Fitria Yulistiani - 23008004 PDF
Fitria Yulistiani - 23008004 PDF
Semester II-2008/2009
Oleh
FITRIA YULISTIANI
NIM : 23008004
Program Studi Teknik Kimia
2009
LEMBAR PENGESAHAN
METODOLOGI DAN USULAN PENELITIAN
Oleh
Fitria Yulistiani (23008004)
Catatan
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
____________________ ____________________
Prof. Dr. Herri Susanto Dr. Tri Partono Adhi
ii
ABSTRAK
Oleh
FITRIA YULISTIANI
NIM : 23008004
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan usulan
penelitian yang berjudul “Kajian Tekno Ekonomi Pabrik Konversi Biomassa
Menjadi Bahan Bakar Fischer-Tropsch Melalui Proses Gasifikasi”. Laporan ini
dibuat sebagai prasyarat kelulusan mata kuliah Metodologi dan Usulan Penelitian,
yang merupakan mata kuliah tugas akhir di Program Studi Pasca Sarjana Teknik
Kimia ITB.
Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari pembaca demi peningkatan
kualitas laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan terutama dalam bidang gasifikasi biomassa dan sintesis
Fischer-Tropsch di Indonesia.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
LAMPIRAN A.1 Produksi Kelapa Sawit (ton)......................................................55
LAMPIRAN A.2 Luas Lahan Kelapa Sawit (ha) ..................................................56
LAMPIRAN A.3 Produksi Jagung (ton) ................................................................57
LAMPIRAN A.4 Luas Lahan Jagung (ha) ............................................................58
LAMPIRAN A.5 Produksi Padi (ton) ....................................................................59
LAMPIRAN A.6 Luas Lahan Padi (ha) .................................................................60
LAMPIRAN B. Model Kesetimbangan Reaksi Gasifikasi ....................................61
LAMPIRAN C.1 Perhitungan Rasio Konsumsi Reaktan FT .................................64
LAMPIRAN C.2 Hubungan Antara dengan selektivitas C5+ .............................65
LAMPIRAN C.3 Defisiensi Hidrogen dalam Hydrocracking ...............................67
LAMPIRAN C.4 Rata-rata Massa Molekuler ........................................................68
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Perbandingan produksi dan konsumsi energi primer Indonesia .......... 1
Gambar I.2. Sasaran bauran energi nasional 2025 .................................................. 2
Gambar II.1. Skema Sistem Integrasi Gasifikasi Biomassa .................................... 6
dengan Sintesis Fischer Tropsch ............................................................................ 6
Gambar II.2. Net-Zero Carbon Cycle ..................................................................... 8
Gambar II.3. Rute Konversi Termal Biomassa ..................................................... 11
Gambar II.4. Skema reaktor unggun tetap aliran counter-current (kiri) dan co-
current (kanan) ...................................................................................................... 16
Gambar II.5. Skema Reaktor Bubbling Fluidized Bed ......................................... 17
Gambar II.6. Skema Reaktor Circulated Fluidized Bed ....................................... 18
Gambar II.7. Skema Reaktor Entrained Flow ...................................................... 20
Gambar II.8. Teknologi Pembersihan Gas ............................................................ 24
Gambar II.9. Skema Proses OLGA ....................................................................... 32
Gambar II.10. Perbandingan Kinerja OLGA terhadap teknologi pembersihan gas
lainnnya ................................................................................................................. 33
Sumber: Boerrigter (2004) .................................................................................... 33
Gambar II.11. Distribusi Produk sintesis Fischer Tropsch berdasarkan persamaan
ASF ....................................................................................................................... 38
Gambar II.12. Konsep Trigeneration sistem BGFT ............................................. 44
Gambar II.13. Konsep Trigeneration sistem BGFT yang dilengkapi dengan unit
reaksi pergeseran ................................................................................................... 44
Gambar II.14. Neraca Energi Konsep Trigeneration sistem BGFT yang dilengkapi
dengan unit reaksi pergeseran ............................................................................... 45
Gambar II.15. Perbandingan Kebutuhan Investasi untuk berbagai konfigurasi ... 45
Gambar III.1. Metodologi Penelitian Aplikasi Sintesis FT dari gas hasil gasifikasi
biomassa ................................................................................................................ 46
Gambar III.2. Peta pemrosesan biomassa menjadi cairan Fischer Tropsch. ........ 47
Gambar III.3. Langkah-langkah studi ketersediaan biomassa .............................. 49
Gambar III.4. Rute Proses BGFT yang akan dikaji .............................................. 50
Gambar III.5. Tahapan Kajian Ekonomi Proses BGFT ........................................ 51
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I PENDAHULUAN
Penggunaan energi fosil seperti minyak bumi, gas, dan batu bara juga
memunculkan isu lingkungan dalam hal emisi CO2 dan pemanasan global. Gas
rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan NO2 membentuk
lapisan di atmosfir yang dapat menahan panas yang akan keluar dari bumi
sehingga menyebabkan atmosfir bumi semakin panas (pemanasan global). Selain
CO2, penggunaan bahan bakar fosil juga menghasilkan emisi polutan seperti CO,
NO, SO2, VOC, POP, PAH, partikulat, logam beracun (Cd, Hg, As, dll.) ke udara.
Biomassa merupakan salah satu bentuk EBT yang tersedia dalam jumlah besar.
Biomassa yang banyak dihasilkan di Indonesia diantaranya adalah tandan kosong
sawit, tongkol jagung, dan sekam padi. Berdasarkan data Departemen
Pertanian[4], pada tahun 2008 produksi kelapa sawit Indonesia mencapai 18 juta
ton. Dari produksi tersebut dihasilkan limbah tandan kosong kelapa sawit
sebanyak 22-23 % atau sekitar 4 juta ton. Sedangkan produksi jagung Indonesia
pada tahun 2008 mencapai 16 juta ton dan tersebar di area perkebunan seluas 4
juta hektar. Dari produksi jagung tersebut dihasilkan limbah tongkol jagung
sebanyak 1 ton per hektar atau sekitar 4 juta ton. Produksi padi yang mencapai 60
juta ton pada tahun 2009 juga menghasilkan limbah biomassa berupa sekam padi
sebanyak 35 % atau sekitar 21 juta ton.
