Anda di halaman 1dari 8

Perbandingan Efek dan Efek Samping Betahistin Oral dengan

Injeksi Promethazine dalam Pengobatan Vertigo Akut Perifer


dalam Keadaan Darurat

Hassan Motameda, Meisam Moezzia, c, Ali Dalir Rooyfarda, Kambiz Ahmadi Angalib, Zahra
Izadia

Latar Belakang : Vertigo adalah ilusi rotasi yang disebabkan oleh asimetris fungsi neurologis
dari inti vestibular kanan dan kiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan efek dan
efek samping betahistin oral dengan prometazin injeksi dalam pengobatan vertigo perifer akut.

Metode : Dalam penelitian klinis double blind ini, pasien dengan vertigo perifer akut
dimasukkan kedalam dua kelompok yaitu kelompok yang menerima prometazin secara
intramuskular dengan dosis 25 mg (kelompok A) dan kelompok yang menerima tablet betahistin
8 mg (kelompok B) dan tingkat keparahan vertigo dievaluasi dengan sistem penilaian skala
analog visual (VAS). Selain itu, efek samping pada kedua kelompok pasien juga dibandingkan
dan dievaluasi.

Hasil : Sebanyak 162 pasien (82 subjek pada kelompok A) berpartisipasi dalam penelitian ini.
Usia rata-rata, distribusi jenis kelamin, intensitas dan gejala vertigo sama pada kedua kelompok
sebelum intervensi. Pada jam ke 2 dan ke 3 setelah intervensi, skor VAS pada pasien yang
memakai betahistin secara signifikan lebih tinggi daripada prometazin. Selain itu, gejala klinis
setelah mengkonsumsi betahistine secara signifikan berkurang. Efek samping yang terlihat pada
pasien yang memakai prometazin adalah mengantuk. Setelah mengkonsumsi betahistine,
komplikasi yang paling umum ditemukan adalah masalah pada abdominal (mual dan muntah).

Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa betahistine adalah obat yang aman dan
efektif dalam mengendalikan pasien vertigo akut dan dampaknya lebih baik dari prometazin.
Pendahuluan

Vertigo adalah sebuah ilusi rotasi yang disebabkan oleh asimetris fungsi neurologis dari
inti vestibular kanan dan kiri [1]. Diagnosis banding vertigo sangat penting karena berbagai
alasan, yaitu, pertama, vertigo dapat muncul sebagai situasi yang mengancam jiwa hingga
respons fisiologis normal dan kedua, tidak ada alat diagnostik definitif untuk mendeteksi
penyebabnya [2]. Karena itu, penanganan yang tepat umtuk pasien di puskesmas selalu menjadi
tantangan. Bagaimanapun, vertigo adalah penyebab umum untuk merujuk pasien ke pusat gawat
darurat. Sehingga diperkirakan prevalensinya di kalangan orang muda dan orang dewasa masing-
masing adalah 1,8% dan 30%, dan ini adalah alasan untuk merujuk 4% dari semua pasien yang
datang ke pusat gawat darurat [3, 4]. Pasien karena vertigo masuk ke dalam salah satu dari tiga
kelompok: 1) vertigo akut berat, 2) serangan vertigo berulang, dan 3) vertigo posisional
berulang. Penyebab paling umum pada ketiga kelompok adalah disfungsi vestibular perifer yang
tidak berbahaya [5].

Pengobatan farmakologis vertigo dibagi menjadi dua kelompok: pengobatan simtomatik


dan kausal. Dalam pengobatan simtomatik, obat neuroleptik, anxiolytics dan antihistamin
generasi pertama digunakan, obat tersebut dapat mempengaruhi medulla, hipotalamus dan sistem
limbik dan menyebabkan penurunan gejala neurovegetative (mual, muntah, palpitasi, berkeringat
dan cemas) [6]. Antihistamin termasuk obat antagonis reseptor histamin H1-H4 dan banyak
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan gejala vertigo. Antagonis reseptor histamin H1
saat ini paling banyak digunakan pada pasien vertigo, dan ada beberapa obat, termasuk
meclizine, astemizole dan promethazine pada kelompok farmakologis ini [7]. Kegunaan obat ini
dalam mengobati vertigo adalah menghalangi sinyal histaminergik dari inti vestibular ke pusat
muntah di medulla [8]. Hal ini terlepas dari fakta bahwa baru-baru ini terdapat beberapa bukti
telah menunjukkan bahwa selain antagonis reseptor histamin H1, betahistine juga dapat
memperbaiki gejala vertigo yang efektif [9,10]. Betahistine adalah analog struktural histamin
dengan karakteristik farmakologis yang serupa dengannya. Betahistine adalah agonis reseptor H1
dan antagonis reseptor H3 yang relatif kuat [11]. Efek betahistine pada vertigo adalah
peningkatan kinerja vestibular dengan meningkatkan sirkulasi darah di telinga bagian dalam dan
fungsi vasodilator [7].
Beberapa efek samping dari antagonis H1, seperti efek sedatif, telah menyebabkan
keterbatasan penggunaannya dalam pengobatan pasien vertigo. Namun, betahistine tidak
memiliki efek sedatif [11]. Jadi jika efek kedua obat ini sama, betahistine bisa menjadi alternatif
yang tepat dalam pengobatan pasien vertigo. Namun, sejauh ini belum ada penelitian yang
dilakukan untuk membandingkan kedua obat tersebut dalam memperbaiki gejala vertigo. Jadi,
penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek betahistine dibandingkan dengan prometazin
pada pasien vertigo perifer akut.

