Anda di halaman 1dari 22

Klasifikasi dan Penanganan pada Tuberkulosis Paru

Abstract

Tuberculosis is a chronic infectious disease caused by tuberculosis mycrobacterium . TB

generally affects the lungs , so it is called pulmonary TB . In contrast to adult TB , TB symptoms

are often not typical child . Enforcement of pulmonary TB diagnosis can be made by history,

physical examination , and investigations . Enforcement of diagnosis and management quick and

precise is crucial in cases of pulmonary tuberculosis , especially to prevent complications that

could endanger the lives. However, prolonged treatment of TB often causes patients to disobey

the treatment, that will cause resistance to anti-tuberculosis drugs.which are divided into three

categories: Multi-Drug Resistance (MDR), Extensive-Drug Resistance (XDR), and Total-Drug

Resistance(TDR)

Keywords: Tuberculosis, Tuberculosis Resistant.

Abstrak

Tuberculosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium

tuberculosis. Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan TB paru. Penegakan

diagnosa TB paru dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan

penunjang. Penegakan diagnosa serta penatalaksanaan yang cepat dan tepat sangat penting dalam

kasus TB paru, terutama untuk mencegah timbulnya komplikasi yang dapat membahayakan.

Namun pengobatan TB yang lama sering kali membuat penderita TB tidak patuh dalam

pengobatan, sehingga akan menimbulkan resistensi terhadap obat anti tuberculosis. Yang

dibedakan dalam tiga kategori yaitu Multi-Drug Resistance (MDR), Extensive-Drug Resistance

(XDR), dan Total-Drug Resistance (TDR).

Page 1 of 22
Kata Kunci: Tuberkulosis, resisten TB

Pendahuluan

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberkulosis, sebagian besar menyerang paru karena bakteri tersebut bersifat

aerob dan penularannya yang bersifat inhalasi, sehingga disebut Tuberkulosis paru. Selain

menyerang paru, tuberkulosis juga dapat menyerang organ selain paru seperti tulang, kulit,

abdomen, selaput otak dll.

Terapi untuk tuberkulosis sudah ditemukan dan digunakan dengan cara kombinasi untuk

menghindari resistensi oba. Karena tuberkulosis merupakan penyakit kronik maka waktu

pengobatan bersifat jangka lama dan rutin. Karena beberapa faktor seperti pasien yang lalai,

pengobatan yang tidak sesuai dosis dan yang lainnya semasa pengobatan dapat menyebabkan

resistensi obat. Selain itu jangka waktu yang lama juga sering membuat pasien berhenti

mengkonsumsi obat (putus obat) sewaktu menjalani pengobatan sehingga terjadi kegagalan

pengobatan.

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara antara dokter dan pasien atau keluarganya/orang yang

mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data/info yang berhubungan

dengan penyakitnya. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau

terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Alo-anamnesis biasanya dilakukan

pada pasien dibawah umur atau pasien yang tidak kompeten untuk menjawab pertanyaan dari

dokter.1 Anamnesis yang baik terdiri dari:

- Identitas pasien

- Keluhan utama

Page 2 of 22
- Riwayat penyakit sekarang

- Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat kesehatan keluarga

- Riwayat pribadi

- Riwayat sosial ekonomi

Hasil anamnesis : pernah mengkonsumsi OAT selama 2bulan (putus obat), sekarang dalam

pengobatan oral dan suntik setiap hari.

Pemeriksaan fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik pasien didapat:

Keadaan umum : tampak sakit PF daerah kepala

ringan Mata: konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik

Kesadaran : compos mentis Leher: tidak ditemukan pembesaran KGB

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 120/70mmHg PF daerah thorax

Nadi : 78x/menit Auskultasi : bronkovesikular, ronki basah halus diapex

Pernapasan : 22x/menit paru kanan rh +/-, wheezing rh -/-, cor 1-2 murni regular,

Suhu : 37,5C murmur dan gallop tidak ada

PF abdomen  datar, bising usus normal

PF extremitas  tidak sianosis, CRP 2dtk

Pemeriksaan Penunjang

HB : 10 g/dL BTA sputum +3

HT : 30%

Page 3 of 22
Trombosit : 160.000

Leukosit : 9900

LED : 70ml/jam

Pada kasus ini karena sudah diketahui sebelumnya pasien menderita TB maka dilakukan

pemeriksaan penunjang yaitu:2

 Pemeriksaan darah  tidak spesifik. Pada tuberkulosis baru didapatkan jumlah leukosit

sedikit meningkat, hitung jenis pergeseran ke kiri dan LED yang mulai meningkat

 Pemeriksaan serologi

o Pemeriksaan Anti Peroksida (PAP-TB)  sensitivitas dan spesifitasnya 85-90%.

