Anda di halaman 1dari 4

Pancasila sebagai Ideologi negara:

a. Pengertian Ideologi
b. Pancasila dan Ideologi Dunia
c. Pancasila dan Agama

Nama “Ideologi” berasal dari kata ideas dan logos. Ideas artinya gagasan
atau konsep, sedangkan logos artinya ilmu. Secara umum, ideologi adalah
sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan
sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keagamaan. Dalam
suatu ideologi terkandung konsepsi dasar mengenai cita- cita kehidupan, dasar
pemikiran terdalam, dan gagasan tentang wujud kehidupan yang dianggap baik.
Pada akhirnya, ideologi dalam suatu negara merupakan kristalisasi dari nilai- nilai
yang dimiliki, diyakini kebenarannya, dan ditekadkan untuk terwujud (Ronto,
2012).
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dapat diartikan sebagai suatu
pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita- cita yang bersumber dari
kebudayaan Indonesia, yakni cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Ideologi
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah hidup bangsa
sehingga dapat terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
kecerdasan kehidupan bangsanya. Sifat keterbukaan ideology Pancasila ditujukan
dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual
dalam dunia modern sehingga dapat terdiri atas tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar
yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar
sesuai keadaan, dan nilai praksis berupa pelaksanaan secara nyata yang
sesungguhnya (Rakhmat, 2015).
Setiap ideologi punya ciri khas tersendiri dalam setiap pandangan
kehidupan dari segi politik, hukum, ekonomi, dan agama. Dengan demikian, suatu
ideologi akan terlihat berbeda antara satu dengan lain negara serta dapat
ditemukan keunggulan dan kekurangannya. Ideologi digunakan negara sebagai
landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia serta kejadian-kejadian
sekitarnya dan berguna sebagai bekal suatu negara untuk menemukan
identitasnya (Setiadi, 2003).
Dalam arti fungsional, ideologi dapat digolongkan menjadi doktriner atau
pragmatis. Dikatakan doktriner apabila pelaksanaannya diindoktrinisasikan
kepada masyarakat dan diawasi ketat oleh pemerintah, seperti Komunisme.
Dapat pula dikatakan pragmatis apabila sebaliknya, dimana tidak hanya satu
ideology yang diperkenankan berkembang ditengah masyarakat sehingga
siapapun yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan nilai- nilai ideologi yang
berkembang tersebut tidak bisa hidup secara wajar, seperti pada penganut
ideologi Liberalisme. Beberapa macam ideologi dunia lain selain Komunisme dan
Liberalisme, yaitu Konservatisme, Sosialisme, Fasisme, dan lainnya (Surbakti,
2010).

Ideologi Pancasila memiliki perbedaan dengan sistem kapitalisme- liberal


maupun dengan sosialisme- komunis. Hak- hak individu maupun masyarakat
dalam bidang ekonomi serta politik dilindungi baik oleh adanya ideologi Pancasila.
Dengan demikian, ideologi negara kita mengakui secara selaras kolektivisme
maupun individualisme. Begitu pula dengan sistem demokrasi yang
dikembangkan, bukan demokrasi politik semata tetapi juga bersamaan dengan
demokrasi ekonomi. Dalam sistem kapitalisme liberal, dasar perekonomian bukan
atas usaha bersama dan kekeluargaan tapi menekankan terhadap kebebasan
individual (free fight). Sedangkan dalam sistem etatisme oleh sosialisme-
komunis, negara- lah yang mendominasi sektor perekonomian. Dalam hal
keagamaan, hanya Pancasila yang menginstruksikan untuk memeluk salah satu
agama yang telah disepakati. Berbeda dengan ideologi Liberal yang
membebaskan warganya untuk memeluk agama atau bahkan menjadi Atheis
sesuai instruksi dalam ideologi Komunis (Thompson, 2003).
Disharmoni antara Pancasila dan agama seringkali terjadi. Posisi agama
dalam sistem nilai merupakan “Beyond Ideology” tapi bisa berubah menjadi suatu
ideologi jika memfungsikan diri sebagai legitimasi status quo (kekuasaan).
Pancasila juga bisa berubah menjadi “Pseudo- Agama” jika menduduki
karakteristik agama sebagai doktrin yang taken for granted, given, dan bersifat
doktriner. Oleh karena itu, Pancasila akan memiliki fungsi optimalnya jika
diposisikan sebagai ideologi terbuka (Saidi, 2009).
Semangat dalam nilai- nilai Pancasila sangat sesuai dengan nilai- nilai
agama yang diakui di Indonesia, misalnya agama Islam. Hal ini berdasarkan
pemikiran bahwa yang dimaksud adalah nilai- nilai Pancasila bersesuaian dengan
Islam tanpa harus menjadikan Indonesia sebagai negara Islam secara formal.
Penegasan demikian juga sangat menganjurkan bahwa nilai- nilai Islam dapat
tumbuh dan berkembang pada sebuah negara yang tidak menegaskan sebagai
negara afeliasi Islam (Ruslan, 2013).
Para pemeluk agama sah-sah saja untuk berfilsafat, berideologi, berbudaya,
asalkan pemikiran-pemikiran tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran
agama. Agama dan ideologi harus diposisikan pada tempatnya masing-masing.
Keduanya dapat sejalan, saling menunjang, dan saling mengokohkuatkan
sehingga Pancasila tidak akan pernah di-agama-kan dan agama tidak akan di-
Pancasila-kan (Chozin, 2009).
Pancasila dianggap sebagai falsafah negara yang mengayomi seluruh agama
dan menjadi pengikat kesatuan dan persatuan bangsa. Inilah yang harus menjadi
komitmen bersama seluruh elemen bangsa agar tidak mengganti Pancasila
dengan ideologi lain. Keindonesiaan dan keislaman jangan dipertentangkan terus-
menerus di hadapan publik. Sejatinya, keduanya dapat berjalan harmonis dan
rukun tanpa saling mematikan (Rokhmat, 2012).

Anda mungkin juga menyukai