Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNya
Pedoman HRVA KebakaranRSUD Padang Panjang ini dapat terselesaikan dengan
baik.

Padang Panjang April 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK iv

BAB 1

PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1. 2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Teori dasar kebakaran 4
2.1.1 Definisi api 4
2.1.2 Teori segitiga api 4
2.1.3 Teori bidang empat api 5
2.2 Definisi kebakaran 5
2.3 Sebab terjadinya kebakaran 6
2.4 Klasifikasi kebakaran 7
2.4.1Klasifikasi kebakaran menurut NFPA 7
2.5 Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran 8
2.6 Sarana proteksi kebakaran aktif 9
2.6.1 Alarm kebakaran 9
2.6.2 Detektor kebakaran 10
2.6.3 APAR 10
2.6.4 Sistem sprinkler 11
2.7 Program pemeriksaan dan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran
11
2.8. Manajemen bencana 12
2.8.1 Mitigasi bencana 13
2.9 Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA) 15
2.9.1 Tahap dalam HRVA 15

BAB 3
HASIL OBSERVASI 17
3.1 Profil Rumah Sakit 17
3.1.1 Profil bangunan 19
3.1.2 Profil pekerja 20
3.1.3 Profil pengunjung 20
3.2 Fasilitas umum sekitar lingkungan Rumah Sakit 20
3.3 Sarana dan prasarana proteksi kebakaran 21
3.3.1 Sistem proteksi aktif 21
3.3.2 Sistem proteksi pasif 22
3.4 Analisis kemungkinan dampak bencana 22
3.5 Kerentanan 29
3.6 Identifikasi bahaya potensial kebakaran 32
3.7 Analisis hazard dan risiko 37
3.8 Risk reduction measures 40
3.9 Checklist informasi risiko 41
BAB 4
REKOMENDASI 45
DAFTAR REFERENSI 46

BAB 3 23

KESIMPULAN 23

DAFTAR PUSTAKA 24
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Bencana banjir, gempa, dan datangnya badai, dengan kemajuan teknologi yang
ada biasanya didahului dengan datangnya peringatan. Hal ini menjadi sangat
memungkinkan untuk dapat menekan timbulnya kerugian dan korban jiwa yang
lebih besar yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Tidak demikian halnya
dengan bahaya kebakaran, dimana bencana ini proses datangya selalu tanpa
dapat diperkirakan dan diprediksi sebelumnya sebagaimana bencana lain.
Teknologi yang ada hanya dapat membantu memberi peringatan dini, tetapi
mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk memberi waktu persiapan
dan pertolongan dalam menghadapi bahayanya. Hal ini disebabkan oleh karena
peringatan hanya dapat diberikan pada saat kebakaran ataupun api telah ataupun
dalam keadaan sedang berlangsung. Sehingga cara yang paling efektif dalam
menghadapi terjadinya bencana kebakaran tersebut adalah dengan menghindari
dan meminimalkan kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya bencana
tersebut.
Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baikyang
menyangkut kerugian (material, stagnasi kegiatan usaha, kerusakan lingkungan,
maupun menimbulkan ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia). Bencana
kebakaran juga merupakan bahaya yang mempunyai dampak yang sangat luas
yang meliputi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalaminya.
Kebakaran yang terjadi dipemukiman padat penduduk ataupun pusat-pusat
kegiatan ekonomi didaerah perkotaan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial,
ekonomi dan psikologis yang luas orang yang mengalami bencana ini, akan bisa
mengalami syok yang berkepanjangan. Sebaliknya, karena bencana kebakaran ini
datangnya tidak umum dan bukan bahaya yang rutin terjadi,kesiapan dan
“interest” masyarakat terhadapnya sangat minim. Akibatnya, bila bahaya ini
terjadi, semakin memperbesar kerugian yang akan dialami.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktorgeologi
(gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencanaakibat hidrometeorologi
(banjir, tanah longsor, kekeringan, angintopan), bencana akibat faktor biologi
(wabah penyakit manusia,penyakit tanaman atau ternak, hama tanaman) serta
kegagalan teknologi(kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi
nuklir,pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkaitdengan
konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yangterbatas, alasan ideologi,
religius serta politik. Sedangkan kedaruratankompleks merupakan kombinasi dari
situasi bencana pada suatudaerah konflik.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang PenanggulanganBencana


mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerahdalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaanpenanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalamPeraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentangPenyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Undang-Undang R.I. No. 28 Tahun 2002, tentang “Bangunan Gedung”,


mengamanatkan 4 faktor utama yang perlu diperhatikan, yaitu Keselamatan,
Kesehatan, Kenyamanan, dan Kemudahan. Disamping itu pula, Undang-Undang
R.I No. 44 Tahun 2009, tentang “Rumah Sakit”, mengamanatkan diperlukannya
persyaratan teknis yang berkaitan dengan “pencegahan dan penanggulangan
kebakaran”.

Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA) adalah salah satu analisis
terhadap bencana yang bertujuan untuk menganalisis bahaya, risiko dan
kerentanan guna mengantisipasi masalah dan solusi yang memungkinkan untuk
menyelamatkan nyawa dan properti, mengurangi kerusakan dan mempercepat
perbaikan pasca bencana disamping menjadi kebutuhan untuk melengkapi
akreditasi Rumah Sakit yang dalam hal ini dikhususkan untuk bencana kebakaran

1.2 Permasalahan

RSUD Kota Padang Panjang belum mempunyai HRVA untuk bencana kebakaran.
HRVA bencana diperlukan untuk kelengkapan akreditasi Rumah Sakit

1.3 Tujuan

Melakukan analisis HRVA bencana kebakaran RSUD Kota Padang Panjang


I.4 Manfaat

1. Mengetahui bahaya potensial kebakaran


2. Mengetahui kerentanan yang terdapat pada RSUD kota Padang Panjang
3. Dapat meminimalkan kerugian dan risiko akibat dampak kebakaran
Kegiatan Minggu 2 3 4 5 6 7 8
1
Orientasi dan pengenalan

Kunjungan lapangan

Pengumpulan dokumen

Analisis risiko

Pengolahan data

Sosialisasi

Tabel 1.1 Rencana Kegiatan


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Kebakaran


2.1.1. Definisi Api
Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa/reaksi kimia yang diikuti oleh
pengeluaran asap, panas, nyala dan gas-gas lainnya. Api juga dapat diartikan
sebagai hasil dari reaksi pembakaran yang cepat (Pusdiklatkar, 2006). Untuk
bisa terjadi api diperlukan 3 (tiga) unsur yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen)
dan sumber panas. Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu
konsentrasi yang memenuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau dikenal
sebagai proses pembakaran (Siswoyo, 2007; IFSTA, 1993).