Kurang meyakinkan untuk diagnosis tunggal TB. Uji ini untuk melihat ada

tidaknya antibody IGg terhadap Mycobaterium Tuberkulosis

o Uji mycodot  menggunakan antigen LAM (lipoarabinomannan) yang

dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dimasukkan kedalam

serum pasien. Jika terdapat antibodi spesifik LAM maka terdapat perubahan

warna pada sisir yang intensitasnya sesuai jumlah antibodi.

 Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting untuk menemukan kuman BTA, yang merupakan

diagnosis TB pasti. Selain untuk diagnosis pemeriksaan sputum bisa digunakan untuk

evaluasi pengobatan. Pada pemeriksaan ini dianjurkan 1 hari sebelum pemeriksaan pasien

disuruh agar minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan reflex batuk. BTA sputum juga

bisa didapat dari bilasan lambung. Kriteria sputum positif apabila sekurang-kurangnya

Page 4 of 22
ditemukan 3 batang kuman tahan asam pada satu sediaan. Pewarnaan yang dianjurkan

dengan Tan Tiam Hok (TTH) yang merupakan modifikasi dari Kinyoun dan Gabbet.

 Tes Tuberkulin

Tes Tuberkulin masih banyak digunakan terutama untuk membantu menegakkan

diagnosis pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux dengan cara

menyuntikkan 0,1cc tuberculin P.P.D (Purified Protein Derivative) intrakutan

berkekuatan 5. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah

mengalami infeksi M. tuberculosis, M.bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacterium lainnya.

Dasar tes ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan

akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yang

merupakan reaksi pesenyawaan antara antibodi selular dengan antigen tuberculin. Banyak

sedikitnya reaksi dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi

humoral maka makin kecil indurasi yang timbul. Hasil tes Mantoux: 1. Indurasi 015mm

(diameter) Mantoux negatif , 2. Indurasi 6-9mm hasil meragukan, 3. Indurasi 10-15mm

Mantoux positif, 4. Indurasi lebih dari 15mm Mantoux positif kuat. Kelemahan tes ini

bisa memberikan positif palsu pada pemberian vaksin BCG atau terinfeksi

Mycobacterium lainnya. Dan lebih banyak didapatkan negatif palsu karena pasien baru 2-

10minggu terpapar tuberkulosis, usia tua, malnutrisi, penyakit keganasan, HIV dan lain

lain.

 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini merupakan cara praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi

biasanya pada apeks paru, atau jika didaerah hilus dapat menyerupai tumor. Gambaran

radiologi awal berupa bercak-bercak seperti awan, dengan batas yang tidak jelas. Bila lesi

Page 5 of 22
sudah diikuti jaringan ikat, maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas.

Pada kavitas bayangan berupa cincin.

Definisi dan Etiologi

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu infeksi kronik yang ada pada manusia yang hampir

dapat menyerang seluruh organ manusia, namun paling banyak menyerang pada paru paru.

Pertama kali Robert Koch mengidentifikasi basil tahan asam (BTA) Mycobacterium tuberkulosis

sebagai bakteri penyebab TB ini. M.tuberkulosis adalah kuman berbentuk batang dengan ukuran

panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak

(membuat bakteri lebih tahan terhadap asam), peptidoglikan dan arabinomannan. M. tuberculosis

bersifat aerob (dalam hal ini tekanan oksigen pada apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain

sehingga bagian ini menjadi tempat predileksi penyakit TB), tahan gangguan kimia, fisis, tahan

hidup pada udara kering dan dingin (pada lemari es dapat bertahan bertahun-tahun) dan bersifat

dormant (bisa bangkit kembali menjadi aktif lagi). Penularan TB sebagian besar melalui droplet

yang mengandung BTA dari pasien TB yang batuk berdahak atau berdarah melalui inhalasi.

