Geometri Jalan Alinyemen Horizontal
Geometri Jalan Alinyemen Horizontal
Oleh :
Arya Ramdhan Dwi Cahya 1504105080
Komang Gede Putra Airlangga 1504105089
Ariel Kharisma 1705511012
I Gede Bandem Suyasa Putra 1705511024
I Komang Edi Perdana Putra 1705511025
Luganion Pendapotan Penggabena 1705511033
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan berkat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah
dalam mata kuliah Geometri Jalan. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas
semester 3 mata kuliah Geometri Jalan pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Udayana tahun ajaran 2018/2019.
Dalam pembuatan makalah ini, kami memperoleh banyak pelajaran,
bimbingan, serta saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. I Wayan Suweda, MSP., M.Phil sebagai dosen
pengajar Geometri Jalan kami.
2. Semua pihak yang telah memberikan informasi, bantuan moral,
dan dorongan kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
makalah kedepannya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB II LANDASARAN TEORI...........................................................................3
2.1 Pengertian Jalan...........................................................................................3
1.2 Klasifikasi Jalan...........................................................................................3
2.3 Diagram Alir Pemilihan Jenis Lengkung Horizontal...................................8
2.4 Diagram Superelevasi.................................................................................11
2.5 Jarak Pandangan Pada Lengkung Horizontal.............................................14
2.6 Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal.....................................17
2.6.1 Kondisi Off Tracking..........................................................................17
2.6.2 Kesukaran dalam mengemudi di tikungan..........................................20
2.6.3 Pencapaian pelebaran pada lengkng horizontal..................................20
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................22
3.1 Diagram Alur Penelitian...............................................................................22
3.2 Pengumpulan Data......................................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................24
BAB V PENUTUP..............................................................................................28
5.1 Simpulan.....................................................................................................28
5.2 Saran...........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................29
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
terdiri dari manusia sebagai pejalan kaki (faktor fisik, faktor mental, dan faktor
emosi, dan manusia sebagai pengemudi. Faktor kendaraan meliputi : kondisi rem
kendaraan, kondisi ban, sistem lampu kendaraan. Faktor jalan meliputi: kerusakan
pada permukaan jalan, jari-jari tikungan yang kecil, lengkung vertikal kurang
cembung. Faktor jalan ini merupakan salah satu faktor yang paling krusial, karena
perencanaan jalan yang memiliki rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan
merupakan suatu yang diutamakan. Faktor lingkungan meliputi : faktor cuaca,
kondisi lingkungan jalan, penyeberangan jalan, minimnya rambu lalu lintas dan
kurangnya penerangan jalan.
Oleh karena itu, metode dan hasil perencanaan yang baik sangat
menentukan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan. Dengan perencanaan
yang baik kita bisa meminimalisir kecelakaan yang terjadi dengan berpedoman
dengan aturan yang berlaku.
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, tujuan penulisan tulisan ini adalah :
1. Mengetahui bagian perencanaan alinemen horizontal
2. Mengetahui tahapan dalam merencanakan alinemen horizontal
3. Mengetahui kriteria perencanaan alinemen horizontal yang memberikan rasa
aman dan nyaman bagi pengguna jalan
2
BAB II
LANDASARAN TEORI
3
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan
Muatan Sumbu Terberat / MST
Fungsi Kelas
(ton)
Arteri I > 10
II 10
IIIA 8
Kolektor IIIA 8
IIIB -
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997
1. Datar D <3
1. Berbukit B 3-25
2. Pegunungan G > 25
Sumzzzz
4
Klasifikasi menurut wewenang pembinaan terdiri dari Jalan
Nasional, Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten atau Kota Madya, dan Jalan
Desa.
1. Jalan Nasional
Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan
strategis nasional serta jalan tol.
2. Jalan Provinsi
Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau
kota, atau antar ibukota kabupaten atau kota, dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan Kabupaten
Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang
tidak termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan.
