Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP KETENTUAN

TENTANG REMISI KHUSUSNYA NARAPIDANA


TERORISME

Jurnal Penelitian

Oleh
M. ADITYA MALVIN

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK

ANALISIS KEBIJAKAN FORMULASI TERHADAP KETENTUAN


TENTANG REMISI KHUSUSNYA NARAPIDANA
TERORISME

Oleh
M. Aditya Malvin, Maroni, Rini Fathonah
malvin538@gmail.com

Pendapat yang pro-kontra atas pemberian remisi terhadap pelaku tindak pidana
terorisme timbul sebagai akibat dari adanya pandangan yang menganggap bahwa
pidana yang dijatuhkan hakim dalam putusannya kepada para teroris masih rendah
dan jauh dari harapan masyarakat sesuai dengan sifat jenis tindak pidana tersebut
sebagai extraordinary crime. Permasalahan dalam penelitian bagaimanakah
kebijakan formulasi tentang remisi khususnya narapidana terorisme dan apakah
kebijakan formulasi tentang remisi narapidana terorisme sesuai dengan rasa
keadilan di masyarakat. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah yuridis normatif, dengan mempelajari norma atau kaidah hukum, tinjauan
atas kebijakan formulasi tentang remisi khususnya narapidana terorisme. Metode
analisis secara kualitatif dan disimpulkan dengan cara pikir induktif. Hasil
penelitian menunjukkan kebijakan formulasi tentang remisi khususnya narapidana
terorisme sebagaiman yang telah diataur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan, dan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi, dan juga Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 32
Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan
pemasyarakatan, dijelaskan bahwa pemberian remisi merupakan salah satu hak
bagi setiap narapidana yang telah berbuat baik selama berada di lembaga
pemasyarkatan serta memenuhi syarat-syarat tertentu lainnya. Apabila dikaitkan
dengan tindak pidana yang tergolong extraordinary, kebijakan formulasi tentang
remisi narapidana terorisme sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat dimana
bagi naripidana terorisme yang bertindak sebagai pelaku tindak pidana terorisme
harus dilakukan pertimbangan khusus dalam pemberian remisi dan dihukum
secara maksimum setimpal dengan perbuatannya. Saran, diharapkan pemerintah
dalam menetapkan kebijakan yang terkait dalam usaha pemberantasan tindak
pidana terorisme utamanya dalam ranah hukum pelaksanaan pidana (penitensier)
harus memiliki landasan hukum yang kuat serta tidak bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi

Kata Kunci: Remisi, Narapidana, Terorisme


ABSTRACT

POLICY ANALYSIS OF PROVISIONS ON SPECIAL REMITION OF


TERRORISM INMATES

By
M. Aditya Malvin, Maroni, Rini Fathonah
malvin538@gmail.com

The pro-contra opinion of the remission of terrorist actor arises as a result of a


view which assumes that the criminal sanction imposed by the judge in its
decision to the terrorists is still low and far from the public expectation in
accordance with the nature of the criminal act as extraordinary crime. Issues in
research how is the formulation policy on remissions, especially terrorism
prisoners and whether the formulation policy on remission of terrorism prisoners
in accordance with the sense of justice in the community. The method of research
conducted in this research is normative juridical, by studying norm or rule of law,
review of formulation policy about remise especially terrorism prisoner. The
method of analysis is qualitatively and inferred by inductive thought. The results
of the research indicate the formulation policy on remission, especially of
terrorism prisoners as stated in Article 14 of Law Number 12 Year 1995
concerning socialization, and Presidential Decree No. 174/1999 on remission, as
well as Government Regulation No. 28/2006 concerning the amendment
Government Regulation No. 32/1999 on the requirements and procedures for the
implementation of the right of prisoners, it is explained that the granting of
remission is one of the rights for every prisoner who has done good while in the
institution of jail and fulfill certain other conditions. If it is associated with
extraordinary crime, the formulation policy on remission of terrorism prisoners is
in accordance with the sense of justice in the society where for the criminal act of
terrorism acting as the perpetrator of terrorism crime, special consideration must
be given in the provision of remission and shall be punished to the maximum in
accordance with his actions. Suggestion, it is expected that the government in
determining the related policy in the effort to eradicate the crime of terrorism
especially in the realm of criminal law (penitentiary) must have a strong legal
basis and not contradict the higher regulation