2.1.2. Teori Segitiga Api (Fire Triangle)


Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran dapat
digambarkan dengan istilah “Segitiga Api”. Teori segitiga api ini menjelaskan
bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya 3 unsur
pokok, yaitu: bahan yang dapat terbakar (fuel), oksigen (O2) yang cukup dari
udara atau dari bahan oksidator, dan panas yang cukup (materi pengawasan K3
penanggulangan Kebakaran Depnakertrans, 2008).
Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur di atas
bertemu akan terjadi api. Namun, apabila salah satu unsur tersebut tidak ada
atau tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi.
Prinsip segitiga api ini dipakai sebagai dasar untuk mencegah kebakaran
(mencegah agar api tidak terjadi) dan penanggulangan api yakni memadamkan
api yang tak dapat dicegah (Karla, 2007; Suma’mur, 1989).

http://www.sc.edu/ehs/training/Fire/01_triangle.htm
Gambar 2.1. Segitiga Api
2.1.3 Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)
Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan ditemukannya unsur
keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia. Konsep ini dikenal dengan
teori tetrahedron of fire. Teori ini ditemukan berdasarkan penelitian dan
pengembangan bahan pemadam bubuk kimia (dry chemical) dan halon
(halogenated hydrocarbon).

Teori tetrahedron of fire ini didasarkan bahwa dalam panas pembakaran yang
normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi menghasilkan beberapa zat
hasil pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap dan gas. Hasil lain dari reaksi ini
adalah adanya radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam bentuk
hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus OH pecah menjadi H2O dan radikal bebas O.
O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses
pembakaran sehingga disebut reaksi pembakaran berantai. (Karla, 2007;
Goetsch, 2005).

2.2. Definisi Kebakaran


Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur (bahan bakar,
oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau
cidera bahkan sampai kematian (Karla, 2007; NFPA, 1986). Menurut Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), kebakaran adalah suatu
peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan kerugian, baik kerugian materi (berupa harta benda, bangunan
fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan lain-lain) maupun
kerugian non materi (rasa takut, shock, ketakutan, dan lain-lain) hingga
kehilangan nyawa atau cacat tubuh yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut.
Sifat kebakaran adalah terjadi secara tidak diduga, tidak akan padam apabila
tidak dipadamkan, dan kebakaran akan padam dengan sendirinya apabila
konsentrasi keseimbangan hubungan 3 unsur dalam segitiga api tidak terpenuhi
lagi.

2.3. Sebab-Sebab Terjadinya Kebakaran


Menurut Agus Triyono (2001), kebakaran terjadi karena manusia, peristiwa alam,
penyalaan sendiri dan unsur kesengajaan.
a. Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti:
 Kurangnya pengertian, pengetahuan tentang penanggulangan bahaya
kebakaran.
 Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat
menimbulkan api.
 Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
b. Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut cuaca dan gunung
berapi, seperti sinar matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir,
angin dan topan.
c. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang-gudang
bahan kimia dimana bahan-bahan tersebut bereaksi dengan udara, air dan
juga dengan bahan-bahan lainnya yang mudah meledak atau terbakar.
d. Kebakaran karena unsur kesengajaan, untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya:
 Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyakan dengan alasan
politis.
 Mencari keuntungan pribadi karena ingin mendapatkan ganti rugi melalui
asuransi kebakaran.
 Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar dokumen
atau bukti-bukti yang dapat memberatkannya.
 Untuk jalan taktis dalam pertempuran dengan jalan bumi hangus

2.4 Klasifikasi Kebakaran


Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran atas dasar
jenis bahan bakarnya. Pengklasifikasian kebakaran ini bertujuan untuk
memudahkan usaha pencegahan dan pemadaman kebakaran (Soehatman Ramli,
2005).
2.4.1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA
Menurut NFPA, kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
1. Kelas A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam
Kelas ini mempunyai ciri jenis kebakaran yang meninggalkan arang dan abu.
Unsur bahan yang terbakar biasanya mengandung karbon. Misalnya: kertas,
kayu, tekstil, plastik, karet, busa, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.
Aplikasi media pemadam yang cocok adalah bahan jenis basah yaitu air.
Karena prinsip kerja air dalam memadamkan api adalah menyerap
kalor/panas dan menembus sampai bagian yang dalam.
2. Kelas B, yaitu kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar.
Kelas ini terdiri dari unsur bahan yang mengandung hidrokarbon dari produk
minyak bumi dan turunan kimianya. Misalnya: bensin, aspal, gemuk, minyak,
alkohol, gas LPG, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.
Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan cair adalah jenis busa.
Prinsip kerja busa dalam memadamkan api adalah menutup permukaan
cairan yang mengapung pada permukaan. Aplikasi media pemadam yang
cocok untuk bahan gas adalah jenis bahan pemadam yang bekerja atas dasar
substitusi oksigen dan atau memutuskan reaksi berantai yaitu jenis tepung
kimia kering atau CO2.
3. Kelas C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan.
Misalnya: peralatan rumah tangga, trafo, komputer, televisi, radio, panel listrik,
transmisi listrik, dan lain-lain. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk
kelas C adalah jenis bahan kering yaitu tepung kimia atau CO2
4. Kelas D, yaitu kebakaran bahan logam
Pada prinsipnya semua bahan dapat terbakar tak terkecuali benda dari jenis
logam, hanya saja tergantung pada nilai titik nyalanya. Misalnya: potassium,
sodium, aluminum, magnesium, calcium, zinc, dan lain-lain.
Bahan pemadam untuk kebakaran logam tidak dapat menggunakan air dan
bahan pemadam seperti pada umumnya. Karena hal tersebut justru dapat
menimbulkan bahaya. Maka harus dirancang secara khusus media pemadam
yang prinsip kerjanya adalah menutup permukaan bahan yang terbakar
dengan cara menimbun. Diperlukan pemadam kebakaran khusus (misal,
Metal-X, foam) untuk memadamkan kebakaran jenis ini.
2.5 Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah semua tindakan yang
berhubungan dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman kebakaran dan
meliputi perlindungan jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta
kekayaan. Pencegahan kebakaran lebih ditekankan kepada usaha-usaha yang
memindahkan atau mengurangi terjadinya kebakaran. Penanggulangan lebih
ditekankan kepada tindakan-tindakan terhadap kejadian kebakaran, agar korban
menjadi sesedikit mungkin (Suma’mur, 1981).
Pencegahan kebakaran pada dasarnya dilakukan sebagai upaya untuk
menanggulangi kebakaran secara dini agar tidak meluas. Untuk mencegah dan
menanggulangi kebakaran perlu disediakan sarana pengaman/ keselamatan
bahaya kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di
tempat yang bersangkutan. Dalam buku Keselamatan Kerja dan Pencegahan
Kecelakaan karangan Dr. Suma’mur dijelaskan bahwa pencegahan kebakaran dan
pengurangan korban kebakaran tergantung dari 5 (lima) prinsip pokok sebagai
berikut:
1. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau keadaan panik.
2. Pembuatan bangunan yang tahan api.
3. Pengawasan yang teratur dan berkala.
4. Penemuan kebakaran pada tingkat awal dan pemadamannya.
5. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai akibat kebakaran
dan tindakan pemadamannya.
Mengingat akibat-akibat dari peristiwa terjadinya suatu kebakaran, berbagai macam
usaha telah dilakukan untuk menanggulangi bahaya kebakaran. Menurut IFSTA dapat
dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
1. Tindakan pencegahan (preventive), yaitu usaha-usaha pencegahan yang
dilakukan sebelum terjadinya kebakaran dengan maksud menekan ataumengurangi
faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kebakaran, antara lain:
• Mengadakan penyuluhan-penyuluhan.
•Pengawasan terhadap bahan-bahan bangunan.
• Pengawasan terhadap penyimpanan dan penggunaan barang-barang.
•Pengawasan peralatan yang dapat menimbulkan api.
•Pengadaan sarana pemadam kebakaran.
• Pengadaan sarana penyelamatan dan evakuasi.
•Pengadaan sarana pengindra kebakaran.
• Mempersiapkan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau prosedur pelaksana.
• Mengadakan latihan berkala.
2. Tindakan represif yaitu usaha-usaha yang dilakukan setelah terjadi kebakaran
dengan maksud evakuasi dan menganalisa peristiwa kebakaran tersebut untuk
mengambil langkah-langkah berikutnya, antara lain:
•Membuat pendataan.
• Menganalisa tindakan-tindakan yang telah dilakukan (kegagalan-kegagalan).
•Menyelidiki faktor-faktor penyebab kebakaran sebagai bahan pengusutan.
3. Tindakan rehabilitasi, yaitu tindakan pemulihan yang dilakukan setelah
terjadinya kebakaran yang dilakukan terhadap suatu kelompok bangunan setelah
dilakukan pemeriksaandan penelitian mengenai tingkat kehandalan bangunan
gedung tersebut setelah kejadian kebakaran sesuai dengan pedoman teknis yang
berlaku.

