beebrapa undang undang No 39 /1999 tentang hak asasi
manusia.Pada UU tersebut untuk pertama kalinya secara hukum
dinyatakan bahwa hak hak perempuan sebagai hak asasi manusia
termasuk hal politik perempuan.
Dalam perkembangannya, tercatat ada dua undang undang yang
diterbitkan untguk menjm,in perlindungan hukumd an penegakan hak
asasi perempuan yakni UU no 12/2003 tentang pemilu dan UU No
23/2004 tentang penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga (Forum
NGO Indoesia untuk BPFA+10, 2005. Sebagai komitmen pemerintah
Indonesia di tingkat internasional diterbitkan pemebntukan institusi
yang terkait dengan pelaksanaan komitmen tersebut, yaitu :
a. Kebijakan untuk mempertahankan keberadaan kementrian
pemberdayaan perempuan pada setiap periode cabinet
pemerintahan hingga saaat ini
b. Membentuk Komisi Nasional Anti kekerasan terhdap perempuan
c. Menerbitkan Kebijakan Negara untuk pengarus utamaan Gender
dalam prencanaan pembanguinan melalui insstruksi presiden
nomor 9 tahun 2000.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Kesehatan Reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak
lahir hingga mati. Secara internasional kesehatan reproduksi telah
menjadi bagian dari Hak Asasi manusia dan setiap Negara berkewajiban
agar setiap warga Negara mendapatkan pelayanan kesehatan reproduk
yang baik.Pelaksanaan Kesehatan Reproduksi menggunakan
pendekatan siklus hidup (life-cycle approch) agar diperoleh sasaran
yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas dan dilaksanakan secara
terpadu serta berkualitas dengan memperhatikan hak reproduksi
perorangan dengan bertumpu pada program pelayanan yang tersedia.
Ada empat komponen prioritas Kesehatan Reproduksi nasional, yaitu :
(1) Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (2) Keluarga berencana (3)
Kesehatan Reproduksi Remaja (4) Pencegahan/penanggulangan
Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS.
b. Idealnya ke 10 elemen harus diberikan di setiap tingkatan sistem
kesehatan, namun banyak negara miskin menghadapi kendala mengenai
pembiayaan penyelengagaraan pelayanan tersebut. Dengan
memperhatikan sepanjang siklus kehiduan perempuan, masalah dan
penangan sesuia dengan fase dan kemungkinan masalah yang muncul.
Ingat bahwa jika satu fase dalam siklus permpuan terganggun maka
kemungkinan besar fase pada kehiupan perempuan tersebut juga akan
tergannggu. Sehingga pemerintah dan tenaga kesehatan harus
memastikan bahwa setiap perempuan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang adekuat di setiap fase kehidupannya.
c. Hak reproduksi adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang harus
dihormati dan dipenuhi. Pelayanan kebidanan sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan reproduksi harus memperhatuikan hak hak
reproduksi dalam pelayanannya dengan memeprthatikan kebutuhan dan
sumber daya yang ada. Pelanggaran terhadap kesehatan reproduksi
berarti tidak menghargai Hak Asasi Manusia dan dapat dikenai sangsi
hukum.

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Kesehatan reproduksi remaja (KRR). 2000. BKKBN. Jakarta


Pedoman opersional Pelyanan Terpadu Kesehatan reproduksi di Puskesmas.
Depkes dan UNFPA. 2002. Jakarta
YPKP dan Pusdiknakes , 2010, Modul Mahasiswi Perspektif Gender & HAM
dalam Asuhan Kebidanan Komunitas

Anda mungkin juga menyukai