Keywords: Remission, Inmates, Terrorism


I. PENDAHULUAN menginginkan perubahan atau
pembaharuan sosial dan politik secara
Perkembangan teknologi dan zaman drastis dengan menggunakan cara-cara
menimbulkan problema baru yaitu kekerasan. Berdasarkan data yang
munculnya kejahatan serius seperti dikeluarkan Direktorat Jenderal
korupsi, terorisme dan kejahatan Pemasyarakatan Agustus 2011, pelaku
narkotika telah mendorong keinginan kejahatan korupsi pada tahun 2011
masyarakat untuk menghentikan berjumlah 1.008 narapidana dan 506
pemberian remisi terhadap pelaku tahanan. Dari jumlah tersebut kurang
kejahatannya. Masyarakat memandang lebih telah diberikan remisi sebanyak
bahwa pemberian remisi kepada pelaku 408 mendapat remisi umum I dan
kejahatan korupsi, teroris dan narkotika remisi umum II sebanyak 19
melukai rasa keadilan masyarakat. narapidana kasus korupsi. Sedangkan
untuk kejahatan terorisme pada tahun
Pada sistem baru pembinaan 2011 sebanyak 131 narapidana dan 4
narapidana, remisi ditempatkan sebagai orang tahanan. Narapidana terorisme
motivasi (salah satu) bagi narapidana yang mendapat remisi umum I
untuk membina diri sendiri. Sebab, sebanyak 84 narapidana. Kejahatan
remisi tidak sebagai hukum atau seperti narkotika sebanyak 28.775 narapidana
dalam sistem pemasyarakatan, tidak dan 11.898 tahanan dengan remisi
pula sebagai anugerah sebagaimana umum I sebanyak 9.596 dan remisi
dalam sistem kepenjaraan, tetapi umum II sebanyak 244 narapidana.2
sebagai hak dan kewajiban narapidana.
Artinya jika narapidana benar-benar Sedangkan dalam Undang-Undang
melaksanakan kewajibannya, ia berhak Nomor 12 Tahun 1995 tentang
untuk mendapat remisi, sepanjang Pemasyarakatan pemberian remisi
persyaratannya telah dipenuhi, maka tidak lagi anugerah melainkan sebuah
kriteria pemberian remisi perlu hak yang diberikan berdasarkan
diperjelas sehingga dapat menutup persyaratan yang diatur dalam
peluang remisi menjadi komoditas. perundang-undangan. Eksistensi rejim
Apalagi pemberian remisi juga tidak pemberian remisi di atas telah
berkorelasi dengan penurunan angka dijadikan alasan oleh beberapa pihak
kejahatan korupsi, kejahatan terorisme untuk menentang penghentian
dan peredaran narkotika. Ketiga pemberian remisi terhadap pelaku
kejahatan tersebut cenderung kejahatan khususnya pada korupsi,
meningkat, bahkan beberapa pelakunya teroris dan narkotika. Kelompok ini
kembali mengulangi kejahatannya, menyatakan bahwa penghentian
baik di dalam maupun diluar lembaga pemberian remisi merupakan bentuk
pemasyarakatan.1 pelanggaran hak asasi manusia sebab
pada Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12
Kejahatan terorisme semakin Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
berkembang bentuknya seperti yang menegaskan bahwa narapidana
penyebaran paham radikalisme yaitu berhak mendapatkan remisi. Selain itu
adalah suatu paham yang dibuat-buat jika penghentian remisi dilakukan
oleh sekelompok orang yang
2
Sumber Direktorat Bina Pelayanan Tahanan
1
Roeslan Saleh, dalam A. Josias Simons R, dan Pembinaan Narapidana yang