Sedangkan pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.2

Patogenesis

 Tuberkulosis Primer

Penularan TB paru terjadi karena kuman dikeluarkan saat penderita batuk atau bersin menjadi

droplet nuclei dalam udara sekitar yang dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,

tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembabannya. Dalam

suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhasi-hari sampai berbulan-bulan. Bila

Page 6 of 22
partikel ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.

Partikel lalu masuk ke alveolar bila ukuran kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan bertemu

neutrofil lalu makrofag, kebanayakn kuman akan mati atau dibersihkan oleh makrofag, yang

keluar dari percabangan trakeobronkial bersama dengan gerakan sekretnya. Namun bila kuman

tidak mati, maka kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.

Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.2

Kuman yang menetap dijaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberculosis

pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghan. Sarang

primer ini dapat berada di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura maka

terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,

orofaring, dan kulit. Selanjutnya terjadi limfadenopati regional, kemudian kuman masuk ke

dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk arteri

pulmonalis maka akan terjadi penjalaran keseluruh paru menjadi TB milier.2

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis

lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang

primer limfangitis lokal + limfadenitis regional membentuk komplek primer (ranke). Semua

proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini bisa menjadi :2

1. Sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di

hilus, keadaan ini dapat terjadi pada lesi yang luasnya diatas 5mm dan 10% diantaranya

dapat reaktivasi lagi.

3. Berkomplikasi dan menyebar secara : perkontinuitatum (menyebar kesekitarnya), secara

bronkogen pada pagu yang bersangkutan maupun paru disebelahnya, tertelan bersama

Page 7 of 22
sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen dan hematogen (ke organ

tubuh lainnya)

 Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai

infeksi endogen nebhadu TB sekunder/ TB pasca primer. Kebanyakan reinfeksi mencapai

90%. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti pada malnutrisi, alcohol,

keganasan, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. TB sekunder dimulai dengan sarang dini yang

berlokasi di regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah

ke daearh parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.2

Sarang dini mulai-mula membentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu

menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia

langhans (sel besar banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan

ikat.2

TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua.

Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien. Sarang dini dapat menjadi:2

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat

2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera sembuh dengan serbukan jaringan fibrosis.

Ada yang membungkus menjadi keras dan menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang

meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar dan bagian

tengah menjgalami nekrosis, menjadi lembek dan membentuk jaringan keju yang jika

dibatukkan keluar akan menjadi kavitas. Kavitas mula-mula berdinding tipis. Lama-lama

menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, menjadi kavitas

sklerotik (kronik). Bisa terjadi karena hidrolisis dari protein lipid dan asam nukleat oleh

Page 8 of 22
ensim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan dari sitokin dengan

TNF-nya.

Kavitas dapat membentuk:2

1. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas masuk ke

arteri makan akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk keparu sebelahnya atau tertelah

masuk ke lambung dan menjadi TB usus. Bila rupture pleura maka bisa terjadi TB

endobronkial atau TB endotrakeal.

2. Memadat dan membungkus menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan

menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi

kronik yang kavitas adalah akibat kolonisasi jamur.

3. Bersih dan menyembuh disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh

membungkus diri menjadi kecil, menciut, dan seperti bintang disebut stellate shaped.

Secara keseluruhan terdapat 3 macam bentuk sarang:2

1. Sarang yang sembuh dan tidak butuh pengobatan lagi.

2. Sarang aktif eksudatif yang butuh pengobatan lengkap dan sempurna.

3. Sarang yang berada pada aktif dan sembuh. Sarang ini dapat sembuh spontan, tetapi

karena dapat eksaserbasi kembali maka diberi pengobatan yang sempurna juga.

