Anda di halaman 1dari 59

Laporan Kasus

Benign Prostat Hiperplasia (BPH) + Vesicolithiasis

Diajukan Oleh :
Widjayanti, S.Ked

Pembimbing :
dr. Silman Hadori, Sp. Rad, M.H Kes

KEPANITRAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RS. PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
2017

0
BAB I

PENDAHULUAN

Hyperplasia prostat jinak (benign prostat hyperplasia, BPH) merupakan

kelainan pembesaran kelenjar yaitu hiperplasia yang mendesak jaringan asli

keporifer. Pada pasien BPH usia lanjut sangat memerlukan tindakan yang tepat

untuk mengantisipasinya. Sebagai salah satu tindakan yang akan dilakukan

adalah dengan operasi prostat atau prostatektomi untuk mengangkat

pembesaran prostat. Dari pengangkatan prostat, pasien harus dirawat inap sampai

keadaannya membaik, guna mencegah komplikasi lebih lanjut. (Suwandi, 2007)

Menurut Silva (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses

penuaan yang normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat

dan tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin

terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa pengobatan adalah

pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil,

sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu

tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan

hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.

Di Dunia, dapat dilihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,

kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan

setelah meningkatnya usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat

menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa

1
sehingga 90%. Sedangkan hasil penelitian di Amerika 20% penderita BPH terjadi

pada usia 41-50 tahun, 50% terjadi pada usia 51-60 tahun dan 90% terjadi pada

usia 80 tahun (Johan, 2005).

Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa pria mengalami pembesaran

prostat benigna. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan

kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca, 2006).

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

MR : 11.47.00

Nama lengkap : Tn. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat Tanggal Lahir : Lampung, 24-02-1927

Umur : 91 tahun

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Pendidikan : SD

Alamat : Sumber agung tanjung iman, Lampung Selatan

II. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesa dan Alloanamnesa

MRS : 15 November 2018

Jam : 11:20 WIB

Keluhan utama : Sulit BAK sejak ± 2 bulan yang lalu

Keluhan tambahan : Nyeri saat BAK (+), BAK tidak tuntas (+),pancaran urin
menetes (+), pusing (+).

3
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Sejak ± 2 bulan yang lalu Os merasa sulit untuk BAK. Os juga mengeluh

saat BAK Os membutuhkan waktu sekitar 3-5 menit. Os juga harus

mengedan agar air kencing keluar. Os mengatakan pancaran air saat kencing

mulai melemah, terputus-putus dan lalu menetes.

Sejak ±10 hari yang lalu Os mengaku BAK semakin sulit dan mulai

merasa nyeri saat BAK. Pacaran air saat BAK juga hanya menetes dan pasien

juga mengeluhkan BAK merasa tidak lampias dan merasa masih ada sisa air

kencing di kandung kencing pasien.

Sebelumnya Os sudah pernah operasi BPH pada tahun 2003 dan 2008 di

RSUD Abdul Moeloek, Os juga mengaku 1 bulan lalu melakukan operasi

hernia inguinalis lateralis di RSPBA.

Riwayat kencing berdarah disangkal, kencing berpasir atau batu

disangkal, kencing bernanah disangkal, riwayat trauma pada saluran kencing

disangkal, nyeri pinggang disangkal, demam disangkal, penurunan berat

badan yang drastis disangkal. Susah buang air besar (BAB) dan BAB

berdarah juga disangkal oleh Os.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

√ Cacar - Malaria - Batu ginjal/saluran kemih

- Cacar air - Disentri √ Hernia


- Difteri - Hepatitis √ Penyakit prostat
- Batuk rejan - Tifus abdomen - Wasir

4
√ Campak - Hipotensi - Diabetes
√ Influenza - Sifilis - Alergi
- Tonsilitis - Gonore - Tumor
- Kholera √ Hipertensi - Penyakit Jantung
Demam rematik Ulkus
- - - Asma Bronkhial
akut ventrikulus
- Pneumonia - Ulkus duodeni - Gagal Ginjal Kronik
- Pleuritis - Gastritis - Sirosis Hepatis
- Tuberkulosis - Batu empedu

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keadaan
Hubungan Diagnosa Penyebab Meninggal
Kesehatan
Kakek - - -
Nenek - - -
Ayah - - -
Ibu - - -
Saudara - - -
Anak-anak - - -

VI. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 36,7⁰C

Pernapasan : 20 x/menit

5
VII. STATUS GENERALIS

1 Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor
kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.
2 Kepala : Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+,
RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm
Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-),
deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-),
sekret (-/-)
Mulut : Sudur bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-),
lidah sedikit mencong ke kanan
Tenggorokan: Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-);
uvula di tengah
Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Tidak terdapat tanda trauma maupun massa
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid,
tidak terdapat deviasi trakea
Pemeriksaan Toraks
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea axila mediana sinistra

Perkusi :
Batas atas : ICS II garis parasternal sinsitra
Batas kiri : ICS V garis midklavikula sinistra
Batas kanan : ICS V garis parasternal dekstra
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

6
Paru

Depan Belakang
Inspeksi Kanan
Kiri Simetris dalam statis dan dinamis
Palpasi Kanan
Kiri Vocal fremitus normal kanan dan
kiri
Perkusi Kanan Sonor Sonor
Kiri Sonor Sonor
Auskultasi Kanan
Kiri Rh (-/-)
Wh(-/-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan simpisis
pubis (-), nyeri ketok CVA (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas superior dextra dan sinistra:
Oedem ( - ), Deformitas (-)
Bengkak (-), Sianosis (-)
Ekstremitas inferior dextra dan sinistra:
Oedem (-), Deformitas (-)
Bengkak (-), Sianosis (-)

7
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium : 15 November 2018

HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL


Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 10,3
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 5.600 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
 Basofil 0 0-1 %
 Eosinofil 0 1-3%
 Batang 1 2-6 %
 Segmen 65 50-70 %
 Limposit 31 20-40 %
 Monosit 3 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 3,6
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 40-54 %
Hematokrit 31
Wn: 38-47 %
Trombosit 169.000 159-400 ul
MCV 89 80-96
MCH 29 27-31 pg
MCHC 32 32-36 g/dl

HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

CT (Masa Pembekuan) 14 9-15 menit

BT (Masa Perdarahan) 4 1-7 menit

IMUNOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

HBsAg Non – reaktif (-)

8
HEMATOLOGI

PEMERIKSAAN HASIL NORMAL

Gula Darah Sewaktu 71 < 200mg/dl

Urea 35 10-50mg/dl

Creatinin 0,7 Lk 0,6-1,1 Wn 0,5-


0,9mg/dl

B. Ekspertise Pemeriksaan USG Lower Abdomen

9
Ginjal kanan :

Besar dan bentuk normal, kontur normal, parenkim normal, intensitas

gema normal, batas tekstur parenkim dengan central echo-complex

normal, tidak tampak bayangan hiperechoic dengan acustic shadow,

tidak tampak massa, sistem pelvokalises melebar.

10
Ginjal kiri :

Besar dan bentuk normal, kontur normal, parenkim normal, intensitas

gema normal, batas tekstur parenkim dengan central echo-complex

normal, tidak tampak bayangan hiperechoic dengan acustic shadow,

tidak tampak massa, sistem pelvokalises melebar.

Vesika Urinaria :

Besar dan bentuk normal, dinding menebal (±0,64cm), irregular, tampak

bayangan hiperechoic dengan acustic shadow, multiple (2bh), diameter

±1,52cm dan ±0,64cm, tidak tampak massa, tampak balon kateter di

intra luminal.

Prostat :

Tampak membesar, ukuran ±5,26 x 4,47 x 5,14 cm, Vol: ±63,35 ml,

tekstur homogeny halus, tidak tampak massa/kalsifikasi.

Kesan :

 Pelvokaliektasis ginjal bilateral

 Cystitis disertai multiple vesicolithiasis

 Pembesaran prostate ec. BPH

11
C. Ekspertise Pemeriksaan BNO

- Pre- peritoneal fat normal


- Psoas line normal
- Kontur ginjal kanan dan kiri tidak jelas
- Gambaran udara dalam gaster normal
- Tidak ada gambaran udara pada usus halus
- Distribusi udara dalam colon normal dengan fecal material di dalamnya
- Tampak kongkramen opak bulat multiple di rongga pelvis kanan tengah

dan bawah
- Skletal : Scoliosis dan osteofit pada endplate corpora vertebra lumbalis
KESAN :
 Multiple vesicolithiasis
 Scoliosis dan osteofit a/r endplate corpora vertebra lumbalis
 Tidak ada gambaran ileus

D. Ekspertise Pemeriksaan Thorax AP

12
Radiografi asimetris

Posisi trakea masih di tengah

Mediastinum superior tidak melebar

Jantung tampak membesar ke lateral kiri dengan apex tertanam pada diafragma,

pinggang jantung normal (CTR >50 %)

Aorta masih tampak normal

Sinus costophrenicus dan cardiophrenicus kiri kabur

Sinus costophrenicus dan cardiophrenicus kanan dan diafragma kiri normal

diafragma kanan bulging

Skletal : Scoliosis vertebra thoracalis

Pulmo :

- Hilus kanan dan kiri normal


- Corakan bronkovaskuler meningkat
- Tampak suspek perselubungan opak homogeny tipis di hemithorax kiri

bawah
- Kranialisasi (-)

13
KESAN :

 Kardiomegali (LV) tanpa bendungan paru


 Suspek effusi
 Scoliosis vertebra thoracalis

X. RESUME

Laki-laki 91 tahun mengeluh Sejak ± 2 bulan yang lalu merasa sulit

untuk BAK. Os juga mengeluh saat BAK Os membutuhkan waktu sekitar 3-5

menit. Os juga harus mengedan agar air kencing keluar. Os mengatakan

pancaran air saat kencing mulai melemah, terputus-putus dan lalu menetes.

Sejak ±10 hari yang lalu Os mengaku BAK semakin sulit dan mulai

merasa nyeri saat BAK. Pacaran air saat BAK juga hanya menetes dan pasien

juga mengeluhkan BAK merasa tidak lampias dan merasa masih ada sisa air

kencing di kandung kencing pasien.

Sebelumnya Os sudah pernah operasi BPH pada tahun 2003 dan 2008 di

RSUD Abdul Moeloek, Os juga mengaku 1 bulan lalu melakukan operasi

hernia inguinalis lateralis di RSPBA.

Riwayat kencing berdarah disangkal, kencing berpasir atau batu

disangkal, kencing bernanah disangkal, riwayat trauma pada saluran kencing

disangkal, nyeri pinggang disangkal, demam disangkal, penurunan berat

badan yang drastis disangkal. Susah buang air besar (BAB) dan BAB

berdarah juga disangkal oleh Os, nyeri ketok CVA (-).

14
Pada pemeriksaan ultrasonografi didapatkan pada sistem pelvokalises

ginjal kiri dan kanan melebar. Pada vesica urinaria dinding menebal

(±0,64cm), irregular, tampak bayangan hiperechoic dengan acustic shadow,

multiple (2bh), diameter ±1,52cm dan ±0,64cm. Sedangkan pada prostat

tampak membesar, ukuran ±5,26 x 4,47 x 5,14 cm, Vol: ±63,35 ml.

Pada pemeriksaan BNO didapatkan tampak kongkramen opak bulat

multiple di rongga pelvis kanan tengah dan bawah, scoliosis dan osteofit pada

endplate corpora vertebra lumbalis.

Pada pemeriksaan Thorax didapatkan radiografi asimetris, jantung

tampak membesar ke lateral kiri dengan apex tertanam pada diafragma, (CTR

>50 %). Sinus costophrenicus dan cardiophrenicus kiri kabur, diafragma

kanan bulging, scoliosis vertebra thoracalis, corakan bronkovaskuler

meningkat, tampak suspek perselubungan opak homogeny tipis di hemithorax

kiri bawah.

XI. DIAGNOSIS KERJA

 Benign prostat hyperplasia (BPH) + Vesicolithiasis

XII. DIAGNOSIS BANDING

 Uretrolithiasis

 Cystitis

XIII. PENATALAKSANAAN

15
Non Farmakologis

 Istirahat

Farmakologis
- IVFD RL 20 tpm
- Cateter urin
- Inj. Ketorolac 1x1 amp drip
- Prostam 1x1 tab (malam)
- Inj. Tramadol 2x1 amp
- Inj. Ceftriaxone 2x1
Operatif
- Vesicotomi

XIV. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

BAB III

ANALISA KASUS

ANAMNESA :

Laki-laki 91 tahun mengeluh Sejak ± 2 bulan yang lalu merasa sulit untuk BAK.

Os juga mengeluh saat BAK Os membutuhkan waktu sekitar 3-5 menit. Os juga

harus mengedan agar air kencing keluar. Os mengatakan pancaran air saat kencing

16
mulai melemah, terputus-putus dan lalu menetes. Sejak ±10 hari yang lalu Os

mengaku BAK semakin sulit dan mulai merasa nyeri saat BAK. Pacaran air saat

BAK juga hanya menetes dan pasien juga mengeluhkan BAK merasa tidak

lampias dan merasa masih ada sisa air kencing di kandung kencing pasien.

TEORI :

Berdasarkan gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala

yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran

miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu

lama (hesitancy), hams mengejan (straining), kencing terputus-putus

(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin

dan inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran

prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun

belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda

dan gejala antara lain: sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada

malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri

pada saat miksi (disuria).

PADA PEMERIKSAAN PENUNJANG :

1. Laboratorium : hemoglobin, leukosit, eritrosit, trombosit normal

2. USG didapatkan :

17
- Vesica urinaria dinding menebal (±0,64cm), irregular

- Sistem pelvokalises ginjal kiri dan kanan melebar.

- Tampak bayangan hiperechoic dengan acustic shadow, multiple (2bh),

diameter ±1,52cm dan ±0,64cm.

- Prostat tampak membesar, ukuran ±5,26 x 4,47 x 5,14 cm, Vol: ±63,35 ml.

TEORI :

- Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars

prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-

buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi

yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli

berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,

dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase

kompensasi.

- Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin

sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal

ini menyebabkan rasa tidak bebas pada akhir miksi. Jika keadaan ini

berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita

tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka

pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga

tekanan intravesica akan naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi

18
lebih tinggi daripada tekanan spingter akan terjadi inkontinensia paradoks

(overflow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan terjadinya

refluk vesico uretradan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem

pelviokalises ginjal dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke

ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Proses

kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi.

- Hiperekoik pada pemeriksaan USG menunjukan daerah yang lebih terang

dari jaringan sekitarnya, biasanya berwarna lebih putih seperti tulang,

lemak. Pada kasus menunjukan hipercoic dengan acoustic shadow.

Bayangan acustik muncul dalam gambar ultrasound sebagai daerah dengan

intensitas sinyal rendah setelah batas dengan perbedaan impedansi akustik

yang sangat tinggi. Bayangan akustik dapat dilihat sebagai fitur informatif

untuk mendeteksi lesi atau kalsifikasi. Pada kasus, deteksi bayangan

akustik ini berguna untuk melihat kalsifikasi/ batu pada vesica urinaria

yang berukuran diameter ±1,52cm dan ±0,64cm.

- Pada pengukuran ini menggunakan rumus

V = 0,52 x D1 x D2 x D3

Dimana 0.52 adalah nilai tetapan dalam penentuan volume organ (prostat),

D1 adalah ukuran panjang enterior posterior

D2 adalah ukuran panjang longitudinal dan

D3 adalah ukuran panjang transversal

19
Di tinjau dari hasil pengukuran, di dapatkan hasil 5,26 x 4,47 x 5,14 cm,

Vol: ±63,35 mL. maka hasil menunjukan adanya peningkatan volume

prostat dengan volume terhitung melebihi 30 mL.

hubungan antara BPH dan vesicolitiasis

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti

pembentukan batu. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum ( urea splitting organism )

dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan

mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu.

Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya oleh tumor, striktur dan hiperplasi prostat,

akan menyebabkan stasis urin sedangkan urin sendiri adalah substansi yang banyak

mengandung kuman sehingga mempermudah terjadinya infeksi dan pembentukan batu.

BAB IV

20
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


2.1.1 Anatomi Prostat

Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram. Prostat

terletak retroperitoneal, melingkar leher kandung kemih dan urethra serta

dipisahkan dari alat-alat tubuh yang dilingkarinya ini oleh suatu simpai.

Mula-mula prostat terdiri atas 5 lobus yakni lobus posterior, medius,

anterior dan 2 buah lobus lateralis, tetapi selama perkembangan

selanjutnya ketiga lobus anterior, medius dan posterior bersatu dan disebut

lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tidak

tampak karena terlalu kecil dan lobus lain-lain tampak homogen berwarna

keabu-abuan, dengan kista kecil-kecil berisi cairan seperti susu. Kista-kista

ini ialah kelenjar-kelenjar prostat ( Patologi UI ).

Gambar 2.1 Prostat Normal (Robbins, 2007)

2.1.2 Fisiologi Prostat

21
Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung kepada pengaruh

endokrin dan dapat dianggap imbangan (counterpart) dari pada payudara

pada wanita.
Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti, tetapi

jelas bahwa pengembirian menyebabkan kelenjar prostat mengecil. Pada

binatang percobaan ternyata apabila kelenjar hipofisis diangkat, maka

prostat akan mengecil dan atrofi ini dapat dicegah dengan pemberian

testosteron. Jadi prostat di pengaruhi oleh hormon androgen.


Percobaan selanjutnya menunjukkan bahwa prostat akan membesar

setelah pemberian estrogen pada binatang yang dikebiri. Tenyata bagian

yang peka terhadap estrogen ialah bagian tengah sedangkan bagian tepi

peka terhadap androgen. Karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang

mengalami hiperplasia, yaitu disebabkan ekskresi androgen berkurang

sehingga estrogen bertambah relatif atau absolut. Sel-sel epitel kelenjar

prostat dapat membentuk enzim fosfatase asam yang paling aktif bekerja

pada pH 5. Enzim ini sangat sedikit sehingga tidak dapat di ukur dalam

darah. Pada neoplasma prostat pembentukan enzim cukup banyak,

sehingga dapat diukur dalam darah (Patologi UI).

2.1.3 Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Benign hyperplasia prostat (BPH) merupakan kelainan yang sering

ditemukan. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi

sebenarnya ialah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan

prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Sjamsuhidajat, De

Jong, 2012).

22
Prostat normal terdiri dari elemen kelenjar dan stroma yang

mengelilingi uretra. Parenkim prostat dapat dibagi menjadi beberapa regio

yang secara biologis berbeda, yang terpenting adalah zona perifer, sentral,

transisional dan periuretra. Jenis lesi proliferatif pada setiap regio berbeda.

Sebagai contoh, sebagian besar lesi hiperplastik terjadi di zona sentral dan

transisional dalam prostat, sedangkan sebagian besar karsinoma (70%

hingga 80%) timbul di zona perifer (Robbins, 2007).


BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel-sel prostat yang tidak

ganas. BPH kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini terus

berkembang, pada akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan

rasa tidak nyaman pada penderita.

Gambar 2.2. Aliran Urin Yang Normal (NKUDIC, 2006).

23
Gambar 2.3. Aliran Urin Yang Normal (NKUDIC, 2006).

2.1.4 Epidemiologi BPH


BPH menjadi masalah global pada pria usia lanjut. Di dunia, hampir 30

juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun

meningkat menjadi 50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%.

Diperkirakan sebanyak 60% pria usia lebih dari 80 tahun memberikan

gejala Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS). Di Amerika Serikat,

hampir 14 juta pria menderita BPH. Prevalensi dan kejadian BPH di

Amerika Serikat terus meningkat pada tahun 1994-2000 dan tahun 1998-

2007. Peningkatan jumlah insiden ini akan terus berlangsung sampai

beberapa dekade mendatang ( Parsons, 2010, Girman, 1998 ).

Di Indonesia, BPH merupakan penyakit tersering kedua setelah

batu saluran kemih. Diperkirakan sekitar 5 juta pria usia diatas 60 tahun

menderita LUTS oleh karena BPH. Di RSCM ditemukan 423 kasus BPH

pada tahun 1994-1997 dan RS Sumber Waras ditemukan sebanyak 617

kasus pada tahun yang sama. BPH merupakan masalah serius yang harus

24
diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pria usia

lanjut (Wei dkk, 2005, Verhame dkk, 2002).

2.1.5 Tanda dan Gejala BPH


Gejala klinis BPH terjadi pada hanya sekitar 10% laki-laki yang

mengidap kelainan ini. Karena hiperplasia nodular terutama mengenai

bagian dalam prostat, manifestasinya yang tersering adalah gejala

obstruksi saluran kemih bawah. Gejala ini mencakup kesulitan memulai

aliran urin (hesitancy) dan interupsi intermiten aliran urin sewaktu

berkemih. Pada beberapa pasien dapat terjadi obstruksi total aliran kemih

yang menyebabkan peregangan kandung kemih yang nyeri dan kadang-

kadang hidronefrosis. Gejala obstruksi sering disertai oleh urgency,

frequency, dan nokturia, yang semuanya menunjukan iritasi kandung

kemih. Kombinasi urin residual di kandung kemih dan obstruksi kronis

meningkatkan resiko infeksi saluran kemih (Robbins, 2007).


Pada pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus

sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan didalam

rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur, harus diperhatikan

konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal),

apakah asimetris, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat

diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah

sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin

yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui

dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin

25
lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi

melakukan intervensi pada hiperplasia prostat (Sjamsuhidajat, De Jong,

2012).

2.1.6 Etiologi BPH


Penyebab BPH belum jelas. Beberapa teori telah dikemukakan

berdasarkan faktor histologi, hormon dan faktor perubahan usia, di

antaranya:
a. Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan

enzim 5- a reduktase diubah menjadi DHT yang merangsang

pertumbuhan kelenjar prostat.


b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron: estrogen

berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat,

rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan

testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat

jadi lebih besar.


c. Teori interaksi stroma-epitel: setelah sel-sel stroma

mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma

mensintesis suatu growth factors yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intakrin dan

autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.

Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel

maupun sel stroma.


d. Berkurangnya kematian sel prostat. Pada jaringan normal,

terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan

kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai

26
pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru

dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya

jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan

jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat

sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.


e. Teori sel stem. Untuk menggantikan sel-sel yang telah

mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam

kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang

mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon

androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun dapat

menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-

sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas

sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma

maupun sel epitel (Purnomo, 2014).

Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya

BPH, yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada

pasien dengan kelainan kongenital berupa defisiensi 5- a reduktase, yaitu

enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya

rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan,

kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi

testosteron menjadi estrogen pada jaringan periperal. Tindakan kastrasi

sebelum masa pubertas dapat mencegah pembesaran prostat benigna.

27
Penderita dengan kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai

gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen

diperlukan untuk memulai proses BPH, tetapi tidak dalam hal proses

pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses pembesaran stroma yang

selanjutnya merangsang pembesaran epitel (Purnomo B, 2014).

2.1.7 Faktor-faktor Resiko BPH


Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan

peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi

androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT)

oleh enzim 5a-reductase, yang memegang peran penting

dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat(Sjamsuhidajat, De

Jong, 2012).
2. Usia

Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan

pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan.

Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan

buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses

adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat,

sehingga menimbulkan gejala ( Rahardjo D, 2003).

Testis menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang

secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut

mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan androstenesdion.

28
Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-

reduktase menjadi dihidrotestosteron. Sesuai dengan

pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara

perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60

tahun keatas. Laki-laki yang memiliki usia ≥ 50 tahun

memiliki risiko lebih tinggi dibanding dengan laki-laki yang

berusia < 50 tahun (Roehrborn, 2012).

3. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar

untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia

memiliki insidensi BPH paling rendah (Roehrborn, 2012).


4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan

risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga

yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap

penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain

untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap

penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila

2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali

(Roehrborn, 2012).
5. Obesitas

Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan

kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu

prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian

pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di

29
perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-

lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu

deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis.

Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang

berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan

sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses

kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki

biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. Salah satu

cara pengukuran untuk memperkirakan lemak tubuh adalah

teknik indirek, di antaranya yang banyak dipakai adalah Body

Mass Indeks (BMI). BMI diukur dengan cara berat badan (kg)

dibagi dengan kuadrat tinggi badan (m). Interpretasinya

(WHO) adalah overweight (BMI 25-29,9 kg/m2) dan obesitas

(BMI > 30 kg/m2). Pengukuran BMI mudah dilakukan, murah

dan mempunyai akurasi tinggi. (Walsh, Patrick C, 2003)

6. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga,

selenium berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling

penting adalah seng, karena defisiensi seng berat dapat

menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat

penurunan kadar testosteron. Makanan tinggi lemak dan

rendah serat juga membuat penurunan kadar testosteron.

Walaupun kolesterol merupakan bahan dasar untuk sintesis zat

pregnolone yang merupakan bahan baku DHEA

30
(dehidroepian-androsteron) yang dapat memproduksi

testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan terjadi

penumpukan lemak pada perut yang akan menekan otot-otot

seksual dan mengganggu testis, sehingga kelebihan lemak

tersebut justru dapat menurunkan kemampuan seksual. Akibat

lebih lanjut adalah penurunan produksi testosteron, yang

nantinya mengganggu prostat (Rahardjo D, 2003, Nugroho A,

2002).
7. Aktivitas Seksual

Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab

untuk pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan

dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat

kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan

tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke

prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang

mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks

yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang

mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga

berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosterone

(Rahardjo D, 2003).

8. Kebiasaan Merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok

meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga

31
menyebabkan penurunan kadar testosteron (Walsh, Patrick C,

2003).
9. Kebiasaan Minum-minuman Beralkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan

vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zink sangat

penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zink 10

kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink

membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah.

Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada

DHT ( NKUDIC, 2007, Gass R, 2002).


10. Olah raga

Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur,

berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat,

termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar

dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat

memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan

mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari

prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis

yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar

pinggul dan organ seksual. Yang baik apabila dilakukan 3 kali

dalam seminggu dalam waktu 30 menit setiap berolahraga,

olahraga yang dilakukan kurang dari 3 kali dalam seminggu

terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran fisik tetapi

tidak ada tambahan keuntungan yang berarti bila latihan

dilakukan lebih dari 5 kali dalam seminggu. Olahraga akan

32
mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga kadar

kolesterol menurun ( Dharmojo B, Martono H, 2000).

11. Penyakit Diabetes Mellitus

Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah >

110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH,

sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus

mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan

dengan laki-laki dengan kondisi normal (Bridge Sophie Bain,

2007, Parsons J. Kellog, dkk, 2006).

2.1.8 Patofisiologi BPH


Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi saluran kemih

adalah penderita harus menunggu keluarnya kemih pertama, miksi

terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan

rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas

otot detrusor bearti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit

ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal

berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama

sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena

pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran

prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika

sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi

skor untuk menentukan berat keluhan klinis.

33
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin

sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung

kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini

berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita

tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi pada suatu saat

vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika

terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada

tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks.

Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakkan ginjal dipercepat bila

terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan

sehingga menyebabkan hernia/hemoroid.


Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di

dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan

hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi

refluks, dapat terjadi pielonefritis (Sjamsuhidajat, De Jong, 2012).

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang BPH


Dengan pemeriksaan radiologik, seperti foto polos perut dan

pielografi intravena, dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan,

misalnya baru saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikulum kandung

kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi, dapat dilihat sisa urin. Pembesaran

prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung

kemih. Secara tidak langsung, pembesaran prostat dapat diperkirakan

apabila dasar buli-buli pada gambaran sistogram tampak terangkat atau

34
ujung distal ureter membengkak keatas berbentuk seperti mata kail.

Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau

penderita sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram

retrograd.
Ultrasonografi dapat dilakukan transabdominal atau transrektal

(transrectal ultrasonography, TRUS). Selain itu untuk mengetahui

pembesaran prostat, pemeriksaan ultrasonograpy dapat pula menentukan

volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti

divertikulum, tumor dan batu. Dengan ultrasonograpi transrektal, dapat di

ukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan

besar prostat dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.


Pada USG suprapubik didapatkan :
 Pembesaran kelenjar pada zona sentral
 Nodul hipoechoid atau campuran echogenic
 Kalsifikasi antara zona sentral
 Volume prostat > 30 ml

CT-scan atau MRI jarang dilakukan.

Pemeriksaan sistografi dilakukan apabila ada anamnesis ditemukan

hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria.

Pemeriksaan untuk ini dapat memberi gambaran kemungkinan tumor

didalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah

datang dari muara ureter, atau batu radolusen di dalam vesika. Selain itu,

sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan

mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke

dalam uretra (Sjamsuhidajat, De Jong, 2012).

35
2.1.10 Penatalaksanaan BPH
Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I-IV digunakan

untuk menentukan cara penanganan.

Derajat Colok Dubur


I Penonjolan Prostat, batas <50 mL

atas mudah diraba


II Penonjolan prostat jelas, 50-100 mL

batas atas dapat dicapai


III Batas atas prostat tidak >100 mL

dapat diraba
IV Retensi urin total

Tabel 2.1 Derajat BPH (Sjamsuhidajat, De Jong, 2012)

Penderita derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan bedah

diberikan pengobatan konservatif, misalnya dengan penghambat

adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin, terazosin, dan tamsulosin.

Keuntungan obat adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap

keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikitpun.

Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan.

Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral

resection, TUR). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.

Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.

Pada derajat tiga, reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh

pembedah yang cukup berpengalaman. Apabila diperkirakan prostat sudah

36
cukup berat sehingga reseksi tidak akan sesuai dalam satu jam, sebaiknya

dilakukan pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesika,

retropubik atau perineal. Pada operasi melalui kandung kemih dibuat

sayatan perut bagian bawah menurut Pfannenstiel; kemudian prostat

dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat

sekaligus untuk mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi apabila

ada divertikulum yang cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut

Millin dikerjakan melalui sayatan kulit Pfannenstiel dengan membuka

simpai prostat tanpa membuka kandung kemih, kemudian prostat

dienukleasi. Cara ini mempunyai keunggulan, yaitu tanpa membuka

kandung kemih sehingga pemasangan kateter tidak lama seperti bila

membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau

diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih.

Kedua cara pembedahan terbuka tersebuh masih kalah dibandingkan

dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya yang lebih lama, tetapi dapat

dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat

bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.

Pada hipertrofi derajat empat, tindakan pertama yang harus segera

dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan

memasang kateter atau sistomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR

atau pembedahan terbuka.

37
Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk

dilakukan pembedahan, dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan

memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Efek samping obat ini

ialah gejala hipotensi, seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa lemas.

Pengobatan konservatif lain ialah dengan pemberian obat

antiandrogen yang menekan produksi LH. Kesulitan pengobatan

konservatif ini ialah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan

efek samping obat.

Pengobatan lain yang invasif minimal ialah pemanasan prostat

dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui

antena yang dipasang pada ujung kateter. Dengan cara yang disebut

transurethral microwave thermothrapy (TUMT) ini, hasil perbaikan kira-

kira 75% untuk gejala objektif.

Pada penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut

transurethal ultrasound guided laser induced prostatectomy (TULIP)

digunakan cahaya laser. Dengan cara ini, diperoleh juga hasil yang cukup

memuaskan.

Uretra di daerah prostat dapat juga diatasi dengan balon yang

dikembangkan di dalamnya (transurethral ballon dilatation, TUBD).

TUBD ini biasanya memberi perbaikan yang bersifat sementara.

(Sjamsuhidajat, De Jong, 2012)


A. DEFINISI URETROLITHIASIS
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari

buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2

38
bagian yait uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini

berfungsi juga dalammenyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi

dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan

uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra

posterior dan anterior.


Batu uretrabiasanya berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang

turun ke buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan

batu primer terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di

dalam divertikel uretra.angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1% dari

seluruh batu saluran kemih.


Anatomi dan Fisiologi Urethra
Saluran kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga

proses patologi, seperti obstruksi, radang dan pertumbuhan tumor, terjadi

diluar rongga abdomen, tetapi gejalanya dan tandanya mungkin tampak di

perut menembus peritoneum parietal belakang.5

gambar 1. saluran kemih

Urethra merupakan saluran yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli

melalui proses miksi. Secara anatomis urethra dibagi menjadi 2 bagian

39
yaitu urethra posterior dan urethra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi

juga dalam menyalurkan cairan mani. Urethra diperlengkapi dengan

sfingter urethra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan urethra,

serta sfingter urethra eksterna yang terletak pada perbatasan urethra

anterior dan posterior. sfingter urethra interna terdiri atas otot polos yang

dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh,

sfingter ini terbuka. sfingter urethra eksterna terdiri atas otot bergaris yang

dipersarafi oleh system somatic. Aktivitas sfingter urethra eksterna ini

dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing

sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.1

2.1.1 Urethra Maskulina6


Uretra maskulina panjangnya sekitar 8 inci (20 cm) dan terbentang dari

collum vesicae urinaria sampai ostium urethra externum pada glans penis.
Urethra masculina dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
• Urethra pars prostatica
Panjangnya 1 1/4 inci (3 cm) dan berjalan melalui prostat dari basis

sampai apexnya. Bagian ini merupakan bagian yang paling lebar dan yang

paling dapat dilebarkan dari urethra.


• Urethra pars membranacea
Panjangnya sekitar ½ inci (1,25 cm), terletak di dalam diaphragma

urogenital dan dikelilingi oleh musculus sphincter urethra. Bagian ini

merupakan bagian urethra yang paling tidak bisa dilebarkan


• Urethra pars spongioa
Panjangnya sekitar 6 inci (15,75 cm) dan dibungkus di dalam bulbus dan

corpu spongiosum penis. Ostium urethra externum merupakan bagian

tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra yang terletak di dalam

glands penis melebar membentuk fossa navicularis (fossa terminal).

40
Glandula bulbourethralis bermuara ke dalam urethra pars spongiosa distal

dari diaphragm urogenital.

Gambar 2 : Urethra maskulina


Urethra posterior pada pria terdiri atas urethra 1) pars prostatika, yakni

bagian urethra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan 2) urethra pars

membranasea. Di bagian posterior urethra posterior terdapat suatu tonjolan

verumontanum dan disebelah proksimal dan distal terdapat krista

urethralis. Dipinggir kanan dan kiri verumontanum terdapat duktus

ejakulatorius.1
Urethra anterior adalah bagian urethra yang dibungkusi oleh korpus

spongiosum penis. Urethra anterior terdiri atas 1) pars bulbosa, 2) pars

41
pendulari, 3) fossa navicularis, dan 4) meatus urethra eksterna. Didalam

lumern urethra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi

dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar cowperi yang berada di dalam

diafragma urogenital dan bermuara di urethra pars bulbosa, serta kelenjar

littre, yaitu kelenjar paraurethralis yang bermuara di urethra pars

pendularis.1
B. ETIOLOGI
Terbentuknya batu pada ginjal diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,

dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap

( idiopatik )1
Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu pada ginjal. Faktor-faktor itu adalah 1:


1. Faktor intrinsik
Yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang. Faktor intrinsik

dan faktor idiopatik umumnya sukar untuk dikoreksi, sehingga

mempunyai kecenderungan untuk kambuh2.


Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
a. Hereditair dan Ras
Penyakit nefrolithiasis diduga diturunkan dari orang tuanya1 dan

ternyata anggota keluarga nefrolithiasis lebih banyak mempunyai

kesempatan untuk menderita penyakit yang sama dari pada orang lain.

Misalnya faktor genetik familial pada hipersistinuria, hiperkalsiuria primer

dan hiperoksaluria primer2. Batu saluran kemih juga lebih banyak

ditemukan di Afrika dan Asia sedangkan pada penduduk Amerika dan

Eropa jarang ditemukan.2


b. Umur.

42
Penyakit nefrolithiasis paling sering didapatkan pada usia 30

sampai 50 tahun
c. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan1 dan pada pria lebih banyak ditemukan batu ureter dan

buli-buli sedangkan pada wanita lebih sering ditemukan batu ginjal atau

batu piala ginjal.2


2. Faktor ekstrinsik
Yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. Faktor

ekstrinsik, bila penyebabnya diketahui dapat diambil langkah-langkah

untuk mengubah faktor lingkungan atau kebiasaaan sehari-hari sehingga

terjadinya rekurensi dapat dicegah2. Beberapa faktor ekstrinsik,

diantaranya adalah :

a. Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu yang

lebih tinggi daripada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone

belt
b. Iklim dan temperatur
Tempat yang bersuhu panas, misalnya di daerah tropis, di kamar

mesin, menyebabkan banyak mengeluarkan keringat yang akan

mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan batu.

Sedangkan pada daerah yang dingin, akan menyebabkan kurangnya

asupan air pada masyarakatnya.


c. Asupan air
Kurangnya asupan air menyebabkan kadar semua substansi dalam

urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu2 dan

43
tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikomsumsi dapat

meningkatkan insidensi batu1.


d. Diet
Diet banyak purin, oksalat dan kalsium mempermudah

terbentuknya batu1. Pada golongan masyarakat yang lebih banyak makan

protein hewani, angka morbiditas batu berkurang sedangkan pada

golongan masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi rendah lebih sering

morbiditas meningkat. Penduduk vegetarian yang kurang makan putih

telur lebih sering menderita batu buli-buli dan uretra dan hanya sedikit

yang ditemukan menderita batu ginjal atau batu piala ginjal2


e. Pekerjaan
Penyakit nefrolithiasis sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life1


f. Infeksi

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal

dan akan menjadi inti pembentukan batu. Infeksi oleh bakteri yang

memecah ureum ( urea splitting organism ) dan membentuk amonium

akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-

garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu yang telah

ada.2

g. Obstruksi dan stasis urin


Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya oleh tumor, striktur

dan hiperplasi prostat, akan menyebabkan stasis urin sedangkan urin

sendiri adalah substansi yang banyak mengandung kuman sehingga

mempermudah terjadinya infeksi dan pembentukan batu. 2

44
Selain faktor-faktor di atas terdapat faktor lain yang turut

mempengaruhi, misal gangguan metabolisme. Gangguan metabolisme

yang dimaksud adalah yang dapat mengakibatkan peningkatan kadar

produk yang dapat mengendap dan menjadi batu. Misalnya hiperkalsemia

yang disebabkan oleh hiperparatiroidisme, sindroma susu alkali, mieloma

multiple, metastase Ca dan sarkoidosis. Hiperurikemia dan terapi dengan

sitostatika atau diuretika yang lama, serta hipersistinemia yang disebabkan

oleh renal tubular acidosi.

C. PATOFISILOGI

Secara teoritis, batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih,

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan

aliran urine ( stasis urine ), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-

buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises ( stenosis uretero

pelvis ), divertikulum, obstruksi intravesika kronis seperti pada

hiperplasi prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik

merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya

pembentukan batu.1

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal, kemudian berada di kaliks

ginjal, pielum, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis

serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua

kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehinggga

disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises

45
ginjal(penyempitan infundibulum dan stenosis uteropelvik) akan

mempermudah timbulnya batu ginjal. 1

Batu yang berasal dari ginjal dan berjalan menuruni ureter, paling

mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi, yaitu pada sambungan

uteropelvik, pada titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka, atau pada

sambungan ureterovesika4. Batu yang tidak terlalu besar, didorong oleh

peristaltik sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter.

Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun

ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil ( < 5 mm ) pada umumnya dapat

keluar spontan, sedangkan batu yang lebih besar seringkali tetap berada di

sistem pelvikalises dan ureter, dan mampu menimbulkan obstruksi dan

kelainan struktur saluran kemih bagian atas.1

A. Teori Proses Pembentukan Batu

Garam-garam kalsium dapat diendapkan dalam bentuk batu atau

kalkuli di dalam sistem saluran dari berbagai organ. Kalkuli dibentuk dari

berbagai zat, yang tersedia secara lokal, yaitu bahan-bahan dari sekresi

organ tertentu. Jadi, walaupun kalkuli-kalkuli itu sering mengandung

kalsium, tetapi pada awalnya, banyak dari kalkuli-kalkuli tersebut yang

tidak mengandung kalsium. Beberapa kalkuli terbentuk sebagai akibat dari

hancurnya debris nekrotik dalam saluran, sedangkan lainnya terbentuk dari

ketidakseimbangan unsur-unsur sekresi tertentu sedemikian rupa sehingga

terjadi pengendapan dari unsur yang biasanya larut.5

46
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan

organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal

tersebut tetap berada dalam keadaan tetap terlarut ( metastable ) dalam

urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan

terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan

presipitasi membentuk inti batu ( nukleasi ) yang kemudian akan

mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi

kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal

masih rapuh dan belum cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk

itu, agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih, membentuk

retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat

sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran

kemih.1

Kondisi tetap terlarut dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya

koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine

di dalam saluran kemih atau adanya korpus alienum di dalam saluran

kemih yang bertindak sebagai inti batu1 . Kemih yang terus menerus

bersifat asam dapat terjadi pada asidosis metabolik dan pada keadaan

pireksia, sedangkan kemih yang terus menerus bersifat basa menyatakan

adanya infeksi pada saluran kemih, keadaan asidosis tubulus ginjal,

kekurangan kalium dan pada sindrom Fanconi.5

Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih, ditentukan

juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan

47
inhibitor, yaitu zat-zat yang mampu mencegah timbulnya batu. Dikenal

beberapa zat yang dapat menghambat terbentuknya batu di saluran kemih,

yang bekerja mulai dari proses reabsorbsi kalsium di dalam usus, proses

pembentukan inti batu atau kristal, proses agregasi kristal, hingga retensi

kristal. Ion magnesium dikenal dapat menghambat pembentukan batu

karena jika berikatan dengan oksalat, akan membentuk garam magnesium

oksalat, sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan kalsium

untuk membentuk batu kalsium oksalat menurun. Demikian pula dengan

sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium, akan membentuk garam kalsium

sitrat, sehingga jumlah kalsium yang akan berikatan dengan oksalat

maupun fosfat berkurang. Hal ini menyebabkan kristal kalsium oksalat

atau kalsium fosfat jumlahnya berkurang. Beberapa protein atau senyawa

organik lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat

pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal, maupun menghambat

retensi kristal. Senyawa itu antara lain adalah glikosaminoglikan, protein

Tamm Horsfall atau uromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi

zat-zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu merupakan salah satu faktor

penyebab timbulnya batu saluran kemih.1

B. Komposisi Batu

1. Batu kalsium

Batu ini lebih sering ditemukan pada laki-laki; usia rata-rata

timbulnya penyakit ini adalah pada dekade ketiga. Sebagian besar

orang yang membentuk batu kalsium tunggal akhirnya membentuk

48
batu yang lain, dan interval antara batu yang terbentuk secara

berurutan memendek atau tetap konstan. Kecepatan rata-rata

pembentukan batu setiap 2 atau 3 tahun. Penyakit batu kalsium sering

bersifat familial.

2. Batu asam urat

Batu asam urat bersifat radiolusen dan juga lebih sering

ditemukan pada laki-laki. Separuh pasien dengan batu asam urat

mengalami gout; litiasis asam urat biasanya familial apakah terdapat

gout ataupun tidak. Di dalam urin, kristal asam urat berwarna merah-

oranye karena kristal itu menyerap pigmen urisin. Beberapa faktor

yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah1 :

 Urine yang terlalu asam ( pH urine < 6 )

 Volume urine yang jumlahnya sedikit ( < 2 liter / hari ) atau

dehidrasi

 Hiperurikosuria atau kadar asam urat yang tinggi

3. Batu sistin

Batu ini jarang ditemukan, berwarna kuning jeruk, dan

berkilauan, radioopak disebabkan oleh adanya kandungan sulfur.

Kristal sistin tampak dalam urin sebagai lempengan yang datar,

heksagonal.

4. Batu struvit

49
Batu struvit biasa ditemukan dan secara potensial berbahaya.

Batu ini terjadi terutama pada perempuan dan akibat infeksi saluran

kemih dengan bakteri yang menghasilkan urease, biasanya spesies

Proteus. Batu daspat tumbuh menjadi ukuran yang besar dan mengisi

pelvis renalis dan kaliks menimbulkan gambaran ‘tanduk’ (staghorn).

Batu struvit ini bersifat radioopak dan mempunyai berbagai densitas

internal. Di dalam urin kristal struvit adalah prisma rektanguler yang

dikatakan menyerupai tutup peti mati.

D. GAMBARAN KLINIS
Keluhan yang disampaikan oleh pasien, tergantung pada posisi

batu, ukuran batu dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling

dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang, baik berupa nyeri kolik

maupun bukan kolik. Nyeri kolik disebabkan oleh adanya aktivitas

peristaltik otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk

mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik

menyebabkan tekanan intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan

dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Sedangkan nyeri non

kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis

atau infeksi pada ginjal akibat stasis urine.1


Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada

mukosa saluran kemih karena batu. Kadang hematuria didapatkan dari

pemeriksaan urinalisis berupa hematuria mikroskopik. Jika didapatkan

demam, harus dicurigai suatu urosepsis.1

50
Pada pemeriksaan fisis, mungkin didapatkan nyeri ketok pada

daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat

hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, dan adanya retensi urine.1


Pada pemeriksaan sedimen urine, menunjukkan adanya

leukosituria, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu.

Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan

kuman pemecah urea.1

E. DIAGNOSTIK

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, dan pemeriksaan

fisik, selain itu perlu ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium,

radiologik, dan dengan pencitraan untuk menentukan kemungkinan adanya

gangguan fungsi ginjal.

Pemeriksaan Penunjang yang dapat menegakan diagnosis Nefrolithiasis

antara lain :

Laboratorium :

1. Urin

 pH urin

- Batu kalsium, asam urat dan batu sistin terbentuk pada urin dengan pH

yang rendah (pH<7).

- Batu struvit terbentuk pada urin dengan pH yang tinggi (pH> 7)

 Sedimen

51
- Sel darah meningkat (90%), pada infeksi sel darah putih akan

meningkat.

- Ditemukan adanya kristal, misalnya kristal oksalat

Biakan urin untuk melihat jenis mikroorganisme penyebab infeksi pada

saluran kemih

2. Darah

- Hemoglobin, adanya gangguan fungsi ginjal yang

kronis dapat terjadi anemia

- Leukosit, infeksi saluran kemih oleh karena batu

menyebabkan leukositosis

- Ureum kreatinin, parameter ini digunakan untuk

melihat fungsi ginjal

- Kalsium, dan asam urat.

Radiologik :

1. Foto Polos Abdomen

Bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu

radioopak di saluran kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium

fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai, sedangkan batu

asam urat bersifat radiolusen.1

2. Pielografi Intra Vena

52
Bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu

juga dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak

yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika pielografi intra vena (

selanjutnya disebut dengan PIV ) belum dapat menjelaskan keadaan

sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai

gantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.1

3. Ultrasonografi

Dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan

PIV, yaitu pada keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan ultrasonografi

dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan

sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau adanya

pengkerutan ginjal.1

F. PENATALAKSANAAN

53
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus benar-benar tuntas,

sehingga bukan hanya mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai

dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai

dengan terapi pencegahan. Hal ini terjadi karena batu sendiri hanya

sebagai gejala dari penyakit batu saja, sehingga pengeluaran batu dengan

cara apapun bukanlah merupakan terapi yang sempurna. Selanjutnya

perlu juga diketahui bahwa pengeluaran batu baru diperlukan bila batu

menyebabkan gangguan saluran air kemih. Bila batu ternyata tidak

memberi gangguan pada fungsi ginjal, maka batu tersebut tidak perlu

diangkat apalagi misalnya pada batu ureter diharapkan dapat keluar

dengan sendirinya.

Tujuan pengelolaan batu pada ginjal adalah untuk menghilangkan

obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan rasa nyeri, mencegah

terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya

rekurensi3. Untuk mencapai tujuan tersebut, langkah-langkah yang dapat

diambil adalah sebagai berikut 2:

 Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasi dan besarnya batu

 Menentukan akibat adanya batu seperti rasa nyeri, obstruksi yang

disertai perubahan pada ginjal, infeksi dan adanya gangguan fungsi ginjal

 Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri

 Analisis batu

 Mencari latar belakang terjadinya batu

 Mengusahakan pencegahan terjadinya rekurensi

54
Tindakan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah 1:

1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya

kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi

yang diberikan lebih bersifat simtomatis, yaitu bertujuan untuk

mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan memberikan

diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar

2. ESWL ( Extracorporeal Shockwave Lithotripsy )

Alat ESWL dapat memecah batu ginjal tanpa melalui tindakan

invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen

kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang,

pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri

kolik dan menyebabkan hematuria.

3. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu, tindakan tersebut terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang

dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai

55
energi hidroulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.

Beberapa tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu pada ginjal

adalah :

a. PNL ( Percutaneous Nephro Litholapaxy )

Yaitu mengeluarkan batu di dalam saluran ginjal dengan cara

memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises ginjal melalui insisi pada

kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi

fragmen-fragmen kecil.

b. Uretero atau Uretero-renoskopi

Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat

kedaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi

tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises

dapat dipecah melalui tuntunan ureterorenoskopi.

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai

untuk tindakan-tindakan endourologi, laparaskopi maupun ESWL,

pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.

Pembedahan itu antara lain adalah pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk

mengambil batu pada saluran ginjal. Tidak jarang pasien harus menjalani

tindakan nefrektomi karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan telah

terjadi pionefrosis, korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami

56
pengkerutan akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang

menahun

G. PENCEGAHAN

Tindakan selanjutnya yang tidak kalah penting setelah pengeluaran

batu adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Pencegahan

yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu yang diperoleh dari analisis batu 3. Pada umumnya

pencegahan itu berupa 2:

 Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi

urine sebanyak 2-3 L/hari

 Aktivitas harian yang cukup

 Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu

H. PROGNOSIS
Prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal khususnya

tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta

adanya obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin jelek

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat

mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan

adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan

penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek.2


I. KOMPLIKASI
Komplikasi batu saluran kemih antara lain timbulnya obstruksi,

infeksi sekunder dan infeksi yang berkepanjangan pada urotelium yang

57
dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa karsinoma

epidermoid.
Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter dapat

terjadi hidroureter atau hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau

tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

Bila terjadi pada kedua ginjal akan timbul uremia karena adanya gagal

ginjal total. Hal yang sama dapat juga terjadi akibat dari batu kandung

kemih, terlebih bila batu tersebut membesar, sehingga juga menyebabkan

gangguan pada aliran kemih dari kedua orifisium ureter.


Batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, batu di kaliks

mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan.

Jika disertai dengan infeksi sekunder, dapat menimbulkan pionefrosis,

urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, ataupun pielonefritis. Pada

keadaan lanjut, dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua

sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.1

58

Anda mungkin juga menyukai