2.6 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif


Sistem proteksi kebakaran aktif, merupakan sistem perlindungan terhadap
kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat
bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas
pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasipemadaman kebakaran. Yang
termasuk dalam sistem proteksi kebakaran aktif yaitu alarm (audible dan visible),
deteksi/detektor (panas, asap, nyala), alat pemadam api ringan (APAR), hydrant
dan sprinkler.

2.6.1 Alarm Kebakaran


Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) pada suatu tempat atau bangunan
digunakan untuk pemberitaan kepada pekerja/ penghuni dimana suatu bahaya
bermula. Sistem alarm ini dilengkapi dengan tanda atau alarm yang bisa dilihat
atau didengar. Penempatan alarm kebakaran ini biasanya pada koridor/gang-gang
dan jalan dalam bangunan atau suatu instalasi. Sistem alarm kebakaran dapat
dihubungkan secara manual ataupun otomatis pada alat-alat seperti sprinkler
system, detektor panas, detektor asap, dan lain-lain (Soehatman Ramli, 2005).
Sistem alarm kebakaran otomatis dirancang untuk memberikan peringatan kepada
penghuni akan adanya bahaya kebakaran sehingga dapat melakukan tindakan
proteksi dan penyelamatan dalam kondisi darurat (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000).
Komponen alarm kebakaran terdiri dari master control fire alarm, alarm bell, manual
station (titik panggil manual) yang dilengkapi dengan break glass, detektor panas,
detektor asap, detektor nyala, sistem sprinkler. Menurut Perda DKI No. 3 Tahun
1992, instalasi alarm kebakaran harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai.
Sistem alarm kebakaran harus dipasang pada semua bangunan kecuali bangunan
kelas 1a, yaitu bangunan hunian tunggal. Sistem alarm otomatis harus dilengkapi
dengan sistem peringatan keadaan darurat dan sistem komunikasi internal
(Kepmen PU No. 10/KPTS/2000).

2.6.2 Detektor Kebakaran


Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatik, yang dapat
dipilih tipe yang sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapkan dapat mendeteksi
secara cepat akurat dan tidak memberikan informasi palsu (Depnakertrans, 2008).
Detektorkebakaran ini dipasang di tempat yang tepat sehingga memiliki jarak
jangkauan penginderaan yang efektif sesuai spesifikasinya.

2.6.3 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Menurut Permenaker No. Per.04/MEN/1980, alat pemadam api ringan (APAR)
adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan
api pada mula kebakaran. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya,
tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal mula kebakaran.
Keefektifan penggunaan APAR dalam memadamkan api tergantung dari 4 faktor
(ILO, 1989):
1. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran.
2. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAR.
3. Kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada di dalam APAR.
4. Berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya.

2.6.4 Sistem Sprinkler


Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, sprinkler adalah alat pemancar air untuk
pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung
mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merat.
Sprinkler atau sistem pemancar air otomatis bertujuan untuk mencegah meluasnya
peristiwa kebakaran. Sistem sprinkler harus dirancang untuk memadamkan
kebakaran atau sekurang-kurangnya mampu mempertahankan kebakaran untuk
tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepala sprinkler
pecah.

2.7.Program Pemeriksaan dan Pemeliharaan Sarana Proteksi Kebakaran


Penyediaan peralatan kebakaran seperti: APAR, instalasi alarm kebakaran
otomatik, sistem sprinkler, dan lain-lainnya di dalam suatu perusahaan adalah agar
kebakaran di tempat kerja tersebut dapat dihindari atau setidak-tidaknya
dikurangi/diperkecil. Agar maksud tersebut dapat tercapai maka peralatan
kebakaran yang telah disediakan harus selalu dalam keadaan siap untuk digunakan
atau siap bekerja setiap saat (Bahan Training Keselamatan Kerja dan
Penanggulangan Kebakaran, 1987).
Pemerikasaan dan pemeliharaan dilakukan untuk menjaga suatu peralatan tetap
dalam kondisi siap untuk operasi. Pemeriksaan dapat berupa inspeksi visual
ataupun teknis. Inspeksi visual dilakukan untuk melihat kondisi fisik dan
kelengkapannya dan dilaksanakan secara berkala sesuai kebutuhan. Sedangkan
inspeksi teknis dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kehandalan serta
dilaksanakan minimum satu kali setahun atau sesuai peraturan yang berlaku.