4. Jalan Kota
Merupakan jalan umum dalam sistem jaringan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan
pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta
menghubungkan pemukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa
Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antar pemukiman di dalam desa serta jalan lingkungan.
d. Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Jalan
Terdiri dari:
1. Jalan Arteri Primer
- Menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan
nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
wilayah.
- Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 60 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit
11 m.
- Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata.
- Pada jalan arteri primer, lalu lintas jarak jauh tidak boleh
terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal dan
kegiatan lokal.
5
- Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus
dapat diizinkan melalui jalan ini.
- Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efesien.
Jarak antar jalan masuk atau akses langsung tidak boleh lebih
pendek dari 500 m.
- Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan
tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
- Lokasi berhenti dan parkir pada jalan seharusnya tidak diizinkan.
- Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
2. Jalan Kolektor Primer
- Menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan
wilayah atau antar pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan
lokal
- Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana
80 km/jam dan paling rendah 40 km/jam.
- Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 9 m.
- Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara
efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih
pendek dari 400 m.
- Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan
melalui jalan ini.
- Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan
pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
- Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih
besar dari volume lalu lintas rata-rata.
- Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya
tidak diizinkan pada jam sibuk.
- Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu,
marka, lampu pengatur lalu lintas, dan lampu penerangan jalan.
- Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah
dari jalan arteri primer.
3. Jalan Lokal Primer
- Menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional
dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau
6
pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta
antarpusat kegiatan lingkungan.
- Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 20 km/jam.
- Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui
jalan ini.
- Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 7,5 meter.
- Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling
rendah pada sistem primer.
- Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak
boleh terputus.
4. Jalan Lingkungan Primer
- Menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan
perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan.
- Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 15 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit
6,5 meter.
- Persyaratan teknis jalan lingkungan primer diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih.
- Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai
lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.
7
8
9
2.4 Diagram Superelevasi
Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian superelevasi dari
lereng normal ke superelevasi penuh, sehingga dengan menggunakan diagram
superelevasi dapat ditentukan bentuk penampang melintang pada setiap titik di
suatu lengkung horizontal yg direncanakan. Diagram superelevasi digambar
berdasarkan eleveasi sumbu jalan sebagai garis nol. Elevasi tepi perkerasan diberi
tanda positif untuk tepi perkerasan lebih tinggi dari sumbu jalan dan tanda negatif
untuk tepi perkerasan lebih rendah dari sumbu jalan.
Pada jalan tanpa median yang mempergunakan sumbu jalan sebagai
sumbu putar, seperti pada gambar.
10
Gambar 2.1 Bentuk Penampang Horizontal
Metode ini merupakan yang paling umum dipergunakan untuk jalan 2 jalur
2 arah tanpa median. Metoda ini tidak mengganggu perencanaan penampang
memanjang jalan yang bersangkutan. Terlihat pada gambar di atas titik-titik
sumbu jalan tidak berubah dari kedudukan semula.
Jika perkerasan jalan menggunakan tepi dalam perkerasan sebagai sumbu
putar, maka akan memberikan keuntungan dari segi drainase dan keperluan estetis
11
jalan. Hanya saja elevasi sumbu jalan berubah kedudukannya dilihat dari kondisi
jalan yang lurus.
Untuk jalan raya dengan median (jalan raya terpisah) cara pencapaian
kemiringan tersebut, tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang
12
median yang bersangkutan dan dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara
berikut :
a. Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-
masing jalur jalan sebagai sumbu putar
b. Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri sendiri dengan sisi-sisi
median sebagai sumbu putar, sedang median dibuat tetap dalam keadaan
datar
c. Seluruh jalan diputar dalam satu bidang yg sama, sumbu putar adalah
sumbu median
Keteragan :
13
a. Garis AB = Garis pandangan
b. Lengkung AB = Jarak pandangan
c. m = Jarak dari penghalang ke sumbu jalur dalam
d. ϕ = Setengah sudut pusat lengkung sepanjang L
e. S = Jarak pandangan, m
f. L = Panjang busur lingkaran,m
g. R’ = Radius sumbu lajur sebelah dalam, m’
h. m = R’-R’cos ϕ
i. m = R’(1-cos ϕ)
j. S = 2 π R’
k. S =
l. ϕ = = =
m. ϕ = =
n. m = R’(1 – cos ϕ )
o. m =
14
Untuk kecepatan rencana tertentu dan berdasarkan jarak pandangan henti
minimum pada tabel.
