a. Pengertian Filsafat b. Filsafat Pancasila c. Hakikat Sila- sila Pancasila
Secara etimologis, istilah “filsafat” yang merupakan padanan kata falsafah
(bahasa Arab) dan philosophy (bahasa Inggris), berasal dari bahasa Yunani (philosophia). Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Philos artinya kekasih/sahabat sedangkan sophia artinya kebijaksanaan/kearifan/pengetahuan. Jadi, secara harfiah, filsafat berarti mencintai kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan. Apabila mengacu kepada orangnya, maka disebut filsuf (Rapar, 1996). Kata “filsafat” pertama kali diutarakan oleh Phytagoras tapi filsuf pertama yang diakui Yunani adalah Thales. Banyak pandangan pakar yang menginterpretasikan mengenai definisi dari kata “filsafat”. Dari sepuluh macam definisi yang diungkapkan para ahli, esensi dari kata “filsafat” itu telah diperoleh menjadi sebuah telaah kefilsafatan tentang suatu objek tertentu berdasarkan pemikiran terdalam/radic dengan menggunakan hukum skeptis dan dialektika untuk melahirkan suatu ilmu yang berlandaskan objeknya terhadap Tuhan, alam, dan manusia. Dengan demikian, dapat diperoleh suatu pengertian universal mengenai filsafat, yakni sebuah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar (Latif, 2016). Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Dikatakan sebagai filsafat sebab Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam oleh para the founding fathers. Filsafat Pancasila merupakan refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok- pokok pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Dapat dikatakan pula bahwa sebuah filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah tentang hakikat dari Pancasila itu sendiri (Herdiawanto, 2018). Pancasila sebagai falsafah juga dapat diartikan sebagai kemampuan rohani bangsa Indonesia melakukan pemikiran yang sedalam- dalamnya tentang kebenaran Pancasila sebagai landasan yang mengandung nilai- nilai luhur bangsa Indonesia, seperti teposusilo, tepotulodo, tepopalupi. Filsafat Pancasila memiliki fungsi dan peranan sebagai pedoman serta pegangan dalam berbagai hal mencakup sikap, tingkah laku, dan perbuatan sehari- hari dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa terus tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh kembangnya bangsa Indonesia (Setijo, 2009). Nilai-nilai Pancasila menjadi sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya. Berkaitan dengan hal ini, maka paradigma pembangunan nasional harus berlandaskan Pancasila termasuk kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu proses perubahan dalam suatu bidang tertentu. Maka dari itu, segala aspek pembangunan nasional yang berdasarkan hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila dalam mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia juga secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia. Hakikat filsafat Pancasila itu merupakan bentuk pemadatan atau kristalisasi dari keyakinan hidup beragama bangsa Indonesia serta adat istiadat dan kebudayaan bangsa (Yassa, 2018). Setiap sila dalam Pancasila memiliki nilai serta maknanya tersendiri. Sila pertama menjelaskan tentang kita sebagai manusia yang diciptakan wajib menjalankan perintah- Nya dan menjauhi larangan- Nya serta berhak untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Sila kedua menjelaskan bahwa kita sesama manusia mempunyai derajat yang sama di hadapan hukum. Sila ketiga menjelaskan makna persatuan hakikatnya adalah satu yang artinya bulat tidak terpecah. Dalam sila keempat dijelaskan tentang demokrasi, kebersamaan dalam mengambil keputusan dan penanganannya, serta kejujuran bersama. Terakhir pada sila kelima dijelaskan tentang kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat termasuk kekayaan dan sebagainya yang dipergunakan untuk kebahagiaan bersama (Aminullah, 2018). Secara kultural, hakikat dasar- dasar pemikiran dan orientasi Pancasila terletak pada budaya bangsa. Nilai-nilai Pancasila terdapat secara fragmentaris dan sporadis dalam kebudayaan bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan Nusantara hingga saat ini saat masyarakat Indonesia telah mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dan berakulturasi dengan kebudayaan lain. Dengan demikian, Pancasila mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, baik tradisional maupun modern (Mulyono, 2016). Nilai-nilai Pancasila dalam lima sila itu memiliki banyak sumber pengetahuan yang sudah seharusnya mampu diimplementasikan dalam kehidupan manusia dan dijadikan petunjuk dalam berperilaku. Dengan adanya pengetahuan yang bersifat kefilsafatan mengenai hakikat Pancasila berarti diperoleh dasar yang kuat dan kekal untuk terbentuknya way of life negara, bangsa dan warga negara. Dengan kata lain, kelima nilai dasar Pancasila pada hakikatnya adalah moral dan etika bangsa Indonesia yang mengikat seluruh masyarakat secara perorangan maupun sebagai kesatuan bangsa (Kirom, 2011).