Tabel 2.1 Ketentuan Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan Pemadam Kebakaran


No Elemen Inspeksi dan Pemeliharaan
1 Detektor dan alarm kebakaran. Pemeriksaan awal disaat detektor dan alarm
diserahterimakan dan setiap 1 tahun sekali
Komponen : (meliputi uji fungsi secara keseluruhan).
• Saklar, lampu, power supply • Mingguan
• Control Unit Trouble Signals • Mingguan dan setiap 6 bulan
• Emergency voice/alarm • Setiap 6 bulan
communication equipment
• Remote announciator • Setiap 6 bulan
2 Alat Pemadam Api Ringan Setiap 6 bulan sekali meliputi uji
(APAR) fungsi/tes APAR.
Komponen :
• Fisik : tabung, segel, selang, • 1 bulan sekali
tekanan • 1 bulan sekali
• Label APAR (pada tempatnya)
3 Sprinkler
• Pressure gauge (wet pipe • 1 bulan sekali
system) • 1 tahun sekali
• Pipa dan sambungan pipa • 1 tahun sekali
• Valve kontrol • 4 bulan sekali & tes alarm setiap 6 bulan
• Alarm sprinkler sekali
• Aliran utama (main drain) • Test setiap 1 tahun sekali
Sumber : Siswoyo, 2007; NFPA 72: National Fire Alarm Code, NFPA 10: Standard for
Portable Fire Extinguishers, dan NFPA 13 Installation of Sprinkler Systems. 2002.

2.8. Manajemen bencana


Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan
perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management
policies).

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan pra-bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,


kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue
(SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan
pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian
penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat
terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.
Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan
yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat
guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat
yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana
pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-
kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga
perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma
atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana
adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak
bencana yang terjadi.

2.8.1 Mitigasi Bencana


Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi
bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan
oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan
tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko-risiko dampak dari suatu bencana yang
dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan risiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti
membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat
dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah
bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui
melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan
masyarakat dan pemerintah daerah.

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya (hazard assessment); diperlukan untuk mengidentifikasi


populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini
memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas
kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini
menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang
kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang
diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb).
Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai
peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk
memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat.
Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan
secara cepat, tepat dan dipercaya.
3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur
mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan
pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan
pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus
melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya


sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan
lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum
dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta
usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana
dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).

2.9 Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA)

HRVA bertujuan untuk menganalisis bahaya, risiko dan kerentanan guna


mengantisipasi masalah dan solusi yang memungkinkan untuk menyelamatkan
nyawa dan properti, mengurangi kerusakan dan mempercepat perbaikan pasca
bencana.

Risiko adalah konsep total dari kemungkinan terjadinya suatu hazard ( likelihood)
dan keparahan akan dampak yang ditimbulkan ( severity).

2.9.1 Tahap dalam HRVA

Terdapat 8 tahap dalam pembuatan HRVA menurut Ministry of Public Safety and
Solicitor General, British Columbia, yaitu:

1. Administration
Dalam tahap ini dilakukan pembentukan panitia, penyusunan checklist dan
melakukan pertemuan mengenai bagaimana HRVA akan dijalankan
2. Training
Pada tahap training dilakukan peninjauan mengenai tujuan yang akan dicapai,
proses HRVA, pelatihan penilaian risiko dan juga peninjauan kembali checklist
lapangan
3. Gather risk information
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan checklist informasi penemuan di
lapangan , informasi risiko dan denah
4. Hazard and vurnerability indentification
pada tahap ini dilakukan peninjauan terhadap checklist lapangan, definisi
hazard, identifikasi hazard serta pemetaan hazard dan kerentanan
5. Risk analysis
Pada analisis risiko dilakukan penilaian risiko secara kualitatif dengan
memperhitungkan kemungkinan kejadian (likelihood) dan keparahan (severity)
6. Risk evaluation
Evaluasi risko dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap profil risiko,
pengukuran reduksi risiko (risk reduction measures)
7. Public consultation plan
Tahap ini membutuhkan keberadaan stakeholder dan menginformasikan hasil
penemuan mengenai risiko bahaya yang tinggi dan mmbuat rencana tindakan
8. Action plans
BAB 3

HASIL OBSERVASI

3.1 Profil Rumah Sakit

Pada saat berdiri tanggal oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu
Selanjutnya sebagai Soft Opening pada tanggal 1 Maret 2003 terjadi perubahan
nama yaitu RSUD Padang Panjang dan pada tanggal 17 Juli 2007 secara resmi
ditetapkan perubahan nama tersebut oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Dengan berjalannya waktu dan peraturan yang ada dari pemerintah
tahun 2009 menjadi Rumah Sakit Umum Kota Padang Panjang Gedung Rumah
sakit Umum Kota Padang Panjang terdiri dari 3 lantai dan saat ini membuka kamar
perawatan sebanyak tempat tidur yang terdiri dari VIP, kelas I,II, III,
ICU.Disamping itu juga terdapat Poli rawat jalan Spesialis, Poli Umum, IGD, dan
Penunjang Medik ( Laboratorium, Radiologi, Apotik ), Rekam Medik.
STRUKTUR ORGANISASI PENANGANAN BENCANA RUMAH SAKIT UMUM KOTA

PADANG PANAJNG

KOMANDAN RS

KOMANDAN
BENCANA

KETUA KETUA

MANAJEMEN SUPPORT MEDICAL SUPPORT

TIM PRA-HOSPITAL TIM AMBULANCE


KEUANGAN MOBILISASI DANA TIM MEDIS

ANGGARAN TIM PENUNJANG

SDM TIM PRA-HOSPITAL


SDM RS
RELAWAN
TIM PENANGANAN
LOGISTIK dan EMERGENCY
OPERASIONAL
PENGADAAN TIM KAMAR OPERASI

GIZI TIM ICU

KEAMANAN- TIM RUANG


LALU -LINTAS RAWAT
PERENCANAAN
TIM RAWAT
DATA, INFORMAS JALAN
DAN DOKUMENTASI
TIM FORENSIK
SANITASI KEBERSIHAN
TIM EVAKUASI
GEDUNG, ALAT DAN
PEMELIHARAAN

MEDIS DAN KAMAR JENAZAH


PENUNJANG LABORATORIUM DONASI
MMMM REKAM MEDIK
FARMASI DAN
ALKES

CSSD

RADIOLOGI

SURVEILANCE

KONSELING

KEPERAWATA
N
INFORMASI
MOBILISASI PASIEN
3.1.1 Profil bangunan

Luas area bangunan


Luas lapangan parkir
Bentuk bangunan Gedung 4 lantai
Jenis bangunan Beton dengan beberapa menggunakan penyekat dari gipsum
(terutama Lt.3)
Lingkungan sekitar Sebelah utara : perumahan penduduk, lapangan bola
Sebelah timur: perumahan penduduk, persawahan
Sebelah barat: perumahan penduduk dan persawahan
Sebelah selatan :sawah,bukit,perkebunan masyarakat
Jumlah ruangan Lantai 1 terdiri dari: Lobby, Ruang tunggu, ipsrs, ipam, cssd,
instalasi gizi laundry, vip, apotik vip,
Lantai 2: gudang farmasi, ruanagan rawat inap Kelas 1-3,
fisioterapy,gudang atk, hd,kantor
Lantai 3 : ruangan rawatan, poli, rekam medis,
bank,kasir,ok,apotik,labor,
Lantai 4 : ruangan komite keerawatan, ruang komite medis