Tabel 2.3 Kecepatan rencana dengan jarak pandang
Kecepatan Kecepatan Fm Perhitungan Perhitungan Desain (m)
rencana Jalan untuk Vr (m) untuk Vj (m)
(km/jam) (Km/jam)
30 27 0,400 29,71 25,94 25-30
40 36 0,375 44,60 38,63 40-45
50 45 0,350 62,87 54,05 55-65
60 54 0,330 84,65 72,32 75-85
70 63 0,313 110,28 93,71 95-110
80 72 0,300 139,59 118,07 120-140
100 90 0,285 207,64 174,44 175-210
120 108 0,280 285,87 239,06 240-285
Akan diperoleh grafik seperti pada gambar di bawah ini, yang merupakan
hubungan antara m, R’ atau D dan kecepatan rencana.
15
2.6 Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan, seringkali tak
dapat mempertahankan lintasannya pada jalur yang sediakan. Hal ini disebabkan
karena:
1. Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama kali hanya roda depan,
sehingga lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking)
2. Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper depan dan
belakang kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan
lintasan roda depan dan roda belakang kendaraan.
3. Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya
tetap pada lajur jalannya terutama pada tikungan- tikungan yang tajam atau
pada kecepatan-kecepatan yang tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka pada tikungan-tikungan yang
tajam perlu perkerasan jalan yang diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan
faktor dari jari-jari lengkung kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan
rencana yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan. Pada umumnya truk
tunggal merupakan jenis kendaraan yang dipergunakan sebagai dasar penentuan
penambahan lebar perkerasan yang dibutuhkan. Tetapi pada jalan-jalan yang
sering dilewati kendaraan berat, jenis kendaraan semi trailer merupakan
kendaraan yang cocok yang dipilih auntuk kendaraan rencana. Tentu saja
pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat mempengaruhi kebutuhan akan
pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan tersebut.
Elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari:
1. Off tracking (U)
2. Kesukaran dalam mengemudi ditikungan (Z)
16
Gambar 2.3 Gambar Pelebaran perkerasan pada tikungan.
Dari gambar diatas dapat dilihat:
b = lebar kendaraan rencana.
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada laur
sebelah dalam.
U = B-b
C = lebar kebebasan samping di kiri dan kanan kendaraan.
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan.
Bn = lebar total perkerasan pada bagian lurus
Bt = lebar total perkerasan di tikungan
n = jumlah lajur.
Bt = n(B + C) + Z
∆b = tambahan lebar perkerasan di tikungan
∆b = Bt – Bn
Rw = radius lengkung terluara dari lintasan kendaraan pada lengkung horizontal
untuk lajur sebelah dalam.
Besarnya Rw dipengaruhi olehtonjolan depan (A) kendaraan dan sudut
belokan roda depan (α )
Ri = radius lengkung terdalam dari lintasan kendaraan pada lengkung horizontal
untuk lajur sebelah dalam. Besarnya Ri dipengaruhi oleh jarak gandar
kendaraan (p)
17
……………..…(a)
Rc = radius lengkung untuk lintasan luar roda depan yang besarnya dipengaruhi
oleh sudut α
……………………..(b)
18
Rc = radius lajur sebelah dalam - lebar perkerasan +
Contoh perhitungan:
Radius lajur tepi sebelah dalam adalah 300 m, kecepatan rencana 60 km/jam.
Jalan terdiri dari jalan 2 jalur dengan lebar total pada bagian lurus 7,00 m.
19
Tentukan tambahan lebar perkerasan yang perlu dilakukan dengan truk tunggal
sebagai kendaraan rencana.
C=1,0 m
∆b = Bt – Bn = 7,56 -7,0=0,56 m
Survei
BAB III
Pendahuluan
METODE PENELITIAN
Studi Literatur
3.1 Diagram Alur Penelitian
Pengumpulan Data
Analisa Data
Simpulan dan
Saran
Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian
21
Gambar 3.4 Lokasi survei
22
BAB IV
PEMBAHASAN
=Δ–2x s
23
Lc =
TAHAP I
Rmin =
= 112,041 m
TAHAP II
• Jadi R yang direncanakan harus lebih besar dari 112,041 m
• Jari-jari yang digunakan adalah jari-jari rencana (Rc) yaitu 179 m
• Kecepatan rencana 60 km/jam
TAHAP III
• Dari Tabel 3 dengan jari-jari rencana diperoleh
e = 0,086 dan Ls = 60 m
TAHAP IV
• Rumus SHORTT
LR= = = 38.89
24
Tahap V
• Ls’ = 60 > Ls1 = 15,787
• Ls’ = 60 > Ls2 = 13,592
• Ls’ = 60 > Ls3 = 38.89
Jadi Ls yang digunakan adalah Ls’
TAHAP VI
• =
= 9,608
• = Δ – (2 x s)
= 30 – (2 x 9,608)
= 10,785
• Lc =
= 33,676
Lc ≥ 20m berarti Lc memenuhi syarat untuk lengkung s-c-s
Panjang Lengkungan
• L = Lc + (2 x Ls) = 33,676 + (2 x 60) = 153,676 m
Dengan menggunakan Tabel 4.10:
• p* = 0,0139928
• p = p* x Ls
= 0,0139928 x 60 = 0,839 m
Dengan menggunakan Tabel 4.10:
k* = 0,4995383
25
k = k* x Ls
= 0,4995383 x 60 = 29,972 m
• Es = (Rc + p) x sec ½ Δ – Rc
= (179 + 0,839) x sec ½ 30⁰ – 179
= 7,183 m
• Ts = (Rc + p) x tg ½ Δ + k
= (179 + 0,839) x tg ½ 30⁰ + 29,972
= 78,159 m
TAHAP VII
Dari hasil perhitungan didapatkan data:
• Vr = 60 km/jam
• Δ = 30⁰
• Өs = 9,608
• Rc = 179 m
• Es = 7,183 m
• Ts = 78,159 m
• L = 153,676 m
• e = 8,6 %
• Ls = 60 m
• Lc = 33,676 m
• p = 0,839 m
• k = 29,972 m
TAHAP VIII
Menggambar tikungan dari data yang telah ditentukan :
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Pada perencanaan alinemen horizontal hal-hal yang harus diperhatikan adalah
pemilihan lengkung sesuai dengan klasifikasi jalan yang ditentukan, diagram
superelevasi, pelebaran pada perkerasan, jarak pandang pada tikungan.
2. Dalam tahapan perencanaan alinemen horizontal menentukan kriteria
perencanaan kemudian memilih tikungan serta elemen jenis tikungan tersebut,
yang kemudian didapatkan gambar perencanaan yang telah dihitung.
3. Kriteria perencanaan alinemen horizontal yang dapat memberikan rasa aman
dan nyaman bagi pengguna jalan harus memperhatikan ketentuan atau ataran yang
berlaku. Hal yang perlu diperhatikan adalah syarat batas minimal suatu
perencanaan yang ditetapkan, karena batas merupakan keamanan yang telah
ditetapkan.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Dalam proses pembelajaran lebih banyak ditunjukkan kondisi real di lapangan
yang terkait dengan materi secara langsung.
27
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).
Jakarta, Direktorat Bina Marga.
28