Perjalanan Penyakit

Basil tuberculosis masuk ke dalam tubuh yang belum mempunyai kekebalan. Selanjutnya

tubuh mengalami perlawanan dengan cara yang umum yaitu melalui infiltrasi sel-sel radang ke

jaringan tubuh yang mengandung basil tuberculosis. Ini disebut reaksi non spesific dan

berlangsung kurang lebih 3-7 minggu. Setelah reaksi non spesific dilampaui reaksi tubuh

Page 9 of 22
memasuki tahap alergis pada saat itu tubuh sudah menunjukan gejala yang khas yaitu tanda-

tanda peradangan umum ditambah uji tuberculin yang positif.

Atas dasar reaksi tersebut Meyer membagi tuberculosis primer menjadi:3

 TBC primer sederhana

Terjadi pada 43,3% dari kasus TBC, secara radiologis tidak tampak kelainan, uji

tuberkulin memberi reaksi positif.

 TBC primer dengan kelainan radiologis

Kelainan radiologis berupa pembesaran limfe mediastinum,uji tuberkulin positif, kelainan

ini terjadi pada 18,5% kasus.

 TBC primer dengan kelainan radiologis lain

Kelainan radiologis terdapat pada parenkim paru dan pleura,didapatkan pada 37,5%

kasus.

Gejala Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien dapat bermacam-macam:2

 Demam  biasanya subfebril menyerupai influenza. Kadang bisa mencapai 40-41C.

serangan demam bersifat hilang timbul, sehingga pasien merasa tidak pernah lepas dari

serangan demam. Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dengan berat

ringannya infeksi kuman TB yang masuk.

 Batuk/ batuk darah  gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena iritasi pada

bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang keluar. Mungkin batuk

baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah beberapa

minggu atau beberapa bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

(nonproduktif) menjadi batuk darah karena pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan

Page 10 of 22
dari batuk berdarah terjadi pada kavitas tetapi juga dapat terjadi pada ulkus dinding

bronkus.

 Sesak napas  pada TB ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas

pastu ditemukan pada TB lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-

paru.

 Nyeri dada  gejala yang agak jarang ditemukan. Namun bisa timbul akibat infiltrasi

radang yang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Yang menyebabkan

gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napas.

 Malaise  penyakit TB bersifat radang menahun, sehingga sering ditemukan gejala

malaise yang berupa anoreksia, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,

keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang timbul tidak

beraturan.

Epidemiologi

Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-4 di dunia setelah India,

Cina, dan Afrika Selatan. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,7% dari total

jumlah pasien TB dunia, dengan setiap tahun didapatkan 450.000 kasus baru dan 65.000

kematian. Prevalens TB resisten OAT ganda (multidrug resistance= MDR) di antara kasus TB

baru adalah sebesar 2%, dan di antara kasus pengobatan ulang adalah sebesar 12%, sesuai

laporan WHO tahun 2012.4,5

Klasifikasi TB

Berdasarkan lokasi:6

 TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru

Page 11 of 22
 TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru seperti

kelenjar getah bening, abdomen, pleura, tulang sendi, selaput otak.

Berdasarkan radiologis (luas lesi)2

 Tuberkulosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrate non kavitas pada satu paru

maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

 Moderately advanced tuberculosis, ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4cm.

jumlah infiltra bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar

tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

 Far advanced tuberculosis, terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada

moderately advanced tuberculosis.

Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat (American Thoracic Society 1974)2

 Kategori 0 : tidak pernah terpajang dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes

tuberculin negatif.

 Kategori I : terpajan tuberkulosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kontak

positif, tes tuberculin negatif.

 Kategori II : terinfeksi tuberkulosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologi

dan sputum negatif.

 Kategori III : terinfeksi tuberkulosis dan sakit.

Berdasarkan keadaan klinis, radiologis, dan mikrobiologis (banyak digunakan di

Indonesia)2

 Tuberkulosis paru

 Bekas Tuberkulosis paru

 Tuberkulosis paru tersangka :

Page 12 of 22
o TB paru tersangka yang diobati  sputum BTA negatif tetapi tanda-tanda lain

positif

o TB paru tersangka yang tidak diobati  sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain

juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka sudah harus dipastikan apakah TB aktif atau bekas TB. Dalam

klasifikasi ini perlu dicantumkan :2

1. Status bakteriologi

2. Mikroskopik sputum BTA (langsung)

3. Biakan sputum BTA

4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk TB paru

5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT)