Budaya Penjara, Karya Putra Darwati, dikeluarkan pada bulan Desember dan bulan
Bandung, 2010, hlm.2 Agustus 2011, diakses tanggal 21 April 2017
secara terbatas maka terjadi pembedaan hakim yang sudah mewakili rasa
perlakuan pemberian remisi dimana keadilan masyarakat tetapi pada
untuk pelaku tindak pidana umum akan pelaksanaannya dapat dikurangi oleh
tetap diberikan sedangkan pelaku pemerintah tanpa melalui proses
tindak pidana khusus tidak diberikan. persidangan kembali. Oleh karena itu
Kebijakan ini yang menurutnya penghapusan remisi ataupun
merupakan bentuk dan perlakuan yang penghentian remisi tidak dapat
diskriminasi terhadap narapidana. dikategorikan sebagai pelanggaran hak
asasi manusia apalagi filosofi dasarnya
Pemberian remisi bagi narapidana di remisi hanyalah belas kasihan.
Lembaga Pemasyarakatan diatur di
dalam beberapa peraturan perundang- Pendapat yang pro-kontra atas
undangan, antara lain: Keputusan pemberian remisi terhadap pelaku
Presiden RI 7 No. 174 Tahun 1999 tindak pidana terorisme timbul sebagai
tentang Jenis-jenis Remisi berikut akibat dari adanya pandangan yang
besaranya, Keputusan Menteri Hukum menganggap bahwa pidana yang
dan Perundang-undangan dijatuhkan hakim dalam putusannya
No.M.09.HN.02.01 Tahun 2000 kepada para teroris masih (sangat)
tentang Remisi Tambahan bagi rendah dan jauh dari harapan
Narapidana dan Anak Didik, masyarakat sesuai dengan sifat jenis
Keputusan Menteri Kehakiman dan tindak pidana tersebut sebagai
3
HAM RI No. M. 03-PS.01.04 Tahun extraordinary crime.
2000 tentang Tata Cara Pengajuan
Permohonan Remisi Bagi Narapidana Pidana yang tergolong rendah itu,
yang Menjalani Pidana Penjara Seumur pembinaan di dalam lembaga
Hidup menjadi Pidana Penjara pemasyarakatan masih kurang atau
Sementara, dan Peraturan Pemerintah bahkan tidak efektif. Pendapat yang
No 99 Tahun 2012 tentang hukumanan kontra terhadap pemberian remisi
Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 kepada narapidana teroris juga
Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata dilatarbelakangi oleh (eks) narapidana
Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan teroris Abu Tholut, yang pernah
Pemasyarakatan. dipidana dengan pidana penjara selama
8 tahun. Abu Tholut alias Mustofa alias
Remisi tidaklah masuk dalam hak asasi Imron Baihaki, ditangkap di Bekasi
manusia yang tidak dapat dikurangi. pada tanggal 8 Juli 2003 karena
Remisi pun tidak masuk pada hak atas memiliki senjata api, dan kemudian
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan divonis delapan tahun penjara oleh
kepastian hukum yang adil serta Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada
perlakuan yang sama di hadapan tanggal 11 Mei 2004. Jika hukuman
hukum. Sebab hak asasi ini hanya dijalani penuh, semestinya Abu Tholut
berlaku bagi setiap orang yang sedang baru bebas pada tanggal 9 Agustus
menjalani proses persidangan, baik 2011. Namun karena ada remisi, Abu
korban dan pelaku kejahatan Tholut bebas bersyarat pada tanggal 27
dimaksudkan tetap mendapatkan Agustus 2007. Tiga tahun berselang,