Uraian mengenai masing-masing unit yang terkait dengan sistem BGFT akan
diuraikan pada sub bab selanjutnya.
II.1 Biomassa
Biomassa adalah sebutan yang diberikan untuk material yang tersisa dari tanaman
atau hewan seperti kayu dari hutan, material sisa pertanian serta limbah organik
manusia dan hewan. Energi yang terkandung dalam biomassa berasal dari
matahari. Melalui fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi menjadi
molekul karbon lain (misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia
yang tersimpan dalam dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau
hewan lain) atau dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi.
Ketika biomassa dibakar, energi akan terlepas, umumnya dalam bentuk panas.
Karbon pada biomassa bereaksi dengan oksigen di udara sehingga membentuk
karbondioksida. Apabila dibakar sempurna, jumlah karbondioksida yang
dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari udara ketika tanaman
tersebut tumbuh.
Di alam bebas, biomassa yang dibiarkan begitu saja di tanah akan terurai dalam
waktu yang lama, melepaskan karbondioksida dan energi yang tersimpan
7
Listrik juga dapat dibangkitkan dari beberapa sumber biomassa sehingga dapat
dipasarkan sebagai “green power”. Secara alami biomassa memiliki berat jenis
yang rendah (bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil, biomassa diperlukan
dalam jumlah yang jauh lebih besar untuk memproduksi jumlah energi yang
sama). Oleh karena itu transportasi dan penanganannya akan jauh lebih sulit dan
memakan biaya. Biaya tersebut dapat direduksi dengan menempatkan generator
dekat sumber biomassa seperti tempat penggergajian, penggilingan gula, atau
penggilingan bubur kayu.
Meskipun biomassa merupakan sumber energi tertua yang dikenal oleh manusia,
kontribusinya terhadap total pemanfaatan energi di Indonesia bahkan di dunia
masih sangat kecil. Pemahaman akan keterbatasan cadangan sumber energi fosil
dan kepedulian terhadap keberlangsungan penyediaan sumber energi tersebut
menyebabkan munculnya ketertarikan peneliti terhadap pemanfaatan biomassa
pada tahun 1970an. Akan tetapi harga energi yang terus menurun saat itu
menyebabkan perkembangan teknologi biomassa tidak begitu pesat. Hingga pada
tahun 1980an kepedulian terhadap emisi CO2 yang disebabkan oleh penggunaan
energi fosil mengakibatkan dikeluarkannya Kyoto Protocol yang membatasi emisi
CO2 yang boleh dilepas ke udara. Untuk mencapai tujuan Kyoto Protocol,
proporsi penggunaan energi terbarukan terhadap total penggunaan energi terus
8
Tabel II.1. Emisi CO2 yang dihasilkan dalam produksi energi menggunakan
berbagai bahan baku
Sumber: Feasibility of Producing Diesel from Biomass in New Zealand, Bary Judd, 2003
Dari ketiga rute tersebut, rute yang dapat digunakan untuk menghasilkan gas
produser dengan kandungan utama CO dan H2 adalah rute gasifikasi. Kedua jenis
bahan bakar tersebut kemudian dapat digunakan untuk dikonversi menjadi bahan
kimia lainnya. Tahapan-tahapan yang terjadi dalam rute konversi biomassa hingga
menjadi gas produser disampaikan pada sub bab berikutnya.
Pengeringan dapat dilakukan menggunakan gas buang ataupun kukus. Pada proses
sintesis FT dapat dihasilkan sejumlah kukus berkualitas rendah, oleh karena itu
pengeringan menggunakan kukus lebih disukai. Selain itu, pengeringan
menggunakan kukus menghasilkan emisi yang lebih rendah dan lebih aman
apabila mempertimbangkan kemungkinan terjadinya ledakan debu.
12
Gasifikasi dengan oksigen sebagai media oksidasi lebih menguntungkan dari segi
ukuran alat di sektor hilir, energi kompresi, dan tekanan parsial komponen Fischer
Tropsch yang lebih tinggi[11]. Oksigen murni sangat mahal, akan tetapi dapat
diakali dengan menggunakan udara yang kaya akan oksigen. Penggunaan udara
yang kaya akan oksigen memberikan kombinasi keuntungan pengurangan ukuran
13
peralatan dan media yang tidak terlalu mahal. Perangkat pemisahan udara untuk
produksi udara yang kaya akan oksigen dengan kapasitas 576 ton O2/hari
memakan biaya sekitar 41,8 juta USD[11]. Tabel II.4. menunjukkan perbandingan
variasi komposisi produk gasifikasi dengan oksigen, udara, dan kukus.
Tabel II.4. Rata-rata komposisi produk yang dihasilkan untuk beberapa jenis agen
gasifikasi
Agen
Udara O2 H2O
Gasifikasi
H2 15% 40% 40%
CO 20% 40% 25%
CH4 2% - 8%
CO2 15% 20% 25%
N2 48% - 2%
H2/CO 0.75 1 1.6
Sumber: Gasification of Biomass – An Overview
on Available Technologies, ZSW
dkk. menunjukkan bahwa sistem dengan efisiensi sangat tinggi dapat tercapai
apabila gasifikasi biomassa dilakukan pada temperatur yang tinggi dan nisbah
kukus berlebih yang rendah.