Berdasarkan terapi (WHO 1991)2

 Kategori I

o Kasus baru dengan sputum positif

o Kasus baru dengan bentuk TB berat

 Kategori II

o Kasus kambuh

o Kasus gagal dengan sputum BTA positif

 Kategori III

o Kasus BTA negatif dengan kelainan paru tidak luas

o Kasus TB ekstra paru selain yang disebutkan dalam kategori I

 Kategori IV  TB kronik

Berdasarkan riwayat pengobatan6

Page 13 of 22
 Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan TB sebelumnya atau

riwayat mendapat pengobatan kurang dari 1bulan

 Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang pernah mendapatkan

pengobatan 1 bulan atau lebih.

 Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan dan

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan telah selesai dan ditegakkan diagnosis

TB rekuren

 Kasus pengobatan gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan

pengobatan dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan

 Kasus putus obat adalah pasien yang pernah mendapatkan pengobatan 1bulan atau lebih

dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2bulan atau tidak dapat dilacak pada akhir

pengobatan.

 Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang tidak

dapat dimasukkan dalam salah satu kategori diatas.

Berdasarkan status HIV6

 Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis yang

memiliki hasil positif untuk tes HIV atau saat ditegakkan diagnosis TB pasien memiliki

bukti telah menerima pengobatan ARV.

 Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB konfirmasi bakteriologis atau klinis

dengan tes HIV negatif.

 Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB yang tidak memiliki hasil

tes HIV.

Page 14 of 22
Tuberkulosis resisten obat

Kasus TB diklasifikasikan dalam kategori berdasarkan uji resistensi obat dari isolat klinis

yang dikonfirmasi M. tuberculosis yaitu:6

 Monoresisten: isolat M. tuberculosis kebal terhadap salah satu OAT lini pertama.

 Poliresisten: isolat M.tuberculosis kebal dua atau lebih OAT lini pertama selain

kombinasi rifampisin dan isoniazid.

 Resisten obat ganda atau dikenal dengan multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB):

isolat M. tuberculosis resisten minimal terhadap isoniazid and rifampisin yaitu OAT yang

paling kuat dengan atau tanpa disertai resisten terhadap OAT lainnya.

 Resisten berbagai OAT / extensively drug-resistant tuberculosis(XDR-TB): adalah TB

resisten obat ganda yang disertai resisten terhadap salah satu fluorokuinolon dan salah

satu dari tiga obat injeksi lini kedua (amikasin, kapreomisin atau kanamisin).

 Resisten rifampisin: resisten terhadap rifampisin yang dideteksi menggunakan metode

fenotipik dan genotipik, dengan atau tanpa resisten terhadap OAT lain. Apapun dengan

resisten rifampisin termasuk dalam kategori ini, baik monoresisten, poliresisten, resisten

obat ganda atau resisten berbagai OAT.

 Resisten OAT total / totally drug-resistant tuberculosis(TDR-TB): TB resisten dengan

semua OAT lini I dan lini II.

Kriteria suspek TB resisten obat berdasarkan Program Nasional adalah:6

1. Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori II.

2. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah bulan ketiga dengan OAT

kategori II.

Page 15 of 22
3. Pasien yang pernah diobati TB secara substandar di fasyankes tanpa DOTS, termasuk

penggunaan OAT lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin,

4. Pasien gagal pengobatan dengan OAT kategori I.

5. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan OAT kategori

I.

6. Kasus TB kambuh.

7. Pasien yang kembali setelah lalai pada pengobatan kategori I dan / atau kategori II,

8. Pasien suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat pasien TB resisten obat ganda

konfirmasi termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB resisten obat ganda,

9. Pasien koinfeksi TB-HIV, yang tidak memberikan respons klinis terhadap pengobatan

TB dengan OAT lini pertama. Diagnosis TB resisten obat ganda dipastikan berdasarkan

hasil uji resistensi dari laboratorium dengan jaminan mutu eksternal. Semua suspek TB

resisten obat ganda diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan

dan uji resistensi. Jika hasil uji kepekaaan terdapat M. tuberculosis yang resisten minimal

terhadap rifampisin dan isoniazid maka dapat ditegakkan diagnosis TB resisten obat

ganda.