perlindungan atas hak asasi ini. Remisi polisi kembali menyatakan Abu Tholut
justru bertentangan dengan kepastian
hukum yang adil bagi para korban 3
Tigor Gultom, Pro Kontra Remisi Koruptor
kejahatan, dimana seharusnya vonis dan Teroris, http://www.hukumonline.com,
diakses, 21 April 2017
sebagai otak pelaku perampokan Pendekatan masalah yang digunakan
bersenjata terhadap Bank CIMB Niaga dalam penulisan ini adalah pendekatan
Cabang Arif Rahman Hakim, Medan, yuridis normatif dan yuridis empiris.
Rabu (18/8/2010), yang juga Data primer diperoleh secara langsung
menewaskan seorang anggota Brimob dari penelitian di lapangan yang ada
yang bertugas sebagai keamanan di hubungannya dengan masalah yang
bank tersebut.4 diteliti, yakni dilakukan wawancara
terhadap Kasi Registrasi Lembaga
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pemasyarakatan Kelas I Rajabasa Bandar
Nomor 99 Tahun 2012 tentang tentang Lampung, anggota Polresta Bandar
Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Lampung dan Dosen Hukum Pidana
Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Fakultas Hukum Universitas Lampung.
diktum menimbang disebutkan bahwa Data sekunder diperoleh dari penelitian
memperketat syarat dan tata cara kepustakaan yang meliputi buku-buku
pemberian Remisi diberlakukan bagi literatur, peraturan perundang-
pelaku tindak pidana terorisme karena undangan, dokumen-dokumen resmi
tindak kejahatan terorisme merupakan dan lain-lain.
kejahatan terhadap kemanusiaan dan
peradaban serta merupakan salah satu II. PEMBAHASAN
ancaman serius terhadap kedaulatan
setiap negara karena terorisme sudah A. Kebijakan Formulasi Tentang
merupakan kejahatan yang bersifat Remisi Khususnya Narapidana
internasional yang menimbulkan Terorisme.
bahaya terhadap keamanan,
perdamaian dunia serta merugikan Kebijakan formulasi tentang remisi
kesejahteraan masyarakat sehingga khususnya narapidana terorisme
perlu dilakukan pemberantasan secara sebagaimana yang telah diataur dalam
berencana dan berkesinambungan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12
sehingga hak asasi orang banyak dapat Tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
dilindungi dan dijunjung tinggi. dan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 174 Tahun 1999
Berdasarkan uraian latar belakang tentang remisi, dan juga Peraturan
masalah di atas, maka ada masalah Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006
yang dirumuskan dan dicari tentang perubahan atas peraturan
penyelesaiannya secara ilmiah sebagai pemerintah Nomor 32 Tahun 1999
berikut: tentang syarat dan tata cara
a. Bagaimanakah kebijakan formulasi pelaksanaan hak warga binaan
tentang remisi khususnya narapidana pemasyarakatan, dijelaskan bahwa
terorisme? pemberian remisi merupakan salah satu
b. Apakah kebijakan formulasi tentang hak bagi setiap narapidana yang telah
remisi narapidana terorisme sesuai berbuat baik selama berada di lembaga
dengan rasa keadilan di masyarakat? pemasyarkatan serta memenuhi syarat-
syarat tertentu lainnya.

Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3


4
Khairul Ikhwan, Residivis dan Terpidana
Keppres Nomor 174 Tahun 1999
Teroris Tak Dapat Remisi, tentang Remisi, ada tiga macam remisi
http://www.forumbebas.com, diakses 21 yaitu remisi umum, remisi khusus
April 2017
(termasuk remisi khusus yang tertunda mendapatkannya. Keadaan demikian
dan remisi khusus bersyarat, dan menunjukkan bahwa keberadaan
remisi tambahan. Remisi umum remisi itu adalah sebagai bentuk
diberikan pada hari peringatan apresiasi atau “reward” atas perbuatan
Proklamasi Kemerdekaan, dan remisi atau perilaku baik dari narapidana.
khusus diberikan pada hari besar Dengan demikian remisi hadir sebagai
keagamaan (yang paling dimuliakan) bentuk rangsangan agar narapidana
yang dianut oleh narapidana dan anak senantiasa terus berusaha untuk
pidana yang bersangkutan. berkelakuan baik dalam arti ada
pertobatan yang tentunya adalah
Kebijakan hukum pidana dalam juga dalam rangka mengantarkannya
formulasi pemberian remisi kepada kembali kepada kehidupan di
pelaku tindak pidana terorisme masyarakat (reintegrasi sosial).
(teroris) telah dirumuskan secara
berbeda dari pelaku tindak pidana Pemberian remisi yang tidak dilakukan
lainnya melalui Peraturan Pemerintah dengan serta-merta kepada narapidana
Nomor 28 Tahun 2006 juntco terorisme dimaksudkan untuk dapat
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun dilakukannya evaluasi atas perbuatan
1999. Terhadap teroris dapat narapidana tersebut. Tentu saja
memperoleh remisi setelah menjalani tidaklah tepat pemberian remisi tetap
sepertiga dari masa pidananya dan diberikan kepada narapidana dalam
harus berkelakuan baik. Ketentuan ini mana perbuatannya selama atau dalam
hadir sebagai bentuk perwujudan rasa waktu tertentu dinilai cacat atau buruk.
keadilan dalam penegakan hukum. Hal ini dilakukan agar filosofi
Terkait dengan kebijakan moratorium pemberian remisi kepada narapidana
pemberian remisi kepada teroris yang tidak bergeser menjadi sekadar
dilakukan oleh Kementerian Hukum ketentuan prosedural hukum positif
dan HAM patut diapresiasi dari segi semata yang tentunya dengan tidak
semangat pemberantasan terorisme, mengurangi arti dari hak narapidana
namun ditinjau dari segi filosofi tersebut.
pemidanaan dan dasar hukumnya
pemberlakuan moratorium tersebut Adanya klausul pembatasan tersebut
harus ditinjau kembali agar kebijakan dapat disimpulkan bahwa sekalipun
tersebut memiliki dasar hukum yang sesuatu hal itu adalah hak seseorang
kuat serta sejalan dengan filosofi namun pelaksanaannya wajib tunduk
pemidanaan yang ada dalam konsep kepada pembatasan-pembatasan yang
pemasyarakatan. ditetapkan oleh undang-undang.
Pembatasan tersebut ditujukan untuk
Hukum positif yang mengatur tentang terwujudnya keadilan hukum. Dengan
pemberian remisi kepada pelaku tindak kata lain pemberian hak yang berbeda
pidana telah mencerminkan diakui dan atas suatu perlakuan dan persamaan
diterapkannya konsep pemasyarakatan hukum tidaklah serta merta melanggar
dalam kerangka besar pemidanaan dan hak asasinya jika hal tersebut
pembinaan narapidana. Remisi yang dilakukan semata-mata berdasarkan
ada tidak serta-merta diberikan kepada pembatasan-pembatasan yang
narapidana. Ada tahapan atau proses ditetapkan oleh undang-undang.
serta syarat dari setiap jenis remisi
yang harus dipenuhi untuk
Kebijakan tersebut tentu saja memenuhi rasa keadilan masyarakat,
menimbulkan berbagai pro kontra di tetapi juga memenuhi aspek yuridis
banyak kalangan khususnya bagi pihak karena rumusan “memenuhi rasa
narapidana tindak pidana terorisme itu. keadilan masyarakat” juga tercantum
Mempertentangkan antara hak asasi dengan jelas dalam konsideran
manusia dalam rangka pembinaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
dengan efek jera adalah bagian dari pro 2006. Dengan kata lain rumusan
kontra tersebut. Remisi dipandang “memenuhi rasa keadilan masyarakat”
sebagai hak dari narapidana tindak telah memenuhi aspek sosiologis dan