Lift Jumlah 2 buah dan terdapat pada 2 lokasi. Lokasi 1


padaruangan coridor bedah dan interne,I buah pada corridor
paru,vip,hd
Pintu pintu masuk
1 pasang pintu kaca di ruangan poli, 1 pasang pintu kaca
pada lobby vip, 1 pasang pintu kaca pada lobby rekam medis
dan 1 pasang pintu kaca pada UGD dengan lebar ±1,5 m
yang dapat dibuka keduanya.
Jendela Jendela kaca yang tidak dapat dibuka pada lobby. Terdapat
jendela kaca pada ruangan poli. Jendela vertikal yang dapat
dibuka pada setiap ruang rawat inap
Listrik PLN: 1000 KVA
Genset: 350 KVA
Genset berjumlah 3 buah dengan waktu back up 5-7 detik ( 3
detik)
UPS ( Lab, OK, ICU)
3.1.2 Profil pekerja

Jumlah karyawan Jumlah 439orang dengan rincian:


12 orang dokter umum, 17orang dokter spesialis, 119 pns,
52 ptt, 12 orang bidan pns 4 orang bidan ptt,6 orang
apoteker pns 1 orang apoteker ptt, 22 orang asisten apoteker
pns, 6 orang asisten apoteker ptt, 8 ahli gizi , 164 orang non
medis, 5 orang fisioterapis pns I orang ptt, petugas labor 9
orang pns,1 orang ptt

3.1.3 Profil pengunjung

Jumlah pasien (Laporan tahunan Kunjungan klinik : 61520 orang dengan


2016) kunjungan terbanyak pada klinik Penyakit
Dalam, Kebidanan dan hemodialisa
UGD: 12103
Rawat inap: 7095orang
Usia pasien Bayi, anak, dewasa, manula.

3.2. Fasilitas umum disekitar lingkungan rumah sakit

Jalan utama padang panjang solok Berhadapan langsung dengan Rumah Sakit
Perumahan penduduk 10 m
Warung-warung kecil Didepan RSUD
Puskesmas gunung 5 km
Pemadam kebakaran kota padang ± 8 km
panjang

Kantor Polisi 10 km
Pasar 7 km
Masjid Dilingkungan rsud
Gereja 6 km

3.3 Sarana dan prasarana proteksi kebakaran

3.3.1 Sistem Proteksi Aktif

Sistem deteksi dan alarm Tidak ada


kebakaran.
Alat pemadam api ringan (APAR) 6 buah pada setiap lantai. Terdapat SOP
kalibrasi, checklist pemeliharaan rutin yang
dilakukan setiap bulan dan manual
penggunaan
Sistem pipa tegak dan slang Tidak berfungsi
kebakaran (hidran gedung).
Sistem sprinkler otomatik. Tidak berfungsi
Sistem tangki air pemadam Tidak ada
kebakaran.
Sistem ventilasi dan pembuangan Terdapat disetiap lantai
asap kebakaran.

3.3.2 Sistem Prokteksi Pasif

Ruang tangga darurat Terdapat disetiap lantai ( 2 buah dengan lebar


tangga ±1 m
Tanda dan arah EXIT Terpasang dengan jelas disetiap lantai

Titik kumpul Terpasang pada lantai dasar dan halaman


parkir tempat titik kumpul berada
Tanda jalur evakuasi dan koridor Terdapat disetiap lantai menggunakan bahan
crilic
Pintu tangga kebakaran Terdapat disetiap lantai
Lampu penerangan darurat Tidak ada
Pressurizing fan Terdapat disetiap lantai
Bukaan-bukaan vertikal Menghadap keluar, terdapat disetiap ruang
rawat

3.4 Analisis kemungkinan dampak bencana

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana dan kerentanan masyarakat, akan


dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko
yang berbeda. Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi
risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat
kerentanan masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya.
Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
risiko yang dihadapinya.

Menurut Emergency Program Management Regulation of the Emergency Program


Act,British Columbia, bahaya bencana dikelompokkan menjadi:
Tabel 3.2 Pengelompokan bahaya bencana

Hazard Groups Hazard


Kecelakaan Kecelakaan lalu lintas (tabrakan)
Kecelakaan pesawat terbang
Atmosfir Angin ribut
Tornado
Petir dan guntur
Badai
Bendungan Bendungan jebol
Penyakit dan epidemik Penyakit pada manusia
Penyakit pada hewan
Penyakit pada tanaman

Ledakan dan emisi Kebocoran gas


Kebocoran pipa

Kebakaran Kebakaran gedung


Kebakaran lingkungan sekitar
Geologis
Bahan berbahaya Tumpahan B3
Radiasi
Hidrologis Banjir
Sumber listrik Hubungan pendek arus listrik
Huru-hara Huru hara
Seismik Gempa bumi
Tsunami
Benda luar angkasa Jatuhnya benda luar angkasa
Struktural Bangunan rubuh
Terorisme Penyekapan, penyanderaan

Adapun bahaya bencana yang memiliki kemungkinan untuk terjadi di lingkungan RSUD
Kota Padang Panjang adalah:

1. Kebakaran
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim
kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya
pembangunan gedung atau pemukiman yang tidak mengikuti standar
keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik,
meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin, untuk penerangan
merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman atau gedung.

2. Radiasi
Fasilitas pemeriksaan penunjang yang digunakan di RSUD Kota Padang
Panjang alat rontgen yang berpotensi mengakibatkan bahaya radiasi bagi
operator dan pasien.

4. Gempa
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau
kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum
lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, jaringan listrik dan
telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban
akibat timbulnya kepanikan.

5. Gunung Meletus
Bencana yang dapat timbul dari gunung meletus adalah larva dan abu vulkanik
karna padang panjang dikelilingi oleh 2 gunung aktif merapi dan singgalang

Dalam HRVA dinilai adanya kemungkinan (likelihood) terjadinya bencana dan


keparahan (severity) yang ditimbulkan dimana keparahan yang ditimbulkan
dikelompokkan lagi kedalam 7 kategori, yaitu fatality, injury, critical facilities, lifelines,
property, environment, economic dan social impacts.