Bahan dan metode

Desain studi

Dalam penelitian klinis double blind ini, diteliti pasien yang telah dirujuk ke Rumah Sakit
Imam Khomeini, Ahvaz, Iran, karena vertigo perifer. Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah:
usia di atas 18 tahun dan keluhan vertigo. Sementara pasien hamil, riwayat alergi terhadap obat
yang diteliti, penggunaan antiemetik dalam 24 jam terakhir dan pasien cedera otak traumatis
dikeluarkan dari penelitian ini. Data demografi, waktu onset dan lama gejala, gejala yang terkait
(mual, muntah, tinnitus dan sakit kepala), perubahan pendengaran, riwayat neurologis, obat-
obatan, riwayat otitis baru-baru ini dan trauma kepala diperiksa dan dicatat dalam kuesioner.
Penelitian ini disetujui oleh komite etika Universitas Ilmu Kesehatan Ahvaz Jundishapur dan
pasien menandatangani informed consent kemudian dimasukkan kedalam penelitian.

Evaluasi pasien

Semua pasien menjalani pemeriksaan fisik (neurologis dan neurotologis), termasuk: uji
bed-side vestibular, manuver Dix-Hallpike, tes Rinne dan Weber, pemeriksaan okulomotor, uji
posisi, uji head thrust, tes Romberg, uji tandem gait, dan uji Fukuda step.

Intervensi terapeutik

Pasien yang memenuhi syarat dipilih secara acak dengan membuang segel amplop yang
berisi jenis perawatan yang tersedia di apotek darurat. Obat yang digunakan ditempatkan di
kotak terpisah yang mengandung 25 mg injeksi prometazin, tablet plasebo dan tablet betahistin 8
mg. Pasien dan dokter belum diberi tahu tentang pengobatan apa yang telah diterima masing-
masing pasien. Selain itu, orang yang mengukur jawabannya tidak tahu kelompok mana masing-
masing pasien masuk. Jadi, desain yang blind berhasil dilakukan. Kode pengacakan
dipertahankan sampai analisis data dicatat. Satu paket, termasuk formulir untuk menerima
catatan dan obat prometazin atau betahistin, digunakan untuk setiap pasien.

Kelompok A mendapat dosis 25 mg prometazin secara intramuskular dan kelompok B


menerima tablet 8 mg betahistine secara oral. Dosis obat digunakan serupa dengan dosis standar
yang biasanya digunakan di departemen kami.

Pengukuran

Sebelum pengobatan, baseline peserta vertigo digolongkan dengan skala analog visual
(VAS) horizontal. Peringkat VAS memiliki dua rentang: 0 sama dengan tidak ada vertigo, dan 10
berarti vertigo yang paling buruk [12]. Efektivitas masing-masing obat dinilai dengan perubahan
VAS. Uji VAS dilakukan secara berurutan setiap jam sampai 3 jam setelah pemberian obat.

Semua efek samping selama penelitian dicatat, berdasarkan laporan dokter yang merawat
atau pasien dalam bentuk rekaman. Kemudian komplikasinya dibandingkan pada masing-masing
kelompok.

Analisis data

Pertama, data yang diperoleh dianalisis dalam bentuk indeks deskriptif dan kemudian
dibandingkan jumlah antara kedua kelompok, berdasarkan data normalitas, uji t -test dan Mann-
Whitney. Data kualitatif dianalisis dengan uji Chisquare. Semua analisis statistik dilakukan
dengan menggunakan SPSS. Nilai P yang signifikan dianggap kurang dari 0,05.

Hasil

Dari bulan April 2015 sampai April 2016, 162 pasien (kelompok A = 82 dan kelompok B
= 80) diteliti, dimana 53,7% adalah laki-laki. Rentang usia pasien 18 sampai 65 tahun; usia rata-
rata mereka adalah 41,8 ± 13,6. Distribusi jenis kelamin dan usia rata-rata pasien sama pada
kedua kelompok ( Tabel 1 ).
Tingkat VAS sebelum intervensi dan 1 jam setelah pengobatan tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Namun, pada 2 dan 3 jam setelah intervensi
tingkat pada kelompok A (prometazin) lebih tinggi ( Tabel 2 ).