Tatalaksana Tuberkulosis Paru

Tujuan pengobatan TB adalah:6

 Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien

 Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

 Mencegah kekambuhan TB

 Mengurangi penularan TB kepada orang lain

 Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.

Page 16 of 22
WHO merekomendasikan obat kombinasi dosis tetap (KDT) untuk mengurangi risiko terjadinya

TB resisten obat akibat monoterapi. Dengan KDT pasien tidak dapat memilih obat yang

diminum, jumlah butir obat yang harus diminum lebih sedikit sehingga dapat meningkatkan

ketaatan pasien dan kesalahan resep oleh dokter juga diperkecil karena berdasarkan berat

badan.2,8Dosis harian KDT di Indonesia distandarisasi menjadi empat kelompok berat badan 30-

37 kg BB, 38-54 kg BB, 55-70 kg BB dan lebih dari 70 kg BB.7,8

Dosis rekomendasi

OAT Harian 3 kali perminggu

Dosis Maksimum Dosis Maksimum

(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-30) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisin* 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

*pasien berusia diatas 60 tahun tidak dapat mentoleransi lebih dari 500-700mg perhari, beberapa

pedoman merekomendasikan dosis 10mg/kgBB pada pasien kelompok usia ini. Pasien dengan

BB dibawah 50kg tidak dapat mentoleransi dosis lebih dari 500-750mg perhari.

WHO merekomendasikan paduan 2RHZE/4RH (kategori atau lini pertama) yaitu 2 bulan

rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol dan dilanjutkan 4 bulan rifampisin, isoniazid yang

diberikan secara intermiten 3 kali seminggu pada pasien dengan TB paru kasus baru dengan

alternatif paduan 2RHZE/4R3H3 yaitu 2 bulan rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol dan

Page 17 of 22
dilanjutkan 4 bulan rifampisin, isoniazid yang harus disertai pengawasan ketat secara langsung

oleh pengawas menelan obat (PMO).6,7,8

Kategori atau lini kedua : HRZE/ 5H3R3E3 yang diberikan kepada:

 Penderita relaps

o Pada TB paru kasus relaps mengunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama

3 bulan. Lama pengobatan fase lanjutan 5bulan atau lebih. Paduan obat yang

diberikan (2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE) atau alternatif lain (2 RHZES/ 1RHZE/

5R3H3E3)

 Penderita gagal terapi

 Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat  pasien akan dimulai

pengobatan kembali sesuai kriteria sebagai berikut:

o Berobat > 4 bulan

 BTA saat ini negatif

 Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka

pengobatan dihentikan

 Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk

memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan penyakit

paru lainnya.

 BTA saat ini positif

 Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat

dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

o Berobat < 4 bulan

Page 18 of 22
 Bila BTA positif, pengobatn dimulai dari awal sesuai paduan obat yang

lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama

 Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan

diteruskan.

Paduan obat standar TB resisten obat ganda di Indonesia adalah minimal 6 bulan fase

intensif dengan paduan obat pirazinamid, etambutol, kanamisin, levofloksasin, etionamid,

sikloserin dan dilanjutkan 18 bulan fase lanjutan dengan paduan obat pirazinamid, etambutol,

levofloksasin, etionamid, sikloserin (6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs / 18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs). Etambutol

dan pirazinamid dapat diberikan namun tidak termasuk obat paduan standar, bila telah terbukti

resisten maka etambutol tidak diberikan.5

Pengobatan TB resisten obat ganda dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif dan lanjutan.

Lama fase intensif paduan standar Indonesia adalah berdasarkan konversi biakan. Obat suntik

(kanimisin, amikasin, kapreomisin yang bersifat bakterisidal) diberikan selama fase intensif

diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan atau minimal 4 bulan setelah konversi biakan. Namun

rekomendasi WHO tahun 2011 menyebutkan fase intensif yang direkomendasikan paling sedikit

8 bulan. Pendekatan individual termasuk hasil biakan, apusan dahak BTA, foto toraks dan

keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan menghentikan pemakaian obat suntik.