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran


risiko yang dihadapi oleh RSUD Kota Padang Panjang. Sebagai langkah sederhana
untuk pengkajian risiko adalah pengenalan ancaman di RSUD Kota Padang Panjang.
Semua ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan
terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :

Sumber: Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and
Solicitor General. British Columbia. 2003

Keterangan:
Frequent or very likely to occur(6) memiliki pengertian bahwa suatu kejadian
seringkali terjadi dan biaanya memiliki angka kecelakaan terdata. Sebagai contoh
sebuah daerah memiliki kejadian banjir setiap tahun.

Moderate or likely to occur(5) memiliki riwayat data tetapi terjadi antara 3-10 tahun.

Occasional or slight chance(4) berarti suatu kejadian terjadi jarang, mungkin terdapat
sedikit data kejadian dan intervalnya antara 10-30 tahun.

Unlikely or improbable(3) terjadi sangat jarang, antara 30-100 tahun sekali.

Highly unlikely or rare events(2) memiliki interval waktu 100-200 tahun sekali

Very rare events(1) berarti suatu kejadian hanya terjadi diatas 200 tahun sekali.

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu
memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

 Jumlah korban;
 Kerugian harta benda;
 Kerusakan prasarana dan sarana;
 Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
 Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Terdapat tujuh kategori dampak yang dinilai untuk setiap bahaya, yaitu:
 fatality;
 injury;
 critical facilities;
 lifelines;
 property;
 environment;
 economic & social impacts.
Maka akan didapatkan tabel sebagaimana yang terdapat di bawah ini :
NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK

1 kebakaran 4 • fatality: 2
• injury: 2
• critical facilities: 3
• lifelines: 2
• property: 2
• environment: 2
• economic & social
impacts: 2
2 gempa 3 • fatality: 1
• injury:2
• critical facilities: 3
• lifelines: 2
• property: 2
• environment: 2
• economic & social
impacts: 2

Berdasarkan hasil analisis kemungkinan bencana, gempa masih memiliki kemungkinan


yang paling besar di karenakan padang panjang berada pada patahan semangka diikuti
oleh kebakaran dimana dampak akibat kebakaran menyebabkan kerusakan pada
fasilitas penting (critical facilities)yang cukup besar sehingga bahayakebakaran tidak
dapat diabaikan
3.5 Kerentanan (vulnerability)
Ketentanan didefinisikan sebagai orang, properti, infrastruktur, industri dan sumber daya
atau lingkungan yang berkontak atau mengalami dampak dari kejadian bencana.
Beberapa contoh kerentanan adalah:

Social Physical
• Confined – penitentiaries or • Bridges
jails • Communications systems –
• Elderly – group homes or telephone, radio, cellular,
retirement complex television
• Gender – mothers and • Critical infrastructure
children, violence against • Gas and oil transmission and
women distribution pipelines
• High density – shopping • Hazardous waste sites
malls, theatres, stadiums, high- • Historic sites
rise buildings • Mobility of population
• Infirm – hospitals • Power transmission towers
• Language – ethnic centres • Property and infrastructure in
• Persons with disabilities – close proximity to hazard
vision, hearing, mobility, • Trailer parks and
mental, dependency campgrounds
• Young – schools or recreation • Transportation – routes,
centre terminals, systems: road, rail,
air, water
• Water reservoirs and hydro
dams

Economic Environmental
• Farm land and animals • Areas of biodiversity and
• Lack of economic diversity – ecological value – wetlands
single major employer or • Parks
tourism • Resource degradation or
• Limited access to credit depletion – forests
• Minimal access to critical • Sensitive areas – coastline or
services fisheries
No insurance
• Poor – social housing or low-
rent areas
Sumber: Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and
Solicitor General. British Columbia. 2003

Kerentanan dapat dibagi menjadi kerentanan eksternal dan internal. Kerentanan


internal berasal dari dalam Rumah Sakit sedangkan kerentanan eksternal berasal
dari lingkungan luar sekitar Rumah Sakit.
Adapun kerentanan yang terdapat pada RSUD Kota Padang Panjang
1. Sosial
Kerentanan internal: RSUD Kota Padang Panjang memiliki kunjungan pasien
yang terbanyak berasal dari poliklinik Penyakit Dalam diikuti oleh Kebidanan dan
Anak dimana sebagian besar pasien berasal dari kalangan manula, ibu hamil,
bayi dan anak-anak . Pasien manula memiliki mobilitas yang terbatas saat
evakuasi kejadian bencana. Pasien ICU dan pasien dalam ruang operasi tidak
dapat melakukan mobilitas sendiri saat terjadinya bencana. Pasien hemodialisa
juga memiliki mobilitas terbatas saat terjadinya bencana.
Terdapatnya badan independent (tenant, minimarket), dan jasa cleaning service
yang menggunakan sistem outsourcing di dalam rumah sakit memiliki turn over
karyawan yang tinggi. Karyawan jasa cleaning service tidak diikutkan di dalam
pelatihan kebakaran membuat pengetahuan dan sikap tanggap bencana menjadi
kurang.
Kerentanan eksternal: N/A

2. Fisik
Kerentanan internal: Lebar tangga darurat adalah ±100cm dimana ketentuan dari
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
Standar K3 di Rumah Sakit adalah lebar tangga minimal 120 cm jalan searah
dan 160 cm untuk jalan dua arah membuat jalur evakuasi menjadi terbatas.
Tidak tersedianya jalur landai (ramp) untuk evakuasi pasien tirah baring
mempersulit evakuasi saat terjadinya bencana.Hanya terdapat APAR (Alat
Pemadam Api Ringan) di daerah sekitar. Sumber air untuk keadaan darurat
hanya terdapat pada air kran setempat.
Tidak terdapat penerangan pada beberapa pada lantai tangga darurat dan
penggunaan petunjuk fluorescence yang cukup membuat evakuasi saat
bencanamenjadi lebih sulit
Kerentanan eksternal : N/A
3. Ekonomi
Kerentanan internal dan eksternal: N/A
4. Lingkungan
Kerentanan internal: Ruang ICU dimana terdapat pasien tirah baring yang tidak
dapat melakukan mobilitas sendiri saat kejadian bencana terletak di lantai 3
dimana evakuasi menjadi lebih sulit.
Instalasi linen yang terletak terpisah dari gedung Rumah Sakit berada di dalam
kompleks perumahan penduduk.
Kerentanan eksternal: N/A