Senada dengan Karrelas dkk., Keng Tung Wu dan Hom Ti Lee[13] juga
menganjurkan penggunaan proses gasifikasi allothermal. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa proses gasifikasi allothermal dapat menghasilkan nilai panas
gas sintesis yang lebih tinggi (mencapai 12 MJ/m3) dibandingkan dengan sistem
autothermal (4,2 s.d. 6,3 MJ/m3). Selain itu, gas sintesis hasil gasifikasi
allothermal memiliki kandungan hidrogen lebih banyak dan kandungan tar lebih
sedikit. Akan tetapi jika dipandang dari neraca energi keseluruhan, keluaran
energi bersih (netto) untuk proses gasifikasi allothermal dapat menjadi lebih
rendah dibandingkan proses autothermal. Hal tersebut disebabkan fakta bahwa
sumber energi eksternal dapat mengkonsumsi lebih banyak energi dan
kemungkinan terjadinya hilang panas melalui dinding pipa.
Sedangkan kekurangan utama dari penggunaan gasifier jenis ini adalah kandungan
tar yang mencapai 10-20% berat, sehingga dibutuhkan proses pembersihan gas
yang lebih ekstensif sebelum dilanjutkan ke unit operasi lainnya.
Di dalam reaktor unggun tetap aliran co-current, gas keluaran reaktor umumnya
memiliki temperatur 700oC. Di dalam jenis aliran ini, kandungan air harus kurang
dari 20% untuk menjaga temperatur tetap tinggi. Kandungan debu harus rendah
dan non-slagging. Umpan harus memiliki ukuran partikel yang seragam. Jenis
reaktor co-current digunakan oleh Community Power BioMAX. Keunggulan
reaktor jenis ini adalah:
~ Hampir 99,9% tar yang terbentuk dikonsumsi kembali, sehingga hampir
tidak membutuhkan proses pembersihan tar
~ Mineral terbawa dalam char/debu, sehingga kebutuhan siklon dapat
dikurangi
~ Teknologi proven, sederhana, dan biaya yang dibutuhkan lebih murah
Gambar II.4. Skema reaktor unggun tetap aliran counter-current (kiri) dan co-current
(kanan)
Sumber: Biomass Thermochemical Conversion, Paul Grabowski, 2004
~ Laju perpindahan panas antara material inert, bahan bakar, dan gas lebih
cepat
~ Konversi tinggi sedangkan produk tar dan karbon yang tak terkonversi
rendah
Apabila kecepatan aliran gas melewati 9 m/s, hampir seluruh padatan material
pasir terbawa oleh aliran sehingga pengoperasian reaktor menjadi CFB. Material
pasir dipisahkan dari aliran gas di dalam siklon sedangkan debu-debu halus
dipisahkan dari gas menggunakan dusting equipment. Jenis reaktor CFB (Gambar
II.6) digunakan oleh FERCO. Keunggulan reaktor CFB adalah:
~ cocok untuk reaksi yang berjalan dengan cepat,
~ laju perpindahan panas cepat akibat pengaruh dari kapasitas panas material
unggun yang tinggi
~ diperoleh konversi tinggi, produksi tar rendah, dan karbon tak terkonversi
rendah
Kelemahan reaktor ini adalah:
~ terbentuknya gradient temperatur di arah aliran padatan,
~ ukuran partikel sangat menentukan laju transport minimum, kecepatan
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan erosi peralatan,
~ perpindahan panas tidak seefisien BFB.
18
Sumber: Exploration of the possibilities for production of Fischer Tropsch liquids and power via biomass gasification, Tijmensen, 2002
II.2.3.3. Reaktor Entrained Flow
Reaktor entrained flow dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu slagging dan non
slagging. Di dalam gasifier slagging, komponen-komponen yang terbentuk dari
parikel debu dapat meleleh di dalam gasifier, mengalir turun di sepanjang dinding
reaktor, dan meninggalkan reaktor dalam bentuk slag cair. Secara umum, laju alir
massa slag sekurang-kurangnya 6 % dari laju alir bahan bakar untuk memastikan
proses berjalan dengan baik[17]. Di dalam gasifier non slagging, dinding reaktor
tetap bersih dari slag. Jenis gasifier ini cocok untuk umpan yang kandungan
partikel debu nya tidak terlalu tinggi. Skema reaktor entrained flow diberikan
pada Gambar II.7.
Kelakuan partikel debu yang dihasilkan oleh biomassa diteliti secara detail oleh
Boerrigter dkk[17]. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa partikel debu yang
dihasilkan oleh biomassa, khususnya biomassa kayu, sulit meleleh pada
o
temperatur operasi gasifier entrained flow (1300-1500 C). Hal tersebut
disebabkan kenyataan bahwa partikel debu tersebut banyak mengandung CaO.
Oleh karena itu gasifier non slagging sepertinya menjadi pilihan utama untuk
proses gasifikasi, juga dengan pertimbangan bahwa jenis gasifier ini lebih murah.
Akan tetapi gasifier entrained flow jenis slagging lebih disukai untuk operasi
gasifikasi dengan umpan biomassa. Alasan yang paling penting adalah (1)
pelelehan sebagian kecil komponen partikel debu tidak akan pernah dapat
21
dihindari dan (2) gasifier entrained flow jenis slagging lebih fleksibel terhadap
jenis biomassa yang akan digunakan. Fleksibilitas jenis umpan ini bahkan dapat
diperluas hingga ke batu bara. Penambahan agen fluks seperti silica atau clay
diperlukan. Selain itu recycle slag juga diperlukan.