Sedangkan total lamanya pengobatan paduan standar yang berdasarkan konversi biakan adalah

meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah konversi biakan. Namun WHO tahun 2011

merekomendasikan total lamanya pengobatan adalah paling sedikit 20 bulan.6

Pemantauan respons pengobatan

Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapi. Pemantauan yang regular

akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat yang tidak

Page 19 of 22
diinginkan. Semua pasien, PMO dan tenaga kesehatan sebaiknya diminta untuk melaporkan

gejala TB yang menetap atau muncul kembali, gejala efek samping OAT atau terhentinya

pengobatan. Berat badan pasien harus dipantau setiap bulan dan dosis OAT disesuaikan dengan

perubahan berat badan. Respons pengobatan TB paru dipantau dengan apusan dahak BTA.Perlu

dibuat rekam medis tertulis yang berisi seluruh obat yang diberikan, respons bakteriologis,

resistensi obat dan reaksi tidak diinginkan untuk setiap pasien pada Kartu Berobat TB. WHO

merekomendasi pemeriksaan apusan dahak BTA pada akhir fase intensif pengobatan untuk

pasien yang diobati dengan OAT lini pertama baik kasus baru dan pengobatan ulang. Apusan

dahak BTA dilakukan pada akhir bulan kedua (2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan akhir bulan

ketiga (2RHZES/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan ulang. Rekomendasi ini juga berlaku

untuk pasien dengan apusan dahak BTA negatif.4

Apusan dahak BTA positif pada akhir fase intensif mengindikasikan beberapa hal

berikut ini:6

 Ketaatan pasien yang buruk.

 Kualitas OAT yang buruk.

 Dosis OAT di bawah kisaran yang direkomendasikan.

 Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah kuman yang banyak.

 Terdapatnya komorbid yang mengganggu ketaatan pasien atau respons terapi.

 Pasien memiliki M. tuberculosisresisten obat yang tidak memberikan respons terhadap

terapi OAT lini pertama.

 Bakteri mati yang terlihat oleh mikroskop.

Pencegahan

 Vaksinasi BCG (Bacillus Calmatte Guerin)

Page 20 of 22
Vaksin BCG adalah strain M. bovis yang dilemahkan. Dosis yang diberikan 0,1mg dalam

0,1 ml secara intradermal yang dapat menimbulkan reaksi kulit dalam 2-3minggu.

 Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain

selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk tbc aktif

 Ventilasi ruangan. Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup kecil di

mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang, membuka jendela dan

menggunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan luar

 Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut kapan saja

ketika di diagnosis tb merupakan langkah pencegahan tb secara efektif. Jangan lupa

untuk membuangnya secara tepat

Komplikasi

Penyakit TB paru bila tidak ditanganin dengan benar akan menimbulkan komplikasi dini dan

lanjut, komplikasi dini yaitu pleuritis, efusi pleuira, empiema, dan lainnya. Komplikasi lanjut

yaitu obstruksi jalan napas (SOPT Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), karsinoma paru, dan

lainnya.2

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang pasien tersebut

didiagnosa TB putus obat dan diduga resistant pada beberapa obat anti TB dikarenakan pasien

sempat berhenti mengkonsumsi OAT yang merupakan faktor terjadinya resistant terhadap OAT

untuk memastikan dibutuhkan uji resistensi.

Daftar Pustaka

Page 21 of 22
1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC;

2010.h.182

2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Setiyohadi B, Syam AF dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing;2014.h.863-871.

3. Alsagaff H, Mukty A. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University

Press; 2005. h. 73-105.

4. World Health Organization. Global tuberculosis report 2012. diunduh dari:

http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr12_main.pdf.3. 06 juli 2016.

5. Kementrian Kesehatan RI. Terobosan menuju akses universal: strategi pengendalian TB di

Indonesia 2010-2014.Jakarta:Kementrian Kesehatan RI;2010.h.12-3

6. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana

tuberkulosis. Jakarta:Kementrian Kesehatan RI;2013h.17-22.

7. Surya A, Bassri C, Kamso S, ed. Pedoman Nasional Pengendalian TB. Edisi 2. Jakarta:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;2011.h.13-37

8. United State Agency for International Development (USAID), TB CARE I. International

standards for tuberculosis care. Edisi 3. USA: The Hague;2014.h.35-6.

Page 22 of 22

Anda mungkin juga menyukai