Gambar 3.3. Tangga darurat


3.6 Identifikasi bahaya potensial kebakaran

Lantai 1

RUANGAN HAZARD RESIKO

IPSRS panel listrik, alat Kebakaran


elektronik. Kabel gulung

IPAM panel listrik, alat Kebakaran


elektronik. Kabel gulung

Gizi panel listrik, alat Kebakaran, ledakan


elektronik. Kabel tabung gas
gulung,gas LPG

Loundri panel listrik, alat kebakaran


elektronik. Kabel gulung

CSSD panel listrik, alat Kebakaran


elektronik. Kabel gulung,
alat sterilisasi

vip Panel listrik, tabung Kebakaran


oksigen

Apotik vip - -

kantor Panel listrik, alat-alat kebakaran


elektronik, kabel gulung,
steker paralel

Lantai 2

Ruangan Hazard Resiko


Gudang B3, panel listrik, kabel gulung kebakaran
Farmasi
Gudang Alat elektronik Kebakaran
ATK
Fisioterapi Kabel gulung, alat fisioterapy kebakaran
Paru Panel listrik, tabung o2 yang mudah kebakaran
meledak
HD Panel listrik, alat cuci Kebakaran
darah,elektronik,tabung O2
Poli gigi Panel listrik, alat elektronik Kebakaran
Medical N/A N/A
check up

LANTAI 3

Ruangan Hazard Resiko

Poliklinik N/A N/A


Apotik B3, elektronik Kebakaran
Radiologi Radiasi Kebakaran
Labor B3, barang elektronik,mesin labor kebakaran
Poli Anak N/A N/A
Ruangan Tabung oksigen yang mudah meledak kebakaran
bedah/mata/tht
Ruanagan Kabel gulung, steker cabang , incubator, Kebakaran
anak infarm warmer,
Kebidanan Alat medis, suction Kebakaran
Poli USG Kebakaran
kebidanan
Rekam Computer, alat-alat elektronik Kebakaran
medis
Kasir Computer, Kebakaran
Bank Computer kebakaran

lantai 4

Ruangan Hazard Resiko

Interne Tabung oksigen Kebakaran


wanita

Interne pria Tabung oksigen Kebakaran


Icu Alat elektroniik,monitor,syringe pump Kebakaran
Apotik Computer kebakaran
interne dan
icu
Komite N/A N/A
keperawatan
Komite N/A N/A
medik

Keterangan: lantai 1 di bawah vip belum beroperasi

Lingkungan sekitar Rumah Sakit

Daerah HAZARD Risiko

Tempat Gardu listrik PLN wilayah Padang Panjang Korsleting , kebakaran


parkir
Mobil, motor yang terparkir Ledakan, kebakaran
Panel listrik Korsleting, kebakaran
Puntung rokok yang masih menyala Kebakaran

Keterangan: instalasi linen dan laundry sudah dipindahkan ke rumah asrama disebelah
rumah sakit dimana pengolahan laundry sudah dikerjakan oleh pihak ketiga dan rumah
sakit hanya melakukan penyeleksian linen dan tidak ada proses yang dilakukan oleh
rumah sakit

Gambar 3.5. Tabung oksigen dan LPG pada Ruang IPSRS


Gambar 3.6. Papan penutup lantai hilang

Gambar 3.7. Penggunaan kabel gulung pada ruang IPSRS

Gambar 3.8.Penggunaan steker cabang dan steker paralel


3.7 Analisis hazard dan risiko

N Hazard Detail skenario termasuk Kemungki Konsekuensi


o dampak dan kerentanan nan keparahan
1 Kebakaran akibat Kebakaran menyebabkan 4 • fatality: 2
ledakan tabung kerusakan sarana dan • injury: 2
LPG prasarana RS, korban jiwa • critical facilities: 1
• lifelines: 2
• property: 2
• environment: 1
• economic &
social impacts: 1
2 Tumpahan bahan Tumpahan B3 menyebabkan 3 • fatality: 1
kimia (B3) yang kemungkinan kebakaran jika • injury: 1
mudah terbakar terdapat sumber api disekitar • critical facilities:
tumpahan (contoh: puntung 1
rokok) • lifelines: 1
• property: 1
• environment: 1
• economic &
social impacts: 1
3 Kebakaran akibat Kebakaran menyebabkan 3 • fatality: 2
penggunaan kerusakan sarana dan • injury: 2
steker cabang, prasarana, korban jiwa RS • critical facilities:
kabel roll, serta lingkungan sekitar 3
korsleting listrik di • lifelines: 3
panel listrik,dan • property: 2
gardu listrik, ruang • environment: 2
server, ruang • economic &
genset social impacts: 1
4 Ledakan tabung Ledakan menyebabkan 2 • fatality: 2
gas akibat kebakaran yang • injury: 2
kebocoran pipa mengakibatkan kerusakan • critical facilities:
sarana dan prasarana, korban 3
jiwa • lifelines: 2
• property: 2
• environment: 2
• economic &
social impacts: 1
5 Kebakaran akibat Puntung rokok yang dibuang 3 • fatality: 1
puntung rokok sembarangan memicu • injury: 1
yang masih terjadinya kebakaran jika • critical facilities: 1
menyala didekatnya terdapat bahan • lifelines: 1
yang mudah terbakar • property: 1
• environment: 1
• economic &
social impacts: 1
Keterangan

LIKELIHOOD

6:Frequent or Very Likely

5:Moderate or Likely

4:Occasional, Slight Chance

3:Unlikely, Improbable

2:Highly Unlikely (Rare Event)

1:Very Rare Event

CONSEQUENCE:IMPACT & VULNERABILITY

4:Very High

3:High

2:Low

1:Very Low

Berdasarkan analisis hazard dan risiko yang terdapat di RSUD Padang Panjang
ditentukan penilaian risiko secara kualitatif dengan memperhitungkan kemungkinan dan
konsekuensi menggunakan profil risiko sebagaimana rekomendasi dari Ministry of
Public Safety and Solicitor General, British Columbia didapatkan hasil sebagai berikut:
Grafik 3.1 Profil Risiko Kebakaran RSUD Kota Padang Panjang

Kebakaran akibat ledakan tabung LPG merupakan risiko yang paling besar dengan
kemungkinan kejadian 4 dan konsekuensi keparahan 2 untuk masing-masing kategori
fatality, injury, lifelines dan property.
3.8 Risk reduction measures

No Hazard Risk Reduction Measures


1 Ledakan tabung LPG di dapur SOP Pemeliharaan LPG, sosialisasi
penggunaan dan pemasangan LPG yang
benar
2 Tumpahan B3 yang mudah SOP B3, MSDS, Rambu peringatan,
terbakar sosialisasi penggunaan dan penyimpanan
3 Kebakaran akibat penggunaan SOP Pemeliharaan.Penyediaan steker listrik
steker cabang dan kabel roll. sesuai keperluan. Penggunaan daya sesuai
Korsleting gardu listrik dan kapasitas. Pemeliharaan berkala, koordinasi
hubungan pendek kabel listrik dengan PLN setempat
dan
4 Ledakan tabung gas SOP Pemeliharaan, pengecekan berkala
5 Puntung rokok Kebijakan dilarang merokok, tanda dilarang
merokok, pengawasan petugas rumah sakit

