Oleh:
Kelompok 6
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan halal merupakan salah satu kebutuhan hidup bagi umat muslim
karena ketentuannya telah diatur dalam Al-Quran. Makanan halal dapat
bersumber dari pangan hewani maupun nabati. Dalam surah Al-Baqarah ayat 173
disebutkan bahwa jenis-jenis makanan yang diharamkan adalah bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang disembelih dengan menyebut selain Allah.
Pangan yang bersumber dari hewan merupakan salah satu pangan sumber
protein bagi kebutuhan manusia. Salah satu jenis hewan yang sering dikonsumsi
adalah ayam. Ayam dapat dijadikan berbagai macam olahan makanan salah
satunya adalah ayam siap saji.
Ayam siap saji merupakan salah satu jenis makanan siap saji yang
digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan harganya yang relatif
murah. Franchise ayam siap saji saat ini telah tersebar di seluruh daerah di
Indonesia sehingga sangat mudah mendapatkannya.
Aspek kehalalan ayam siap saji dimulai dari proses penyembelihan hingga
produk disajikan kepada konsumen. Untuk menjaga kehalalan produk maka perlu
dianalisis titik kritis kehalalan produk agar kualitas dan kehalalan produk ayam
siap saji tersebut terjaga.
1.2. TUJUAN
PEMBAHASAN
b. Penyimpanan
Proses penerimaan ayam diikuti oleh proses pendistribusian dan
penyimpanan ayam ke dalam chiller (fresh chicken) dan freezer (frozen
chicken). Proses penyimpanan dilakukan untuk menjaga suhu ayam berada
pada kisaran 1 – 5oC untuk ayam segar dan (-23) – (-12)oC untuk ayam beku
selama belum diolah. Suhu chiller dan freezer yang digunakan harus dijaga
pada kisaran 3 – 4 oC dan (-18)– (-15)oC. Pemantauan terhadap suhu chiller
dan freezer dilakukan tiga kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 15.00, dan
23.00 WIB.
c. Dress-up
Dress-up memiliki tiga fungsi utama, yaitu mengurangi lemak-lemak yang
menempel pada kulit, menghilangkan jeroan pada paha atas, dan mematahkan
persendian paha atas. Proses dress-up diawali dengan mengeluarkan ayam dari
dalam chiller (ayam segar) atau bak thawing (ayam beku) dan
menempatkannya di dalam wadah. Daging ayam kemudian dikeluarkan dari
kemasan, dipersiapkan (dress-up), dan ditempatkan ke dalam wadah lainnya
sebelum akhirnya dilakukan proses marinating.
d. Marinating
Ayam yang telah selesai dipersiapkan (dress-up) kemudian dimasukkan ke
dalam marinator bersama larutan bumbu marinade untuk selanjutnya
dilakukan marinating selama 15 menit. Kegiatan marinating dilakukan dengan
menggunakan mesin marinator putar (rolling marinator). Industri umumnya
lebih menyukai proses marinating yang dilakukan dengan cara diputar
daripada direndam. Proses marinating dengan cara diputar akan memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses rendam, sebab bumbu
marinade akan meresap dengan lebih merata.
e. Repacking
Satu plastik harus berisi 9 potong daging ayam yang terdiri atas 1 buah
dada daging, 2 buah dada rusuk, 2 buah paha atas, 2 buah paha bawah (drum
stick), dan 2 buah sayap (wing). Jumlah daging ayam yang dikemas harus
sesuai dengan jumlah daging ayam yang dikeluarkan. Satuan yang digunakan
untuk potongan daging ayam tersebut adalah head. Satu head mewakili 1 ekor
ayam yang akan menghasilkan 9 potongan komersial. Jumlah daging ayam
yang dikeluarkan untuk diproses (dress-up dan marinating) bervariasi,
tergantung pada kebutuhan dan persediaan daging ayam marinade. Daging
ayam marinade yang telah dikemas selanjutnya akan dimasukkan kembali ke
dalam chiller selama 24 jam sebelum diolah pada tahap berikutnya.
f. Breading
Proses breading harus dilakukan sebelum daging ayam digoreng. Proses
ini juga harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat, sebab daging ayam
yang telah dibalut tepung hanya boleh berada pada keadaan terbuka selama
sekitar lima menit. Daging ayam breading yang berada pada keadaan terbuka
dalam waktu lama tidak layak untuk digoreng, karena akan menghasilkan
ayam goreng yang sangat kering. Proses breading hanya boleh dilakukan pada
daging ayam marinade yang telah terlebih dahulu disimpan di dalam chiller
selama 24 jam. Proses breading diawali dengan mengeluarkan ayam marinade
siap breading dari dalam chiller dan ditempatkan di dalam wadah yang sudah
disiapkan sebelumnya di atas meja breading.