pidana terorisme dan sejalan dengan aspek yuridis.
filosofi pelaksanaan pidana penjara
yang memasyarakatkan kembali Kebijakan Menteri Hukum dan HAM
terpidana dengan melakukan untuk melakukan moratorium
pembinaan, sehingga jika terpidana pemberian remisi ditinjau dari
telah memenuhi persyaratan yang semangat pemberantasan terorismenya
ditentukan dalam peraturan perundang- patut diapresiasi. Namun banyak pihak
undangan sudah sewajarnya menilai kebijakan Kementerian Hukum
memperoleh hak-hak yang dan HAM untuk melakukan
ditentukan peraturan perundang- moratorium pemberian remisi kepada
undangan tanpa kecuali termasuk pelaku tindak pidana terorisme tidak
terpidana terorisme. Namun di sisi lain didasarkan pada landasan hukum yang
ada pandangan dalam masyarakat kuat. Ditinjau dari aspek yuridis
bahwa pemberian remisi bagi terpidana landasan hukum kebijakan moratorium
terorisme dipandang sebagai bentuk remisi yang hanya didasarkan pada
pengingkaran terhadap rasa keadilan Surat Edaran Direktur Jenderal
bagi masyarakat. Lamanya masa Pemasyarakatan tidak cukup kuat
pidana yang dijatuhkan oleh bahkan bertentangan dengan peraturan
pengadilan serta lamanya pidana yang di atasnya yakni Peraturan Pemerintah
dijalani oleh terpidana terorisme Nomor 32 Tahun 1999 juntco
dipandang tidak sebanding dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28
kerugian yang diakibatkan perilaku Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata
terorisme yang ditanggung masyarakat Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Indonesia. Pemasyarakatan, karena di dalam
peraturan pemerintah tersebut telah
Moratorium remisi kepada pelaku diatur secara khusus ketentuan
tindak pidana terorisme yang pemberian remisi kepada pelaku tindak
dilakukan oleh Kementerian Hukum pidana terorisme. Lebih lanjut melalui
dan HAM sebagaimana telah disebut Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor
di atas menimbulkan berbagai pro dan 28 Tahun 2006 ditegaskan bahwa
kontra. Namun Menteri Hukum dan ketentuan lebih lanjut tentang remisi
HAM menegaskan bahwa kebijakan diatur dengan Peraturan Presiden.
yang diambil tidaklah bertentangan
dengan hak asasi manusia, terlebih lagi Pengaturan kebijakan moratorium
kebijakan tersebut didasarkan pada tersebut tidak memiliki dasar hukum
pijakan hukum yang kuat. Kebijakan yang kuat karena hanya didasarkan
tersebut menurut Menteri Hukum dan pada Surat Edaran Direktur Jenderal
HAM tidak hanya didasarkan pada Pemasyarakatan yang selanjutnya
alasan sosiologis semata yakni dituangkan dalam Surat Keputusan
Menteri Hukum dan HAM RI No. pemberian remisi merupakan salah satu
M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011 hak bagi setiap narapidana yang telah
atau dengan kata lain ditinjau dari berbuat baik selama berada di lembaga
hirarki peraturan perundang- undangan pemasyarkatan serta memenuhi syarat-
diperlukan peraturan setingkat syarat tertentu lainnya. Namun, apabila
peraturan pemerintah tersebut untuk dikaitkan dengan tindak pidana yang
membatalkan atau mengubah ketentuan tergolong extraordinary crime, yaitu
pemberian remisi kepada tindak pidana suatu kejahatan yang luar biasa yang
terorisme. mengakibatkan korban yang luar biasa
pula (tindak pidana terorisme). Maka
Selanjutnya kebijakan untuk tidak pemberian remisi bagi narapidana
memberikan remisi kepada pelaku tindak pidana tersebut dinilai
tindak pidana terorisme menurut menciderai rasa keadilan masyarakat
penulis sejatinya telah bertentangan yang mana masyarakat menuntut para
dengan konsep pemasyarakatan itu terorisme dihukum seberat-beratnya
sendiri atau dengan kata lain kebijakan setimpal dengan perbuatannya. Serta
tersebut seolah mengembalikan lagi bertentangan dengan semangat
sistem pemidanaan di Indonesia ke pemerintah dalam pemberantasan
dalam sistem penjara. Remisi adalah tindak pidana terorisme.
instrument dari konsep
pemasyarakatan itu sendiri yang B. Kebijakan Formulasi Tentang