Gambar 3.9. Checklist pemeliharaan rutin dan instruksi penggunaan APAR


3.9 Checklist informasi risiko

Informasi Status Keterangan


Denah wilayah Tersedia Terlampir
Rujukan dan no telp Tersedia Tersedia di operator
penting
Denah rumah sakit Tersedia Berbentuk print out yang ditempel
ditiap lantai (tanpa skala)
Denah fasilitas proteksi Tersedia Keterangan tercantum bersama
kebakaran dengan denah RS
Denah jalur evakuasi Tersedia Berbentuk print out yang ditempel
ditiap lantai (tanpa skala)
Sistem proteksi kebakaran Tersedia Terdapat APAR di tiap ruangan
Emergency Response Tersedia ERP bencana kebakaran
Plan (ERP)
Disaster plan Tersedia Bencana internal: kebakaran,gempa
bumi,kebocoran gas,ledakan
- Bencana eksternal

Standar Prosedur Tersedia SPO Pencegahan dan


Operasional (SPO) Penanggulangan Bencana
1. SPO Pengendalian dan
Penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan regu APAR
2. SPO Pengendalian dan
Penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan regu Hydrant
3. SPO Pengendalian dan
penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan regu P3K
4. SPO Pengendalian dan
Penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan regu Evakuasi
5. SPO Pengendalian dan
penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan oleh regu Penyelamat I
6. SPO Pengendalian dan
Penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan regu penyelamat 2
7. SPO Pengendalian dan
Penanggulangan kebakaran yang
dilakukan Kepala Peran Lantai
8. SPO mencegah kebakaran di unik
OK
9. SPO evakuasi pasien
SPO Pengendalian dan
Penanggulangan Kebakaran yang
dilakukan Koordinator Peran
Kebakaran

Ahli K3 Tersedia
Struktur K3 Tersedia Terlampir
Rantai komando bencana Tersedia Terlampir
Pelatihan dan drilling Pelatihan Melibatkan seluruh staff rumah sakit
kebakaran dilakukan 1 tanpa karyawan luar(ousourcers)
tahun sekali,
dokumentasi
tersedia
MOU pelatihan kebakaran Tersedia Ikut dalam pelatihan
dengan badan independen adendum
(tenant)
Sosialisasi karyawan baru Tersedia Tersedia daftar dan jadwal
sosialisasi RS secara umum
(termasuk K3)
Checklist penilaian Tersedia Layout
kejadian Rancangan listrik
Rancangan keselamatan kebakaran
Penggunaan LPG
Rencana emergensi
Rancangan pertolongan pertama
\
Gambar letak APAR, hydrant, jalur evakuasi dan titik kumpul
BAB 4

REKOMENDASI

1. Jalur landai (ramp) sebaiknya tersedia pada setiap lantai guna memudahkan
evakuasi pasien tirah baring atau pasien yang tidak melakukan mobilisasi
sendiri terutama pasien-pasien yang rentan seperti pasien ICU, operasi, dan
pasien dengan kursi roda.
2. Lebar tangga darurat sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan dari
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
Standar K3 di Rumah Sakit adalah lebar tangga minimal 120 cm jalan searah
dan 160 cm untuk jalan dua arah untuk memudahkan evakuasi.
3. Tangga darurat untuk jalur evakuasi sebaiknya diberikan penerangan yang
cukup danpenambahan pemasangan sticker fluorescence sebagai penunjuk
arah ketika terjadi bencana kebakaran
4. Ruang rawat inap per lantai sebaiknya dikategorikan sesuai dengan kategori
perawatan dan pasien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan dengan
mobilitas terbatas sebaiknya ditempatkan di lantai 2 untuk memudahkan
evakuasi saat bencana
5. Pengukuran dan pengecekan tangki air untuk kebakaran sebaiknya dilakukan
secara berkala.
6. Pelatihan tentang kebakaran sebaiknya diikuti oleh seluruh anggota rumah
sakit termasuk cleaning service, dan badan independent (mini market, dan
tenant) dimana turnover karyawan pada pihak tersebut cukup besar,
Untuk badan independent diperlukan suatu MOU atau addendum dan surat
tugas, untuk keharusan atau kewajiban dalam mengikuti pelatihan
penanggulangan bencana
7. Ruang IPSRS sebaiknya dilakukan perbaikan dan penataan kembali
dikarenakan masih terdapat bahan dan barang yang berpotensi untuk
terjadinya kebakaran ( tabung gas, bahan kimia, kabel listrik).
8. Hindari penggunaan steker listrik bercabang dan kabel roll untuk mengurangi
risiko terjadinya kebakaran.
DAFTAR REFERENSI

1. Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and
Solicitor General. British Columbia. 2003 Edition.

2. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran Aktif.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

3. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia. 2010

4. Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Tinggi. Dinas Pemadam


Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. 2012

5. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang


Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan
6. Standard for the Instalation of Sprinkler Systems.NFPA 13. 1999 Edition.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 02/Men/1983 tentang Instalasi
Kebakaran Otomatik
8. Ratri Fatmawati. Audit Keselamatan Kebakaran di Gedung PT.X. Universitas
Indonesia. 2009 .
SKENARIO

Sebuah ledakan terdengar diikuti dengan teriakan adanya kebakaran. Ledakan tersebut
ternyata berasal dari dapur. Seorang staff rumah sakit berteriak adanya korban di
dalam dapur dan membutuhkan pertolongan sementara api terus membesar. Saat itu
dapur sedang aktif memasak makanan untuk makan siang. Tidak diketahui pasti berapa
banyak orang yang berada di dapur saat kejadian. Seorang satpam yang sedang
berjaga kemudian langsung mengambil APAR untuk memadamkan api tetapi api terlalu
besar untuk dipadamkan, sehingga pemadaman gagal. Saat itu rumah sakit sedang
ramai, pasien dan pengunjung berteriak panik dan berlarian berusaha menyelamatkan
diri sehingga suasana kacau. Asap mulai menyelubungi lantai dasar. Sistem sprinkler
tidak berfungsi. Listrik mendadak mati. Terdengar satu lagi ledakan susulan dari dalam
dapur, belum ada seorangpun yang berhasil masuk ke dalam dapur karena api terlalu
besar dan takut adanya ledakan susulan.

Keterangan: saat itu ruang hemodialisa penuh pasien, di lantai 2 kamar operasi sedang
berlangsung 1 operasi appendicitis dan 2 operasi caesar. Di UGD terdapat 2 pasien
korban kecelakaan yang sedang dilakukan pertolongan oleh dokter dan staff UGD.
Sebagian staff rumah sakit berikut dokter sedang mengikuti pelatihan di lantai 8
sehingga staff di lantai dasar kurang.

Apa yang seharusnya dilakukan?

Anda mungkin juga menyukai