g. Penggorengan
Metode penggorengan yang dapat digunakan antara lain adalah deep-fat
frying. Deep-fat frying merupakan salah satu metode penggorengan yang
dilakukan dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak,
sehingga bahan pangan yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam
minyak goreng (Muchtadi, 2008).
h. Holding
Proses penggorengan akan dilanjutkan dengan proses penyimpanan di
dalam holding cabinet. Holding cabinet tersebut memiliki fungsi sebagai
tempat penyimpanan produk sementara sebelum dipasarkan. Suhu di dalam
holding cabinet harus berada pada kisaran 68 – 82oC. Holding cabinet
umumnya digunakan apabila produk yang dipasarkan belum habis terjual,
sedangkan produk yang baru telah selesai dimasak (telah matang).
Penyimpanan di dalam holding cabinet bertujuan untuk menjaga agar produk
tetap hangat, akan tetapi tidak boleh terlalu lama (+ 5 menit) agar produk tidak
kering.
Tepung Biologi: Kontaminasi bahan Ya Tidak Tidak - Non Karena bahaya pada
kapang, baku CCP bahan tambahan
serangga dapat dikurangi/
Fisik: debu dihilangkan melalui
pasir, benda proses tertentu atau
asing lainnya konsumen.
Air Biologi: Air tidak bersih Ya Tidak Tidak - Non Karena bahaya pada
E.coli CCP bahan tambahan
Fisik: dapat dikurangi/
Benda asing dihilangkan melalui
Tahap Bahan Jenis Bahaya Justifikasi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP? Alasan Keputusan
proses tertentu atau
konsumen.
Minyak Goreng Kimia: Kerusakan lemak pada Ya Ya - - CCP Karena bahaya pada
FFA (Free minyak bahan baku daging
Fatty Acid), ayam tidak dapat
bilangan asam, dihilangkan melalui
bilangan proses atau
peroksida konsumen.
Bumbu dan Biologi: Lingkungan pengolahan Ya Tidak Tidak - Non Karena bahaya pada
rempah-rempah kapang, yang kurang bersih, CCP bahan tambahan
serangga bahan baku, tempat dapat dikurangi/
pengolahan dihilangkan melalui
Fisik: benda proses tertentu atau
asing konsumen.
Sebanyak 60% dari total volume darah dapat dikeluarkan dari praktik
penyembelihan yang baik, sementara itu, sebanyak 10% darah akan tertinggal di
jaringan otot hewan dan 20-25 % darah berada pada organ hewan tersebut (Piske
1982; Hedrick et al.1994; Swatland 2000 diacu dalam Roca 2002). Menurut
Warris (1977) diacu dalam Roca (2002) bahwa efisiensi perdarahan dapat
dianggap sebagai suatu persyaratan penting dalam penyembelihan untuk
memperoleh produk daging berkualitas tinggi.
Adanya darah yang banyak tertinggal pada pembuluh vena dan arteri yang
ditemukan pada hewan bangkai ini tidak baik bila dikonsumsi. Hal ini
dikarenakan konsumsi darah telah diteliti dapat meningkatkan risiko timbulnya
kanker. Protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih
cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin (Pierre et al. 2004).
Oleh karena itu, dari segi kesehatan, konsumsi daging bangkai yang selain
mengandung mikroba dalam jumlah tinggi, daging bangkai juga mengandung
darah yang dapat memicu timbulnya kanker.
Daging ayam bangkai (ayam tiren) berasal dari ayam yang telah
mengalami kematian sebelum disembelih. Kematian ini dapat diakibatkan stress
ataupun sakit. Hal ini mengakibatkan kadar glikogen rendah sehingga asam laktat
yang terbentuk menjadi berkurang. Setelah enzim tidak aktif lagi dan persediaan
glikogen habis, bakteri tetap tumbuh terus. Menurut Bintoro et al.(2006) total
mikroba pada daging ayam bangkai lebih tinggi dibandingkan ayam normal. Hasil
penelitian total mikroba pada daging ayam bangkai yang dibandingkan dengan
daging ayam segar disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Total Mikroba pada Daging Ayam Segar dan Daging
Ayam Bangkai
Ketarangan: huruf abpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (p < 0.01)
b. Minyak Goreng
Alasan
Tahap Proses Jenis Bahaya Justifikasi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
Keputusan
Campylobacter
sp.