Penggunaan reaktor entrained flow jenis slagging untuk batu bara sudah dapat
diaplikasikan. Oleh karena itu, penambahan material fluks menyebabkan slag
yang dihasilkan melalui gasifikasi biomassa menjadi mirip dngan slag yang
dihasilkan oleh gasifikasi batu bara. Sehingga tidak terdapat permasalahan untuk
proses gasifikasi itu sendiri apabila umpan yang digunakan bukan batu bara,
melainkan biomassa. Akan tetapi tantangan utama yang timbul adalah dalam hal
pengumpanan biomassa[17].Sebagaimana telah dikaji oleh peneliti-peneliti di
seluruh dunia, proses gasifikasi dapat terjadi pada tekanan yang berbeda, melalui
proses pemanasan langsung ataupun tidak langsung, serta menggunakan udara
atau oksigen.
Skema teknologi berbagai strategi pembersihan gas hasil gasifikasi dan teknologi
yang sudah dikembangkan baik secara komersial maupun dalam tahap
demonstrasi diberikan dalam Gambar II.8.
Filter partikulat efektif untuk memisahkan partikel yang ukurannya lebih besar
dan dapat dioperasikan pada rentang temperatur yang cukup besar. Batasan
utamanya hanya pada segi bahan konstruksi. Filter siklon, seringkali dirancang
dalam bentuk beberapa unit yang dipasang seri (multi-clones), dapat memisahkan
>90% partikulat berdiameter 5m dengan penurunan tekanan minimum 0,01 atm.
Pemisahan partikulat dengan diameter 1-5m secara parsial juga masih
memungkinkan, namun filter siklon menjadi tidak efektif untuk memisahkan
partikel sub-micron. Karena filter siklon dapat dioperasikan pada temperatur
tinggi, panas sensible dalam produk gas dapat dipertahankan.
Filter siklon juga dapat memisahkan tar yang terkondensasi dan material alkali
dari aliran gas, namun bentuk uap dari kedua jenis kontaminan tersebut masih
akan terbawa oleh aliran gas. Dalam praktiknya, pemisahan sejumlah tar secara
signifikan dapat dilakukan secara sekuensial dengan cara memisahkan partikulat
26
pada temperatur yang lebih tinggi sehingga tar akan tetap berada pada fasa gas.
Aliran gas kemudian didinginkan dan tar yang terkondensasi kemudian
dipisahkan. Cara tersebut dapat mengurangi kecenderungan menempelnya
partikulat di permukaan terlapisi tar yang dapat menyebabkan penyumbatan.
Filter siklon sangat sering digunakan dalam berbagai proses dan tersedia secara
komersial dari berbagai vendor. Teknologi filter siklon merupakan teknologi yang
sudah matang dan pengembangannya di masa depan dapat dikatakan tidak akan
terlalu signifikan.
Barrier filter dibersihkan dengan cara melewatkan pulse gas bersih secara
periodik melewati filter dengan arah yang berlawanan dengan aliran gas normal.
Untuk mengurangi beban partikulat secara keseluruhan, filter tersebut
ditempatkan setelah filter siklon. Barrier filter sangat efektif untuk memisahkan
partikulat kering namun kurang cocok untuk kontaminan yang basah dan lengket
seperti tar. Tar dapat menempel di permukaan filter hingga terjadi reaksi
karbonisasi yang menyebabkan pengerakan dan penyumbatan.
Jenis barrier filter yang cocok untuk digunakan dalam sistem biomassa antara
lain:
filter cross-flow yang dibangun menggunakan logam atau keramik
bag filter yang dibangun dari material kayu
packed bed filter
27
Partikulat basah dari venturi kemudian dipisahkan dari aliran gas menggunakan
demister. Demister dapat berbentuk siklon, packed bed, ataupun jenis pengumpul
lainnya. Proses Wet Scrubbing mengharuskan air tetap berada pada fasa cair,
sehingga produk gas harus didinginkan hingga di bawah 100 oC. Kehilangan
panas sensible tersebut biasanya tidak diinginkan.
dalam aliran gas hingga terjadi kondensasi ketika gas didinginkan hingga
temperatur di bawah 650 oC. Uap alkali akan terkondensasi menjadi partikulat
kecil (<5 m) dan dapat juga terkondensasi di permukaan partikulat lain ataupun
di permukaan sistem. Pemisahan material terkondensasi ini sangat penting apabila
gas akan digunakan pada aplikasi seperti tubin gas. Karena pada aplikasi tersebut,
senyawa alkali akan teruapkan kembali pada temperatur tinggi dan terbawa ke
zona pembakaran.
Pada kebanyakan sistem gasifikasi saat ini, uap alkali dipisahkan dengan cara
mendinginkan produk gas hingga temperatur di bawah 600 oC agar senyawa alkali
dapat terkondensasi menjadi partikulat padat. Padatan kemudian dipisahkan
menggunakan berbagai sistem filtrasi yang telah dijabarkan sebelumnya. Pada
sistem yang sensitif terhadap endapan garam alkali, sistem filtrasi harus
memperhitungkan ukuran partikel yang sangat kecil dan kelakuan kimia dari
material alkali yang terkondensasi tersebut. Siklon misalnya, akan menjadi tidak
efektif untuk memisahkan padatan berukuran < 5 m.
Saat ini, metode yang paling efektif untuk memisahkan alkali adalah dengan cara
mendinginkan produk gas hingga temperatur operasi teknologi pemisahan padatan
lainnya seperti electrostatic filter, bag filter, atau wet scrubber. Meskipun sistem
tersebut cukup efektif, kebutuhan pendinginan produk gas dan kehilangan panas
sensible dapat mengurangi efisiensi sistem.
Turn dkk. (1999) melakukan kajian pemisahan alkali dari sebuah sistem gasifikasi
yang dijalankan pada temperatur 825 oC yang dilengkapi dengan filter bauksit
pada temperatur 650-725 oC. Hasil penelitiannya diberikan dalam Tabel II.8.
Dari Tabel II.8 dapat dilihat bahwa penggunaan filter gas panas dapat mengurangi
konsentrasi sodium dan potassium di dalam aliran gas secara signifikan.
