Ibrani 11: 16: Menjadi Pribadi Kebanggaan
Ibrani 11: 16: Menjadi Pribadi Kebanggaan
Ibrani 11 : 16
“11:13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi
yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang
asing dan pendatang di bumi ini. 11:14 Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu
mencari suatu tanah air. 11:15 Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka
tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ. 11:16 Tetapi sekarang mereka merindukan
tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah
mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.”
-Ibrani 11:13-16-
1. Pendahuluan
Orang-orang kudus PL mati dengan keyakinan bahwa Allah masih menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi mereka.
Mereka tidak melihat berkat terakhir yang dijanjikan kepada orang-orang tertebus pada saat mereka masih hidup.
Pengharapan dasar mereka ialah hidup kekal bersama dengan Allah di tanah air sorgawi, dan mereka mengarahkan
pandangan mereka pada kewarganegaraan mereka di langit baru dan bumi baru (ayat Ibr 11:13-16; bd. Yes 65:17; 66:22; Fili
3:20; Wahy 21:1). Orang-orang percaya pada dewasa ini juga harus bertekun dalam iman dan percaya pada Allah, bahkan
ketika mereka tidak melihat semua janji Allah tergenapi selama hidup mereka. Allah berkenan akan iman yang mampu
menyerahkan kembali janji-janji Allah kepada-Nya untuk digenapi sesuai dengan kehendak-Nya.
Penulis kitab Ibrani khusus di pasal 11 memaparkan dengan rinci mengenai iman. Kata ‘iman’ sudah tidak asing lagi bagi
kita, namun terkadang iman dalam pengaplikasiannya bisa dikatakan semu tentang apa dan bagaimana sebenarnya iman
itu. Karena ternyata iman sering terjadi hanya sebatas pengakuan. Di pasal 11:1 dengan tegas dikatakan bahwa iman itu
adalah “dasar” segala sesuatu yang kita harapkan dan “bukti” segala sesuatu yang tidak kita lihat.
Sebagaimana penulis kitab Ibrani mengungkapkan bagi kita tokoh-tokoh dalam Alkitab yang mendasari kehidupan
mereka kepada yang mereka imani dan juga membuktikan bahwa iman itu berbuah dan bekerja walaupun dari mereka
menghadapi pergumulan yang berat. Itulah sebabnya dikatakan di ayat 16 “Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah
mereka”, walaupun orang yang tidak percaya menertawakan mereka “dimana Tuhanmu?” atau mereka mengatakan
“Allahmu sedang tidur” atau bahkan mengatakan “Alahmu sudah mati” namun dalam pergumulan itu mereka tidak
berpaling dari dasar kehidupannya yaitu Tuhan, dan Tuhan bangga dan tidak malu melihat iman dari umatnya yang kuat
menghadapi kesulitan itu.
Di abad ke-21 ini, rasanya kita semua akrab dengan benda yang bernama kertas. Kertas memiliki sifat yang mudah
hancur bila terendam air. Ini berbeda dengan papirus. Sekalipun terendam air, papirus tidak akan hancur karena
sifatnya yang waterproof. Papirus diperkirakan dapat bertahan ribuan tahun. Sekilas, saat keduanya berada di
tempat yang kering, maka tidak akan terlihat perbedaan yang mencolok dari daya tahan kedua jenis bahan
tersebut. Perbedaan itu akan terlihat ketika mereka berada di dalam situasi yang tidak seharusnya, yaitu ketika
kedua bahan itu dimasukkan ke dalam air. Itu sebabnya beberapa naskah Alkitab kuno yang terbuat dari papirus
masih bertahan hingga saat ini seperti Rylands Library Papirus P52.
Saat berada dalam zona nyaman dan ditanya siapa yang percaya kepada Yesus, maka kebanyakan orang akan
mengangkat tangannya tanpa ragu. Namun, iman bukan diuji di saat yang seperti itu. Iman yang teruji hanya bisa
dilihat saat berada dalam kesulitan, bukan dalam kenyamanan. Sebagai orang percaya, Anda harus menyadari
bahwa iman kita harus diuji. Tuhan akan menguji iman kita agar kita dapat ‘naik kelas.’ Dan perlu Anda ketahui
bahwa iman yang teruji adalah iman yang melalui berbagai proses. Melalui setiap proses itu, kita mengalami
pemurnian, seperti emas yang dimurnikan oleh api agar iman kita semakin murni dan cemerlang. Ingatlah bahwa
saat mengalami proses, kita harus tetap berpegang pada janji Tuhan, bahwa ujian yang Dia berikan tidak akan
melebihi kekuatan kita. Sebab itu, bersiaplah dan kuatkanlah hati Anda untuk menghadapi ujian iman agar ketika
Anda lulus dalam ujian, maka Tuhan akan membawa Anda naik dari satu kemuliaan kepada kemuliaan yang
lainnya.
Memiliki iman yang terpuji
Ketika iman kita telah teruji oleh segala proses kehidupan tahan uji dan tidak goyah sehingga menghasilkan iman
yang dipuji Allah. Allah ingin kita setia dan taat dalam ujian yang kita hadapi. Orang benar akan hidup oleh iman
(Roma 1:17) seperti yang tertulis dalam Ibrani 11 tentang orang-orang beriman (Abraham, dll). Janji Allah yaitu setiap
apa yang kita lakukan akan ada upahnya dan iman kita akan tersiar ke seluruh dunia (Roma 1:8). Dan Allah
berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan (Roma 4:21).
Janji Allah dalam Filipi 4:19 dan Amsal 3:9-10 mengajarkan kita untuk tidak takut dalam tantangan hidup dan
dalam situasi sulit sekalipun kita tidak goyah, baik menghadapi keadaan ekonomi yang sangat sulit di manapun
kita berada. Di akhir zaman ini, keadaan dunia menggoncangkan hati manusia, dan manusia semakin hidup
mementingkan diri sendiri, tidak peduli lagi dengan sesama, dan bahkan tidak peduli lagi dengan perintah Tuhan.
Dalam keadaan seperti ini mari kita belajar untuk hidup menyenangkan hati Tuhan, mau melakukan apa yang
Tuhan inginkan, dan kita akan menjadi pribadi kebanggan seperti yang Allah mau dalam hidup kita. Kita sebagai
orang percaya jangan hanya mendengar tetapi juga menjadi pelaku Firman, itulah iman yang terpuji, iman yang
dapat diuji. 1 Korintus 15: 58: dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.
3. Penutup
Namun kita diarahkan nas ini untuk lebih jauh memahami kesempurnaan dan puncak tertinggi dari penyataan janji
Tuhan atas hidup orang percaya bukanlah di dunia ini. Tetapi kita adalah seperti orang asing dan pendatang di dunia ini.
Perjalanan hidup kita di dunia ini adalah seperti pengembara menuju tempat yang dijanjikan Tuhan (bnd. 1 Petrus 2:11).
Tetapi kita berjalan menuju tempat Bapa kita, tempat kelahiran, tempat asal kita yaitu rumah Bapa yang di sorga.
Ketika kita menjalani kehidupan ini dengan beriman kepada Tuhan, maka tujuan iman itu bukanlah untuk sesuatu
yang binasa tetapi adalah untuk yang kekal. Dimulanya yang kekal itu tidak kelihatan dan yang binasa itu kelihatan,
namun pada akhirnya yang mulanya kelihatan akan binasa dan yang kekal itulah yang kelihatan.