Penyimpanan Biologi : Fluktuasi suhu chiller Tidak Tidak - - Non Karena bahaya di
di chiller atau Salmonella, dan freezer CCP proses ini memiliki
freezer E.coli Perilaku pekerja yang tindakan
O157:H7, terkadang sedikit pencegahan serta
Listeria kurang sesuai dengan bahaya tidak dapat
monocytogenes standar hygiene dan meningkat.
sanitasi pada saat
melakukan
penyimpanan ke
dalam chiller dan
freezer
Dress-up Fisik : rambut, Dilakukan pada Ya Tidak Tidak - Non Karena bahaya di
serangga, debu tempat yang kurang CCP proses ini memiliki
Alasan
Tahap Proses Jenis Bahaya Justifikasi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
Keputusan
Biologi : tertutup tindakan
E.coli Kondisi fisik pekerja pencegahan serta
O157:H7, terkadang kurang bahaya tidak dapat
Arcobacter sp., prima sehingga meningkat.
Salmonella, berpotensi melakukan
Clostridium kegiatan yang kurang
perfringens, sesuai dengan standar
Listeria hygiene dan sanitasi
monocytogenes,
Campylobacter
sp.
Marinating Fisik : rambut, Dilakukan pada Ya Tidak Tidak - Non Karena bahaya di
serangga, debu tempat yang kurang CCP proses ini memiliki
Biologi : tertutup tindakan
E.coli Kondisi fisik pekerja pencegahan serta
O157:H7, terkadang kurang bahaya tidak dapat
Alasan
Tahap Proses Jenis Bahaya Justifikasi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
Keputusan
Arcobacter sp., prima sehingga meningkat.
Salmonella, berpotensi melakukan
Clostridium kegiatan yang kurang
perfringens, sesuai dengan standar
Listeria hygiene dan sanitasi
monocytogenes,
Campylobacter
sp.
Repacking Fisik : rambut, Dilakukan pada Ya Tidak Tidak - Non Karena bahaya di
serangga, debu tempat yang kurang CCP proses ini memiliki
Biologi : tertutup tindakan
E.coli Kondisi fisik pekerja pencegahan serta
O157:H7, terkadang kurang bahaya tidak dapat
Arcobacter sp., prima sehingga meningkat.
Salmonella, berpotensi melakukan
Clostridium kegiatan yang kurang
Alasan
Tahap Proses Jenis Bahaya Justifikasi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
Keputusan
perfringens, sesuai dengan standar
Listeria hygiene dan sanitasi
monocytogenes,
Campylobacter
sp.
Penyimpanan Biologi : Fluktuasi suhu chiller Tidak Tidak - - Non Karena bahaya di
di chiller E.coli Perilaku pekerja yang CCP proses ini memiliki
O157:H7, terkadang sedikit tindakan
Listeria kurang sesuai dengan pencegahan serta
monocytogenes standar hygiene dan bahaya tidak dapat
sanitasi pada saat meningkat.
melakukan
penyimpanan ke
dalam chiller
Alasan
Tahap Proses Jenis Bahaya Justifikasi Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
Keputusan
Breading dan Fisik : rambut, Dilakukan di tempat Ya Tidak Tidak Non Karena bahaya di
penyusunan serangga, debu yang kurang tertutup CCP proses ini memiliki
Kimia : residu Perilaku pekerja yang tindakan
klorin terkadang sedikit pencegahan serta
Biologi : kurang sesuai dengan bahaya tidak dapat
E.coli standar hygiene dan meningkat.
O157:H7, sanitasi pada saat
Listeria melakukan proses
monocytogenes breading
Pekerja terkadang
kurang bijaksana
dalam mengelola sisa
tepung hasil proses
breading
Deep-fat frying adalah salah satu metode penyajian makanan yang terkenal di
dunia. Metode deep-fat fryingadalah salah satu metode penggorengan yang dilakukan
dengan menggunakan minyak goreng dalam jumlah banyak sehingga bahan pangan
yang digoreng akan terendam seluruhnya di dalam minyak goreng. Proses
perpindahan panas dan massa yang terjadi pada metode penggorengan deep-fat frying
merupakan kombinasi antara proses perpindahan panas secara konveksi melalui
media pindah panas minyak goreng dan proses perpindahan panas secara konduksi
melalui bagian dalam bahan pangan yang terjadi secara simultan (Muchtadi, 2008;
Lui-ping et al, 2005).
Proses pengolahan pangan kaya protein hewani pada kondisi normal dapat
memicu terbentuknya senyawa mutagenik yang dikenal sebagai heterocyclic amines.
Sekarang ini, sekitar dua puluh jenis senyawa heterocyclic amines telah teridentifikasi
dengan baik. Beberapa senyawa heterocyclic amines juga telah terbukti bersifat
karsinogenik melalui studi genetik jangka panjang. Dua jenis senyawa heterocyclic
amines yang paling banyak ditemukan adalah 2-amino-3,8dimethylimidazo[4,5-
f]quinoxaline yang merupakan senyawa imidazoquinoline (IQ) dan 2-amino-1-metil-
6-imidazo[4,5b]piridin yang juga dikenal sebagai senyawa imidazoquinoxaline.
Imidazoquinoxaline atau PhIP umumnya diproduksi pada jumlah yang lebih tinggi
(480 ng/g) dibandingkan imidazoquinoline atau MelQx (50 ng/g). Reaksi Maillard
dianggap memiliki kaitan erat dengan produksi senyawa imidazoquinoline (IQ).
Produk samping hasil reaksi Maillard yang dikenal sebagai degradasi Strecker, seperti
pyrazines dan pyridines, diperkirakan bereaksi dengan senyawa karbonil dan amino
sehingga membentuk senyawa heterocyclic amines. Produksi senyawa heterocyclic
amines dapat dihambat melalui penambahan senyawa-senyawa aditif, seperti asam
sulfit, nitrit atau asam sitrat. Produk pangan yang dimasak umumnya mengandung
senyawa heterocyclic amines dalam jumlah yang sangat rendah dan bahkan tidak
terdeteksi (Luning et al., 2006).
Salah satu agar tindakan penanganan titik kritis terhadap kehalalan ayam siap
saji terlaksana adalah dengan diterapkannya sistem jaminan halal. Menurut LPPOM
MUI (2005) bahwa pada dasarnya, sistem jaminan halal merupakan bagian dari
kebijakan perusahaan yang disusun dalam suatu dokumen tertulis yang terpisah dari
dokumen sistem manajemen mutu lainnya. Adanya sistem jaminan halal
menunjukkan bahwa pihak pimpinan perusahaan memiliki niat dan kesungguhan
dalam memproduksi produk yang halal dan memungkinkan adanya tindakan preventif
terhadap kemungkinan bahaya ketidakhalalan terhadap produk, serta adanya tindakan
kontrol dalam menghasilkan produk halal.
Ada tiga konsep dalam menghasilkan sistem jaminan halal yang ideal yaitu:
1) Zero limit, artinya tidak boleh ada sama sekali bahan haram, najis dan kotoran di
dalam bahan mentah, bahan tambahan dan produk pada semua rangkaian produksi; 2)
Zero defect, artinya tidak boleh ada sama sekali produk haram yang dihasilkan,
mengingat risiko besar yang ditanggung perusahaan apabila ada klaim produknya
haram dan ternyata benar; 3) Zero risk, dengan diterapkannya dua prinsip
sebelumnya, maka tidak ada risiko buruk yang akan ditanggung perusahaan
(Apriyantono, 2001).
Selain itu, dilakukan sertifikasi halal pada produk ayam siap saji. Sertifikasi
halal merupakan pemeriksaan yang rinci terhadap kehalalan produk, yang selanjutnya
diputuskan kehalalannya dalam bentuk fatwa MUI (Marina, 2003). Sertifikasi halal
perlu dilakukan untuk membuktikan kebenaran klaim halal pihak produsen yang
biasanya dilakukan dengan pencantuman label halal pada kemasan produknya.
Dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan yang ada, pemeriksaan
kehalalan suatu produk pangan tidak bisa dilakukan sembarangan, perlu keahlian
dalam bidang rekayasa proses, penentuan asal-usul bahan serta pemahaman hukum
Islam yang mendalam. Di Indonesia sendiri sertifikasi halal dilakukan oleh LPPOM
MUI yang memang paling memenuhi kriteria sebagai lembaga pemeriksa kehalalan.
Prosedur sertifikasi halal di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Prosedur Sertifikasi Halal
(Sumber: LPPOM MUI, 2005)
a. Daging Ayam
Salah satu cara penanganan agar kehalalan daging ayam tetap terjamin adalah
dengan cara menyembelih. Metode penyembelihan yang diatur oleh syariat islam
terbukti memberikan hasil yang terbaik. Penyembelihan dalam Islam mengharuskan
hewan dalam keadaan hidup dan tidak disiksa. Menurut Warris (2000) diacu dalam
Adzitey dan Nurul (2011) bahwa hewan yang mengalami penanganan yang kasar
sebelum penyembelihan akan tampak memar, bercak darah, cacat kulit dan patah
tulang pada karkasnya. Adanya bercak darah mengakibatkan penampakan daging
yang kurang baik dan dapat menjadi salah satu celah bagi mikroorganisme untuk
tumbuh. Selain itu, dari segi keamanan batin, proses penyembelihan yang sempurna
akan menghasilkan daging yang halal. Sedangkan, dari segi mutu daging,
pengeluaran darah secara tuntas dapat menghasilkan daging yang bermutu baik, tidak
mudah rusak dan tidak mudah busuk.
Penirisan darah merupakan salah satu tahap dari beberapa tahapan proses
pemotongan ayam. Penyembelihan dan penirisan darah merupakan tahapan yang
kritis dalam pemotongan ayam jika dikaitkan dengan kesempurnaan pengeluaran
darah (Wulandari et al., 2008 dan Razali et al., 2007). Pada proses pemotongan ini,
hal yang sangat memeengaruhi adalah peralatan, lingkungan dan pengeluaran darah
ayam dengan sempurna. (Murtidjo, 2003). Selain itu, menurut Girindra (2008) bahwa
ada banyak faktor yang mempengaruhi keluarnya darah, diantaranya, kondisi
kesehatan hewan, pemingsanan, dan penyembelihan (semakin lama jarak jarak antara
pemingsanan dan penyembelihan maka semakin sedikit darah yang keluar),
kerusakan medulla oblongata (otak) dan tidak cukupnya energi kontraksi dari otot
(berdasarkan kandungan glikogen).
b. Minyak Goreng
Cara penangan terhadap titik kritis kehalalan bahan baku selanjutnya adalah
pada minyak goreng. Minyak goreang adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat
Indonesia. Sebagian masyarakat menggunakan minyak goreng hanya untuk sekali
pakai, ada juga yang menggunakan minyak goreng untuk berkali-berkali, bahka
mencampurkan minyak goerang nabati maupun hewani dengan menggunakan lemak
babi. Oleh karena itu, perlu adanya metode untuk mendeteksi mutu minyak goreng
dan tingkat kehalalannya.
aspek seperti batas kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, warna, bau
dan sebagainya (SNI-7709, 2012 dan SNI-3741, 2013). Variasi parameter mutu
minyak tersebut diukur menggunakan berbagai macam metode dan perangkat alat
standar. Untuk mengeliminasi banyaknya parameter standar, para peneliti saat ini
cenderung hanya memfokuskan pada dua variabel yang paling penting yaitu, asam
lemak bebas (ALB) dan bilangan peroksida (PV). Dua parameter itu dapat diukur
dengan metode konvensional yakni titrasi.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Titikkritis kehalalan dari bahan baku berasal dari daging ayamnya sendiri,
minyak goreng dan penggorengan,
2. Tigakonsepdalam menghasilkan system jaminan halal yang ideal yaitu: zero
limit, zero defect, dan zero risk.
3. Teknik penyembelihan harus benar – benar mati selama 2 menit. Menurut
ajaran islam penyembelihan harus mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim”
ha lini sesuai dengan Al-Qur’an bahwa “Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidakdisebut nama Allah ketika menyembelihnya”
(QS. Al An’am:121).
4. Adanya metode untuk mendeteksi mutu minyak goreng, mengetahui
kandungan minyak goreng yang digunakan halal atau tidak.
5. Cara penanganan terhadap titikkritis kehalalan penggorengan ayam siap saji
dengan menggunakan deep fat frying dimana jika dilihat dari awal
terbentuknya asam lemak trans, sebaiknya proses menggoreng dilakukan
dengan api sedang (< 200 OC) dan minyak goreng yang digunakan sebaiknya
tidak melebihi 2 (dua) kali pengulangan.
DAFTAR PUSTAKA
Adzitey, F. danNurul H. 2011. Pale Soft Exudative and Dark Firm Dry Meats:
Causes and Measures to Reduce these Incidences–a Mini
Review.J.International Food Research: 18, 11-20.
Firdausi, K.S., A.I Susan. dan K. Triyana 2012. An Improvement of New Test Method
for Determination of Frying Oil Quality Based on Electrooptics Parameter,
BerkalaFisika ISSN:1410-9662, Juli, Vol. 15, No. 3, hal 77 – 86.
Jacobson, G.A. 1967. Quality Control of Commercial Deep Fat Frying. Chemistry &
Technology of Deep Fat Frying, Food Technology Symposium, p.42-48.
Joeliani, L.D. 1996. SkripsiSarjana, FakultasTeknologiPertanian. InstitutPertanian
Bogor. Bogor.
Stender, S., D. Jorn. 2003. The Influence of Trans Fatty Acids on Health, A Report
From The Danish Nutrition Council. 4th ed., The Danish Nutrition.