Untuk berbagai sistem yang sensitif terhadap pembentukan tar, sangat penting
untuk mengurangi produksi tar yang terkandung dalam gas keluaran gasifier. Hal
ini dapat dilakukan melalui pemilihan dan optimasi rancangan gasifier seperti
disampaikan dalam Tabel II.9.
Tabel II.9. Perbandingan partikulat dan kandungan tar untuk beberapa rancangan
reaktor gasifikasi biomassa
Jenis Partikulat (g/Nm3) Tar (g/Nm3)
Gasifier Rendah Tinggi Rentang Minimum Maksimum Rentang
Unggun
Tetap
Downdraft 0,01 10 0,1-0,2 0,04 6 0,1-1,2
Updraft 0,1 3 0,1-1 1 150 20-100
Unggun
Bergerak
Fluidized 1 100 2-20 <0,1 23 1-15
Bed
Circulated 8 100 10-35 <1 30 1-15
Fluidized
Bed
Sumber: Graham dan Bain, 1993; Neeft, dkk., 1999
Wet scrubber akan mengumpulkan tar dengan cara melewatkan material tersebut
ke dalam tetesan air. Tar dan cairan mengalir ke dalam demister atau decanter
untuk kemudian dipisahkan. Penggunaan air di dalam scrubber ini menyebabkan
aliran gas harus berada pada temperatur 35-60oC. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mencari pengganti air seperti berbagai jenis minyak, namun
penelitian-penelitian tersebut masih dalam tahap eksperimen.
Tabel II.10. Efisiensi Pemisahan Tar Relatif untuk berbagai jenis scrubber
Pressure drop, cm air Ukuran partikel (m)
untuk pengumpulan
hingga 80%
Spray Tower 1,5-4 10
Impingiment 5-125 1-5
Packed Bed 5-125 1-10
Venturi 10-250 0,2-0,8
Sumber: Baker dll, 1986
Wet Scrubber juga sudah banyak digunakan untuk pembersihan gas hasil
gasifikasi biomassa. Kinerja untuk beberapa jenis scrubber disampaikan dalam
Tabel II.11.
32
Tabel II.11. Efisiensi Pemisahan Tar penggunaan Wet Scrubber dalam sistem
Gasifikasi Biomassa
Teknologi Efisiensi Pemisahan Tar
11-25% tar berat
Spray Tower 40-60% PAH
0-60% senyawa fenolik
Spray Tower 29% tar berat
Venturi scrubber 50-90%
Venturi dan spray scrubber 83-99% material yang mudah terkondensasi
Venturi + cyclonic 93-99 % senyawa organik yang mudah
demister terkondensasi
Vortex scrubber 66-78% residu penguapan
Sumber: Neeft dkk, 1999
Unit OLGA terdiri atas scrubber yang berfungsi untuk memisahkan tar dari gas
dan stripper yang berfungsi untuk meregenerasi cairan pencuci. Karakterisitik
yang perlu diperhatikan adalah penggunaan cairan pencuci khusus dan rentang
temperatur operasi. Temperatur masukan OLGA harus lebih tinggi dari titik
33
embun tar (umumnya di atas 300 oC) untuk menghindari pengerakan tar di sisi
hulu sistem OLGA. Temperatur keluaran harus dijaga di atas titik embun air
untuk menghindari pencampuran kondensat air dengan cairan pencuci yang
mengandung tar.
Gambar II.10. Perbandingan Kinerja OLGA terhadap teknologi pembersihan gas lainnnya
Sumber: Boerrigter (2004)
Berbagai jenis proses pembersihan gas lainnya yang sudah dikembangkan oleh
peneliti-peneliti di dunia diberikan pada Tabel II.6.
Wet electrostatic precipitator juga dapat digunakan untuk memisahkan tar dari
aliran gas produk. Pemisahan tar dilakukan menggunakan prinsip yang sama
dengan pemisahan partikulat. Jenis teknologi pemisahan ini sangat efisien untuk
memisahkan tar dan partikulat dari aliran gas dan dapat menyingkirkan hingga
99% material berdiameter < 0,1 m. Teknologi ini merupakan teknologi yang
sudah matang dan tersedia secara komersial untuk berbagai jenis aplikasi.
Barrier filter sudah banyak digunakan untuk pemisahan tar dalam sistem
gasifikasi biomassa. Tar ditangkap dengan cara melewatkan aerosol terkondensasi
ke permukaan filter. Karena terdapat dalam bentuk cairan, tar menjadi lebih sulit
34
Cyclone filter dan berbagai unit pemisahan berbasis gaya sentrifugal lainnya juga
dapat digunakan untuk memisahkan tar. Teknologi ini dapat dioperasikan
menggunakan prinsip yang sama dengan pemisahan partikulat, menggunakan
gaya sentrifugal untuk memisahkan padatan dan aerosol dari aliran gas. Teknologi
ini cocok untuk memisahkan material dengan ukuran yang lebih besar dari 5 m.
Pada praktiknya, siklon dan pemisahan berbasis gaya sentrifugal lainnya tidak
digunakan untuk memisahkan tar dalam sistem gasifikasi biomassa. Kombinasi
partikulat dan tar lengket di dalam aliran gas dapat membentuk endapan material
di permukaan siklon sehingga sulit dihilangkan pada kondisi operasi normal.
Dalam sistem yang mendinginkan produk gas terlebih dahulu, amoniak juga dapat
dihilangkan menggunakan wet scrubbing. Amoniak yang diperoleh dari scrubber
kemudian dapat diinjeksikan kembali ke dalam gasifier untuk mengkompensasi
pengurangan amoniak akibat kesetimbangan termal dan agar bereaksi dengan NOx
yang terbentuk dalam proses gasifikasi.
Untuk aplikasi gas sintesis, kandungan sulfur dibatasi hingga 0,1 mg/Nm3
(Graham dan Bain, 1993). Sistem fuel cell juga membutuhkan konsentrasi sulfur
di bawah 1 ppm. Selain itu sulfur dapat meracuni katalis yang digunakan untuk
sintesis kimia, misalnya pada katalis berbasis Cu yang digunakan dalam sintesis
methanol.
Hasler dkk. (1999) dalam studinya telah mengidentifikasi tingkat pengurangan tar
dan partikulat lainnya dalam penggunaan berbagai sistem pembersihan gas
produser. Identifikasi tersebut disampaikan dalam Tabel II.12.
37
Tabel II.12. Tingkat pengurangan tar dan partikulat melalui penggunaan beberapa
sistem perbersihan gas
Persamaan (1) menunjukkan fraksi massa rantai karbon yang dinyatakan oleh wn
dan (1-) menunjukkan kemungkinan terminasi rantai –CH2-. Distribusi produk
Fischer Tropsch berdasarkan persamaan (1) diberikan pada Gambar II.11.
Gambar II.11. Distribusi Produk sintesis Fischer Tropsch berdasarkan persamaan ASF
Untuk katalis besi, nilai adalah 0,67 s.d. 0,71. Sedangkan untuk katalis Co, nilai
adalah 0,76 s.d. 0.83. Untuk katalis Co, tekanan yang lebih tinggi akan
menghasilkan rantai yang lebih panjang. Saat ini berbagai penelitian tengah
39
dilakukan untuk mendapatkan katalis yang bisa memberikan nilai = 0,9. Selain
jenis katalis, faktor lain yang mempengaruhi distribusi produk FT adalah
temperatur. Temperatur operasi yang lebih rendah akan menghasilkan rantai
karbon yang lebih panjang, rantai tidak bercabang, dan senyawa oksigenates yang
tebentuk lebih sedikit.
Selektivitas sangat dipengaruhi oleh faktor katalis (logam Co atau Fe, penyangga,
penyiapan, pengondisian awal, dan umur katalis) dan faktor non katalis (rasio
H2/CO di dalam umpan, temperatur, tekanan, dan jenis reaktor). Pengelompokkan
berdasarkan katalis Fe dan Co relevan karena reaksi pergeseran air hanya terjadi
secara signifikan apabila katalis yang digunakan adalah katalis besi. Sintesis FT
menggunakan rasio H2/CO yang mendekati angka 2,1:1, bergantung pada
selektivitas. Karena gasifikasi biomassa pada kebanyakan kasus menghasilkan gas
sintesis yang memiliki rasio H2/CO rendah maka reaksi pergeseran perlu
dilakukan. Tekanan parsial H2 dan CO yang lebih tinggi dapat menghasilkan
selektivitas SC5+ yang lebih tinggi pula. Semakin banyak kandungan inert di dalam
gas sintesis dapat mengurangi tekanan parsial H2 dan CO yang berakibat pada
penurunan selektivitas SC5+.
Dari segi kondisi operasi, reaktor FT dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu
HTFT (high temperature FT) dan LTFT (low temperature FT). Perbedaan kedua
jenis reaktor tersebut disampaikan dalam Tabel II.13.
40
Terdapat 3 (tiga) jenis reaktor FT yaitu: fluidized bed reactor, fixed bed reactor,
dan slurry reactor. Menurut beberapa peneliti, reaktor fixed bed dan slurry
merupakan reaktor FT yang paling menjanjikan. Kelebihan masing-masing
reaktor sangat spesifik terhadap jenis biomassa yang digunakan, namun dari segi
sensitivitas terhadap inert (relevan untuk biomassa yang diharapkan menghasilkan
karakteristik gas dengan yang diperoleh dari gas alam) reaktor slurry lebih
menguntungkan. Kekurangan utama pada reaktor slurry adalah perlunya
penambahan unit pemisahan wax dan katalis, namun tidak terdapat informasi
lengkap mengenai unit pemisahan tersebut. Tabel II.14 menunjukkan perbedaan
utama antara reaktor fixed bed dengan reaktor slurry.
41
Tabel II.14. Perbedaan antara proses sintesis FT dalam reaktor fixed bed dan slurry
II.7. Hydrocracking
Apabila produk akhir yang diinginkan adalah diesel, diperlukan proses
hydrocracking terhadap produk FT. Hidrogen ditambahkan untuk memutuskan
ikatan rangkap, sehingga cairan-FT dapat direngkahkan secara katalitis dengan
bantuan hidrogen. Bergantung pada kondisi perengkahan wax, produk yang
dihasilkan akan memiliki komponen utama kerosin dan diesel. Efisiensi karbon
keseluruhan dalam tahap hydrocracking mendekati 100 %.
Produk FT bebas dari sulfur, nitrogen, nikel, vanadium, senyawa aspal, dan
aromatic yang umumnya terdapat di dalam produk minyak mineral. Diesel FT
dengan bilangan setan yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan campuran
untuk meningkatkan kualitas diesel biasa. Nafta yang diperoleh dari proses FT
memiliki bilangan oktan yang lebih rendah dibandingkan nafta biasa. Sedangkan
kerosin untuk keperluan aviasi yang diperoleh melalui sintesis FT masih belum
memenuhi spesifikasi produk yang diperlukan. Oleh karena itu, berdasarkan
lebutuhan spesifikasi produk saat ini, produk sintesis FT masih memiliki nilai
yang lebih rendah dibandingkan produk nafta dan kerosein komersil. Namun
seperti halnya diesel FT, kedua jenis bahan bakar tersebut juga tidak mengandung
sulfur maupun kontaminan lainnya. Sehingga selain dapat mengurangi emisi ke
udara, bahan bakar yang dihasilkan dari sintesis FT juga diharapkan dapat
digunakan dalam kendaraan berbasis fuel cell (FCV – Fuel Cell Vehicle) yang
membutuhkan bahan bakar yang benar-benar bersih untuk mencegah kerusakan
katalis fuel cell. Karakteristik tersebut sangat penting untuk jangka yang lebih
panjang ketika FCV mulai beredar di pasaran. Pasar diesel dapat dikatakan
merupakan pasar pertama yang paling cocok untuk sintesis FT.