Gejala klinis pasien sebelum intervensi relatif sama. Namun, pada saat 1, 2 dan 3 jam
setelah intervensi, prevalensi gejala klinis pada kedua kelompok menunjukkan distribusi yang
berbeda yang signifikan secara statistik. Umumnya, dalam ketiga waktu tersebut, jumlah pasien
yang tidak memiliki gejala klinis pada kelompok B (betahistine) lebih tinggi. Juga pada
kelompok B, mual dan muntah diamati lebih sering, namun pada kelompok A, mengantuk
diamati sebagai presentasi yang paling umum ( Tabel 3 ).
Efek samping obat yang tidak diinginkan hanya diamati pada kelompok A, kantuk
merupakan efek paling umum (76,8%) diikuti oleh akathisia. Namun pada kelompok B efek
samping ini tidak ditemukan (Tabel 4)
Diskusi

Vertigo adalah penyebab umum untuk merujuk pasien ke pusat gawat darurat dan
konsekuensinya beragam; di satu sisi, mereka dapat mengancam jiwa dan di sisi lain,
mempengaruhi respons fisiologis normal [2-4]. Pengobatan pasien sering simtomatik dan
kelompok obat yang berbeda digunakan untuk mengendalikannya. Antagonis histamin adalah
salah satu obat yang paling sering digunakan dalam memperbaiki gejala vertigo, yang terkadang
membuat banyak efek samping yang tidak diinginkan seperti efek sedatif pada pasien sehingga
membatasi penggunaannya. Oleh karena itu upaya untuk menemukan alternatif yang tepat
dengan efek serupa dan sedikit efek samping terus berlanjut. Sesuai dengan bukti yang
menunjukkan betahistine memiliki efek yang disebutkan di atas (efek yang tinggi dan efek
samping yang lebih sedikit), dalam penelitian ini, betahistine dibandingkan dengan prometazin
(antagonis reseptor H1) pada pasien vertigo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sementara
tingkat VAS menurun pada kedua kelompok, jumlah yang diukur pada titik waktu 2 dan 3 jam
setelah terapi intervensi pada pasien yang menerima betahistin secara signifikan berkurang. Jadi,
menurut penelitian ini, nampaknya betahistine lebih efektif daripada prometazin dalam
memperbaiki gejala vertigo. Namun, menurut pengetahuan kami, tidak ada penelitian serupa
yang menilai efek betahistine dan prometazin pada vertigo, namun perbandingan antara
betahistine dengan plasebo dan obat lain digunakan untuk mengkonfirmasi hasil penelitian ini.
Dalam penelitian double blind, Oosterveld dkk menilai efek betahistine pada perbaikan vertigo
pada 24 pasien, dan menunjukkan bahwa tingkat keparahan vertigo dan juga mual dan muntah
setelah mengkonsumsi betahistine telah menurun secara signifikan [13]. Demikian pula, dalam
sebuah penelitian yang dilakukan pada 144 pasien dengan vertigo, Simoncelli dkk menilai
gejala-gejala yang dipengaruhi oleh betahistine dan menunjukkan bahwa frekuensi, tingkat
keparahan dan durasi serangan vertigo pada pasien yang memakai betahistin secara signifikan
lebih sedikit, dan juga kualitas hidup sebelum dan sesudah menggunakan obat tersebut secara
signifikan meningkat [14]. Dalam uji klinis secara acak, Alberta dkk membandingkan
keefektifan betahistine dengan flunarizine pada 52 pasien vertigo rekuren. Dalam penelitian ini,
kriteria Dizziness Handicap Inventory (DHI) digunakan untuk membandingkan efek kedua obat
tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada pasien yang memakai betahistine, DHI
secara signifikan lebih rendah dari flunarizine dan oleh karena itu betahistine lebih efektif dalam
memperbaiki gejala vertigo [15]. Dalam penelitian serupa, Fraysse dkk mengkonfirmasi temuan
baru-baru ini [16]. Terlepas dari fakta sebaliknya, Elbaz dkk, telah menunjukkan bahwa
flunarizine lebih efektif dalam memperbaiki vertigo daripada betahistine [17]. Selain itu, dalam
penelitian terhadap 88 pasien dengan vertigo perifer yang tidak diketahui penyebabnya, Dearing
dkk membandingkan efek betahistine dengan cinnarizine dan menunjukkan bahwa walaupun
kedua obat memiliki efek yang sama dalam mengurangi keparahan dan durasi serangan vertigo,
frekuensi serangan vertigo pasien yang memakai betahistine berkurang [18].

Sehubungan dengan keamanan betahistine, gejala pasien setelah minum obat dan efek
samping yang tidak diinginkan dibandingkan dengan prometazin diteliti. Hasilnya menunjukkan
bahwa meski tidak ada efek kantuk, akathisia dan kecemasan yang terlihat pada pasien yang
memakai betahistine, namun jumlah pasien dengan gejala mual dan muntah pada kelompok ini
lebih tinggi daripada yang menerima prometazin. Hasil ini konsisten dengan penelitian lain.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa betahistine lebih efektif
daripada prometazin dalam memperbaiki vertigo, dan obat ini memiliki efek samping yang tidak
diinginkan lebih sedikit. Perbandingan efek betahistine dan prometazin, pada pasien dengan
vertigo untuk pertama kalinya dan juga ukuran sampel yang tinggi adalah beberapa kekuatan dari
penelitian ini. Sementara mengevaluasi dosis obat yang berbeda dan untuk menentukan dosis
optimal serta follow-up pasien jangka panjang adalah beberapa keterbatasan dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai