Anda di halaman 1dari 2

12. Gagasan semiotik intertekstualitas diperkenalkan oleh Julia Kristeva .

Kristeva membedakan teks


berada dalam dua sumbu:

1. sumbu horisontal yang menghubungkan pengarang dan pembaca teks,

2. sumbu vertikal, yang menghubungkan teks ke teks lain (Kristeva 1980, 69).

Menyatukan kedua sumbu dibagi kode: untuk bisa membaca sebuah teks perlu membaca kode pada
teks sebelumnya. Dia berpendapat bahwa daripada membatasi perhatian kita pada struktur teks kita
harus belajarmengenai bagaimana struktur tersebut muncul dan menjadi ada. Ini melibatkan
penempatan dalam totalitas teks-teks sebelumnya atau sinkronis transformasi '(Le texte du roman,
yang dikutip oleh Coward & Ellis 1977, 52).

Intertekstualitas mengacu lebih jauh dari 'pengaruh' antara penulis satu dengan yang lain. Untuk
strukturalis, bahasa memiliki kekuatan yang tidak hanya melebihi kontrol individu tetapi juga
menentukan subjektivitas.

Sementara istilah intertekstualitas biasanya akan digunakan untuk merujuk kepada acuan kepada
teks-teks lain, semacam sindiran terkait apa yang bisa disebut 'intratextuality' - yang melibatkan
hubungan internal dalam teks. Dalam kode tunggal (misalnya kode fotografi) ini akan secara
sederhana hubungan sintagmatik (misalnya hubungan antara citra satu orang ke orang lain dalam
foto yang sama). Namun, teks mungkin melibatkan beberapa kode: foto surat kabar, misalnya,
mungkin memiliki keterangan (Gagasan tentang intertekstualitas menekankan bahwa teks memiliki
konteks).

11. Articulation dalam semiotika dapat diartikan sebagai refrensi pemaknaan dalam sebuah struktur
kode. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda saat mengartikan sebuah kode. Artikulasi
juga bisa dianggap sebagai pola dualitas karena kemampuan manusia yang berlainan saat
mengintrepetasikan sebuah kode.

Sebuah pesan/simbol dapat diartikulasikan jika sudah dipecah-pecah namun harus tetap signifikan

Kode yg diartikulasikan memiliki 'kosakata' atau satuan unit dasar bersama dengan aturan sintaks
yang dapat digunakan untuk menghasilkan kombinasi pemaknaan yang lebih besar dan beragam
(Innis 1986, 88-9, 9-122)

Artikulasi dalam semiotika sendiri terdiri dari beberapa tingkatan, pada artikulasi tingkat pertama
sebuah system terdiri dari unit yang bermakna sederhana misalnya kata-kata dalam sebuah bahasa.
Pada tingkat artikulasi kedua kode semiotic dibagi-bagi menjadi unit-unit fungsional minimal dalam
pemaknaan kode itu sendiri.cotohnya ada fonem dalah sebuah naskah pidato.

Dalam semotika artikulasi juga dapat dibedakan antara lain artikulasi bermakna ganda,bermakna
tunggal maupun artikulasi yang tidak bermakna.
13. Keuntungan dan kerugian semiotika

Salah satu keuntungan kunci analisis semiotic adalah ia menuntut sumberdaya yang relative sedikit.
Dimungkinkan untuk melakukan sebuah analisis semiotic hanya pada sebuah teks atau citra (kendati
ini tidak direkomendasikan). Karena metodenya bersifat interpretative, tidak perlu reliable. Dalam
arti dapat diterapkan pada sejumlah besar tyeks. Generalizability semiotika tidak selalu relevan,
karena itu metode ini tepat sekali unyuk mempelajari teks dlm jumlah terbatas. Factor esensial dlm
analisis semiotic adalah bahwa anda harus memiliki level pengetahuan yg tinggi mengenai objek
analisis yg anda pilih. Missal, jika ana tidak antusias menguasai masalah budaya jng coba2
melakukan analisis semiotika terhadap hal tsb karena anda tidak akan tahu apa yg dimaksud oleh
beragam kode yg ada dusana. Agar sepenuhnya mampu memahami konversi2 dlm sebuah wilayah
budaya. Anda perlu menjadi bagian dari komunitas interpretative yg menggunakan media tsb

14. Rasisme dalam film crash (analisis semiotik tentang representasi rasisme di negara multi ras dalam
Film crash)
Rasisme merupakan salah satu isu global yang tidak pernah ada akhirnya. Dari masa ke masa isu rasisme
telah membawa banyak kesedihan dan kesengsaraan. Isu-isu sosial dalam masyarakat seperti inilah yang
ditangkap oleh media sebagai wacana yang perlu untuk disosialisasikan. Penyampaian pesan mengenai isu-
isu dalam masyarakat, dapat disampaikan melalui film karena film merupakan salah satu bentuk dari media
massa dan cerita dalam film biasanya berangkat dari sebuah fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Dan film Crash merupakan salah satu film yang mengetengahkan persoalan rasisme yang lebih dekat dengan
kehidupan sehari-hari, yang menjadikan penulis tertarik untuk mengkajinya dengan lebih mendalam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam apakah tanda - tanda yang digunakan untuk
merepresentasikan rasisme yang terjadi dalam Film Crash tersebut. Dengan mengetahui dan memahami
tanda-tanda yang menunjukkan gejala rasisme, baik yang bersifat terbuka maupun terselubung, diharapkan
kita dapat terhindar dari dampak negatifnya. Penelitian ini termasuk studi deskriptif kualitatif dengan
pendekatan analisa semiotika. Data dalam penelitian ini didapat melalui pemilihan scene-scene pada film

“Crash” yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang berkaitan dengan penelitian ini,yakni rasisme yang
dikelompokkan berdasarkan prasangka rasial, stereotip rasial, diskriminasi rasial dan kekerasan rasial. Serta
mencari data dari berbagai tulisan artikel, buku-buku, internet dan lain sebagainya. Melalui gabungan antara
scene-scene terpilih dan data-data tertulis, penulis melakukan analisis dengan menggunakan tanda-tanda
yang terdapat dalam film “Crash”, dengan teori semiotika Roland Barthes. Analisis dilakukan melalui dua
tahap, yaitu signifikasi tingkat pertama, yaitu makna denotasi yang terkandung dalam scene-scene tersebut
dan dilanjutkan dengan signifikasi tingkat kedua yang menguraikan makna konotasinya. Dalam tahap inilah
terkandung mitos. Kesimpulan dari penelitian ini adalah rasisme terjadi dari adanya prasangka, stereotip dan
diskriminasi yang menimbulkan terjadinya kekerasan rasial. Film ini mampu menyampaikan berbagai pesan
atau tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya rasisme antar ras yang lebih kompleks, tidak hanya
melibatkan hitam dan putih, walau tidak dapat dipungkiri porsi konflik yang terjadi antara kulit hitam dan
kulit
putih tetap lebih besar. Rasisme yang digambarkan dalam film Crash terjadi dalam bebagai taraf kehidupan,
dalam berbagai profesi, mulai dari golongan kelas bawah hingga golongan atas. Rasisme yang terkandung
dalam film Crash sifatnya lebih halus (terselubung), sederhana dan dekat dengan keseharian kita, namun
tetap dapat menimbulkan akibat sangat fatal

Anda mungkin juga menyukai