bertujuan untuk merangsang atau Remisi Narapidana Terorisme
memotivasi narapidana untuk Sesuai dengan Rasa Keadilan di
senantiasa berbuat baik. Maka dengan Masyarakat
kebijakan untuk tidak memberikan
remisi kepada pelaku tindak pidana Kejahatan teroris yang terus
terorisme adalah bertentangan dengan meningkatkan setidaknya
filosofi pemidanaan yakni preventif, mengkonfirmasi bahwa negara
rehabilitatif dan reintegrasi sosial sementara belum maksimal untuk
yang keseluruhannya tercakup dalam mengurangi tingkat kejahatan yang
konsep pemasyarakatan. masuk dalam kategori kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime) tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka Negara yang telah menjatuhkan
menurut analisa peneliti kebijakan hukuman pidana bahkan sampai
formulasi tentang remisi khususnya memberikan remisi berdasarkan data
narapidana terorisme sebagaimana yang disampaikan ternyata belum
yang telah diataur dalam Pasal 14 efektif mengurangi tindak terorisme.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun Namun ada dilema bagi negara untuk
1995 tentang pemasyarakatan, dan menghentikan remisi, sebab rezim
Keputusan Presiden Republik pemberian remisi dalam sistem
Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 pelaksanaan pidana, telah berlangsung
tentang remisi, dan juga Peraturan sejak Peraturan Kepenjaraan Stb 1917-
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 708 diberlakukan. Setidaknya rejim
tentang perubahan atas peraturan pemberian remisi telah berlangsung 94
pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tahun lamanya dan 16 tahun terhitung
tentang syarat dan tata cara sejak Undang-Undang Nomor 12
pelaksanaan hak warga binaan Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
pemasyarakatan, dijelaskan bahwa berlaku. Pada era Peraturan
Kepenjaraan, alasan pemberian remisi merenggut banyak nyawa orang
merupakan sebuah anugerah, dalam yang tidak bersalah atau
bentuk pengurangan hukuman yang menimbulkan rasa ketakutan yang
didasarkan pada belas kasihan Ratu. meluas secara riil hanya menjalani
Sedangkan dalam Undang-Undang dua hingga tiga tahun pidana
Pemasyarakatan pemberian remisi penjaranya di lembaga
tidak lagi anugerah melainkan sebuah pemasyarakatan. Dalam
hak yang diberikan berdasarkan menetapkan pidana (hakim) harus
persyaratan yang diatur dalam dipahami benar apa makna
perundang-undangan. kejahatan, penjahat (pembuat) dan
pidana, tidak cukup hanya
Suara atau pendapat yang bersifat mengatakan bahwa pidana itu harus
kontra terhadap pemberian remisi setimpal dan seimbang dengan
terhadap tindak pidana yang bersifat berat dan sifat kejahatannya, dalam
extraordinary crime setidaknya penjatuhan pidana, hakim harus
disebabkan oleh tiga hal, yaitu: menyadari makna dari putusannya
1. Ketidakpahaman perubahan itu, apakah yang hendak dicapai
paradigma penjara menjadi dengan pidana yang
lembaga pemasyarakatan, tujuan dijatuhkannya itu. Sebagai
pemidanaan bukan lagi pembalasan extraordinary crime ada harapan
melainkan pembinaan bahwa teroris divonis dengan
(pemasyarakatan). Pemidanaan pidana yang maksimal atau setidak-
adalah upaya untuk menyadarkan tidaknya lebih dari separuh
narapidana atau anak pidana agar ancaman maksimum pidana penjara
menyesali perbuatannya, dan yang diancamkan pada pasal
mengembalikannya menjadi warga undang-undang yang menjadi dasar
masyarakat yang baik, taat kepada putusan hakim.
hukum, menjunjung tinggi nilai- 3. Proses penilaian terhadap
nilai moral, sosial dan keagamaan, narapidana dan anak pidana yang
sehingga tercapai kehidupan berhak untuk memperoleh remisi.
masyarakat yang aman, tertib, dan Kurangnya personil dan fasilitas
damai. Sistem pemenjaraan yang pembinaan di lembaga
sangat menekankan pada unsur pemasyarakatan akan berakibat
balas dendam dan penjeraan pada kesulitan penilaian, dan
melalui lembaga “rumah penjara” akibatnya kepala lembaga
dipandang tidak sejalan dengan pemasyarakatan cenderung
konsep rehabilitasi dan reintegrasi mengambil jalan pintas untuk
sosial, agar narapidana menyadari selalu memberi dan seolah-olah
kesalahannya, tidak lagi menjadi kewajibannya untuk
berkehendak untuk melakukan memberikan (hak) remisi kepada
tindak pidana dan kembali menjadi narapidana dan anak pidana. Di
warga masyarakat yang samping itu, sulit untuk membantah
bertanggung jawab bagi diri, bahwa remisi itu sering dibarengi
keluarga, dan lingkungannya. dengan pemberian suatu ‘harga’
2. Tidak bekerjanya sub-sub sistem tertentu. Keadaan ini akan mudah
peradilan pidana dengan baik. Rasa dimanfaatkan oleh orang atau
keadilan masyarakat menjadi kelompok yang memiliki uang
terusik ketika seorang teroris yang yang banyak, seperti para koruptor
dan teroris (melalui kelompoknya) B. Saran
untuk memperoleh remisi yang Berkenaan dengan pembahasan skripsi
maksimum. ini, ada beberapa saran yang perlu
penulis sampaikan, yaitu:
III. PENUTUP 1. Pemerintah diharapkan dalam
menetapkan kebijakan yang terkait
A. Kesimpulan dalam usaha pemberantasan tindak
pidana terorisme utamanya dalam
Berdasarkan pemaparan dan analisis ranah hukum pelaksanaan pidana
kebijakan formulasi tentang remisi (penitensier) harus memiliki
khususnya narapidana terorisme, maka landasan hukum yang kuat serta
dapat diambil beberapa simpulan yaitu: tidak bertentangan dengan
1. Kebijakan formulasi tentang remisi peraturan yang lebih tinggi.
khususnya narapidana terorisme Ketentuan pemberian remisi
dinilai menciderai rasa keadilan kepada teroris di masa yang akan
masyarakat yang mana masyarakat datang hendaknya
menuntut para terorisme dihukum mempertimbangkan masa pidana
seberat-beratnya setimpal dengan seseorang sebagaimana yang dianut
perbuatannya serta bertentangan oleh negara-negara pembanding di
dengan semangat pemerintah dalam atas dengan kata lain disesuaikan
pemberantasan tindak pidana berat ringannya sanksi pidana
terorisme. dengan besar remisi yang dapat
2. Kebijakan formulasi tentang remisi diperoleh. Sehingga ke depannya
narapidana terorisme sesuai dengan diharapkan tercapai tujuan dari
rasa keadilan di masyarakat pemasyarakatan yakni pembinaan
dimana: narapidana serta terciptanya
a. Bagi narapidana terorisme yang keadilan dalam masyarakat.
tidak mempunyai andil besar 2. Pemerintah diharapkan dalam
(membantu melakukan) tindak menetapkan ketentuan pemberian
terorisme boleh mendapatkan remisi kepada pelaku tindak pidana
remisi apabila memenuhi terorisme adalah bagian dari
persyaratan sebagaimana yang kerangka besar sistem
telah diamanatkan oleh pemidanaan di Indonesia yang
Peraturan Pemerintah Nomor diarahkan pada proses pembinaan
26 Tahun 2006, yaitu narapidana dengan tujuan preventif,
berkelakuan baik dan telah rehabilitatif dan integratif.
menjalani satu pertiga dari Ketentuan pemberian remisi
jumlah total pidana yang kepada pelaku tindak pidana
dijatuhkan terorisme tetap harus diatur
b. Bagi naripidana terorisme yang berbeda dengan pelaku tindak
bertindak sebagai pelaku tindak pidana pada umumnya. Pengaturan
pidana terorisme harus yang berbeda tersebut harus
dilakukan pertimbangan khusus diterjemahkan sebagai ketentuan
dalam pemberian remisi dan yang memperberat syarat bagi
dihukum secara maksimum pelaku tindak pidana terorisme
setimpal dengan perbuatannya. untuk memperoleh remisi. Hal ini
didasarkan pada terwujudnya
keadilan hukum.
DAFTAR PUSTAKA thread/140975.html, diakses 21
April 2017
Direktorat Bina Pelayanan Tahanan Roeslan Saleh, dalam A. Josias Simons
dan Pembinaan Narapidana yang R, Budaya Penjara, (Karya Putra
dikeluarkan pada bulan Darwati, Bandung, 2010
Desember dan bulan Agustus Tigor Gultom, Pro Kontra Remisi
2011 Koruptor dan Teroris,
Khairul Ikhwan, Residivis dan http://www.hukumonline.com/berit
Terpidana Teroris Tak Dapat a/ baca/hol23200 pro-kontra-
Remisi, remisi-koruptor-dan-teroris,
http://www.forumbebas.com/ diakses, 21 April 2017

Anda mungkin juga menyukai