Dalam kasus BGFT, nilai kalor gas buang masih terlalu rendah untuk langsung
dibakar di dalam turbin gas. Umumnya nilai kalor minimum yang masih dapat
digunakan dalam turbin gas komersial adalah 4-6 MJ/Nm3, dengan asumsi
dilakukan modifikasi pada burner dan variasi umpan. Co-firing dengan gas alam
dapat dilakukan untuk menghindari permasalahan tersebut dengan cara
meningkatkan nilai kalor gas buang. Secara umum dapat diperoleh efisiensi
termal yang lebih baik apabila dibandingkan dengan hanya menggunakan gas
buang saja.
44
Dalam sistem BGFT juga terdapat aliran-aliran gas yang membutuhkan proses
pendinginan seperti aliran gas keluaran turbin gas dan gas sintesis keluaran proses
gasifikasi. Proses pendinginan tersebut dapat menghasilkan superheated steam
yang dapat diekspansi di dalam turbin terkondensasi parsial untuk menghasilkan
listrik. Kukus bertemperatur rendah juga dapat dimanfaatkan kembali seperti pada
proses pengeringan dan proses-proses lainnya yang membutuhkan kukus seperti
reaktor pergeseran.
Konsep trigeneration telah diteliti oleh Boerrigter dkk (2004). Penelitian tersebut
difokuskan pada konsep pembersihan gas yang dapat membantu memaksimalkan
produksi bahan bakar Fischer Tropsch (meningkatkan efisiensi konversi produk
gas menjadi produk Fischer Tropsch). Terdapat 3 (tiga) rute proses yang diteliti
dan dibandingkan satu sama lain. Ketiga proses tersebut disampaikan dalam
Gambar II.12 s.d. II.14.
Gambar II.13. Konsep Trigeneration sistem BGFT yang dilengkapi dengan unit reaksi
pergeseran
Sumber: Boerrigter 2004
45
Gambar II.14. Neraca Energi Konsep Trigeneration sistem BGFT yang dilengkapi dengan
unit reaksi pergeseran
Sumber: Boerrigter 2004
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
1.3 bar, normal 1.3 bar, + TC 25 bar, normal 25 bar, +shift 25
bar, +TC, +shift
Gambar III.1. Metodologi Penelitian Aplikasi Sintesis FT dari gas hasil gasifikasi biomassa
DAFTAR PUSTAKA
B.1. Asumsi-Asumsi
Asumsi-asumsi:
~ Biomassa direpresentasikan dengan formula umum CHxOy
~ Produk gasifikasi terdiri atas CO2, CO, H2, CH4, N2, H2O, dan sisa karbon
yang tak terbakar
~ Reaksi berada pada kesetimbangan termodinamika
~ Reaksi dijalankan pada kondisi adiabatik
CHxOy + z(pO2 + (1-p)N2) + kH2O aCO2 + bCO + cH2 + dCH4 + eN2 + fH2O + gC (B-1)
Reaksi B-1 di atas menunjukkan reaksi overall, namun dalam proses gasifikasi
terdapat beberapa reaksi intermediet yang terjadi. Reaksi-reaksi tersebut antara
lain:
1. Oksidasi: C + O2 CO2 (B-2)
2. Gasifikasi kukus: C + H2O CO + H2 (B-3)
3. Reaksi Bouduard: C + CO2 2CO (B-4)
4. Reaksi Metanasi: C + 2H2 CH4 (B-5)
5. Reaksi Pergeseran Air: CO + H2O CO2 + H2 (B-6)
1) Reaksi Bouduard
2
𝑦 𝐶𝑂 𝑃𝑡
𝐾𝑒1 = (B-11)
𝑦 𝐶𝑂 2
3) Reaksi Metanasi
𝑦
𝐾𝑒3 = 𝑦 2𝐶𝐻𝑃𝑡
4
(B-13)
𝐻2
𝑛 𝑇
∆𝐻𝑅 𝑇 = ∆𝐻𝑅 𝑇𝑅 + 𝑖=1 𝑛𝑖 𝑇𝑅 𝐶𝑝𝑖 𝑑𝑇 (B-15)
Pada kondisi adiabatik, panas reaksi yang dihasilkan adalah 0. Panas reaksi pada
temperatur referensi dihitung menggunakan panas pembakaran masing-masing
spesi:
∆𝐻𝑅 𝑇𝑅 = ∆𝐻𝑐𝐶 − ∆𝐻𝑐𝐶𝑂 − ∆𝐻𝑐𝐻2 − ∆𝐻𝑐𝐶𝐻4 (B-16)
𝑛 𝑇
0 = ∆𝐻𝑅 𝑇𝑅 + 𝑖=1 𝑛𝑖 𝑇𝑅 𝐶𝑝𝑖 𝑑𝑇 (B-17)
Kedelapan persamaan aljabar non linear di atas (B-7 s.d. B-13 dan B-17) dapat
diselesaikan secara simultan untuk memperoleh nilai a, b, c, d, e, f, g (yang
menunjukkan komposisi gas produk) dan temperatur adiabatik, pada berbagai
nilai tekanan yang berbeda. Berbagai paket program seperti MATLAB dapat
digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut. Nilai GCV (Gross Calorific
Value) dapat dihitung menggunakan formula berikut ini:
Rantai pendek relatif memerlukan hidrogen lebih banyak (sehingga rasio H2:CO
mendekati 3) dibandingkan dengan rantai panjang (rasio H2:CO mendekati 2).
Rasio antara konsumsi reaktan diekspresikan sebagai berikut:
−𝑅𝐻2 3 1−𝛼 +5𝛼 1−𝛼 +7𝛼 2 1−𝛼 +9𝛼 3 1−𝛼 +⋯
=1 (C-6)
−𝑅𝐶𝑂 1−𝛼 +2𝛼 1−𝛼 +3𝛼 2 1−𝛼 +4𝛼 3 1−𝛼 +⋯
atau:
−𝑅𝐻2 3+5𝛼+7𝛼 2 +9𝛼 3 +⋯ ∞ (2𝑛 +1)𝛼 𝑛 −1
1
= 1+2𝛼+3𝛼 2 +4𝛼 3 +⋯ = ∞ 𝑛𝛼 𝑛 −1 (C-7)
−𝑅𝐶𝑂 1
−𝑅𝐻2 ∞ 2𝑛𝛼 𝑛 −1 + ∞ 𝑛 −1 ∞ 𝛼 𝑛 −1 ∞ 𝛼𝑛
1 1 𝛼 1 0
= ∞ =2+ ∞ 𝑛𝛼 𝑛 −1 =2+ ∞ (𝑛+1)𝛼 𝑛 (C-8)
−𝑅𝐶𝑂 1 𝑛 𝛼 𝑛 −1 1 0
∞ 1
0 𝛼 𝑛 = 1−𝛼 (C-9)
∞ ∞ ∞
0 (𝑛 + 1)𝛼 𝑛 = 0 𝑛𝛼 𝑛 + 0 𝛼𝑛 (C-10)
∞ 𝑛
0 𝑛𝛼 = 0 + 𝛼 + 2𝛼 2 + 3𝛼 3 + 4𝛼 4 + ⋯ = 𝛼(1 + 2𝛼 + 3𝛼 2 + 4𝛼 3 + ⋯ ) (C-11)
∞ 𝑛 ∞ 𝑛 2
0 𝑛𝛼 = 𝛼 1 + 𝛼 + 𝛼2 + ⋯ 1 + 𝛼 + 𝛼2 + ⋯ = 𝛼 0 𝛼 (C-12)
1 2 1 𝛼 1−𝛼 1
∞
0 (𝑛 + 1)𝛼 𝑛 = 𝛼 + 1−𝛼 = (1−𝛼)2 + (1−𝛼)2 = (1−𝛼)2 (C-13)
1−𝛼
Sehingga:
1
−𝑅𝐻2
= 2+ 1−𝛼
1 =3−𝛼 (C-14)
−𝑅𝐶𝑂
1−𝛼 2
65
Sehingga dapat dideduksi bahwa selektivitas untuk seluruh rantai yang lebih
panjang dari sebuah atom C dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝛼𝐶𝑎+ = 𝛼 𝑎−1 (C-19)
Selektivitas C5+ seringkali dinyatakan dalam bentuk fraksi massa SC5+. Fraksi
molar f dinyatakan sebagai fraksi massa Sf.
𝑀𝑓 .𝑓
𝑆𝑓 = 𝑀 (C-20)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
dengan
𝑀𝑓 = rata-rata massa molar untuk fraksi f
𝑀𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = rata-rata massa molar untuk seluruh campuran
𝑀𝐶𝑎 + .𝛼 𝐶𝑎 +
𝑆𝐶𝑎+ = (C-21)
𝑀𝐶1+
14 .𝛼 + 14 𝑎 +2 .(1−𝛼 ) 𝑎 −1
𝛼 14.𝛼+ 14𝑎+2 . 1−𝛼 .𝛼 𝑎 −1
(1−𝛼 )
𝑆𝐶𝑎+ = 14 .𝛼 +16 −16 .𝛼 = (C-22)
16−2.𝛼
(1−𝛼 )
Gambar C-1. SC5+ sebagai fungsi 𝜶 (kiri) dan sebaliknya (kanan). Bulatan menunjukkan
nilai dari persamaan C-23 sedangkan tanda tambah menunjukkan nilai dari persamaan C-
24 dan C-25.
Dengan cara yang sama, selektivitas untuk fraksi lain dapat dihitung sebagai
berikut:
𝑀𝐶𝑎 𝛼 𝐶𝑎 14𝑎 +2 .(𝛼 𝑎 −1 . 1−𝛼 ) 7𝑎+1 .(𝛼 𝑎 −1 −2𝛼+𝛼 𝑎 +1 )
𝑆𝐶𝑎+ = = 16 −2𝛼 = (C-26)
𝑀𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 8−𝛼
1−𝛼
67
Seluruh rantai C20+ akan direngkahkan menjadi rantai C10 dan maksimal C19.
𝛼𝐶10−19 = 𝛼 9 − 𝛼 19 (C-30)
∞ 1−𝑠 .𝑠 𝛼 10 −𝛼 20
𝐷𝐻2 = 1 − 𝑠 0 𝑛. 𝑠 𝑛 = = (1−𝛼 10 )2 (C-33)
(1−𝑠)2
Untuk semua rantai yang memiliki a buah atom C atau lebih, rata-rata massa
molekul rantai tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
(1−𝛼) ∞
0 14(𝑛+𝑎 .𝛼
𝑛 +𝑎 −1 +2𝛼 𝑛 +𝑎 −1 )
𝑀𝐶𝑎+ = (C-37)
𝛼 𝑎 −1
(1−𝛼)𝛼 𝑎 −1 ∞ 𝑛 𝑛 𝑛
0 (14𝑛 .𝛼 +14𝑎.𝛼 +2.𝛼 )
𝑀𝐶𝑎+ = (C-38)
𝛼 𝑎 −1